• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

TEKNIK EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Disusun oleh: Kelompok 7

Rashidah 04108705109

Annisah 04108705025

Indah Meyliza 54061001071

Dindadikusuma 54061001103

Pembimbing:

dr. Mariatul Fadillah, MARS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

(2)

ABSTRAK

TEKNIK EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Evaluasi merupakan salah satu dari proses ataupun siklus kebijakan publik setelah perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan, dan monitoring atau pengawasan terhadap implementasi kebijakan. Sedangkan kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik evaluasi kebijakan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dari kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut telah tercapai atau tidak.

William N Dunn (1998) mengemukakan terdapat enam belas teknik dalam mengevaluasi kinerja kebijakan dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan Decision-Theoretic Evaluation. Dari metoda dan teknik tersebut, hampir keseluruhannya digunakan dalam hubungannya dengan metoda-metoda analisis kebijakan lainnya. Hal ini sebenarnya menunjukkan sifat saling ketergantungan dari perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi di dalam analisis kebijakan. Sedangkan menurut Dye, terdapat lima teknik dalam melakukan evaluasi kebijakan public, yaitu Hearing and reports, Site Visit, Program Measures, Comparison with Professional Standar, Evaluation of Citizen Complaint.

Evaluasi diakui sebagai suatu hal yang penting dalam mengembangkan manajemen yang berorientasi kepada hasil karena evaluasi memberikan umpan balik kepada efisiensi, efektivitas, dan kinerja kebijakan publik. Evaluasi memiliki peran yang kritikal kepada penciptaan inovasi dan perbaikan kebijakan. Tetapi evaluasi tidak hanya sekedar menghasilkan sebuah kesimpulan mengenai tercapai atau tidaknya sebuah kebijakan atau masalah telah terselesaikan, tetapi evaluasi juga berfungsi sebagai klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan masalah pada proses kebijakan selanjutnya.

(3)

ABSTRACT

TECHNICAL EVALUATION OF PUBLIC POLICY

Evaluation is one of the processes or public policy cycle after the formulation of policy, policy implementation, and monitoring or supervision of policy implementation. While the public policy decisions that are binding for the crowds at the level of strategic or outline is made by a public authority policy evaluation aimed to assess whether the objectives of the policy made and implemented has been

reached or not.

William N Dunn (1998) suggests there are sixteen techniques in evaluating the performance of the policy by using three approaches, namely the evaluation of superficial, formal evaluation, and Decision-Theoretic Evaluation. Of methods and techniques, almost entirely used in conjunction with methods of analysis of other policies. This actually shows the nature of the interdependence of the formulation of the problem, forecasting, recommendation, monitoring, and evaluation in policy analysis. Meanwhile, according to Dye, there are five techniques in evaluating public policy, namely hearing and reports, a Site Visit, Measures Program, Comparison with Professional Standards, Evaluation of Citizen Complaint.

Evaluation is recognized as an important thing in developing a results-oriented management for the evaluation provides feedback to the efficiency, effectiveness, and performance of public policy. Evaluation has a critical role to the creation of innovation and improvement policy. But the evaluation does not merely produce a conclusion is reached regarding whether or not a policy or issue has been resolved, but the evaluation also serves as a clarification and critique of the values underlying the policies, assist in the adjustment process and the formulation of the problem at the

next policy.

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Menurut William N Dunn dalam Publik Policy Analisis: An Introduction menjelaskan bahwa evaluasi merupakan salah satu dari proses ataupun siklus kebijakan publik setelah perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan, dan monitoring atau pengawasan terhadap implementasi kebijakan. Pada dasarnya, evaluasi kebijakan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dari kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut telah tercapai atau tidak. Tetapi evaluasi tidak hanya sekedar menghasilkan sebuah kesimpulan mengenai tercapai atau tidaknya sebuah kebijakan atau masalah telah terselesaikan, tetapi evaluasi juga berfungsi sebagai klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan masalah pada proses kebijakan selanjutnya.1

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah diharapkan berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan di dalam perumusan (formulation) kebijakan, dan perlu mendapatkan evaluasi (Evaluation). Evaluasi tersebut sebagai proses penilaian apakah kebijaksanaan yang telah ditetapkan dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya, apakah terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya atau bahkan kebijakan tersebut belum sama sekali dilaksanakan. Hal tersebut tergantung pada pelaksana dalam hal ini penyelenggara pelayanan public. Oleh karena itu, pentingnya evaluasi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik sebagai standar penilaian dan standar alat ukur terhadap keberhasilan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah terhadap masyarakat.

Berhasil tidaknya suatu kebijakan dilihat dari indikator dari respon masyarakat terhadap pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah, bila tanggapan masyarakat positif berarti pelayanan publik semakin optimal, dan bila tanggapan masyarakat negatif berarti pelayanan publik semakin buruk

(5)

sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

Sama halnya pandangan yang dikemukakan Menurut Lester dan Stewart (dalam Agustino, 2006: 204), Evaluasi kebijakan sebenarnya juga membahas persoalan perencanaan, isi, implementasi, dan tentu saja efek atau pengaruh dari kebijakan itu sendiri. evaluasi ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan.

(6)

BAB II ISI

2.1 Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) secara etimologis berasal dari kata polis, dalam bahasa Yunani yang berarti negara-kota. Dalam bahasa latin, kata ini menjadi politia, artinya negara. Masuk ke dalam bahasa Inggris lama, kata tersebut menjadi policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan perintah atau administrasi pemerintah. Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan hukum (law) dan peraturan (regulation), kebijakan lebih bersifat adaptif dan intepratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”.1,2

Sedangkan publik dalam rangkaian kata public policy mengandung tiga konotasi: pemerintahan, masyarakat, dan umum. Ini dapat dilihat dalam dimensi subjek dan objek dari kebijakan. Dalam dimensi subjek, kebijakan publik adalah kebijakan dari pemerintah, maka salah satu ciri kebijakan adalah ”what government do or not to do.” Kebijakan dari pemerintahlah yang dapat dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Sedangkan dalam dimensi objek, pengertian publik disini adalah masyarakat.2

(7)

1. Chandler dan Plano (1988)

Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau

pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik3.

2. Thomas R. Dye (1981)

Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan (decision making) dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik3,4.

3. Easton (1969)

Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu proses management, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat publik. Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik, sehingga definisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah.3

(8)

Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah:3

a. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

b. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

c. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

d. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

e. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan sebagai proses manajemen, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja pejabat publik ketika pemerintah benar-benar bertindak untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision making ketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif (tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah) atau negatif (keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).3

5. Woll (1966)

Kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Adapun pengaruh dari tindakan pemerintah tersebut adalah:3

a. Adanya pilihan kebijakan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.

(9)

pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Definisi kebijakan publik menurut Woll ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah (intervensi sosio-kultural) yaitu dengan mendayagunakan berbagai instrumen untuk mengatasi persoalan publik. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai serangkaian kerja para pejabat publik untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat.3

6. Jones (1977)

Jones menekankan studi kebijakan publik pada dua proses, yaitu:3,5

a. Proses-proses dalam ilmu politik, seperti bagaimana masalah-masalah itu sampai pada pemerintah, bagaimana pemerintah mendefinisikan masalah itu, dan bagaimana tindakan pemerintah.

b. Refleksi tentang bagaimana seseorang bereaksi tehadap masalah-masalah, terhadap kebijakan negara, dan memecahkannya.

Menurut Charles O. Jones (1977) kebijakan terdiri dari komponen-komponen:3,5

a. Goal atau tujuan yang diinginkan.

b. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan.

c. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan.

d. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program. e. Efek, yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer

atau sekunder).

(10)

rakyatnya ketika terdapat efek dari akibat suatu program yang dibuat oleh pemerintah yang diterapkan dalam masyarakat.3

7. Heclo (1972)

Heclo menggunakan istilah kebijakan secara luas, yakni sebagai rangkaian tindakan pemerintah atau tidak bertindaknya pemerintah atas sesuatu masalah. Jadi lebih luas dari tindakan atau keputusan yang bersifat khusus. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making yaitu apa yang dipilih oleh pemerintah untuk mengatasi suatu masalah publik, baik dengan cara melakukan suatu tindakan maupun untuk tidak melakukan suatu tindakan.3

8. Henz Eulau dan Kenneth Previt (1973)

Merumuskan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai oleh kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat kebijakan dan yang melaksanakannya. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making yaitu ketika pemerintah memilih untuk membuat suatu keputusan (to do) dan harus dilaksanakan oleh semua masyarakat.3

9. Robert Eyestone

Secara luas kebijakan publik dapat didefinsikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai democratic governance, di mana di dalamnya terdapat interaksi negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik.6

10. Richard Rose

Kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan ini dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi Negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik, karena melalui hal tersebut akan terjadi perdebatan antara yang setuju dan tidak setuju terhadap suatu hasil kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.6

11. Carl Friedrich

(11)

memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah (intervensi sosio-kultural) dengan mendayagunakan berbagai instrumen (baik kelompok, individu maupun pemerintah ) untuk mengatasi persoalan publik.6

12. James Anderson

Kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah (intervensi sosio-kultural) yaitu dengan mendayagunakan berbagai instrument untuk mengatasi persoalan publik.6

13. Amir Santoso

Pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu:6

a. Pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan pemerintah. Semua tindakan-tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making dimana tindakan-tindakan pemerintah diartikan sebagai suatu kebijakan.

b. Pendapat ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan kebijakan. Kategori ini terbagi dalam dua kubu, yakni:

(12)

- Kebijakan publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan. Kebijakan publik sebagai suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan (Presman dan Wildvsky). Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making dimana terdapat wewenang pemerintah didalamnya untuk mengatasi suatu persoalan publik. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai intervensi antara Negara terhadap rakyatnya ketika negara menerapkan kebijakan pada suatu masyarakat.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah:7,8

- Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan-tindakan pemerintah

- Kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai tujuan tertentu

- Kebijakan publik ditujukan untuk kepentingan masyarakat.

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.

2.2 Tahapan Pembuatan Kebijakan Publik

(13)

1. Penyusunan agenda (agenda setting)

Penyusunan agenda adalah suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Penyusunan agenda merupakan sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses ini memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Penyusunan agenda kebijakan sebaiknya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). 2. Formulasi kebijakan (policy formulation)

Formulasi kebijakan yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

3. Pembuatan kebijakan (decicion making)

Pembuatan kebijakan yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.

4. Implementasi kebijakan (policy implementation)

Implementasi kebijakan yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.

5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation)

(14)

Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

Gambar 1.1 Proses Kebijakn Publik

(15)

Tahap Karakteristik

Perumusan Masalah Memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah

Forecasting (Peramalan)

Memberikan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari diterapkannya alternative kebijakan termasuk apabila membuat kebijakan

Rekomendasi Kebijakan

Memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari setiap alternatif dan merekomendasikan alternatif

kebijakan yang memberikan manfaat bersih paling tinggi Monitoring Kebijakan Memberikan informasi mengenai kosekuensi sekarang dan

masa lalu dari diterapkannya alternative kebijakan termasuk kendala-kendalanya

Evaluasi kebijakan Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan.

(16)
(17)

2.3 Perumusan Kebijakan dan Pengambilan Keputusan

Perumusan kebijakan menurut Raymond Bouer merupakan proses transformasi atau pengubahan input politik menjadi output politik. Menurut Chief Jo Udoji, perumusan kebijakan adalah keseluruhan proses yang menyangkut: pendefinisian masalah, perumusan, kemungkinan pemecahan masalah, penyaluran tuntutan atau aspirasi, pengesahan, dan pelaksanaan atau implementasi, monitoring dan evaluasi.10

Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang aktor atau beberapa aktor berkenaan dengan suatu masalah. Tindakan para aktor kebijakan dapat berupa pengambilan keputusan yang biasanya bukan merupakan keputusan tunggal, artinya kebijakan diambil dengan cara mengambil beberapa keputusan yang saling terkait dengan masalah yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah, mulai dari identifikasi dan perumusan masalah, pengumpulan dan penganalisaan data dan informasi, pengembangan dan pemilihan alternatif, serta pelaksanaan tindakan yang tujuannya untuk memperbaiki keadaan yang belum memuaskan. Ada beberapa teori yang paling sering digunakan dalam mengambil keputusan yaitu :10

1. Teori Rasional Komprehensif

Barangkali teori pengambilan keputusan yang biasa digunakan dan diterima oleh banyak kalangan adalah teori rasional komprehensif yang mempunyai beberapa unsur:

a. Pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain (dapat diurutkan menurut prioritas masalah)

b. Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang menjadi pedoman pembuat keputusan sangat jelas dan dapat diurutkan prioritasnya/kepentingannya. c. Berbagai alternatif untuk memecahkan masalah diteliti secara saksama. d. Asas biaya manfaat atau sebab-akibat digunakan untuk menentukan

(18)

e. Setiap alternatif dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk membandingkan dengan alternatif lain.

f. Pembuat keputusan akan memilih alternatif terbaik untuk mencapai tujuan, nilai, dan sasaran yang ditetapkan

Ada beberapa ahli antara lain Charles Lindblom , 1965 (Ahli Ekonomi dan Matematika) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan itu sebenarnya tidak berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit akan tetapi mereka seringkali mengambil keputusan yang kurang tepat terhadap akar permasalahan.

Teori rasional komprehensif ini menuntut hal-hal yang tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil keputusan memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada, serta memperhitungkan asas biaya dan manfaatnya serta mempertimbangkan banyak masalah yang saling berkaitan.

Pengambil keputusan sering kali memiliki konflik kepentingan antara nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena teori ini mengasumsikan bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai yang ada dapat dibedakan dengan mudah, akan tetapi kenyataannya sulit membedakan antara fakta di lapangan dengan nilai-nilai yang ada.

Ada beberapa masalah di berbagai negara berkembang seperti Indonesia untuk menerapkan teori rasional komprehensif ini karena beberapa alasan yaitu:

- Informasi dan data statistik yang ada tidak lengkap sehingga tidak bisa dipakai untuk dasar pengambilan keputusan. Kalau dipaksakan maka akan terjadi sebuah keputusan yang kurang tepat.

- Teori ini diambil/diteliti dengan latar belakang berbeda dengan nagara berkembang ekologi budanyanya berbeda.

(19)

2. Teori Inkremental

Teori ini dalam mengambil keputusan dengan cara menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan model yang sering ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil keputusan. Teori ini memiliki pokok-pokok pikiran sebagai berikut:

a. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapainya merupakan hal yang saling terkait.

b. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa alternatif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah, dan alternatif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marjinal

c. Setiap alternatif hanya sebagian kecil saja yang dievaluasi mengenai sebab dan akibatnya.

d. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan di redefinisikan secara teratur dan memberikan kemungkinan untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana sehingga dampak dari masalah lebih dapat ditanggulangi.

e. Tidak ada keputusan atau cara pemecahan masalah yang tepat bagi setiap masalah. Sehingga keputusan yang baik terletak pada berbagai analisis yang mendasari kesepakatan guna mengambil keputusan.

f. Pembuatan keputusan inkremental ini sifatnya adalah memperbaiki atau melengkapi keputusan yang telah dibuat sebelumnya guna mendapatkan penyempurnaan.

Karena diambil berdasarkan berbagai analisis, maka sangat tepat diterapkan bagi negara-negara yang memiliki struktur mejemuk. Keputusan dan kebijakan diambil dengan dasar saling percaya diantara berbagai pihak sehingga secara politis lebih aman. Kondisi yang realistik diberbagai negara bahwa dalam mengambil keputusan/kebijakan para pengambil keputusan dihadapkan pada situasi kurang baik seperti kurang cukup waktu, kurang pengalaman, dan kurangnya sumber-sumber lain yang dipakai untuk analsis secara komprehensif.

(20)

Ada beberapa kelemahan dalam teori inkremental ini, antara lain: - keputusan–keputusan yang diambil akan lebih mewakili atau

mencerminkan kepentingan dari kelompok yang kuat dan mapan sehingga kepentingan kelompok lemah terabaikan.

- Keputusan diambil lebih ditekankan kepada keputusan jangka pendek dan tidak memperhatikan berbagai macam kebijakan lain

- Di negara berkembang teori ini tidak cocok karena perubahan yang inkremental tidak tepat karena negara berkembang lebih membutuhkan perubahan yang besar dan mendasar.

- Menutut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam membuat keputusan cenderung mengahsilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo.

3. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory)

Beberapa kelemahan tersebut menjadi dasar konsep baru yaitu seperti yang dikemukakan oleh ahli sosiologi organisasi Aitai Etzioni yaitu pengamatan terpadu (Mixid Scaning) sebagai suatu pendekatan untuk mengambil keputusan baik yang bersifat fundamental maupun inkremental. Keputusan-keputusan inkremental memberikan arahan dasar dan melapangkan jalan bagi keputusan-keputusan fundamental sesudah keputusan-keputusan-keputusan-keputusan itu tercapai.

Model pengamatan terpadu menurut Etzioni akan memungkinkan para pembuat keputusan menggunakan teori rasional komprehensif dan teori inkremental pada situasi yang berbeda-beda.

Model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif dan model inkremental dalam proses pengambilan keputusan

A. Faktor-faktor Strategis yang Berpengaruh Terhadap Perumusan Kebijakan Publik

Dalam perumusan kebijakan publik, terdapat faktor-faktor strategis yang berpengaruh, antara lain:10

(21)

- Perlu dipertimbangkan, karena dalam perumusan kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai aktor kebijakan (policy actors), baik dari kalangan pemerintah maupun bukan pemerintah.

- Isi kebijakan akan sangat diwarnai / dipengaruhi oleh visi dan kepentingan aktor kebijakan tersebut.

2. Faktor ekonomi / finansial

- Perlu dipertimbangkan terutama apabila kebijakan tersebut akan menggunakan dana yang cukup besar atau akan berpengaruh pada situasi eknomi dalam negara.

- Indikator yang perlu diperhatikan antara lain : tingkat inflasi dan hutang luar negeri, daya beli dan pendapatan perkapita penduduk, potensi daerah dan komoditas unggulan, dsb.

3. Faktor administratif / organisatoris

Perlu dipertimbangkan apakah dalam pelaksanaan kebijakan itu benar-benar akan didukung oleh kemampuan administratif yang memadai, atau apakah sudah ada organisasi yang akan melaksanakan kebijakan itu.

4. Faktor teknologi

Perlu mempertimbangkan apakah teknologi yang ada dapat mendukung, apabila kebijakan tersebut akan diimplementasikan.

5. Faktor sosial, budaya, dan agama

Perlu dipertimbangkan apakah kebijakan tersebut tidak menimbulkan benturan sosial, budaya dan agama atau yang sering disebut masalah SARA. 6. Faktor pertahanan dan keamanan

Perlu dipertimbangkan apakah kebijakan yang akan dikeluarkan ini tidak akan menggangu stabilitas keamanan negara.

B. Jenis-jenis Kebijakan Publik10

(22)

Kebijaksaan yang mengatur tentang pemberian pelayanan kepada individu-individu atau kelompok perusahaan. Contoh : Tax Holiday.

2. Redistributive Policy

Kebijaksaan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak. Contoh: pembebasan tanah untuk kepentingan umum.

3. Regulatory Policy

Kebijakan yang mengatur tentang pembatasan /pelarangan terhadap perbuatan /tindakan. Contoh: larangan memiliki dan menggunakan senjata api.

2.3 Analisis Kebijakan Publik

Evaluasi merupakan salah satu dari prosedur dalam analisis kebijakan publik. Metodologi analisis kebijakan adalah sistem standar, aturan, dan prosedur untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Metodologi analisis kebijakan mempunyai beberapa karakteristik utama yaitu perhatian yang tinggi pada perumusan dan pemecahan masalah, komitmen kepada pengkajian baik yang sifatnya deskriptif maupun kritik nilai, dan keinginan untuk meningkatkan efisiensi pilihan di antara sejumlah alternatif lain. 11,12

Metodologi analisis kebijakan publik pada hakikatnya menggabungkan empat prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah, ke lima prosedur tersebut dapat di lihat pada tabel 1, yaitu :11,12

1. Metode perumusan masalah

2. Metode peliputan (deskripsi), menghasilkan informasi mengenai sebab akibat kebijakan di masa lalu.

3. Metode peramalan (prediksi), menghasilkan informasi mengenai akibat kebijakan di masa depan.

(23)

5. Metode rekomendasi (preskripsi), memungkinkan analis menghasilkan informasi mengenai kemungkinan arah tindakan dimasa datang akan menimbulkan akibat yang bernilai.

Gambar 1. Analisis Kebijakan yang berorientasi pada masalah

Upaya untuk menghasilkan informasi dan argumen, analisis kebijakan dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: 13

1. Pendekatan Empiris, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu apakah sesuatu itu ada (menyangkut fakta). Pendekatan ini lebih menekankan penjelasan sebab akibat dari kebijakan publik.

2. Pendekatan evaluatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu berkaitan dengan penentuan harga atau nilai dari beberapa kebijakan. Jenis informasi yang dihasilkan bersifat evaluatif.

3. Pendekatan normatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu tindakan apa yang semestinya di lakukan. Pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah problem kebijakan, merupakan inti pendekatan normatif.

(24)

Jenis informasi ini bersifat anjuran atau rekomendasi. Contoh: peningkatan pembayaran pasien puskesmas (dari Rp.300 menjadi Rp.1000) merupakan jawaban untuk mengatasi rendahnya kualitas pelayanan di puskesmas. Peningkatan ini cenderung tidak memberatkan masyarakat.

Masalah kebijakan merupakan suatu nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang dipandang paling penting. Menurut Dunn terdapat beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah kebijakan, adalah: 13

1. Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya. Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem masalah ini membutuhkan pendekatan holistik, satu masalah dengan yang lain tidak dapat di pisahkan dan diukur sendirian.

2. Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah diindentifikasi, diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif.

3. Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis, sehingga dapat menimbulkan masalah kebijakan.

4. Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan yang terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat menimbulkan masalah baru yang membutuhkan pemecahan masalah lanjutan.

5. Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan sistem masalah kebijakan.

2.4 Bentuk Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan terdiri dari beberapa bentuk, yang dapat dipilih dan digunakan. Beberapa bentuk analisis kebijakan yang lazim digunakan, yaitu : 13

(25)

Bentuk analisis ini berupa penciptaan dan pemindahan informasi sebelum tindakan kebijakan ditentukan dan dilaksanakan. Menurut Wiliam, ciri analisis ini adalah:

a. Mengabungkan informasi dari berbagai alternatif yang tersedia, yang dapat dipilih dan dibandingkan

b. Diramalkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk pedoman pembuatan keputusan kebijakan

c. Secara konseptual tidak termasuk pengumpulan informasi. 2. Analisis Kebijakan restropektif

Bentuk analisis ini selaras dengan deskripsi penelitian dengan tujuannya adalah penciptaan dan pemindahan informasi setelah tindakan kebijakan diambil. Beberapa analisis kebijakan restropektif, adalah:

a. Analisis berorientasi disiplin, lebih terfokus pada pengembangan dan pengujian teori dasar dalam disiplin keilmuan, dan menjelaskan sebab akibat kebijakan. Orientasi pada tujuan dan sasaran kebijakan tidak terlalu dominan. Dengan demikian, jika ditetapkan untuk dasar kebijakan memerlukan kajian tambahan agar lebih operasional.

b. Analisis berorientasi masalah, menitikberatkan pada aspek hubungan sebab akibat dari kebijakan, bersifat terapan, namun masih bersifat umum.

c. Analisis beriorientasi penerapan, menjelaskan hubungan kausalitas, lebih tajam untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran dari kebijakan dan para pelakunya. Informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kebijakan khusus, merumuskan masalah kebijakan, membangun alternatif kebijakan yang baru, dan mengarah pada pemecahan masalah praktis.

3. Analisis Kebijakan Terpadu

(26)

C. Teknik-teknik Analisis Kebijakan PubliK

William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.1

Mustopadidjaja (1988), menyatakan langkah-langkah analisis kebijakan publik, yaitu:10,14

1. Perumusan masalah kebijakan

Dimaksudkan untuk menemukan dan memahami hakikat permasalahan, kemudian merumuskan dalam bentuk sebab akibat, mana faktor penyebab (independent variable) dan mana yang merupakan faktor akibat (dependent variable).

2. Penentuan tujuan

Tujuan adalah sesuatu akibat yang secara sadar ingin dicapai atau dihindari (mencapai kebaikan sekaligus mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan).

3. Perumusan alternatif

Alternatif adalah pilihan tentang alat atau cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

4. Penentuan Kriteria

Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas untuk menilai, misalnya: politik, ekonomi / finansial, administratif / organisatoris, teknologi, sosial / budaya / agama, hankam.

5. Penyusunan Model

(27)

struktural, membantu dalam melakukan prediksi akibat-akibat yang timbul dari ada atau tidaknya perubahan-perubahan dalam faktor penyebab.

6. Penilaian alternatif

Alternatif-alternatif yang ada perlu dinilai berdasarkan kriteria. Tujuan penilaian adalah mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas dan fisibilitas tiap alternatif dalam pencapaian tujuan, sehingga diperoleh kesimpulan mengenai alternatif mana yang paling layak , efektif dan efisien. Perlu juga menjadi perhatian bahwa, mungkin suatu alternatif secara ekonomis menguntungkan, secara administrasi bisa dilaksanakan tetapi bertentangan dengan nilai-nilai sosial atau bahkan mempunyai dampak negatif kepada lingkungan. Maka untuk gejala seperti ini perlu penilaian etika dan falsafah atau pertimbangan lainnya yang mungkin diperlukan untuk bisa menilai secara lebih obyektif.

7. Perumusan rekomendasi

Langkah terakhir dalam analisis kebijakan adalah merumuskan saran (rekomendasi) mengenai alternatif yang diperhitungkan akan dapat mencapai tujuan secara optimal. Dalam rekomendasi ini sering dikemukakan juga “strategi pelaksanaannya”.

Model analisis kebijakan publik dibagi menjadi 9 macam, yaitu:1,10

1. Model institusional

Check and balances konstitusional antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. 2. Model proses

Aktivitas politik dilakukan melalui kelompok yang memiliki hubungan dengan kebijakan publik, hasilnya adalah suatu proses kebijakan yg berisi: - Identifikasi/pengenalan masalah

(28)

Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif. Dengan demikian, pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya untuk menanggapi tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dengan cara bargaining, negoisasi dan kompromi. 4. Model elite

- Kebijakan publik tidak menyangkut orang banyak untuk mengerjakan nilai – nilai dan minat elite.

- Masyarakat tidak memiliki kekuatan utk mempengaruhi & menciptakan opini tentang isu kebijakan yg seharusnya menjadi agenda politik di tingkat atas, masyarakat dianggap pasif, masa bodoh, dan mempunyai sedikit informasi sehingga sering digerakkan oleh elit.

5. Model rasional

- Kebijakan rasional diartikan sebagai kebijakan yang mampu mencapai keuntungan sosial tertinggi.

- Hasil kebijakan harus memberikan keuntungan bagi masyarakat yang telah membayar lebih, dan pemerintah mencegah kebijakan bila biaya melebihi manfaatnya.

6. Incremental

- Konservatif, pembuat kebijakan tidak mau ambil resiko, hanya melanjutkan atau memodifikasi kebijakan sebelumnya.

- Perhatian hanya dipusatkan pada program baru. 7. Game theory

- Dua atau lebih partisipan punya pilihan untuk membuat kebijakan dan hasilnya tergantung kepada pilihan yang dibuat masing – masing pihak. - Pembuat keputusan harus terlibat dalam pilihan – pilihan yang saling

(29)

- Mendeskripsikan bagaimana orang / kelompok membuat keputusan dalam situasi yang kompetitif .

8. Teori pilihan publik

- Individu ternyata memperjuangkan kepentingan pribadinya baik di sektor politik seperti halnya di pasar, namun keduanya bisa saling memberikan manfaat (mutual benefit) melalui pembuatan keputusan kolektif.

- Pemerintah sendiri tumbuh dari kontrak sosial dengan masyarakatnya yang setuju untuk taat hukum dan mendukung pemerintah, dan sebagai gantinya pemerintah memberikan perlindungan, kemerdekaan dan hak milik.

9. Teori sistem

Kebijakan publik adalah output dari sistem politik. Elemen dari sistem adalah saling berhubungan, dan sistem dapat merespon kepada kekuatan-kekuatan yang ada di dalam lingkungannya untuk menjaga keberlangsungan sistem itu sendiri.

2.5 Evaluasi

(30)

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

(31)

Secara konseptual ada pandangan yang menyatakan bahwa evaluasi dapat dilakukan pada seluruh periode kegiatan, artinya dapat dilakukan pada saat kegiatan belum dilaksanakan, evaluasi pada saat kegiatan berjalan, dan setelah kegiatan dilaksanakan. Oleh karena itu berdasarkan pandangan tersebut, evaluasi dapat dibedakan menjadi:16,17

1. Pra Evaluasi

Yakni evaluasi yang dilakukan pada saat program belum berjalan/beroperasi pada tahap perencanaan. Evaluasi pada periode ini biasanya difokuskan pada masalah-masalah persiapan dari suatu kegiatan. Dapat pula evaluasi itu didasarkan pada hasil-hasil pelaksanaan kegiatan sebelumnya yang secara substansial memiliki keterkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. Atau dapat pula merupakan sebuah studi kelayakan (feasibility) dari sebuah program untuk dilaksanakan. Evaluasi pada periode ini biasanya meliputi aspek keuangan dan analisis ekonomis dari suatu kegiatan (cost and benefit analysis).

2. Evaluasi pada saat program tengah berjalan

Yang dikenal dengan on going evaluation atau in operation evaluation, atau oleh Bintoro (1988) disebut juga dengan mid term evaluation. Evaluasi pada periode ini biasanya difokuskan pada penilaian dari setiap tahap kegiatan yang sudah dilaksanakan, walaupun belum bisa dilakukan penilaian terhadap keseluruhan proses program. Dalam prakteknya, evaluasi seperti ini berbentuk seperti laporan triwulan, semester, atau tahunan (untuk kegiatan jangka menengah). Pada saat program atau kegiatan tengah berjalan analisis evaluasi bersumber pada hasil pemantauan yang dilaksanakan pada tahapan-tahapan kegiatan secara berkelanjutan dan akan memberikan umpan balik untuk perencana dan pelaksana pembangunan.

(32)

Evaluasi ini biasa disebut ex post evaluation. Pada evaluasi ini dilakukan penilaian terhadap seluruh tahapan program yang dikaitkan dengan tingkat

keberhasilannya, sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dalam rumusan sasarn atau tujuan program.

2.6 Sifat Evaluasi

Evaluasi dapat diartikan sebagai penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian (assessment). Evaluasi yaitu proses untuk menganalisis hasil kebijakan berupa pemberian satuan nilai. Kegiatan paling spesifik dari evaluasi berkaitan dengan bagaimana menghasilkan informasi tentang nilai dari hasil kebijakan. Dengan demikian, kegiatan evaluasi lebih banyak bertanya tentang berapa nilai sebuah kebijakan. Dalam analisis kebijakan lebih banyak bertanya tentang fakta-fakta atau tindakan-tindakan kebijakan. 9

Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif. Di sini pertanyaan utamanya bukan mengenai fakta (apa yang terjadi?), proses (bagaimana terjadinya?), atau penyebab (mengapa terjadi?) melainkan mengenai nilai (berapa nilainya?)

Secara umum, terdapat 4 (empat) karakteristik pokok dari kegiatan evaluasi, yakni: 9

1. Terfokus pada nilai

Kegiatan evaluasi difokuskan pada nilai dari suatu kebijakan, atau penilaian atas keterpenuhan kepentingan atau manfaat dari keberadaan suatu program. Kegiatan evaluasi ini tidak sekedar mengumpulkan informasi tentang apakah seluruh tindakan telah dilaksanakan, tidak juga sekedar mengenai hasil dari suatu kebijakan. Lebih jauh dari itu, evaluasi mencakup aspek ketercapaian sasaran dan tujuan kebijakan. 2. Interdependensi antara fakta dan nilai

(33)

telah dicapai benar-benar merupakan akibat dari dilakukannya tindakan kebijakan. Oleh karena itu, kegiatan evaluasi harus berdasarkan pada hail-hasil pemantauan. 3. Berorientasi pada masa kini dan masa lampau

Berbeda halnya dengan rekomendasi kebijakan atau peramalan yang berorientasi waktu masa depan, penilaian atas hasil kebijakan lebih diarahkan pada tuntutan-tuntutan masa kini dan masa lalu. Oleh karena itu kegiatan evaluasi bersifat retroaktif. 4. Bernilai ganda

Nilai-nilai yang mendasari kegiatan evaluasi mempunya kualitas ganda, di satu sisi ia dapat dipandang sebagai tujuan, dan di sisi yang lain, dapat dipandang sebagai cara. Di samping itu, evaluasi dapat juga dipandang intrinsik, yakni keberadaannya diperlukan untuk tujuannya sendiri, dan sekaligus ekstrinsik, yakni pencapaian tujuannya mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan kegiatan lainnya.

Dampak dari kebijakan tidak selalu sama seperti yang direncanakan semula. Ini berhubungan dengan ketidakpastiaan lingkungan dan kemampuan administrasi dalam melaksanakan suatu kebijakan. Dalam praktek selalu ada keterbatasan untuk memahami sesuatu isu secara utuh. Sementara itu juga perlu disadari bahwa kebijakan pemerintah bukanlah satu-satunya kekuatan, melainkan hanya salah satu dari sekian banyak kekuatan yang mempengaruhi perubahan dalam masyarakat. Sebab itu suatu kebijakan tidak boleh merasa cukup sekedar berakhir hanya pada selesainya pelaksanaan saja, sebelum ada evaluasi akhir atas dampak yang dihasilkan. Hal ini dapat dipahami mengingat ada perbedaan antara hasil langsung berupa target yang dihasilkan suatu kebijakan (policy outputs) dengan dampak yang diharapkan terjadi dalam masyarakat (policy impact). Karena itu, sekalipun evaluasi mencakup keseluruhan proses kebijakan, fokusnya adalah penilaian atas dampak atau kinerja (outcomes) dari suatu kebijakan. Sejalan dengan pendapat Hogwood, Thomas R Dye mengelompokkan dampak atas lima komponen berikut: 4,9

1. Dampak atas kelompok sasaran atau lingkungan 2. Dampak atas kelompok lain (spillover effects) 3. Dampak atas masa depan

(34)

5. Dampak atas biaya tidak langusung.

2.7 Fungsi Evaluasi Kebijakan

Di dalam analisis kebijakan, evaluasi memiliki beberapa arti penting. Fungsi dari evaluasi dalama anlisis kebijakan adalah: 1,9

1. Hal yang paling penting dari fungsi evaluasi adalah memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran telah dicapai yang berkaitan seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.

2. Evaluasi memberi kontribusi untuk upaya klasifikasi dan kritik atas nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai-nilai yang digunakan sebagai dasar pemilihan tujuan dan sasaran tersebut dapat diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target serta dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan sasaran dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analis dapat menguji alternatif sumber nilai dari berbagai kepentingan kelompok maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas seperti aspek teknis, ekonomis, legal, sosial, dan substantif.

(35)

2.8 Kriteria Evaluasi Kebijakan

Untuk menyatakan sebuah kebijakan publik berhasil atau tidak berhasil, dapat dilihat dari berbagai banyak sisi atau sudut pandang. Oleh karena itu dalam menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan, maka digunakan beberapa kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi hasil kebijakan. Terdapat enam kriteria yang dapat digunakan untuk menilai sebuah kinerja berhasil atau tidak berhasil yaitu:1,9,10

1. Efektivitas.

Efektivitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektivitas selalu diukur dari kualitas hasil sebuah kebijakan.

2. Efisiensi.

Efisiensi yaitu berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, dan pada akhirnya diukur berdasarkan biaya yang dikeluarkan per unit kebijakan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien.

3. Adekuasi (kecukupan).

Kriteria ini lebih mempersoalkan hasil kebijakan dalam mengatasi masalah kebijakan, atau seberapa jauh pencapaian hasil dapat memecahkan masalah kebijakan.

4. Kesamaan atau ekuitas.

(36)

kesejahteraan, kesempatan pendidikan, atau pelayanan publik kadang-kadang direkomendasikan atas dasar kriteria ini.

5. Responsivitas.

Kriteria ini berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai masyarakat. Apakah hasil kebijakan yang dicapai telah memuaskan kebutuhan dan pilihan masyarakat atau tidak.

6. Ketepatgunaan

Kriteria ketepatan ini menganalisis tentang hasil kebijakan, yakni apakah hasil yang telah dicapai benar-benar berguna bagi masyarakat khususnya kelompok sasaran.

2.9 Alasan Evaluasi Kebijakan

Terdapat beberapa alasan dilakukannya kegiatan evaluasi kebijakan. Alasan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi yaitu internal dan eksternal.

Alasan yang bersifat internal, antara lain: 9

1. Untuk mengetahui keberhasilan suatu kebijakan. Dengan adanya evaluasi kebijakan dapat ditemukan informasi apakah suatu kebijakan sukses atau sebaliknya.

2. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan. Kegiatan evaluasi kebijakan dapat mengemukakan penilaian apakah suatu kebijakan mencapai tujuannya atau tidak. 3. Untuk menjamin terhindarinya pengulangan kesalahan (guarantee to non-recurrence). Informasi yang memadai tentang nilai sebuah hasil kebijakan dengan sendirinya akan memberikan rambu agar tidak terulang kesalahan yang sama dalam implementasi yang serupa atau kebijakan yang lain pada masa-masa yang akan datang.

Sedangkan alasan yang bersifat eksternal, yaitu :

(37)

pengambil kebijakan kepada publik, baik yang terkait secara langsung maupun tidak dengan implementasi tindakan kebijakan.

2. Untuk mensosialisasikan manfaat sebuah kebijakan. Dengan adanya kegiatan evaluasi kebijakan, masyarakat luas, khususnya kelompok sasaran dan penerima, manfaat dapat mengetahui manfaat kebijakan secara lebih terukur.

3.0 Pendekatan Evaluasi Kebijakan

Evaluasi mempunyai dua aspek yang saling berhubungan. Aspek pertama adalah penggunaan berbagai metoda untuk memantau hasil kebijakan publik dan aspek kedua adalah aplikasi serangkaian nilai yang digunakan untuk menentukan kegunaan hasil kebijakan publik terhadap beberapa orang, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Selanjutnya kedua aspek tersebut menunjukkan adanya fakta dan premis nilai dalam setiap tuntutan evaluatif. Namun banyak aktivitas yang dikatakan sebagai evaluasi dalam analisis kebijakan, tetapi sebenarnya bukan evaluasi karena tidak memperhatikan tuntutan evaluatif dan hanya sebagai tuntutan faktual. Mengingat kurang jelasnya arti evaluasi di dalam analisis kebijakan, maka menjadi sangat penting untuk membedakan beberapa pendekatan dalam evaluasi kebijakan, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan decision theory evaluation (DTE). 9,18

1. Evaluasi Semu (psuedo evaluation)

Merupakan pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu atau kelompok masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama dari pendekatan ini adalah bahwa ukuran manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri (self evident) atau tidak kontroversial.

(38)

2. Evaluasi Formal (formal evaluation)

Evaluasi formal (formal evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghimpun informasi yang valid mengenai hasil kebijakan dengan tetap melakukan evaluasi atas hasil tersebut berdasarkan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan dan diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan tenaga administratif kebijakan. Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa tujuan dan target yang telah ditetapkan dan diumumkan secara formal merupakan ukuran yang paling tepat untuk mengevaluasi manfaat atau nilai suatu kebijakan program.

Dalam evaluasi formal digunakan berbagai macam metode yang sama seperti yang dipakai dalam evaluasi semu dan tujuannya adalah identik yaitu untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai variasi-variasi hasil kebijakan dan dampak yang dapat dilacak dari masukan dan proses kebijakan. Meskipun demikian perbedaanya adalah bahwa evaluasi formal menggunakan undang-undang, dokumen-dokumen program, dan wawancara dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk mengidentifikasikan, mendefinisikan dan menspesifikasikan tujuan dan target kebijakan. Kelayakan dari tujuan dan target yang diumumkan secara formal tersebut tidak ditanyakan.

Salah satu tipe utama evaluasi formal adalah evaluasi sumatif yang meliputi usah untuk memantau pencapaian tujuan dan sasaran formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk jangka waktu tertentu. Evaluasi sumatif diciptakan untuk menilai produk-produk kebijakan dan program publik yang stabil dan mantap. Lalu selain evaluasi sumatif ada juga evaluasi formatif. Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang meliputi usaha-usaha untuk secara terus menerus memantau pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran formal. Jadi perbedaan keduanya adalah persolan derajat.

(39)

evaluasi dapat mempunyai satu atau lebih karakteristik eksperimentasi sosial sebagai pendekatan terhadap monitoring. Sedangkan dalam kasus evalausi tidak langsung, masukan dan proses kebijakan tidak dapat secara langsung dimanipulasi. Masukan dan proses tersebut harus dianalisis secara retrospektif berdasarkan pada aksi-aksi yang telah dilakukan.

Tipe-tipe Evaluasi Formal. KONTROL

TERHADAP

AKSI KEBIJAKAN

ORIENTASI TERHADAP PROSES KEBIJAKAN

Formatif Sumatif

Langsung Evaluasi perkembangan Evaluasi eksperimental Tidak langsung Evaluasi proses

retrospektif

Evaluasi hasil retrospektif

Kemudian terdapat beberapa variasi dari evaluasi formal yaitu:9

A. Evaluasi perkembangan

Evaluasi perkembangan menunjuk pada kegiatan-kegiatan/aktivitas evaluasi yang secara eksplisit diciptakan untuk melayani kebutuhan sehari-hari staf program. Evaluasi perkembangan berguna untuk mengalihkan staf dari kelemahan yang baru dimulai atau kegagalan yang tidak diharapkan dari program dan untuk meyakinkan layak tidaknya operasi yang dilakukan mereka yang bertanggung jawab terhadap operasinya. Evaluasi perkembangan, karena bersifat formatif dan meliputi kontrol secara langsung, dapat digunakan untuk mengadaptasi secara langsung pengalaman baru yang diperoleh melalui manipulasi yang sistematis terhadap variabel masukan dan proses.

B. Evaluasi proses retrospektif

(40)

yang sedang berjalan, yang berhubungan secara langsung dengan hasil output dan dampak kebijakan.

Evaluasi proses retrospektif, yang cenderung dipusatkan pada masalah-masalah dan kendala-kendala yang terjadi selama implementasi kebijakan dan program, tidak memperkenankan dilakukannya manipulasi langsung terhadap masukan (misalnya pengeluaran) dan proses (misalnya sistem pelayanan alternatif). Evaluasi proses retrospektif mensyaratkan adanya sistem pelaporan internal yang mantap yang memungkinkan pemunculan yang berkelanjutan informasi yang berhubungan dengan program dan adanya sistem informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. C. Evaluasi eksperimental

Evaluasi ini meliputi pemantauan dan evaluasi atas hasil kebijakan dengan melakukan kontrol secara langsung atas input dan proses kebijakan. Dalam evaluasi ini, hampir seluruh faktor dalam input dan proses dikontrol, dipertahankan secara konstan, dan diposisikan sebagai hipotesis kontrol yang bersifat logis.

Evaluasi eksperimental harus memenuhi persyaratan yang agak berat sebelum rancangan tersebut dapat diterapkan, antara lain:

(a) Serangkaian variabel-variabel yang dimanipulasi secara langsung dan secara jelas dan yang dirumuskan secara operasional

(b) Strategi evaluasi yang memungkinkan dirumuskannya kesimpulan yang dapat digeneralisasikan secara maksimum menyangkut kinerja terhadap kelompok target atau sasaran yang sejenis (validitas eksternal)

(c) strategi avaluasi yang dapat mengurangi kesalan sekecil mungkin dalam menginterpretasikan kineria kebijakan sebagai hasil masukan dan proses kebijakan yang dimanipulasi (validitas internal)

(41)

D. Evaluasi hasil retrospektif

Evaluasi hasil retrospektif juga meliputi pemantauan dan evalusi hasil tetapi tidak disertai dengan kontrol langsung terhadap masukan-masukan dan proses kebijakan yang dapat dimanipulasi. Paling jauh adalah kontrol secara tidak langsung atau kontrol statistik yaitu evaluator berusaha mengisolasi pengaruh dari banyak faktor lainnya dengan menggunakan metode kuantitatif.

3. Evaluasi Keputusan Teoritis (Decision Theoritic Evaluation)

Evaluasi Keputusan Teoritis adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode diskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggung-jawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Evaluasi jenis ini bertujuan untuk menghubungkan antara hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari para pelaku kebijakan tersebut.

Perbedaan pokok antara Decision-Theoretic Evaluation di satu sisi, dan evaluasi semu dan evaluasi formal di sisi lainnya, adalah bahwa Decision-Theoretic Evaluation berusaha untuk menemukan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik yang nyata atau tersembunyi. Ini berarti bahwa tujuan dan target dari para pembuat kebijakan dan administrator merupakan salah satu sumber nilai, karena semua pihak yang mempunyai andil dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan dilibatkan dalam merumuskan tujuan dan target di mana kinerja nantinya akan diukur. Dengan demikian, individu amaupun lembaga pelaksana kebijakan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi dilibatkan di dalam mengukur pencapaian tujuan dan target suatu kebijakan.

Decision-Theoretic Evaluation merupakan cara untuk mengatasi beberapa kekurangan dari evaluasi semu dan evaluasi formal, yaitu :9

(42)

hal ini karena evaluasi tidak cukup responsif terhadap tujuan dan target dari pihak-pihak yang mempunyai andil dalam perumusan dan implementasi kebijakan dan program.

 Ambiguitas kinerja tujuan. Banyak tujuan dan program publik yang kabur. Ini berarti bahwa tujuan umum yang sama misalnya untuk meningkatkan kesehatan dan mendorong konservasi energi yang lebih baik dapat menghasilkan tujuan spesifik yang saling bertentangan satu terhadap lainnya. Ini dapat terjadi jika diingat bahwa tujuan yang sama (misalnya, perbaikan kesehatan) dapat dioperasionalkan ke dalam paling sedikit enam macam kriteria evaluasi: efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas dan kelayakan. Salah satu tujuan dari evaluasi keputusan teoritis adalah mtuk mengurangi kekaburan tujuan dan menciptakan konflik antar tujuan spesifik atau target.

 Tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Tujuan dan target kebijakan dan program-program publik tidak dapat secara memuaskan diciptakan dengan memusatkan pada nilai-nilai salah satu atau beberapa pihak (misalnya kongres, kelompok klien yang dominan atau kepala administrator). Dalam kenyataan, berbagai pelaku kebijakan dengan tujuandan target yang saling berlawanan nampak dalamk hampir semua kondisi/situasi yang memerlukan evaluasi. Decision-Theoretic Evaluation berusaha untuk mengidentifikasi berbagai pelaku kebijakan ini dan menampakkan tujuan-tujuan mereka.

(43)

mengubungkan informasi mengenai hasil kebijakan dengan nilai dari berbagai pelaku kebijakan.

Penaksiran evaluabilitas (evaluability assessment) merupakan serangkaian prosedur yang dibuat untuk menganalisis sistem pembuatan keputusan yang diharapkan dapat diiperoleh dari informasi kinerja dan dapat memperjelas tujuan, sasaran dan asumsi-asumsi dengan mana kinerja akan diukur. Pertanyaan mendasar dalam penaksiran evaluabilitas adalah apakah suatu kebijakan atau program dapat dievaluasi. Suatu kebijakan atau program agar dapat dievaluasi paling tidak memiliki tiga kondisi yaitu:9

 Satu kebijakan atau program yang diartikulasikan secara jelas

 Tujuan atau konsekuensi yang dirumuskan secara jelas

 Serangkaian asumsi yang eksplisit yang menghubungkan aksi atau konsekuensi

Dalam melakukan penaksiran evaluabilitas, analis mengikuti serangkaian langkah yang memperjelas suatu kebijakan atau program dari sudut pandang pemakai informasi kinerja yang dituju dan evaluator itu sendiri, antara lain:9

1. Spesifikasi program-kebijakan. Apakah kegiatan-kegiatan federal, negara bagian atau lokal dan apakah tujuan dan sasaran yang melandasi program? 2. Koleksi informasi program-kebijakan. Informasi apa yang harus

dikumpulkan untuk mengidentifikasikan tujuan-tujuan program kebijakan, kegiatan-kegiatan, dan asumsi-asumsi yang mendasarinya?

3. Modeling program-kebijakan. Model apa yang paling baik menerangkan program dan tujuan suatu kegiatan yang berhubungan, dari sudut pandang pemakai informasi kinerja yang dituju? Asumsi-asumsi kausal apa yang menghubungkan aksi dengan hasil?

4. Penaksiran evaluabilitas program-kebijakan. Apakah model program kebijakan secara mencukupi tidak ambigu untuk membuat evaluasi bermanfaat? Tipe studi evaluasi apakah yang paling berguna?

(44)

diinginkan, apakah yang mungkin menjadi langkah berikutnya yang harus (atau tidak harus) diambil untuk mengevaluasi kinerja kebijakan?

Analisis utilitas multi atribut merupakan serangkaian prosedur yang ditetapkan untuk memperoleh penilaian yang subjektif dari para pelaku kebijakan tentang kemungkinan nilai dari hasil suatu kebijakan. Analisis ini menampakkan secara ekplisit penentuan nilai dari berbagai pelaku kebijakan serta keberagaman.tujuan dari pelaku kebijakan

3.1 Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi kebijakan dilakukan setelah kebijakan publik itu diimplementasikan dalam rangka untuk menguji tingkat kegagalan dan keberhasilan, keefektifan dan keefisienannya. Dilakukan secara serius, jujur dan professional. Evaluasi kebijakan publik ini antara lain bertujuan:9

a. Untuk menguji apakah kebijakan yang diimplementasikan telah mencapai tujuannya.

b. Untuk menunjukan akuntabilitas pelaksana publik terhadap kebijakan yang telah diimplementasikan.

c. Untuk memberikan masukan pada kebijakan-kebijakan publik yang akan datang

3.2 Pelaku Evaluasi Kebijakan Publik

Sejalan dengan asas demokrasi dalam penyelenggaraan urusan publik semua orang berhak untuk melakukan kajian dan evaluasi terhadap sebuah kebijakan publik, Indonesian Corruption Watch, Local Government Watch, Legislative Watch contohnya. BPK, BKPP, DPR, DPRD merupakan elamen evaluasi kebijakan publik utama yang mempunyai legitimasi formal untuk menentukan kegagalan, keberhasilan atau penyelewengan kebijakan publik.9

3.3 Metoda dan Teknik Evaluasi Kebijakan Publik

(45)

bagian sebelumnya yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan Decision-Theoretic Evaluation. Dari metoda dan teknik tersebut, hampir keseluruhannya digunakan dalam hubungannya dengan metoda-metoda analisis kebijakan lainnya. Hal ini sebenarnya menunjukkan sifat saling ketergantungan dari perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi di dalam analisis kebijakan.9

Secara lebih ringkas teknik-teknik atau metode tersebut dapat digambarkan relevansinya dengan pendekatan evaluasi kebijakan, sebagaimana dalam tabel berikut:9

Pendekatan Evaluasi Teknik / Metode

Evaluasi Semu

Sajian grafik

Tampilan tabel

Angka indeks

Analisis waktu berkala terputus

Analisis berkala terkontrol

Analisis diskontinuitas regresi

Evaluasi Fromal Pemetaan sasaran

Klarifikasi nilai

Kritik nilai

Pemetaan hambatan

(46)

Diskonting

Evaluasi Keputusan Teoritis

Brainstorming

Analisis argumentasi

Delphi Kebijakan

Analisis survey pemakai

Tabel 1. Metode Evaluasi yang Relevan dengan Tiga Pendekatan Evaluasi

1. Sajian Grafik

Banyak informasi tentang hasil kebijakan disajikan dalam bentuk grafik, yaitu gambar yang mewakili nilai dari satu atau lebih variabel tindakan atau hasil. Sajian grafik dapat digunakan untuk melukiskan sebuah variabel pada satu titik waktu atau lebih, atau untuk merangkum hubungan antara dua variabel. Kesulitan yang biasa dijumpai dalam menggunakan grafik adalah intepretasi palsu, yaitu suatu situasi di mana dua variabel tampak berkorelasi tapi sebenarnya keduanya berkorelasi dengan variabel lain. Contoh dari intepretasi palsu ini yaitu analis yang mengamati berdasarkan observasinya terhadap data kegiatan pemadam kebakaran kota. Berkesimpulan bahwa jumlah alat pemadam kebakaran yang tersedia dalam setiap kebakaran berkorelasi positif dengan jumlah kerusakan. Korelasi yang diperoleh berdasarkan pengamatan ini dapat dipakai untuk menegaskan bahwa jumlah alat pemadam kebakaran yang dipakai tidak mengurangi kerusakan karena kebakaran, karena tidak peduli berapa pun alat yang tersedia, jumlah kerusakan tetap saja berada pada tingkat yang konstan. Intepretasi palsu ini karena variabel besarnya kebakaran tidak diperhitungkan.

2. Tampilan tabel

(47)

3. Indeks

Angka indeks adalah alat yang mengukur seberapa besar nilai suatu indikator atau seperangkat indikator berubah antar waktu secara relatif dihadapkan pada waktu tertentu. Angka indeks banyak digunakan dalam analisis kebijakan publik, meliputi angka-angka indeks untuk memantau perubahan dalam harga barang konsumen, produksi industri, peningkatan kejahatan, polusi, pelayanan kesehatan, kualitas hidup, dan lain-lain. Angka indeks berbeda-beda dalam fokusnya, dan daya jelasnya. Angka indeks mungkin berfokus pada perubahan harga, jumlah dan nilai. Angka indeks mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, prosedur pembobotan yang eksplisit seringkali kurang tepat. Kedua, sukar diperoleh data sampel untuk mengindeks data yang berharga bagi semua kelompok masyarakat.

4. Analisis waktu berkala terputus (Interrupted time series analysis)

Merupakan suatu prosedur untuk menunjukkan akibat dari tindakan kebijakan terhadap hasil kebijakan dalam bentuk grafik. Metoda ini sudah memadai untuk masalah-masalah di mana sebuah badan memulai suatu tindakan yang menimbulkan akibat pada seluruh kelompok sasaran. Karena tindakan kebijakan terbatas pada kelompok sasaran, maka tidak ada peluang untuk membandingkan hasil kebijakan dengan kelompok sasaran lain atau di antara kategori yang berbeda dari kelompok sasaran. Dalam situasi ini satu-satunya dasar komparasi adalah catatan tentang hasil kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya. Grafik yang dibuat dari metoda ini merupakan alat yang ampuh untuk menguji akibat dari intervensi kebijakan terhadap beberapa segi dari suatu hasil kebijakan.

5. Analisis berkala terkontrol (Control-series Analysis)

Gambar

Gambar 1.2 Tahap Analisis Kebijakan
Gambar 1. Analisis Kebijakan yang berorientasi pada masalah
Tabel 1.  Metode Evaluasi yang Relevan dengan Tiga Pendekatan Evaluasi
Tabel . Desain Tipe Penelitian Evaluasi

Referensi

Dokumen terkait

Tesis yang berjudul “Analisa Keputusan Keberatan Terhadap Putusan Banding Dalam Permasalahan Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham: Tinjauan Atas Surat

Disimpulkan bahwa pengertian DOPS menurut staf pengajar dan peserta didik adalah penilaian segala macam prosedur yang dikerjakan oleh mahasiswa , yang dilakukan oleh dosen

Terdapat 1 artikel jurnal yang menyatakan bahwa hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak daun kemangi memiliki peran penting dalam menurunkan hiperlipidemia pada

Jadi misalnya, ketika pimpinan mengeluarkan kebijakan lalu ada pengendalianpengendalian mengenai usaha kami untuk meningkatkan keselamatandan kesehatan kerja harus didukung dengan

Kanker payudara dapat dicegah sedini mungkin, salah satunya dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Program SADARI terbukti efektif dalam mencegah kanker

Puskesmas Indralaya memiliki persentase cakupan pelayananan kesehatan di Poli Lanjut Usiasebesar 83,98%, pada tahun 2017 angka ini belum mencapai target nasional, oleh

Fungsi lapisan musin adalah mengubah epitel kornea dari yang bersifat hidrofobik menjadi hidrofilik, berinteraksi dengan lapisan lipid untuk menurunkan tegangan

Evaluasi merupakan bagian integral pelaksanaan dan pengembangan kegiatan pendidikan, Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran evaluasi Program PSPD dari