• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran dan Fungsi Saksi dalam Perkawinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran dan Fungsi Saksi dalam Perkawinan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Peran dan Fungsi Saksi dalam Perkawinan

Oleh: Ahmad Muchtar Naseh

1. Pendahuluan

Islam adalah agama yang mengatur kehidupan rumah tangga. Dalam Islam, rumah tangga merupakan dasar bagi kehidupan manusia dan merupakan faktor utama dalam membina masyarakat.1 Namun, untuk memulai rumah tangga seyogyanya bagi seorang yang beragama islam untuk melakukan pernikahan terlebih dahulu. Sebab, perkawinan merupakan suatu acara yang sakral dalam kehidupan manusia.

Di samping itu perlu dibahas sedikit terkait dengan undang-undang perkawinan yang ada di negara Indonesia tercinta. Perkawinan menurut Undang-Undang No.1 tahun 1974 yang disahkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974 itu terdiri dari 14 Bab dan 67 Pasal itu dengan jelas dinyatakan pada Pasal (1) bahwa :

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasar Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”.2

Ucapan terhadap kesaksian dalam pernikahan, hal sebagaimana al-Syafii meriwayatkan hadis dari Hasan dari Nabi Muhammad Saw berkata: لدع يدهاشو يوب اإ حاكن ا. Kemudian diuatarakan pula bahwa kesaksian dalam pernikahan itu hukumnya wajib. Akan tetapi dalam hal ini Daud tidak sepakat dengan apa yang diutarakan oleh al-Syafii bahwa kesaksian dalam pernikahan itu wajib.3

Ada sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Hurairah terkait dengan status saksi sebagaimana disebutkan dalam kitab Nail al-Author dan Fath al-Aziz yang berbunyi:

نيدهاشو يوو بطاخ ،ةعبرأب اإ حاكن ا

Artinya: tidak dianggap nikah seseorang tanpa empat perkara; laki-laki yang meminang wanita, wali, dan dua saksi.4 (HR. al-Baihaqi)

1Abdu at-Tawwab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah Saw, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), cet.

I, h. 6

2Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga Yang Sakinah), (Jakarta: Penerbit Pedoman

Ilmu jaya, 1993), cet. I, h. 32

3Al-Mawardi (450 H), Al-Hawi fi Fiqh al-Syafii, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), cet. I, vol. IX, h.

57

4Abdul Karim al-Rafi’i, Fath al-Aziz fi Syarh al-Wajiz, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), vol. 26, h. 3, Lihat Pula

(2)

2. Pembahasan a. Pengertian

1) Menurut Bahasa

Saksi merupakan definisi dari kata berbahasa arab yang berbunyi syahid. Dan lafadz syahid merupakan derivasi dari kata syahadah. Adapun kata syahid menurut Ali al-Azdi memiliki makna al-Hadir (yang ada)5. Adapun lafadz syahida itu

merupakan wazan ke empat menurut ilmu sharaf yaitu lafadz fa’ila-yaf’alu. Dan lafadz asli syahida merupakan dari kata syin, ha, dan dal. Ini mengindikasikan bahwa lafadz tersebut memiliki arti hudur (ada), ilm (mengetahui), dan i’lam (informasi/memberi tahu). Di samping itu pula, syahadah mengumpulkan dasar-dasar yang telah disebutkan seperti hudur, ilm, dan i’lam. Dikatakan pula bahwa lafadz ةداهش – دهشي – دهش.6

Menurut Ismail bin Hammad al-Jauhari dalam kitabnya Mu’jam al-Shihhah bahwa lafadz syahida atau syahadah itu memmiliki makna khabarun qathiun (berita yang pasti). Sebagai contoh; syahida al-Rajulu ‘ala Kaza (seseorang bersaksi terhadap sesuatu), dikatakan pula syahda al-Rajulu¸ dibaca sukun (mati) huruf ha’ dari lafadz syahada berarti untuk meringankan bacaan.7

2) Menurut Istilah

Pengertian saksi menurut para ulama:8

Salam Madkur mengartikan kesaksian sebagai berikut:

رغلا ى قح تابثإ ةداهش ا ظفلب مكحا سلج ي قدص رابخإ نع ةرابع ةداهش ا

Artinya: “Kesaksian adalah istilah pemberitahuan seseorang yang benar di depan pengadilan dengan ucapan kesaksian untuk menetapkan hak orang lain.”

Ibnul Hammam mengemukakan sebagai berikut:

ءاضقلا سلج ي ةداهش ا ظفلب قح تابثإ قدص رابخإ

Artinya: “Pemberitahuan yang benar untuk menetapkan suatu hak dengan ucapan kesaksian di depan sidang pengadilan.”

Dari beberapa definisi tadi dapat diambil kesimpulan bahwa saksi menurut istilah adalah orang yang bertanggung jawab terhadap apa yang ia saksikan, dan memberitahukan keterangan sebagaimana mestinya.

5Ali bin Hasan al-Hinai al-Azdy, Mu’jam Al-Munjid fi al-Lughah, (t.t.: t.c., t.t.), h. 91 6Ibn Faris, Mu’jam Maqoyis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), vol. 3, h. 221

7Ismail bin hammad al-Jauhari, Mu’jam al-Shihhah Qamus ‘Araby ‘Araby, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2005),

cet.I, h. 567

(3)

b. Dasar hukum saksi 1) Menurut Al-Quran

Tidak ditemukan nash di dalam al-Quran terkait dengan saksi dalam akad nikah. Akan tetapi, ditemukan dua nash ayat al-Quran yang mengindikasikan terkait dengan saksi dalam pernikahan:

a) Akad-akad yang berhubungan dengan harta yang bersifat umum, sebagaimana firman Allah Swt:

متعيابت اذإ اودهشأف .

Artinya: “Maka saksikanlah kalian tatkala kalian saling melakukan jual -beli”.9

b) Dalam dua keadaan yaitu thalaq dan rujuk, sebagaimana firman Allah Swt: .ه ةداهش ا اوميقأو مكنم لدع يوذ اودهشأو

Artinya: “Saksikanlan bagi orang yang memiliki keadilan diantara kalian, serta tegakkanlah bukti bagi kalian karena Allah Swt.10

Pernyataan disini tidak bermaksud untuk memperdebatkan perkara yang datang dari dua ayat tersebut. Apakah hukum tersebut merupakan perkara yang wajib atau perkara yang sunnah? Akan tetapi maksud pernyataan saksi disini sebagai berikut: peraturan dalam ayat al-Quran yang pertama tadi dijelaskan bahwa syariat itu termasuk dalam konteks saksi dalam hukum jual-beli yang bertujuan untuk menjaga hak-hak, dan menjaga dari kerusakan ataupun kehilangan harta. Dari situlah berawal disyariatkannya saksi dalam akad nikah –yaitu akad atas barang-barang bukan pada harta- dari penjelasan bab pertama.

2) Menurut Hadis

Sabda Nabi Muhammad Saw:11

وه ؟ءادهش ا رخ مكرخأ اأ :لاق ملسو هيلع ها ص ينا نأ هنع ها ير يهجا اخ نبا ديز نع ملس هاور .اهأسي نأ لبق ةداهش اب يأي ي ا

9Surah al-Baqarah: 282 10Surah al-Thalaq: 3

11Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press,

(4)

Artinya: “Dari Zaid bin Khalid al-Juhani r.a. bahwasanya Nabi Saw., bersabda: apakah tidak ku kabarkan kepada kamu tentang sebaik-baiknya saksi? Ialah orang yang memberikan kesaksiannya sebelum ia diminta untuk mengemukakannya.”

امهنع ها ير سابع نبا نعو ى :لاق ،معن لاق ؟سمش ا ىرت :لجر لاق ملسو هيلع ها ص ينا نأ

)مكاحاو يهيبا هاور( .عدوأ دهشاف اهلثم

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Nabi Saw., bersabda kepada orang laki-laki (yang bertanya): engkau lihatlah Matahari? Orang itu menjawab; Ya. Nabi berkata, seperti itulah, maka jadilah engkau saksi atau tinggalkan (sama sekali)”.

c. Syarat-syarat saksi

Menurut Sayyid Sabiq di dalam kitabnya fiqh al-sunnah bahwa yang disyaratkan dalam kesaksian itu adalah sebagai berikut: berakal, baligh, mendengar ucapan kedua belah pihak yang melaksanakan akad sekaligus memahami maksud dalam akad nikah.12

Untuk diterima kesaksian menjadi saksi, seorang saksi harus memenuhi beberapa syarat. Dibawah ini akan dikemukakan syarat-syarat saksi:13

1) Islam

Islam adalah syarat untuk dapat diterima kesaksian saksi. Dalam hal ini, imam Taqiyuddin mengutarakan: “maka saksi tidak dapat diterima dan orang kafir zalim atau kafir harbi, baik kesaksiannya terhadap muslim maupun terhadap kafir.14 Di samping itu ada sebuah riwayat:

ا .مهرغ ىو مهسفنأ ى لودع مهنإف نوملسما اإ مهلهأ نيد رغ ى نيد لهأ ةداهش لبقت Artinya: “tidak dapat diterima kesaksian pemeluk suatu agama terhadap mereka yang bukan pemeluk agama mereka, kecuali orang-orang islam karena mereka itu adalah orang-orang yang adil baik terhadap dirinya ataupun orang lain.

2) Baligh

Baligh merupakan syarat untuk diterimanya saksi. Sebagaiman firman Allah Swt.

مكلاجر نم نيديهش اودهشتساو Artinya: “dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang lelaki di antaramu.”15

12Sayyid Sabiq (1420 H), Fiqh al-Sunnah, (t.c.: t.t., t.t), vol. II, h. 58

13Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press,

2004), cet. IV, h. 111

(5)

3) Berakal

Menurut Syeikh Wahbab al-Zuhaily dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu bahwa tidak sah kesaksian orang gila terhadap pernikahan. Alasannya adalah tidak terealisasikannya tujuan dari pada kesaksian itu sendiri. Pada dasarnya tujuan dari kesaksian itu sendiri ada mengumumkan, memantapkan pernikahan untuk kehidupan masa yang akan datang tatkala terjadi perselisihan dan pengingkaran.16

Orang gila tidak dapat dijadikan saksi sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:

Artinya: “Dari Aisyah, Ali, dan selain dari keduanya semoga Allah meridhoi mereka. Rasulullah Saw bersabda: diangkatnya pena (bebas dari hukuman) itu ada tiga perkara, yaitu: orang yang tidur sampai ia sadar, orang yang diuji sampai dibebaskan, dan anak kecil sampai ia dewasa. 17

4) Adil

Adil menurut imam Imam Syafi’i adalah orang yang shaleh orang yang tidak fasiq. Prof. Mahmud Yunus mengutip pendapat Ibnu Sam’ani bahwa adil itu harus mencakupi empat syarat: a. Memelihara perbuatan taat (amal shaleh) dan menjauhi perbuatan maksiat (dosa), b. Tidak mengerjakan dosa kecil yang sangat keji, c. Tidak mengerjakan yang halal yang dapat merusakkan muru’ah (kesopanan), tidak meng’itikadkan sesuatu yang ditolak mentah-mentah oleh dasar-dasar syara’.18

Dalam umumnya pernikahan, Allah menekankan pentingnya keadilan dalam pengertian al-adl. Sebagaimana firman Allah Swt :

نإو .ةدحاوف او دعت اأ متفخ

Artinya: “jikalau kalian takut berlaku adil, maka nikahilah seorang saja.”19

Pengunaan kata ta- diluu yang berakar kata al-adl berarti makna adil dalam pernikahan itu bukan dimaknakan sekadar keadilan distribusi, penggiliran isteri saja. Namun lebih menunjukkan bahwa pernikahan merupakan penyatuan

komitmen kedua mempelai. Yaitu , komitmen untuk menolak

penindasan/eskploitasi dimanapun ia berada. Karena itu sekali lagi, pernikahan bukan sekadar hubungan antar kedua mempelai. Sebab, komitmen itu bersifat

16Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Syiria: Dar al-Fikr, t.t.), vol. IX, h. 6562 17Al-Mubarakfuri (1353 H), Tuhfatu al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ al-Tirmidzi, (Madinah

al-Munawwaroh: al-Maktabah al-Salafiyah, 1963), cet. II, vol. III, h. 298

(6)

umum dan berujung pada penagakkan keadilan di kalangan masyarakat secara luas.20

5) Dapat berbicara

Dalam hal ini, sudah barang tentu seorang saksi harus dapat berbicara. Kesaksian orang yang tidak bisa berbicara jelaslah yang demikian ini akan dapat menimbulkan keraguan. Oleh karenanya, apabila tidak bisa berbicara, maka kesaksiannya tidak dapat diterima, sekalipun ia dapat menggunakan dengan isyarat dan isyaratnya itu dapat dipahami, kecuali bila ia menuliskan kesaksiannya itu.21

6) Ingatannya Baik

Kesaksian orang yang kemampuan daya ingatnya sudah tidak normal, pelupa, dan sering tersalah, jelaslah tidak dapat diterima kesaksiannya. Kesaksian orang yang demikian ini diragukan kebenarannya, sebab akan banyak sekali yang ini yang mempengaruhi ketelitiannya, baik dalam mengingat maupun dalam menggunakan kesaksiannya. Oleh karena itu, kesaksiannya tidak dapat diterima.22

7) Bersih dari Tuduhan

Bila terjadi suatu kecurigaan atau tuduhan yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungan sekitarnya, bahkan bisa jadi dari aparat keamanan yang ditujukan kepada sepasang suami isteri yang sah (tuduhan semacam kumpul kebo) maka keberadaan dua orang saksi sangat menetukan untuk menjelaskan bahwa meraka memang benar-benar sudah melangsungkan akad nikah.23

Di samping itu ada syarat-syarat saksi menurut beberapa imam madzhab:24

Imam Hanafi mengemukakan bahwa syarat-syarat yang harus ada pada seorang saksi adalah:

a. Berakal, orang gila tidak sah menjadi saksi b. Baligh, tidak sah saksi anak-anak

c. Merdeka, bukan hamba sahaya atau budak d. Islam

e. Keduanya mendengar ucapan ijab dan kabul dari kedua belah pihak

Imam Hanbali mengutarakan akan syarat-syarat saksi sebagai berikut:

a. Dua orang laki-laki yang baligh, berakal, dan adil

20Ashad Kusuma Djaya, Rekayasa Sosial Lewat Malam Pertama, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2001), cet.

II, h. 53-54

21Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press,

2004), cet. IV, h. 113-114

22Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap. . . cet. IV, h. 113-114 23Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Penerbit Darussalam,

2004), cet.I, h.58

(7)

b. Keduanya beragama isla, dapat berbicara dan mendengar c. Keduanya bukan berasal dari satu keturunan kedua mempelai

Imam al-Syafi’i menegaskan akan syarat-syarat saksi sebagai berikut ini:

a. Dua orang saksi b. Berakal

c. Baligh d. Islam e. Mendengar f. Adil

Abu Hanifah, Syafii dan Malik telah sepakat bahwa saksi merupakan syarat nikah. Dan mereka berbeda dalam hal apakah saksi dalam pernikahan itu termasuk syarat sempurna yang diperintahkan ketika memasuki pernikahan atau sebagai syarat sah yang diperintahkan ketika akad? Dan mereka bersepakat bahwa saksi tidak diperbolehkan dalam nikah sir (secara diam-diam). Mereka berbeda pendapat tatkala dua saksi itu telah bersaksi dan berwasiat dengan cara menyimpan rahasia, ketika itu terjadi maka problematikanya adalah apakah persaksiannya itu dikategorikan sebagai rahasia (secara diam-diam) atau tidak?Imam Malik berargumen, sasksi tersebut itu rahasia dan merusak. Akan tetapi Abu Hanifah dan al-Syafii mengatakan itu bukan rahasia.25

Sebab berbedanya mereka adalah apakah saksi itu merupakan bagian dari hukum syariat atau hanya sebagai tujuan untuk menutupi perantara (saddu al-Dzariah) perbedaan atau pengingkaran? Adapun orang yang beranggapan bahwa saksi merupakan hukum syariat maka konsekuensinya adalah saksi merupakan bagian dari syarat sah pernikahan. Kemudian jikalau ada orang yang yakin terhadap hukum syariat maka konsekuensinya pula adalah saksi merupakan bagian dari syarat sempurna.

Adapun dasar dalam konteks ini adalah hadis yang diriwayatkan dari Ibn Abbas yang berbunyi:

.دشر يوو لدع يدهاشب اإ حاكن ا :سابع نبا نع ىور

Artinya: “Nikah itu dianggap sah ataupun sempurna sebab adanya dua saksi yang adil dan wali yang baik.”26

Tidak ada perselisihan hadis tersebut dikalangan sahabat. Kebanyakan manusia berpandangan bahwa kasus ini masuk dalam bab Ijma’ (kesepakatan) padahal pandangan tersebut lemah. Hadis ini telah diriwayatkan secara marfu’ menurut al-Daruquthni. Telah disebutkan pula menurut al-Daruquthni bahwa sanadnya ada perawi yang tidak diketahui (majahil), Abu Hanifah mengokohkan pernikahan dengan dua saksi yang fasiq, karena ia berargumentasi bahwa yang dimaksud dengan saksi (syahadah) itu dengan pengumuman

25Ibn Rusyd al-Qurthuby, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid, (Mesir; Maktabah al-Bab al-Halby,

1950 M), cet. II, h. 17

(8)

(i’lan) saja. Al-Syafii berpandangan bahwa saksi mengandung dua definisi; yaitu pengumuman (I’lan) dan penerimaan (qobul). Untuk itu adil harus ada di dalam i’lan dan qobul. Imam Malik tidak memasukkan pengumuman (i’lan) bagi saksi tatkala dua saksi berwasiat untuk menyimpan rahasia (kitman).

Adapun sebab-sebab perbedaan para ulama apakah status hukum saksi itu terjadi tatkala nama itu disembunyikan atau tidak?adapun dasar dalam syarat mengumumkan itu sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah, al-Tirmizi, al-Baihaqi dalam sunannya yang berbunyi:

َقملا ِنَع ىِرا َصمنأا منوُمميَم ُنمب ََيِع اَنَ َرمخَ َأ َنوُراَه ُنمب ُديِزَي اَنَثدَح معيِنَم ُنمب ُدَ مَْأ اَنَثدَح َة َشِش َا منَع مدمَ ُُ ِنمب ِمِسا

َق م َلا

ِها ُلوُسَر َلاَق

-ملسو هيلع ها ص -

« ِفوُف اِب ِهميَلَع اوُبِ مْاَو ِدِجاَسَمما ِِ ُهوُلَعمجاَو َحََِنا اَذَه اوُنِلمعَأ .»

Artinya: “telah diceritakan kepada kami dari Ahmad bin Mani’, dari Yazid bin Burhan, dari Isa bin Maimun al-Anshari, dari Qosim bin Muhammad, dari Aisyah ra berkata; Rasulullah Saw bersabda: “umumkanlah oleh kalian nikah ini, jadikanlah nikah tersebut dalam masjid, serta ramaikanlah pernikahan tersebut dengan gendang.” (HR. Al-Tirmizi, Ibn Majah, dan Al-Baihaqi).27

Di samping itu ada alasan lain sebagaimana Al-Syafii beralasan untuk mensyaratkan laki-laki dalam kesaksian pernikahan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw: يوباإ حاكنا

لدع يدهاشو. Menurut ia, lafadz syahidain itu terjadi bagi laki-laki. Adapun al-Hanafi menjawab

tentang hal ini bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan bagi saksi dalam pernikahan. Menurut al-Hanafi lafadz syahidain itu mengindikasikan kemutlakan saksi (general term), sekaligus memutuskan pandangan tentang menyifati laki-laki ataupun perempuan. Perlu diketahui bahwa kesaksian merupakan bagian karomah, dan orang fasik itu merupakan bagian dari kehinaan. Menurut pengarang kitab tuhfah al-Ahwadzi bahwa yang jelas itu ungkapan al-Syafii.28

Berbeda dengan halnya saksi bagi orang yang tidak bisa melihat (buta), diperbolehkan saksi orang yang buta menurut al-Qosim bin Muhammad, al-hasan, Ibn Sirin, Zuhri, dan Atho’. Menurut al-Sya’bi bahwa persaksian orang buta itu diperbolehkan dengan syarat orang tersebut harus berakal.29

Kemudian adalah bagaimana pemahaman terkait dengan saksi dalam konteks yang berbeda. Apakah terlaksana kesaksian pekerja barang-barang yang memiliki aib seperti tukang bekam, penjagal, tukang sapu, dan selainnya dalam pernikahan?ada dua jawaban terkait

27Al-Tirmidzi,Sunan al-Tirmidzi, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Araby, t.t.),vol. IV, h. 373, lihat pula

al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi, (Mekkah al-Mukarramah: Maktabah Dar al-Baz, 1994), vol. XXXVII, h. 156, Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), vol. VI, h. 90

28Abu al-‘ala al-Mubarakfuri, Tuhfatul al-Ahwadzi Syarh Jami’ al-Tirmidzi, (al-Madinah al-Munawwaroh:

al-Maktabah al-Salafiyah, 1963), vol.VII, h. 237

(9)

dengan hal tersebut. Kemudian apakah boleh diterima kesaksian mereka dalam semua hak? Kedua penjelasan ini akan diuraikan menurut bidangnya masing-masing.

Jikalau terlaksana akad nikah melalui kesaksian kedua anak salah satu pasangan kedua mempelai, atau kesaksian seorang anaknya saja, atau kesaksian musuh salah satu pasangan pengantin maka sah nikahnya. Alasannya adalah karena tetap atau stabilnya pernikahan melalui kesaksian keduanya, yaitu tatkala anak-anak bersaksi terhadap kedua orang tuanya, “orang yang tidak baik (kezaliman)” bersaksi terhadap kedua musuhnya. Sesungguhnya akad nikah melalui kesaksian kedua anak suami istri, atau satu anak laki-laki dari pria ataupun perempuan, atau kakek dari pihak laki-laki atau perempuan, atau musuh bagi kedua pasangan tersebut maka dalam kaitan ini ada dua pandangan terkait problem tersebut; pertama, tetap terlaksana karena keduanya merupakan penghuni saksi dalam pernikahan secara garis besar. Kedua, tidak terlaksana dengan alasan tidak tetap kesaksian keduanya sebab satu keadaaan dari beberapa keadaan, menurut kelompok orang-orang Khurasan.30

d. Fungsi saksi

Ada beberapa fungsi saksi menurut Tihami dan Sohari Sahrani sebagai berikut:31

1) Membantu hakim dalam menundukkan dan memutuskan perkara 2) Mendorong terwujudnya sifat jujur

3) Untuk menegakkan keadilan 4) Saksi sebagai salah satu alat bukti.

e. Hikmah saksi

Hikmah disyaratkannya saksi dalam pernikahan itu untuk menjelaskan penting dan urgennya saksi dalam pernikahan, jelasnya keberadaan saksi diantara manusia untuk menolak keraguan dan tuduhan dari pernikahan itu sendiri. Di samping kesaksian dalam perkawinan itu untuk membedakan antara yang halal dan haram, keadaan halal itu jelas, dan keadaan haram itu tertutup biasanya. Melalui kesaksian, akan menjadi nyata kepercaan terhadap urusan perkawinan dan kehati-hatian dalam menetapkan perkawinan tatkala dibutuhkan.32

3. Penutup

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dijelaskan bahwa saksi merupakan unsur yang sangat penting dalam acara yang sangat sakral yaitu pernikahan. Meskipun terdapat perbedaan dikalangan ulama terhadap status saksi. Ada beberapa alasan yang harus dipenuhi dan diselesaikan baik secara internal saksi tersebut (bersifat fisik dan non fisik), eksternal (lingkungan, dan lain-lain).

30al-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), vol. 16, h. 201

31Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press,

2004), cet.IV, h. 115-121

(10)

Menurut Sayyid Sabiq di dalam kitabnya fiqh al-sunnah bahwa syarat saksi sebagai berikut: berakal, baligh, mendengar ucapan kedua belah pihak yang melaksanakan akad sekaligus memahami maksud dalam akad nikah.

Untuk diterima kesaksian menjadi saksi, seorang saksi harus memenuhi beberapa syarat. Dibawah ini akan dikemukakan syarat-syarat saksi: islam, baligh, berakal, adil, dapat berbicara, ingatannya baik, dan bersih dari tuduhan.

Imam Hanafi mengemukakan bahwa syarat-syarat yang harus ada pada seorang saksi adalah berakal yaitu orang gila tidak sah menjadi saksi, baligh atau tidak sah saksi anak-anak, merdeka yaitu bukan hamba sahaya atau budak, islam, keduanya mendengar ucapan ijab dan kabul dari kedua belah pihak.

Imam Hanbali mengutarakan syarat saksi sebagai berikut; Pertama, dua orang laki-laki yang baligh, berakal, dan adil. Kedua, dua orang tersebut beragama islam, dapat berbicara dan mendengar. Ketiga, kedua orang saksi bukan berasal dari satu keturunan kedua mempelai.

Imam al-Syafi’i menegaskan akan syarat saksi yaitu dua orang saksi, berakal, baligh, islam, mendengar, adil.

Ada beberapa fungsi saksi menurut Tihami dan Sohari Sahrani sebagai berikut membantu hakim dalam menundukkan dan memutuskan perkara, mendorong terwujudnya sifat jujur, untuk menegakkan keadilan, dan saksi sebagai salah satu alat bukti.

Demikianlah makalah ini telah kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca semua. Masukan dan kritik yang membangun sangat disarankan sekali agar dapat menambah ilmu, wawasan dan khazanah kita semua. Amin,,

DAFTAR PUSTAKA

al-Quran al-Karim

al-Asqallani, Ibn Hajar, Fath al-Baari Syarh Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, vol. 89, t.t.

al-Azdy, Ali bin Hasan al-Hinai, Mu’jam Al-Munjid fi al-Lughah, t.t.: t.c., t.t.

al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi, Mekkah al-Mukarramah: Maktabah Dar al-Baz, vol. XXXVII, 1994

al-Jauhari, Ismail bin hammad, Mu’jam al-Shihhah Qamus ‘Araby ‘Araby, Beirut: Dar al-Ma’rifah, cet.I, 2005

al-Mawardi, Al-Hawi fi Fiqh al-Syafii, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet. I, vol. IX, 1994

(11)

al-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, Beirut: Dar al-Fikr, vol. 16, t.t.

al-Qurtubi, Ibn Baththal Syarh Ibn Baththal, Saudi: Maktabh al-Rusyd, vol. 15, 2003 al-Rafi’i, Abdul Karim, Fath al-Aziz fi Syarh al-Wajiz, Beirut: Dar al-Fikr, vol. XXVI, t.t.

al-Syaukani, Muhammad Ali, Nailu al-Author Syarh Muntaqo al-Akhbar, Mesir: Maktabah al-Islamiyah, vol. X, t.t.

al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Araby, vol. IV, t.t.

al-Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Syiria: Dar al-Fikr, cet. XII, vol. IX, t t.

Asmawi, Mohammad Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, Yogyakarta: Penerbit Darussalam, cet.I, 2004

Bakry, Sidi Nazar, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga Yang Sakinah), Jakarta: Penerbit Pedoman Ilmu jaya, cet. I, 1993

Djaya, Ashad Kusuma, Rekayasa Sosial Lewat Malam Pertama, Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet. II, 2001

Faris, Ibn, Mu’jam Maqoyis al-Lughah, Beirut: Dar al-Fikr, vol. 3, 1979

Haikal, Abdu at-Tawwab, Rahasia Perkawinan Rasulullah Saw, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet. I, 1993

Kuzari, Ahmad, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. I, 1995

Majah, Ibn Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar al-Fikr, vol. VI, t.t.

Rusyd, Ibn, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid, Mesir; Maktabah Bab al-Halby, cet. II, 1950

Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, t.c.: t.t., vol. II, t.t.

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kinerja

169 S1AW16L0 SKG GD ENERGYSENGKANG 01 170 / PARE-PARE WILAYAH X / MAKASSAR KAWASAN SINAR ENERGY Patila Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan 170 S1AW1740 BAN CB BANTAENG 01 174 /

Berdasarkan kesempatan tatap muka yang diberikan kepada mahasiswa, praktekan berusaha melaksanakan tugas yang ada dengan sebaik-baiknya. Kegiatan PPL difokuskan pada kemampuan

Digunakan untuk mencatat Penerimaan Pemindahbukuan dalam Rangka Penempatan dari RKUN dan Rekening SAL 814511 Penerimaan Pemindahbukuan dari Rekening KUN Rupiah ke Rekening Pemerintah

oleh lembaga keuangan dimana dana yang disalurkan biasa dioptimalkan secara maksimal kepada badan/lembaga yang diberikandana. Indikator efektivitas pembiayaan adalah:

membcli barang le^ebul, biaya riil bank hns dibxyd dari uang nuta tcBebur. Jira uang muka iuraDg dei {etugjaD yang hanrs drtanggLng oleh

Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi trend CPUE dan kapasitas penangkapan ikan pelagis kecil menggunakan metode Peak to Peak Analysis di tiga zona

Dengan tingkat rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 0,47% diproyeksikan pada tahun 2019 jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Utara mencapai 614.977 jiwa