• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1.Pembelajaran IPA

Pembelajaran IPA di SD dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menurut Permendiknas No.22 Tahun 2006 tentang standar isi, bahwa IPA berkaitan erat dengan pola pikir dengan mencari tahu mengenai alam dan sekitarnya, sehingga dalam pembelajaran IPA dituntut untuk melakukan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA bukan hanya mengenai pemahaman anak pada suatu materi tertentu, namun dengan peserta didik memperoleh pengalamannya secara langsung akan membuatnya lebih kuat untuk memahami materi.

Sagala Syaiful (2004:68), mengemukakan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dan segala isinya. Rasional berarti berdasarkan pemikiran yang sistematis dan logis, obyektif berarti sesuai dengan keadaan sebenarnya. Carin (1993:3), menambahkan bahwa IPA merupakan suatu kegiatan berupa pertanyaan, penyelidikan alam semesta, penemuan dan pengungkapan serangkaian alam. Dalam Usman Samatowa (2006:12), Piaget mengatakan bahwa pengalaman langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak. Dengan menggunakan pembelajaran yang secara langsung, akan lebih memperkuat daya ingat para peserta didik mengenai materi atau teori-teori dan lebih praktis karena dapat menggunakan alat atau media belajar yang terdapat di lingkungan.

(2)

Berdasarkan Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, serta peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik dapat mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, peserta didik dapat mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, peserta didik dapat meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, peserta didik dapat meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, peserta didik dapat memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.2.Hasil Belajar

(3)

Berdasarkan pengertian hasil belajar menurut 3 pakar dapat disimpulkan hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Dengan hasil belajar diharapkan dapat membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi, sehingga akan mengubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

Benyamin S. Bloom mengemukakan tipe hasil belajar terdiri dari 3 ranah, yaitu: ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Penelitian ini, akan ditekankan pada ranah kognitif. Ranah kognitif yang dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom dkk yang kemudian direvisi oleh Krathwoll (2001). Revisi Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6).

(4)

didik untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan antar bagian-bagian tersebut; 5) Evaluasi (C5), merupakan jenjang proses berpikir yang lebih kompleks dari analisis. Butir soal dikatakan mengukur kemampuan proses berpikir evaluasi, jika butir soal tersebut meminta pada peserta didik untuk membuat pertimbangan atau menilai terhadap sesuatu berdasarkan kriteri-kriteria yang ada; 6) Membuat (C6), menggabungkan beberapa unsure menjadi suatu bentuk kesatuan.

Keenam tingkatan nilai di atas seluruhnya merupakan segala aktivitas yang melibatkan otak atau berkaitan dengan intelegensi seorang siswa. Dalam rangka mengetahui sejauh mana tingkat berpikir siswa tersebut maka diperlukan alat instrumen yang digunakan oleh peneliti. Ada berbagai macam instrumen dalam pengukuran hasil belajar siswa. Dalam dunia pendidikan instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa adalah instrumen tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Sementara itu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen tes.

Pengukuran instrumen tes dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa tertentu, sehingga terlihatlah pencapaian kognitif dari masing-masing siswa yang telah mengalami proses belajar tersebut. Pencapaian kognitif oleh siswa tidak lepas dari peraan guru sebagai tombak dalam pembelajaran karena bukan hanya dari dalam diri siswa tetapi faktor lain juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

(5)

kooperatif dapat meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan bersosial antar siswa.

2.1.3.Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran banyak digunakan dalam dunia pendidikan, hal ini terjadi karena model pembelajaran memiliki fungsi yang penting yaitu sebagai pencapaian tujuan dan hasil belajar oleh siswa. Model pembelajaran ini sendiri dapat diartikan sebagai prosedur yang sistematis yang dilakukan oleh guru dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang maksimal.

Supriyono (2014), mendefinisikan “model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Sementara itu menurut Arends “model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas”. Model pembelajaran terdiri dari beberapa macam. Supriyono (2014), membaginya ke dalam tiga model pembelajaran yaitu model pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran berbasis masalah.

(6)

Menurut Hamdani (2010), terdapat enam tahap pembelajaran kooperatif yang

Menyelesaikan tujuan dan memotivasi. Siswa

Guru menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai selama pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar Fase 2:

Menyajikan informasi.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi

Fase 3:

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4:

Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase 5:

Evaluasi.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/meminta presentasi hasil kerja kelompok.

Fase 6: Memberikan penghargaan.

Guru menghargai upaya dan hasil belajar individu dan kelompok.

Pembelajaran kooperatif dimulai dengan pemberian informasi oleh guru tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai selama proses pembelajaran. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi melalui bahan bacaan dan kemudian di bawah bimbingan guru, siswa bekerjasama secara kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Fase terakhir adalah penyajian produk akhir oleh kelompok sehingga dapat dievaluasi oleh guru bersama dengan seluruh siswa. Salah satu tipe yang dianggap menarik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran adalah tipe make a match.

2.1.4.Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

(7)

pembelajaran dalam model pembelajaran make a match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan.

Menurut Wahab (2007:59), model pembelajaran make a match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama, kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu. Senada dengan hal tersebut Lie (2003:27), mengemukakan bahwa tipe make a match merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif yang didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial. Suyatno (2009:72), menambahkan bahwa model make a match adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Model make a match melatih siswa untuk memiliki sikap sosial yang baik dan melatih kemampuan siswa dalam bekerja sama disamping melatih kecepatan berfikir siswa.

Berdasarkan definisi pengertian make a match menurut 3 pakar dapat disimpulkan make a match adalah pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Make A Match

Menurut Lena Curran (1994) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran make a match sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

(8)

5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

7. Demikian seterusnya. 8. Kesimpulan/penutup.

Menurut Huda (2013, hlm. 252-253) mengemukakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran make a match sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah.

2. Siswa dibagi ke dalam dua kelompok, misalnya kelompok A dan B, kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

3. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B.

4. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka.

5. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mecari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.

6. Jika waktu sudah habis, mereka harus memberi tahu bahwa waktu sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul sendiri.

(9)

8. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokkan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.

9. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran make a match menurut 2 pakar maka peneliti menyusun langkah-langkah pembelajarannya dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan memperhatikan kondisi peserta didik dan mata pelajaran, sebagai berikut:

1. Siswa mendapatkan materi pembelajaran dari guru.

2. Siswa dibagi ke dalam dua kelompok, misalnya kelompok A dan B, kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

3. Siswa mendapatkan satu kartu, kartu gambar untuk kelompok A dan kartu informasi kepada kelompok B.

4. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

5. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

6. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

7. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokkan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.

8. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

2.1.5.Hubungan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match dengan

Hasil Belajar

(10)

dilakukan. Penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Penerapan model pembelajaran ini menjadikan suasana kelas menjadi lebih hidup dan akan lebih mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, sehingga tujuan untuk meningkatkan hasil belajar akan tercapai. Model pembelajaran kooperatif memang sangat menarik untuk dipraktikkan.

Langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match sebagai berikut:

1. Stimulus

Siswa mendapatkan rangsangan/stimulus dapat yang berupa benda, gambar, video untuk menimbulkan rasa keingin tahuan siswa.

2. Penomoran

Setiap siswa mendapatkan name tag berupa nomor. Masing-masing anak mendapatkan nomor yang berbeda.

3. Siswa mendapatkan materi

Siswa mendapatkan materi pembelajaran dari guru. 4. Siswa mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS)

Siswa mengerjakan LKS untuk memperdalam materi. 5. Pembagian kelompok

Siswa dibagi menjadi beberapa 2 kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari 2 anak.

6. Pembagian kartu

Siswa mendapatkan satu kartu, kartu gambar untuk kelompok A dan kartu informasi kepada kelompok B.

7. Identifikasi masalah

Siswa mengidentifikasi permasalahan yang diberikan pada stimulus dalam bentuk hipotesis, atau siswa menduga-duga/membuat jawaban sementara. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kayu yang dipegang.

(11)

Siswa mengumpulkan data sebanyak-banyaknya pada sumber, misalnya buku, untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

9. Pengolahan Data

Setelah mendapatkan data sebanyak-banyaknya, siswa mengolah data tersebut dan diklasifikasikan.

10.Pembuktian

Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya.

11.Memanggil nomor secara acak

Guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor peserta didik secara acak. Nomor yang disebutkan guru diminta maju ke depan kelas dan membacakan kartu yang ia peroleh. Kemudian kelompok A/B yang gambar/informasinya sesuai dengan kartu yang di depan harus maju ke depan kelas.

12.Membuat kesimpulan jawaban

Siswa memperoleh kesimpulan jawaban yang dapat dipertanggung-jawabakan dari pembuktian yang telah dilakukan.

2.1.6.Media Pembelajaran

Smaldino, dkk (2008) mengatakan bahwa media adalah suatu alat komunikasi dan sumber informasi. Media berarti menunjuk pada segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima. Lebih lanjut Briggs (1977) mengatakan bahwa media adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran. Salah satunya adalah media gambar. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.

2.1.6.1. Media Gambar

(12)

jangkauan pengalaman pebelajar sendiri. Menurut Edgar Dale (1963) gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf belajar dengan lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkrit (pengalaman langsung). Jadi dengan menggunakan media gambar membuat membuat siswa tidak jenuh dalam proses pembelajaran.

Kelebihan media gambar:

a. Dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata. b. Banyak tersedia dalam buku-buku.

c. Sangat mudah dipakai karena tidak membutuhkan peralatan. d. Relatif tidak mahal.

e. Dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang studi. Kelemahan media gambar:

a. Kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas yang besar. b. Tidak dapat menunjukkan gerak.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun penelitian yang terdahulu diantaranya sebagai berikut:

(13)

mendapat nilai diatas KKM dengan nilai rata-rata 88. Kelebihan dalam penelitian ini terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari pada menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match. Kelemahan dalam penelitian ini yaitu guru belum menggunakan media pembelajaran.

Penelitian yang dilaksanakan oleh Era Yuliana (2014) yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Model Pembelajaran Make A Match pada Siswa Kelas V SDN Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013-2014”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA Siswa Kelas V Siswa Kelas V SDN Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang. Hal ini dapat ditunjukkan pada peningkatan ketuntasan belajar siswa terjadi secara bertahap yaitu dimana pada kondidi awal hanya terdapat 7 siswa atau 35% yang tuntas dalam belajarnya, pada siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 15 siswa atau 75%, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 18 siswa atau sekitar 90% yang tuntas belajarnya. Kelebihan dalam penelitian ini terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari pada menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Kelemahan dalam penelitian ini yaitu perlu adanya pengawasan dari guru agar motivasi siswa tumbuh dan berkembang saat bekerja kelompok.

(14)

Tabel 3

Hasil Penelitian yang Relevan Nama

Peneliti

Tahun Judul Penelitian Variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh

Kelebihan Kelemahan

Lisa Pelisia

2014 “Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Model Cooperative Learning tipe Make A Match pada Siswa Kelas V SD Negeri Watuagung 02 Kecamatan

2014 “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Model Pembelajaran Make A Match pada Siswa Kelas V SDN Wonomerto 03 Kecamatan

(15)

2.3. Kerangka Berpikir

(16)

disebutkan guru mengemukakan pertanyaan atau jawaban pada kartu yang ia terima di depan kelas. Peserta didik yang memiliki jawaban atau pertanyaan yang sesuai harus maju ke depan kelas. Siswa memperoleh kesimpulan jawaban yang dapat dipertanggung-jawabakan dari pembuktian yang telah dilakukan dengan bantuan guru.

(17)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Rubrik Afektif

Skor Non Tes

2. Pembagian name tag berupa nomor kepada semua siswa

8. Siswa memikirkan jawaban atau pertanyaan pada kartu yang telah ia terima

7. Siswa dibagi menjadi 2 kelompok besar. Kelompok gambar dan kelompok informasi.

5. Siswa melakukan pengumpulan data dengan buku paket

6. Siswa melakukan pembuktian dengan berdiskusi

3. Penjelasan materi penyesuaian diri pada makhluk hidup mengguanakan media gambar

4. Siswa mengerjakan LKS tentang penyesuaian diri pada makhluk hidup

Hasil Belajar ≥ kkm

Butir soal kognitif

Skor Test

S Skor Proses Belajar

Rubrik Psikomotorik

10. Siswa terampil membuat kesimpulan jawaban

Gambar 1

Skema Peningkatan Hasil Belajar Kelas 5 Materi Penyesuaian Diri Pada makhluk Hidup dengan Model Make A Match 9. Siswa dipanggil nomor secara acak oleh guru untuk menemukan

(18)

2.4. Hipotesis

Gambar

Tabel 2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Tabel 3 Hasil Penelitian yang Relevan
gambar

Referensi

Dokumen terkait

 Analogamente,  nella  creazione  del   prodotto  culturale,  «prima  ancora  di  arrivare  alla  riproduzione  seriale   di  singole  unità  identiche  (il  giornale,

Chapter Three : Sexual violence and the maternal image in American Horror Story: Murder.. House and Bates Motel

PENELITI PERTAMA Menguasai Teknik Penelusuran Kepustakaan Menguasai Teknik Pengumpulan Data Menguasai Teknik Pengolahan Data PENELITI MUDA Menguasai Teknik Penulisan Ilmiah

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh harapan Pelanggan, Kualitas

konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, Orang-orang konservatif memusatkan konsentrasi

a) Akar Imajiner, dapat terjadi jika " nilai diskriminannya kurang dari 0 (D < 0), maka persamaan kuadrat, tidak mempunyai dua akar imajiner ". b) Determinan, yang

Pendidikan di dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan (Notoadmodjo, 1992). Bidan

Penelitian ini merupakan Penelitia n Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Menulis Puisi Melalui Metode Outdor Study dengan