• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pentingnya Peran "Saksi" dalam Pernikahan : Suatu Tinjauan terhadap Pendampingan Saksi Nikah di Jemaat GMIT Efata Benlutu T1 712010026 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pentingnya Peran "Saksi" dalam Pernikahan : Suatu Tinjauan terhadap Pendampingan Saksi Nikah di Jemaat GMIT Efata Benlutu T1 712010026 BAB II"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

6

2. Teori

2.1 Pengertian Perkawinan

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan “ikatan lahir-batin” dimaksudkan bahwa perkawinan itu tidak hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau ikatan batin saja tetapi harus kedua-duanya. Suatu “ikatan lahir dan batin” adalah ikatan yang dapat dilihat. Pernikahan menunjukkan pada suatu hubungan hukum, antara seorang pria dan wanita untuk hidup bersama sebagai suami-isrti. Dengan kata lain perkawinan menunjuk pada “hubungan formil” antara dua orang dewasa yang berbeda jenis kelamin. Terjadinya ikatan lahir dan ikatan-batin, merupakan fondasi dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal. Perkawinan yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, dapat diartikan bahwa perkawinan itu harus berlangsung seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja.1

Perkawinan disahkan melalui “upacara” agama dan adat. Di dalam masyarakat seringkali kata “kawin” dibedakan dengan kata “nikah”. Bagi mereka pengertian kawin lebih ditafsirkan telah melakukan hubungan sexual, sedangkan pernikahan erat hubungan dengan melakukan upacara agama atau adat. Namun pernikahan itu sendiri memiliki kesamaan arti dengan perkawinan, yaitu sebuah perjanjian untuk hidup bersama yang didasari oleh hukum agama atau hukum Negara.2 Oleh karena itu nilai sebuah perkawinan secara utuh mulai diakui yaitu sejak disahkan secara hukum dan agama. Sehingga di dalam perjalanan perkawinan atau pernikahan hingga memperoleh keturunan, baik status pernikahan maupun status keturunannya adalah sah menurut hukum dan agama. Kajian hukum jelas telah dikawal undang-undang pernikahan yang disahkan oleh Negara Indonesia. Sedangkan kajian agama atau lebih tepat kajian secara teologis bertumpuh pada kajian-kajian Firman Allah yang jelas sejak pembentukan manusia pertama.

1 K. Wantjik Saleh S.H. Hukum perkawinan Indonesia. (Jakarta: Ghalia Indinesia, 1976),14-15 2 Luh Ketut Suryani & Cokorda Bagus Jaya Lesmana, kiat mengatasi badai kehidupan perkawinan.

(2)

7 2.2 Perkawinan Kristen

Pandangan agama Kristen mengenai perkawinan dimulai dengan melihat perkawinan sebagai suatu peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Dan memandang pernikahan sebagai tata-tertib suci yang ditetapkan oleh Tuhan. 3

Firman Tuhan “Tidak baik, kalau manusia itu hidup seorang diri saja. Aku akan jadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia”. (Kejadian 2:18).

“... dibangunya seorang perempuan, lalu dibawanya, lalu dibawaNya kepada manusai itu”, (Kejadian 2:23)

“Lalu berkatalah manusia itu: Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku...” (Kejadian 2:23).

“Sebab seorang itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu denga istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24).

“Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu, karena itu apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia”. (Markus 10:8-9)

Berpegang kepada Firman Tuhan tersebut, umat Kristus menafsirkan bahwa perkawinan antara seorang pria dan wanita sejak semula telah diciptakan Tuhan sesuai dengan kehendakNya. Agama Kristen tidak memandang pernikahan yang diteguhkan oleh gereja sebagai suatu sakramen. Nikah termasuk alam kehidupan yang diciptakan. Kemuliaan Injil bagi pernikahan itu bukanlah pengangkatan pernikahan itu ke alam atas (sakramen), tetapi pada kasih Kristus yang menguduskan kehidupan kelamin dan pergaulan hidup perkawinan itu.4

Perkawinan Kristen merupakan suatu persekutuan percaya. Persekutuan percaya yang dimaksudkan ialah, bahwa suami dan istri dalam hidup mereka harus mempunyai persesuaian paham tentang soal-soal prinsipil, seperti makna hidup, maksud dan tujuan perkawinan, tugas suami dan istri, tanggung jawab orang tua, pendidikan anak-anak dan lainya. Perkawinan merupakan suatu persekutuan hidup antara suami dan istri. Artinya antara dua orang yang pada satu pihak berbeda (sebagi pria dan wanita), tetapi yang pada pihak lain sama (sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar Allah). Keduanya merupakan suatu dwituggal yang hidup bersama dan yang bekerja sama. Perbedaan mereka sebagai pria dan wanita dikehendaki oleh Allah. Maksud dari perbedaan itu ialah, supaya mereka saling membantu dan saling melengkapi.

(3)

8

Dalam masyarakat perkawina bukan saja dianggap sebagai soal suami dan istri, tetapi juga juga sebagai soal orangtua dan keluarga. 5

Suami dan istri yang kawin langsung atau tidak langsung berhubungan dengan orang tua dan keluarga mereka. Karena itu mereka harus memperhatikan sikap mereka terhadap orang tua dan keluarga mereka. Satu hal penting lain yang harus suami dan istri perhatikan ialah bagaimana mereka membina rumah tangga mereka dikemudian hari.6

Perkawinan adalah suatu organisme, di mana suami dan istri saling membagi dalam kebutuhan dan karunia, suka dan duka mereka. Perkawinan ialah keinginan bersama, dalam beban hidupnya yang ringan atau yang berat, dan pada pihak lain untuk ditolong sendiri oleh karunia yang kecil atau yang besar dari partnernya itu. Kasih merambak ke kedua pihak, dan karena itu harus secara psikologis dilukiskan sebagai momentum dialektis, terletak diantara rasa kasihan dan rasa hormat atau dengan kata yang lebih biasa: dalam perkawinan suami dan istri saling mengasihi.7

2.3 Saksi

Saksi merupakan orang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejadian dramatis melalui indra mereka (penglihatan, pandangan, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejadian. Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga sebagai saksi mata. Saksi sering dipanggil kepengadilan untuk memberikan kesaksiannya dalam suatu proses peradilan.8

Secara umum definisi saksi telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang No 8 Tahun 1981 dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP yang menyatakan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyilidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Ketentuan tersebut secara spesifik kembali diatur dalam RUU perlindungan saksi dalam Pasal 1 angka 1, Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang dapat memberikan keterangan

5 J. Verkuyl, 58.

6 Abineno. J.L. Ch, Perkawinan, (Jakarta Pusat: Bpk Gumung Mulia, 1983), 16-18 7

Abineno J.L. Ch, Pemberitaan firman pada hari-hari khusus (Jakarta Pusat: Bpk Gumung Mulia, 1981), 238

8 Depertemen Pendidikan Nasional, pusat bahasa (Indonesia),kamus besar bahasa Indonesia pusat bahasa

(4)

9

dalam proses penyelesaian tindak pidana berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian tindak pidana.9

Dalam Alkitab, pada suatu pengadilan diperlukan dua atau tiga saksi untuk menguatkan bukti (Mat. 26:60; Ibr.10:28). Mereka dapat memprakarsai hukum. Saksi dusta dihukum berat (Ul.19:16-21). Dalam Perjanjian Baru seorang saksi adalah seorang yang dapat bersaksi tentang perbuatan Yesus dalam pelayanan-Nya, tentang kematian dan kebangkitan-Nya (Kis. 1:22). Kata saksi itu kemudian mendapat arti khusus jika dikenakan kepada orang yang bersaksi tentang Yesus sampai harus mati untuk Dia, biasanya disebut martir (yang dibentuk dari kata Yunanin

martus = saksi).10 2.4 Saksi Pernikahan

Sejak abad keenam belas sampai pembaharuan oleh Konsili Trente, pemahaman mengenai perkawinan didominasi oleh kebiasaan dan praktek Gereja. Sejak itu ada peraturan bahwa untuk sahnya kontrak perkawinan diperlukan seorang saksi resmi gereja dalam diri seorang imam yang diberi kuasa oleh Gereja. Dalam konsili Trente juga mengesahkan bahwa pernikahan dituntut kehadiran seorang imam dengan wewenang khusus sebagai saksi, dan berkatnya sungguh hanya berarti berkat. Kedua orang itu sendirilah yang merupakan pelaksana efektif dari ikatan pernikahan. Perkawinan yang sah dituntut hadirnya seorang pelayan tertabis, yang mempunyai wewenang sah sebagai saksi di samping dua orang saksi formal untuk perjanjian perkawinan itu. Perkawinan dipahami sebagai suatu kontrak, diantara kedua mempelai sebagai pihak yang mengadakan kontrak.11

Perkawinan atau lebih tepat pelangsungan perkawinan adalah urusan orang tua (family), pemerintah dan gereja. Menurut kesaksian Kitab Suci, bukan saja terpanggil untuk mengawinkan orang, melainkan juga terpanggil untuk mengulangi secara “rohani” atau gerejani apa yang telah terjadi di muka orang tua, keluarga, seorang imam tertabis, pemerintah. Perkawinan yang berlangsung di sana, diterima sebagai perkawinan yang sah. Orang tua, keluarga dan pemerintah. Tugasnya ialah memberitakan firman Allah kepada kedua pengantin dan memohonkan

9

Bambang Wahluyo, S.H., M.H. Bambang Wahluyo, S.H., M.H. viktimologi perlindungan korban dan &saksi (Jakarta: Sinar Grafika,2011), 97

(5)

10

berkatNya bagi mereka pada permulaan hidup mereka sebagai suami-istri. Hal ini penting, sebab mereka berdua bukan saja anggota masyarakat (Keluarga, Negara), tetapi terutama anggota Gereja.12

Sebagai anggota gereja mereka pada permulaan jalan mereka sebagai suami-istri, harus mendengar apa maksud dan kehendak Tuhan dengan perkawinan mereka. Apa hukum-hukum dan janji-janjiNya yang harus mereka taati dan pegang dalam hidup mereka.13 Bila seseorang menikah, ia berelasi bukan hanya dengan seseorang individu tetapi juga dengan keluarga pasangannya, baik dalam arti bahwa keluarga memberikan pengaruh pada individu yang bersangkutan, maupun bahwa ia akan tetap bergaul dengan mereka selama mereka hidup karena perkawinan juga merupakan soal keluarga atau family. Di samping keterlibatan keluarga, bahkan dalam beberapa kasus sebagai ganti keluarga tersebut, kawan-kawan yang akrab, karena pengaruh dan pergaulan mereka yang terus-menerus dengan pasangan suami-istri yang baru itu, dapat merupakan bagian dari kerabat dan pendukung di dalam perayaan. Dengan demikian perayaan ini akan membuat jelas bahwa jemaat juga turut mendukung perkawinan tersebut, meskipun yang pokok adalah suami dan istri. Studi-studi sosial telah menunjukan dengan sangat jelas bahwa pasangan suami istri memerlukan dukungan semacam ini. Inilah kesempatan bagi imam yang bertindak sebagai “saksi” untuk menyatakan jaminan bahwa seluruh gereja mendukung mereka berdua. 14

Seiring dengan perkembangan sejarah perkawinan, dari awalnya perkawinan merupakan soal keluarga, yang berdasarkan pada kitab suci. Dalam Kej 24:60, disebutkan bahwa Ribka diberkati oleh keluarganya, ketika ia meninggalkan rumah orang tuanya. Sejarah pernikahan terus berkembang dan dipegang oleh gereja dan juga negara, sehingga pada awalnya saksi nikah adalah seorang imam tertabis utusan dari gereja, mulai berkembang dan diperbaharui sehingga saksi dipilih sendiri oleh keluarga dan calon suami-istri yang akan menikah. Sampai saat ini di gereja GMIT, saksi nikah ditentukan oleh keluarga dan pasangan suami istri yang akan menikah.

12

Bernard cooke. 1991, 52

13 Abineno J.L. Ch, Pemberitaan firman pada hari-hari khusus ((Jakarta Pusat: Bpk Gumung Mulia, 1981),

227- 228

(6)

11 2.5 Peraturan Pernikahan GMIT

Ketetapan sinode XXXI Gereja Masehi Injili di Timor tentang pernikahan gereja masehi injili di Timor adalah sebagai berikut:

2.5.1 Syarat-Syarat Pernikahan yang Ditetapkan GMIT

Peneguhan dan pemberkatan nikah dapat dilayani hanya bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh gereja dan pemerintah. Syarat-syarat yang dimaksud sebagai berikut :

1. Calon mempelai sudah menjadi anggota sidi.

2. Calon mempelai sedang tidak dikenakan disiplin gereja.

3. Calon mempelai sudah memenuhi syarat umur sesuai dengan undang-undang pernikahan.

4. Calon mempelai mengikuti katekasasi/percakapan penggembalaan pra nikah.

5. Calon mempelai telah mencatatkan namanya pada pegawai pencatatan sipil setempat sesuai undang-undang perkawinan yang berlaku dan ketentuan bahwa sebelum pencatatan mereka sudah dapat persetujuan majelis jemaat setempat. 2.5.2 Syarat-syarat Menjadi Saksi Pernikahan GMIT

1. yang menjadi saksi utama dalam pernikahan Kristen adalah Jemaat.

2. Saksi pernikahan sesuai peraturan perkawinan bagi satu pasangan nikah Kristen hendaknya dipilih dari anggota GMIT dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh GMIT sebagai berikut:

- Sudah menikah

- Tidak berada di bawah tindak disiplin gereja. - Umur minimal 30 tahun.

- Dapat menjadi panutan/contoh dalam kehidupan berkeluarga dan berjemaat. 15

15 Majelis sinode GMIT, Hasil sidang sinode GMIT XXXX (Indonesia: Gereja Pola Tribuana

(7)

12 2.5.3 Tugas Dari Saksi Pernikahan

Tugas-tugas dari saksi pernikahan dalam GMIT tidak dicantumkan secarah terperinci tetapi sudah sangat jelas disampaikan pada saat pengembalaan. Dalam pengembalaan, pendeta menjelaskan tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh saksi nikah yakni: tugas saksi tidak terbatas pada saat pernikahan saja tetapi tugas saksi adalah mendampingi pasangan nikah dalam rumah tangga, jika ada masalah maka tugas saksi adalah memberikan jalan keluar, nasehat-nasehat. Selain itu, tugas saksi nikah juga nampak pada formulir-formolir resmi yang dipakai pada saat pernikahan berlangsung, seperti pada saat pendeta menyampaikan janji-janji nikah yang tertera dalam liturgi peneguhan pernikahan.16

Ketika pendeta memberikan pertanyaan kepada kedua mempelai (calon pasangan nikah) berkaitan dengan janji untuk tidak meninggalkan satu dengan yang lain, mengasihi, melayani dengan setia dalam segala situasi, setia memelihara sebagai suami dan istri yang bertanggung jawab serta berjanji untuk hidup suci dalam segala hal dengan menunjukkan kesetiaan kepada pasangan. Dan ketika kedua mempelai memberikan jawaban kesanggupan mereka, maka pada saat itu saksi nikah secara langsung menyaksikan pernyataan mereka sehingga secara tidak langsung ia (saksi nikah) telah memegang tanggung jawab untuk membimbing, mendampingi, menuntun dan mengarahkan kedua mempelai agar apa yang telah mereka nyatakan (jawaban) dilakukan sesuai dengan nilai-nilai kekristenan.

Dari pernyataan tersebut maka tugas dari saksi nikah yang mendampingi kedua mempelai ialah sebagi orang yang turut ambil bagian secara langsung dalam pernikahan, sehingga mereka mempunyai tugas untuk terus mendampingi dan mengarahkan serta mengawasi kedua mempelai yang telah menikah untuk selalu berkomitmen dengan apa yang telah mereka ikrarkan di hadapan Tuhan dan juga jemaat. Pendampingan dan pengarahan itu bertujuan untuk menjaga agar kedua mempelai menjalani dan membangun rumah tangga mereka sesuai dengan nilai-nilai yang di ajarkan oleh agama tapi juga yang di tuntut masyarakat budaya.

16 Tim Bidang Liturgi dan komisi Litbangre, Himpunan Liturgi , (Kupang: cv Karya Gunung

(8)

13 2.6 Peran Orang Tua Saksi

Peranan orang tua sangat penting dalam kehidupan rumah tangga, maju mundurnya keluarga terletak pada orangtua dalam hal ini yang kita sebut ayah dan ibu. Anak-anak dipandang sebagai anugerah Tuhan yang dipercayakan pada orang tua. Pemberian kasih, disiplin dan latihan diwujudkan dengan peranan orang tua, orang tua sebagai pelatih, penasehat dan sebagai pendamping anak setiap hari, membri petunjuk, anjuran dan menegur. Sehingga anak-anaknya mampu bertumbuh dewasa. Kemajuan anak-anak terletak pada peran orang tua.

J Verkuil dalam bukunya Etika Kristen mengatakan bahwa: Pekerjaan Allah adalah sumber pekerjaan manusia, artinya Allah sebagai sumber dan pemula kerja, kemudian diteruskan kepada manusia sebagai ciptaanNya. Setelah manusia diciptakan oleh Allah, Ia memberikan mandat kepada manusia untuk menguasai dan menaklukan bumi. Manusia dalam hal ini adalah laki-laki dan perempuan (orang tua), adalah mahluk pekerja secara khusus untuk anak-anak.17

Orang tua merupakan tokoh asal mula eksistensi manusia di dunia ini. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa orang tua adalah asal usul adanya kita sendiri. Gambaran tentang orang tua memainkan peran dalam terbentuknya gambaran seseorang mengenai Allah. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Peranan orang tua dalam membentuk kepribadian anak.

Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut oleh agama dan masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan oleh mereka.18 Begitu pula dengan peran dari orang tua saksi dalam perkawinan Kristen, yang mana orang tua saksi berperan untuk mendampingi, membimbing dan mengarahkan mereka dalam menjalani kehidupan rumah tangga mereka. Orang tua saksi mempunyai tanggunng jawab yang besar dalam mendampingi pasangan nikah yang mereka dampingi, agar terwujud keluarga yang harmonis yang sesuai dengan nilai agama dan dan nilai masyarakat. Disamping tugas dan tagungjawab orang tua saksi dalam mendampingi keluarga yang baru tersebut, pasangan nikah juga mempunyai harapan-harapan dari orang tua saksi untuk menjadi panutan dalam menjalankan rumah tangga mereka. Ini menunjukan hubungan timbal balik antara orang

17 J.Verkuyl “Etika Kristen Sosial-Ekonomi”, Jakarta BPK GM, 1982, 16

(9)

14

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus bagi gereja, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan agar gereja GMIT Ebenheazer-Lederabba Mesara dalam hal kontekstualisasi antara budaya dan

Sebuah bentuk kegiatan hole di jemaat GMIT Ebenheazer-Lederabba yang dilakukan jemaat hanyalah merupakan simbolisasi dari ritual budaya yang sesungguhnya tidak