• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning ( PBL ) Berbantuan Video untuk meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester II SD Kanisius Harjosari Kecamatan Bawen Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning ( PBL ) Berbantuan Video untuk meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester II SD Kanisius Harjosari Kecamatan Bawen Tahu"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Teori yang dikaji dalam penelitian ini diantaranya yaitu pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar, model Problem Based Learning (PBL), video, dan hasil belajar dimana tiap-tiap teori akan dikaji secara lebih terperinci di dalam pembahasan sebagai berikut : 

2.1.1 Pembelajaran IPA SD       

  Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam serta segala sesuatu yang ada di alam. Trianto (2011: 136-137) menyatakan pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Dalam sumber yang sama dinyatakan juga bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas

pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung guna mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, Usman Samatowa (2006: 150).  

Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Dalam Pusat Kurikulum (2006: 4), IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya untuk penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.  

(2)

alam sekitar, serta pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA dapat dimasukkan dalam klasifikasi ilmu pendidikan karena dimensi pendidikan IPA sangat luas dan sekurang-kurangnya meliputi unsur-unsur (nilai-nilai) sosial budaya, etika, moral dan agama. Dengan demikian, belajar IPA bukan hanya sekedar memahami konsep ilmiah dan aplikasinya dalam masyarakat, namun juga untuk mengembangkan berbagai nilai yang terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA.  

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari dasar untuk membekali siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai dasar, siswa SD diberikan pembelajaran yang bersifat konkret atau nyata dengan cara mengajaknya langsung menenukan masalah-masalah yang terdapat pada mata pelajaran IPA. Melalui pengamatan langsung dan pengalaman sendiri, siswa dapat lebih memahami dan mengingatnya dalam waktu yang lebih lama.  

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pengertian IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui suatu metode ilmiah baik secara induktif ataupun deduktif.

2.1.1.1 Tujuan Pembelajaran IPA SD 

Adapun tujuan pembelajaran IPA di SD/MI berdasarkan Depdiknas, 2006 sebagai berikut :

(1) Memperoleh keyakinan terhadap segala kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.  

(2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.  

(3) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.  

(3)

(5) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.  

2.1.1.2 Ruang Lingkup Kajian IPA  

Ruang lingkup kajian IPA di SD/MI secara umum meliputi dua aspek, yaitu: 

(1) Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyedikan, berkomunikasi ilmiah, sikap, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, dan nilai ilmiah.  

(2) Lingkup pemahaman konsep dalam kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam kurikulum KTSP (Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006) antara lain: (1) Makhuk hidup dan beserta proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinnya dengan lingkungan, serta kesehatan, (2) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunannya meliputi: cair, padat dan gas, (3) Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, (4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya, (5) Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat 

Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut memiliki keterkaitan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.

2.1.1.3.Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar IPA SD  

(4)

Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 yang mencakup komponen : 

(1) Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh siswa pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.

(2) Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK siswa yang cakupan

materinya lebih sempit dibanding dengan SK siswa.

Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa SD Kanisius Harjosari, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan model Problem Based Learning pada mata pelajaran IPA. Adapun perincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan sebagai materi dalam pelaksanaan penelitian kelas 5 semester II (KTSP 2006) pada tabel 2 berikut.

Tabel 2 

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas 5 Semester II 

Standar Kompetensi  Kompetensi Dasar  7. Memahami perubahan

yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam 

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan 7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan

manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb)

 

(Permendiknas No.22 Tahun 2006)   

2.1.1.4 Pentingnya IPA Bagi Siswa 

(5)

keterampilan proses siswa, mengembangkan wawasan sikap serta nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari dan mengembangkan kesadaran tentang hubungan yang berkaitan dan saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan sekitar.

Dari penjelasan diatas maka IPA dalam dunia pendidikan amatlah penting yang tentunya juga bermanfaat bagi siswa, dengan demikian IPA tidak boleh

dihilangkan dari dunia pendidikan terutama di SD karena sesungguhnya IPA dapat membentuk pondasi cara berfikir dan berperilaku siswa. Pada masa ini siswa akan lebih mudah membentuk pondasi yang kuat sehingga akan lebih mudah mengajarkan IPA dijenjang selanjutnya karena sudah dibekali ilmu serta pondasi awal dalam diri siswa tersebut. Di dalam mengelola kelas dibutuhkan pemilihan model pembelajaran yang menarik agar dapat membangun minat dan prestasi belajar siswa supaya tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai.

2.1.2 Problem Based Learning ( PBL )

Problem Based Learning ( PBL ) adalah salah satu model pembelajaran yang mendorong siswa untuk dapat meningkatkan ketrampilannya. Problem Based Learning ( PBL ) pertama dikembangkan oleh Prof. Howards Barrows sekitar tahun 1970-an dalam pembelajaran ilmu medis di Mc Master University Canada ( Amir, 2009 ). Model pembelajaran ini memberikan suatu masalah nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran yang nantinya akan diselesaikan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Berikut adalah definisi tentang Problem Based Learning ( PBL ) menurut beberapa ahli: 

(1) Menurut Arends (dalam Trianto 2011: 68), Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik terhadap masalah yang autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat meeksplorasi pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan dan memandirikan peserta didik.

(2) Menurut Sanjaya (2011:92), PBL merupakan pendekatan yang efektif untuk

(6)

memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.

(3) Menurut Suprihatinigrum (2013:65-66), PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajat tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Dari beberapa uraian penjelasan tentang definisi Problem Based Learning (PBL), dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah cara pembelajaran yang ditandai oleh adanya masalah nyata sebagai sebuah konteks untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan tentang cara memecahkan masalah tersebut.

2.1.2.1 Karakteristik Problem Based Learning ( PBL ) 

Ciri utama dalam penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah dimunculkannya masalah pada awal pembelajarannya. Menurut Arends (1997) dalam Trianto (2011:93) Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik sebagai berikut : 

a) pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning dimulai dengan pengajuan masalah, bukan mengorganisasikan materi di sekitar prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu. Masalah yang diajukan berhubungan dengan situasi kehidupan nyata pembelajar untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi terhadap masalah tersebut,

b) fokus pada interdisiplin ilmu. Meskipun pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang dipilih harus benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran,

c) penyelidikan autentik. Problem Based Learning mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

(7)

e) Kerja sama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu sama lain, secara berpasangan atau secara berkelompok.

Sedangkan menurut Rizema Putra (2013:72) menjelaskan bahwa model

Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Belajar dimulai dari masalah. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa. 2. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu. 3. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar. 4. Menggunakan kelompok kecil. 5. Menuntut siswa untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja.

Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:

1. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran. 2. Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. 3. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 4. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL. 5. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar dan PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Dari penjelasan para ahli tentang karakteristik Problem Based Learning (PBL), maka dapa disimpulkan bahwa model PBL adalah model pembelajaran yang didasarkan pada kegiatan pemecahan masalah. Selain itu terdapat tiga unsur yang esensial dalam proses PBL, yaitu: (1) adanya proses permasalahan, (2) pembelajaran yang berpusat peserta didik, (3) belajar dalam suatu kelompok kecil.

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL)

(8)

a. siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; b. pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna; c. siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata; d. menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan; e. PBL diyakini dapat menumbuhkan kemapuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.

Berdasarkan penjelasan Trianto (2011: 96-97) model Problem Based Learning (PBL) memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem

Based Learning (PBL) sebagai model pembelajaran adalah: (1) realistic dengan kehidupan siswa, (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (3) memupuk sifat

inquiri siswa, (4) retensi konsep jadi kuat, dan (5) memupuk kemampuan problem solving.

Kekurangan model Problem Based Learning juga dikemukakan oleh Trianto (2011:98-99) antara lain: “1) persiapan pembelajaran seperti alat, masalah, konsep yang kompleks; 2) sulitnya mencari problem yang relevan; 3) sering terjadi pemahaman konsep; dan 4) konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita dalam proses pembelajaran”.

Menurut Rizema Putra (2013:84) model Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain: “1) bagi siswa yang malas, tujuan dari model tersebut tidak dapat dicapai; 2) membutuhkan banyak waktu dan dana; 3) tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan model pembelajaran PBL”.

(9)

menggunakan prosedur penilaian formatif dan sumatif sesuai dengan aturan penilaiaan sekolah. Hal ini juga membantu dalam mempertimbangkan penilaian kelompok secara keseluruhan.

Dari uraian diatas mengenai kelebihan dan kelemahan model Problem

Based Learning, kelebihan yang paling utama adalah melibatakan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. Sedangkan kelemahan yang paling utama pada model Problem Based

learning adalah sulitnya mencari problem yang sesuai dengan materi pembelajaran dan memerlukan waktu yang panjang.

2.1.2.3 Tahap Pelaksanaan Problem Based Learning (PBL)

Dalam pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Berikut tahapan pembelajaran Problem Based Learning menurut beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut Menurut Endang (2011:221) menyatakan bahwa tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning (PBL) meliputi: (1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian memberi tugas atau masalah untuk dipecahkan . Masalah yang dipecahkan adalah masalah yang memiliki jawaban kompleks atau luas, (2) guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pemecahan masalah, (3) guru membantu siswa menyusun laporan hasil pemecahan masalah yang sistematis, (4) guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan refleksi proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

Menurut Sugiyanto (2010:159) tahapan pembelajaran Problem Based Learning sebagai berikut: (1) orientasi permasalahan kepada siswa, (2) mengorganisasikan siswa untuk mandiri, (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok, (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Adapun tahap-tahap Problem Based Learning (PBL) menurut Wina Sanjaya (2011:56) tahapan Problem Based Learning (PBL) adalah : (1)

(10)

pemecahan masalah, (5) menilai perencanaan pemecahan masalah, (6) menilai hasil pemecahan masalah.

Dari beberapa uraian mengenai tahap-tahap pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) diatas, maka selanjutnya penulis akan menyusun sintak dan implementasi kegiatan pembelajaran model menurut Permendiknas No 41 Tahun 2007 pada tabel 3 dan tabel 4 berikut:

Tabel 3

Sintak Model Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

No Fase PBL

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

(11)

Tabel 4

Implementasi Model Problem Based Learning berdasarkan

Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

Sintaks PBL

Menyampaikan apersepsi, melakukan orientasi kelas dengan menyampaikan tujuan

pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, mengkondisikan siswa dalam kelas menjadi beberapa kelompok, memotivasi siswa dengan memberikan tayangan video yang dijadikan sebagai permasalahan yang akan diteliti.

Mengorganisasi siswa untuk belajar.

Eksplorasi

Membimbing siswa dalam kelompok merancang aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah yang telah di orientasikan pada tahap awal.

Membantu investigasi kelompok.

Elaborasi

Mendampingi siswa dalam mengumpulkan informasi yang tepat untuk mencari penjelasan dan solusi atas permasalahan yang harus diselesaikan

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Elaborasi

Mendampingi siswa membuat laporan hasil diskusi dengan kelompok, mengunjungi laporan hasil diskusi kelompok lain, mengamati serta menanyakan sesuatu yang belum diketahui dan ditanggapi oleh kelompok yang bersangkutan.

Menganalisis dan

Mendampingi siswa melalui tanya jawab membahas penyelesaian masalah, membuat kesimpulan

(12)

Pemecahan masalah dalam Problem Based Learning harus sesuai dengan langkah- langkah dalam metode ilmiah agar siswa dapat belajar memecahkan masalah secara sistematis dan sudah terencana. Maka Problem Based Learning dapat memberikan pengalaman belajar melakukan kerangka kerja ilmiah dan siswa dapat memecahkan masalah nyata yang ada di lingkungan siswa.

Pembelajaran model Problem Based Learning dirancang dengan menampilkan masalah-masalah yang menuntut siswa untuk mengeksplor

pengetahuannya agar dapat memperoleh pengetahuan yang baru dari hasil penemuannya sendiri sehingga siswa menjadi terbiasa dan mahir dalam memecahkan suatu masalah yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Maka dalam pembelajaran dibutuhkan media khusus agar siswa dapat berpikir kritis dan analitis sehingga kondisi belajar aktif akan tercipta. Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan video agar siswa tidak jenuh dalam pembelajaran. Guru memberikan masalah kepada siswa dengan menampilkan video dan siswa dibimbing untuk mencari pemecahan masalahnya untuk memperoleh pengetahuan yang baru dari hasil penemuannya sendiri.

2.1.3 Video

Video merupakan suatu media yang sangat efektif untuk membantu proses pembelajaran. Video juga merupakan bahan ajar noncetak yang kaya informasi dan tuntas karena dapat sampai ke hadapan siswa secara langsung. Disamping itu, video menambah suatu dimensi baru tehadap pembelajaran. Hal ini karena katakteristik teknologi video yang dapat menyajikan gambar bergerak dan suara pada siswa. Dengan demikian, siswa merasa seperti berada disuatu tempat yang sama dengan program yang ditayangkan video.

Menurut Sadiman dkk (2008:74) “video adalah media audio-visual yang menampilkan gerak, media yang menyajikan pesan yang berisi fakta (kejadian/peristiwa penting, berita) maupun fiktif (seperti misalnya cerita), bisa bersifat informatif edukatif maupun instruksional”.

Menurut Nugent (Smalldino, 2012:404), banyak guru menggunakan video

(13)

bisa digunakan di seluruh lingkungan pengajaran di kelas, baik dalam kelompok kecil, klasikal, maupun siswa orang-perorangan.         

  Menurut Riyana (2007:5) Media Video pembelajaran adalah media atau alat bantu yang menyajikan audio dan visual yang berisi pesan-pesan pembelajaran baik yang berisi konsep, prinsip, prosedur, teori aplikasi pengetahuan untuk membantupemahaman terhadap suatu materi pembelajaran.

Riyana (2007:7) menyatakan bahwa media video mempunyai karakteristik

sebagai berikut:  

(1) Mampu memperbesar objek yang kecil terlalu kecil bahkan yang tidak dapat dilihat secara kasat mata.

(2) Dapat diperbanyak dan dapat di edit. (3) Tampilannya dapat dimanipulasi.

(4) Video dapat membuat objek/gambar yang ditampilkan dapat disampaikan dalam durasi tertentu dalam keadaan diam.

(5) Video mampu mempertahankan perhatian siswa/audien yang melihat video tersebut. Hasil penelitian menunjukansiswa bisa bertahan lebih lama hingga 1- 2 jam untuk menyimak video dengan baik dibandingkan dengan mendengarkan saja yang hanya mampu bertahan dalam waktu 25-30 menit saja.

(6) Video mampu menampilkan objek gambar dan informasi yang paling baru, hangat dan actual immediacy atau kekinian.

Sedangkan menurut Muhadi (2013:127) menyatakan bahwa media video mempunyai karakteristik sebagai berikut:  

1) mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, 2) video dapat diulangi bila perlu untuk menambah kejelasan, 3) pesan yang disampaikan cepat dan mudah diingat, 4) mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa, 5) mengembangkan imajinasi peserta didik, 6) memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan gambaran yang lebih realistik, 7) menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa 8) dengan video penampilan siswa dapat segera dilihat kembali untuk dievaluasi.

(14)

(1) memberikan pengalaman yang tak terduga kepada peserta didik; (2) memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada awalnya tidak mungkin bisa dilihat; (3) jika dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan kecepatan,dapat mendemonstrasikan perubahan dari waktu ke waktu; (4) menampilkan presentasi studi kasus tentang kehidupan yang sebenarnya yang dapat memicu diskusi peserta didik; (5) menujukkan cara penggunaan alat perkakas; (6) memperagakan keterampilan yang akan dipelajari; (7) menunjukkan tahapan prosedur; (8) menghadirkan penampilan drama atau musik.

Menurut Smaldino dkk (2012:404) video dalam pembelajaran mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: (1) Video tersedia untuk hampir seluruh jenis topik/mata pelajaran dan untuk semua jenis tingkatan siswa, dalam semua jenis ranah pengajaran (kognitif, afektif, psikomotor dan interpersonal). (2) Waktu dan biaya kunjungan lapangan bisa dihindari, jadi bisa membawa siswa kemana saja tanpa membayar. (3) Memperluas minat siswa melampaui dinding kelas. (4) Benda-benda yang terlalu besar atau yang terlalu kecil dapat dibawa ke dalam

kelas dan bisa dilihat dengan mata telanjang. (4) Benda-benda yang terlalu berbahaya seperti gerhana matahari bisa dipelajari dengan aman.. 

Selain itu menurut Sanaky (2009:109) kelebihan yang dimiliki media video antara lain :  

a) menyajikan objek belajar secara konkret atau pesan pembelajaran secara realistik; b) sifatnya yang audivisual, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan dapat menjadi pemacu atau memotivasi pembelajar untuk belajar; c) sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotor; d) dapat mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi persoalan yang ditayangkan; e) menambah daya tahan ingatan atau retensi tentang obyek belajar yang dipelajari oleh pembelajar; f) Portable dan mudah didistribusikan.

(15)

pasaran maupun di internet, kita bisa mengubah-ubah formatnya ke berbagai jenis format video yang kita inginkan.

Pandangan yang serupa juga diungkapakan oleh Anderson dalam Prastowo (2013:304). Anderson mengatakan bahwa video sebagai bahan ajar, meskipun memiliki sejumlah keunggulan dibanding bahan ajar cetak ataupun bahan ajar audio, ternyata juga masih memliki keterbatasan, antara lain :

(a) Ketika akan digunakan, peralatan video tentu harus sudah tersedia di tempat

penggunaan serta harus cocok ukuran dan formatnya dengan pita video atau piringan video (VCD/DVD) yang akan digunakan.

(b) Menyusuan maskah atau skenario video bukanlah pekerjaan yang mudah, disamping menyita banyak waktu.

(c) Biaya produksi video sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mampu mengerjakannya

(d) Apabila gambar pada pita video ditransfer ke film hasilnya tidak bagus.

(e) Layar monitor yang kecil akan membatasi jumlah penonton, kecualai jaringan monitor dan sistem proyeksi video diperbanyak.

(f) Perubahan yang pesat dalam teknologi menyebabkan keterbatasan sistem video menjadi masalah yang berkelanjutan.

Selain itu hal-hal negatif yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penggunaan alat perekam video dalam proses belajar-mengajar adalah: (a) perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktikkan; (b) sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian bentuk umpan balik yang; (c) kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna; (d) memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa video adalah sebuah teknologi yang dapat digunakan untuk memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk memperkenalkan sebuah topic, menyajikan isi materi, menyediakan perbaikan (termasuk evaluasi), dan meningkatkan pengayaan dalam upaya membelajarkan

(16)

2.1.3.1 Langkah-Langkah Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Video Dalam kegiatan pembelajaran model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbantu video menurut Permendiknas No 41 Tahun 2007, dan (Sadiman dkk 2007:192) memiliki langkah-langkah sebagai berikut: (1) Menyampaikan apersepsi, melakukan orientasi kelas dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, mengkondisikan siswa dalam kelas menjadi beberapa kelompok, memotivasi

siswa dengan memberikan tayangan video yang dijadikan sebagai permasalahan yang akan diteliti. (2) Membimbing siswa dalam kelompok merancang aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah yang telah di orientasikan pada tahap awal. (3) Mendampingi siswa dalam mengumpulkan informasi yang tepat untuk mencari penjelasan dan solusi atas permasalahan yang harus diselesaikan (4) Mendampingi siswa membuat laporan hasil diskusi dengan kelompok, mengunjungi laporan hasil diskusi kelompok lain, mengamati serta menanyakan sesuatu yang belum diketahui dan ditanggapi oleh kelompok yang bersangkutan. (5) Mendampingi siswa melalui tanya jawab membahas penyelesaian masalah, membuat kesimpulan.

(17)

Tabel 5

Sintak Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Video menurut Permendiknas No 41 Tahun 2007 dan (Sadiman dkk 2007:192)

No

Fase PBL Berbantuan

Video

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

1

Orientasi siswa kepada masalah (melalui tayangan video)

2

Mengorganisir siswa untuk belajar

3

Membimbing penyelidikan individual atau kelompok

4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

(18)

Tabel 6

Implementasi Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Video menurut Permendiknas No 41 Tahun 2007 dan (Sadiman dkk 2007:192)

No melakukan orientasi kelas dengan menyampaikan tujuan

pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan

Guru mengkondisikan siswa dalam kelas menjadi beberapa kelompok, memotivasi siswa dengan

memberikan tayangan video yang dijadikan sebagai permasalahan

Guru membimbing siswa dalam kelompok merancang aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah yang telah di

orientasikan pada tahap awal.

Kegiatan Inti

Guru mendampingi siswa dalam mengumpulkan informasi yang tepat untuk mencari penjelasan dan solusi atas permasalahan yang harus diselesaikan.

Guru mendampingi siswa untuk membuat laporan hasil diskusi dengan kelompok, mengunjungi laporan hasil diskusi kelompok lain, mengamati serta

menanyakan sesuatu yang belum diketahui dan ditanggapi oleh kelompok yang melalui tanya jawab membahas penyelesaian masalah.

(Konfirmasi)

Bersama dengan siswa membuat

(19)

2.1.4 Hasil Belajar IPA

Dalam setiap proses pembelajaran terdapat sebuah tujuan akhir yang ingin dicapai. Tercapai atau tidaknya tujuan akhir ini dapat dilihat dari hasil belajar yang menggambarkan pemahaman peserta didik tentang berbagai materi yang disampaikan guru. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.  

Untuk mampu mendapatkan hasil belajar yang diinginkan maka guru harus mampu mempersiapkan proses pembelajarannya. Guru harus bisa menjadi fasilitator yang baik didalam proses pembelajaran. Untuk menjadi fasilitator yang baik, guru harus mempersiapkan setiap rancangan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Hasil belajar siswa tidak hanya ditentukan oleh peran guru sebagai fasilitator, melainkan juga bagaimana kesesuian metode pembelajaran yang diterapkan guru untuk menyampaikan materi kepada peserta didik. Penggunaan metode belajar yang tepat dapat memperdalam pemahaman peserta didik sehingga memberikan pengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran. Dalam hal ini, hasil belajar merupakan umpan balik bagi pendidik dalam mengajar, untuk mengevaluasi, untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, untuk penentuan kurikulum dan untuk menentukan kebijakan sekolah. 

Benyamin S. Bloom dalam Agus Suprijono (2011:6-7) mengelompokkan hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu; ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap mata pelajaran selalu mengandung ketiga ranah tersebut, namun penekanannya selalu berbeda. Mata pelajaran praktek lebih menekankan pada ranah

(20)

psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya. Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap,

minat, konsep diri, nilai dan moral. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain dan kemampuan mengendalikan diri. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.

Tidak jauh berbeda Sardiman (2012:29) mengatakan ada 3 hasil belajar yang di dalam pengajaran merupakan tiga hal yang secara perencanaan dan programatik terpisah, namun dalam kenyataannya pada diri siswa akan merupakan

(21)

personal, kepribadian atau sikap (afektif) dan (3) Hal ikhwal kelakuan, keterampilan atau penampilan (psikomotorik)

Hasil belajar tersebut digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam menilai, apakah tujuan pendidikan telah tercapai atau malah belum tercapai. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

Dari beberapa penjelasan diatas maka ditarik kesimpulan bahwa hasil

belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan (afektif), pengetahuan (kognitif) dan kecakapan dasar (psikomotor) yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga kesemuanya tadi dapat digunakan siswa dalam berbagai aspek, sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian yang dilakukan peneliti hanya menekankan pada ranah kognitif untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam pembelajaran melalui tes uraian.

Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil pembelajaran mata pelajaran IPA siswa kelas V Semester 2 SD Kanisius Harjosari Kecamatan

Bawen Tahun Ajaran 2014/2015.

2.14.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar      

    Hasil belajar sebagai salah satu indikator penilaian pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Menurut Slameto (2010:54), faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja. Adapun kedua faktor tersebut meliputi: (1) Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor intern

yang meliputi:

(a) Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh.

(b) Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, kesiapan.

(22)

(2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern yang meliputi: (a) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.

(b) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung, metode

belajar, tugas rumah.

(c) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal (berasal dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (berasal dari luar diri siswa). Kedua faktor ini akan saling mendukung sehingga membuahkan sebuah hasil belajar.

2.1.5 Hubungan Model Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Video dengan Hasil Belajar IPA 

Problem Based Learning berbantuan video merupakan salah satu model pembelajaran yang tepat digunakan dalam pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar. Problem Based Learning berbantuan video dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan ketrampilannya dalam memecahkan suatu masalah dengan bantuan tayangan video agar siswa tidak bosan yang biasanya hanya mendengarkan penjelasan dari guru, karena model pembelajaran ini memberikan suatu masalah nyata bagi peserta didik sebagai awal pembelajaran yang nantinya akan diselesaikan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Dengan kata lain, penggunaan model Problem Based Learning berbantuan video dapat melatih keterampilan memecahkan masalah dan melatih peserta didik untuk berpikir kritis dalam menghadapi sebuah permasalahan serta siswa dapat memutar kembali video sesuai dengan kebutuhan dan keperluan supaya dapat memperjelas materi yang akan disampaikan.         

(23)

dapat membantu meningkatkan hasil belajar IPA kelas V Semester 2 SD Kanisius Harjosari. Karena model Problem Based Learning berbantuan video yang mengacu pada kemampuan memecahkan masalah dan memberikan pemahaman masalah yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari secara nyata kepada peserta didik, maka secara bersamaan hasil belajar IPA juga akan meningkat. 

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Hasil penelitin yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini yaitu: “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Problem Based Learning (PBL) Materi Gaya pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Begalon 1 No 240 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012” oleh Annisa Mulyasari pada Tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitin yang dilakukan peneliti diperoleh kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa Kelas 4 SD N Bengalon Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Hal ini ditunjukan pada kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan nilai rata- rata siswa 28,89%, siklus I nilai rata- rata kelas 67,33% dengan prosentasi ketutasan sebesar 53,33%, ketuntasan pada siklus II nilai rata- rata kelas meningkat lagi menjadi 73,33%, dengan prosenase ketuntasan sebesar 82,22%.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Annisa Mulyasari memiliki beberapa kelebihan, diantaranya peneliti menggunakan inovasi pembelajaran yang dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan dan membantu siswa dalam menstransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah yang sering terjadi di dunia nyata. Sehingga pembelajaran yang diterima siswa tidak akan mudah terlupakan karena siswa mengalami dan menemukan sendiri pengetahuan baru yang telah siswa dapatkan.

Dalam penelitian Annisa Mulyasari juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah ketika siswa tidak memiliki minat atau menganggap bahwa masalah yang

(24)

merasa kesulitan dalam memahami pembelajaran yang diberikan. Kemudian hal ini akan berdampak pada saat dilakukannya tahap evaluasi dimana siswa yang minat belajarnya kurang ini akan memperoleh hasil belajar yang rendah pula. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan penelitian tentang Problem

Based Learning (PBL) lebih lanjut agar dapat ditemukan solusi untuk mengatasi beberapa kelemahan yang telah diuraikan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Septiana Mulyasari dengan penelitian yang akan dilakukan memiliki

persamaan, yaitu sama-sama menggunakan model Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar IPA. Perbedaannya terletak pada pengukuran tingkat keberhasilan penelitian dimana penelitian yang dilakukan oleh Annisa Septiana Mulyasari pengukuran tingkat keberhasilannya menggunakan perbandingan perolehan skor rata-rata antar siklus, sedangkan dalam penelitian ini pengukuran tingkat keberhasilannya menggunakan perbandingan persentase ketuntasan hasil belajar antar siklus.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Linda Rachmawati (2011) dengan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan pembelajaran IPA Siswa Kelas 5 SDN Pringapus 2 Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek” pada Tahun 2011/2012. Hasil Penelitian menunjukkan peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. Hal ini ditandai dengan peningkatan skor keberhasilan guru dalam penerapan model PBL pada siklus I yaitu 76,65 menjadi 93,3 pada siklus II. Aktivitas siswa meningkat dari 58,6 pada siklus I menjadi 71,4 pada siklus II. Dan hasil belajar siswa juga meningkat dari rata-rata 63,4 pada siklus I menjadi rata-rata 80,94 pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat dikatakan bahwa penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN Pringapus 2 Kabupaten Trenggalek.

Kelebihan dari penelitian yang dilakukan oleh Linda Rachmawati adalah penggunaan pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa, mengembangkan kemampuan siswa untuk

(25)

terus-2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan urut-urutan logis dari pemikiran peneliti untuk memecahkan suatu masalah penelitian, yang dituangkan dalam bentuk bagan dengan penjelasannya. Berikut pengertian kerangka berpikir menurut beberapa ahli. Menurut Muhamad (2009:75) Kerangka berpikir adalah gambaran mengenai hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh

(26)

penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaah penelitian. Kerangka berpikir memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. Uraian dalam kerangka berpikir ini menjelaskan antar variabel.

Pada permasalahan yang terjadi pada pembelajaran IPA di kelas V SD Kanisius Cungkup Salatiga yang dilakukan oleh guru masih bersifat konvensional yaitu hanya menggunakan ceramah dan sedikit tanya jawab (teacher centered).

Guru jarang menggunakan media dalam proses pembelajaran di kelas sehingga siswa kurang terlibatkan secara langsung dalam belajar. Kurang terlibatnya siswa secara aktif dalam pembelajaran sangat bertentangan dalam hakekat belajar yaitu perubahan perilaku yang diperoleh dari pengalaman dan mengakibatkan hasil belajar siswa rendah. Ini terbukti dengan nilai ulangan harian IPA siswa yang menunjukkan bahwa beberapa siswa mendapatkan nilai di bawah KKM ≥ 65.

Untuk itu, upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA dengan menggunakan Problem Based Learning berbantuan video. Penggunaan Problem Based Learning berbantuan video dalam pembelajaran IPA akan menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri, selain itu juga akan membuat siswa mengambil alih tanggung jawab dalam pembelajaran mereka sendiri, sehingga keuntungan yang mereka dapat lebih luas cakupannya dan mereka bisa menyalurkan serta menambah kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, kerja tim serta memecahkan masalah, sehingga siswa dapat memahami konsep atau materi yang dipelajari. Serta penggunaan video dalam pembelajaran bertujuan untuk menarik perhatian dan minat siswa dalam pembelajaran IPA sehingga hasil belajar siswa nantinya akan meningkat. 

Dalam penerapan model Problem Based Learning berbantuan video, guru berperan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu siswa dalam memecahkan permasalahan yang ada. Selain itu, guru juga memberikan arahan

(27)

demikian, siswa dapat dengan lebih mudah memahami konsep IPA yang diajarkan sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Dalam hal ini yang diteliti adalah keterampilan dasar guru dalam menyajikan materi, menggunakan media serta menciptakan suasana pembelajaran yang optimal. Selain itu juga ada aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui Problem Based

Learning berbantuan video. Berikut ini merupakan langkah-langkah penerapannya: (1) Menyampaikan apersepsi, melakukan orientasi kelas dengan

menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, mengkondisikan siswa dalam kelas menjadi beberapa kelompok, memotivasi siswa dengan memberikan tayangan video yang dijadikan sebagai permasalahan yang akan diteliti. (2) Membimbing siswa dalam kelompok merancang aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah yang telah di orientasikan pada tahap awal. (3) Mendampingi siswa dalam mengumpulkan informasi yang tepat untuk mencari penjelasan dan solusi atas permasalahan yang harus diselesaikan. (4) Mendampingi siswa membuat laporan hasil diskusi dengan kelompok, mengunjungi laporan hasil diskusi kelompok lain, mengamati serta menanyakan sesuatu yang belum diketahui dan ditanggapi oleh kelompok yang bersangkutan. (5) Mendampingi siswa melalui tanya jawab membahas penyelesaian masalah, membuat kesimpulan. Setelah melaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan model Problem Based Learning berbantuan video ini diharapkan keterampilan guru menyajikan materi, menggunakan media dan mencipkatan iklim pembelajaran yang optimal dapat meningkat. Begitu juga dengan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dapat meningkat sehingga berdampak pada meningkatnya kualitas pembelajaran IPA.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

(1) Penggunaan Model Problem Based Learning Berbantuan Video Dapat Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester II SD Kanisius

(28)

(2) Penerapan Model Problem Based Learning Berbantuan Video Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester II SD Kanisius Harjosari Kecamatan Bawen Tahun Ajaran 2014/2015.

Gambar

Tabel 2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
 Tabel  3      Sintak Model Problem Based Learning
Tabel 4
Tabel 5  Berbantuan Video menurut Permendiknas No 41
+2

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa menyertai dan memberi kekuatan kepada penulis dalam pembuatan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Kualitas

Keanekaragaman tingkat spesies (jenis) adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara organisme yang tergolong dalam jenis yang berbeda, baik yang termasuk dalam satu famili

Pada tingkatan ini, sikap dibentuk oleh konsumen atas dasar keinginan konsumen agar dapat menyesuaikan dengan orang lain atau kelompok. Pada tingkatan ini sikap relatif cukup

Pembelajaran matematika yang diharapkan dalam praktek pembelajaran di kelas adalah (1) pembelajaran berpusat pada aktivitas siswa, (2) siswa diberi kebebasan berpikir

Tidak menahan buang air besar: Pencernaan juga akan lancar jika tidak menahan buang air besar karena dengan menahan buang air besar feses akan kering sehingga penyakit wasir

Syukur alhamdulillah senantiasa dipanjatkan Kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat, serta lindungan NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu : 1) terdapat pengaruh lama waktu perendaman benih dalam air dengan suhu awal 60°C terhadap persentase

Tidak menahan buang air besar: Pencernaan juga akan lancar jika tidak menahan buang air besar karena dengan menahan buang air besar feses akan kering sehingga penyakit wasir