1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapanpun dan dimanapun. IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal: proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul) (Leo Sutrisno, 2007:19). IPA sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dasar bukan saja hanya untuk memahami pengetahuan tentang fakta-fakta, konsep-konsep, dan pengertian IPA saja, tetapi juga mengembangkan pengetahuan itu. IPA melatih anak berfikir kritis, meskipun sederhana IPA bukanlah suatu pelajaran yang bersifat hafalan belaka.
pendapat sesuai dengan apa yang telah dipahami, berinteraksi secara positif antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dan guru apabila ada kesulitan.
Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Pada usia siswa kelas 5 tentunya mereka baru berada pada taraf berfikir kongkret menurut Piaget, sehingga guru harus mengurangi verbalitas pada pembelajaran. Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran, agar diperoleh peningkatan hasil belajar siswa khususnya pelajaran IPA. Misalnya dengan membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari guru yang mengajar kelas 5 SD Negeri 3 Purwosari Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung, terdapat permasalahan pembelajaran yang dihadapi oleh siswa dan guru. Dilihat dari data yang diperoleh hasil ulangan IPA yang ditunjukkan masih terdapat 12 siswa dari 20 siswa yang belum mencapai nilai tuntas sesuai dengan nilai KKM IPA yaitu 63 sehingga presentasi ketuntasan hanya mencapai 40%. Sedangkan skor maksimum sebesar 70, skor minimum 40 dan skor rata-rata 57,85.
Tabel 1.1
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Berdasarkan Ketuntasan Belajar Siswa Kelas 5 Pra Siklus
Ketuntasan Frekuensi (f) Persentase (%)
Tuntas 8 40
Tidak Tuntas 12 60
Jumlah 20 100
Sumber : Data Sekunder
Selain itu, model pembelajaran yang biasa digunakan masih tradisional yaitu ceramah bervariasi, tanya jawab, dan diskusi. Dalam proses pembelajaran jarang sekali menggunakan media pembelajaran dan jarang mengkaitkan materi dengan peristiwa atau aktivitas sehari-hari, sehingga siswa tidak dapat berpikir secara konkret.
Melihat kenyataan tersebut, mencoba melakukan refleksi diri, menganalisis kemungkinan kekurangan/masalah-masalah yang timbul dalam proses pembelajaran yang sudah dilakukan sehingga mendorong peneliti untuk melakukan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Oleh karena itu, berusaha untuk melakukan perbaikan serta perubahan proses belajar mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model discovery learning dengan berbantuan alat peraga konkret.
Masalah yang timbul dari pembelajaran yang dilakukan, guru menemukan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembelajaran di kelas, antara lain guru belum melakukan pembelajaran yang bertujuan untuk mengurangi verbalitas yaitu dalam pembelajaran guru tidak menggunakan alat peraga yang konkret. Guru juga harus memperhatikan karakteristik peserta didik dan model pembelajaran yang sesuai. Dalam pembelajaran ini yang menjadi subjek pembelajaran adalah siswa kelas 5. Karakteristik siswa kelas 5 barulah pada taraf berfikir konkret sehingga guru harus mampu mengkonkretkan konsep dari materi sifat-sifat cahaya yang diajarkan. Guru dapat menggunakan bantuan alat peraga yang konkret untuk mengkonkretkan konsep materi pembelajaran sehingga mudah memahami konsep atau materi yang disampaikan guru dan diharapkan nilai yang diperoleh siswa dapat memuaskan atau dinyatakan tuntas dari KKM.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPA materi sifat-sifat cahaya dengan menggunakan model discovery learning berbantuan alat peraga konkret yang sudah digunakan siswa di dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, mencoba menerapkan salah satu model pembelajaran, yaitu model pembelajaran penemuan (discovery learning) untuk mengungkapkan apakah dengan model penemuan dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Model discovery learning dikembangkan berdasarkan konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau
discovery learning.
harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Bruner memakai pembelajaran yang disebut dengan discovery learning, siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar siswa dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Banyak siswa yang tidak tuntas, hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya di bawah KKM 63.
2. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru masih konvensional yaitu dengan menggunakan metode ceramah sehingga siswa merasa bosan dalam pembelajaran. 3. Guru belum menggunakan media atau alat peraga yang konkret yang digunakan
dalam pembelajaran.
1.3Rumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan hasil belajar IPA dapat diupayakan melalui model discovery learning berbantuan alat peraga konkret siswa kelas 5 SD Negeri 3 Purwosari Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk peningkatan hasil belajar IPA dapat diupayakan melalui model discovery learning berbantuan alat peraga konkret siswa kelas 5 SD Negeri 3 Purwosari Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung tahun pelajaran 2014/2015.
2. Untuk mendeskripsikan langkah-langkah model discovery learning berbantuan alat peraga konkret yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri 3 Purwosari Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung tahun pelajaran 2014/2015.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini berguna untuk mendukung dan mengokohkan teori yang berkenaan dengan model discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar IPA.
2. Manfaat Praktis