BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Responden
Identitas responden sangat bermanfaat dalam suatu penelitian, guna untuk mengetahui latar belakang responden antara lain : mengetahui jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan pekerjaaan, untuk itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan identitas responden dilihat dari :
5.1.1 Jenis Kelamin
Untuk mengetahui identitas responden berdasarkan jenis kelamin maka dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.1 Jenis Kelamin Responden
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1. 2.
Laki-laki Perempuan
62 21
84,93 15,07
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin responden paling banyak adalah laki-laki yang berjumlah 62 orang sedangkan jenis kelamin perempuan
hanya berjumlah 21 orang.
5.1.2 Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu hal penting karena
ditempuh responden berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan dapat dilihat pada
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA/Sederajat berjumlah 48 orang
(57,83%). kemudian responden yang memiliki tingkat pendidikan D3 berjumlah 7 orang (8,43%), kemudian responden yang memiliki tingkat pendidikan S1 berjumlah
21 orang (25,3%), kemudian responden yang memiliki tingkat pendidikan S2 berjumlah 5 orang (6,02%), dan kemudian responden yang memiliki tingkat pendidikan S3 berjumlah 2 orang (2,41%).
5.1.3 Pekerjaan Responden
Adapun pekerjaan dari responden pada penelitian ini dapat di ketahui pada
Table 5.3 Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan
No. Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1. 2.
Pegawai Swasta
38 45
45,78 54,21
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pekerjaan yang mendominasi
responden adalah 38 orang (45,78%). Responden yang memiliki pekerjaan wiraswasta berjumlah 45 orang (54,21%).
5.2 Analisis Masalah Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Kecamatan Mandau yang ibukotanya Duri merupakan salah satu kecamatan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis yang berada di
Pulau Sumatera. Dengan jumlah penduduk 256.108 dan luas wilayah 937,47 KM2.
Industri memegang peranan penting dalam perekonomian kemasyarakatan di Kecamatan Mandau. Angka yang tercatat oleh dinas terkait menyebutkan, sebanyak
dua industri besar dan lima industri sedang beroperasi di wilayah Kecamatan Mandau. Sedangkan untuk industri kecil 96 unit dan industri mikro 233 unit, selama
kurun waktu tahun 2014.
Dengan sangat banyaknya jumlah penduduk, besarnya cakupan wilayah untuk sebuah kecamatan, dan merupakan daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia.
Republik Indonesia. Selain itu juga banyak tenaga kerja dan perusahaan yang berlokasi di Kecamatan Mandau.
Permasalahan outsourcing yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dapat di lihat dari masih seringnya aksi demonstrasi yang di lakukan oleh tenaga kerja outsourcing di kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bengkalis yang
berkantor di Kecamatan Mandau. Yang menjadi tuntutan massa aksi demonstrasi serikat pekerja di antaranya adalah menuntut pemerintah agar menghapus system
outsourcing, penyelesaian pembayaran upah buruh, upah lembur, pesangon dan
jamsostek yang belum di bayarkan, penyelesaian kasus Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan di kecamatan mandau.
Jumlah perusahaan kontraktor yang terdata di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau sebanyak 103 perusahaan
(Sumber: Data Perusahaan Kontraktor Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau Tahun 2014). Dengan banyaknya
jumlah perusahaan dan tenaga kerja tentunya terdapat hubungan industrial di antara
kedua belah pihak. Selama terdapatnya hubungan industrial antara perusahaan dan pekerja selama itulah permasalahan ketenagakerjaan dapat terjadi dan tidak dapat di
hindari.
Dalam hal ini Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis H.A.Ridwan Yazid, S.Sos juga menyampaikan setelah sosialisasi Peraturan
Guna PT. CPI bahwa Perusahaan jasa penunjang/sub-kontraktor di Kecamatan Mandau di perkirakan mencapai ratusan namun perusahaan tersebut tidak melaporkan
perusahaannya ke kantor Disnaker (Riau Pos, 21 November 2013).
Dengan tidak melapornya perusahaan jasa penunjang/sub-kontraktor ke disnakertrans merupakan sebuah sumber awal terjadinya masalah outsourcing yang
terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dan mengakibatkan terjadinya perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial yang terjadinya
diantaranya adalah
1. Perselisihan hak ; perselisihan yang timbul karena tidak di penuhi nya hak ,akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang – undangan ,perjanjian kerja ,peraturan perusahaan ,atau perjanjian kerja bersama.
2. Perselisihan kepentingan ; Adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan ,dan atau perubahan syarat – syarat kerja yang di tetapkan dalam perjanjian kerja ,atau
peraturan perusahaan ,atau perjanjian kerja bersama.
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja ; perselisihan yang timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang di lakukan oleh salah satu pihak
Independent Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2014 dapat di lihat 1. PT. Bosar Alongan Mamora 61 Pesangon Tidak Di Bayarkan
2. PT. Adiarta 39 Pesangon Tidak Di Bayarkan
3. PT. Nata Indonesia 47 Pesangon Tidak Di Bayarkan
4. PT. Mutiara Raaf 4 Pemutusan Hubungan Kerja
5. PT. Burirekatama 2 Pemutusan Hubungan Kerja
6. PT. Atvira 2 Pemutusan Hubungan Kerja
7. PT. Abitech 1 Pemutusan Hubungan Kerja
8. PT. Dayatama 4 Pemutusan Hubungan Kerja
9. PT. Adil Utama 27 Pemutusan Hubungan Kerja
10. PT. Patar Tekhindo Indonesia 51 Pesangon Tidak Di Bayarkan
11. CV. Cemara 1 Pemutusan Hubungan Kerja
12. CV. Sahabat 4 Pemutusan Hubungan Kerja
13. PT. Multi Structure 66 Pesangon Tidak Di Bayarkan 14. PT. Protect Asia Enginering 90 Pesangon Tidak Di Bayarkan
15. PT. Vadhana Int 1 Pemutusan Hubungan Kerja
16. PT. SBP 17 Pemutusan Hubungan Kerja
17. PT. BEW 48 Pesangon Tidak Di Bayarkan
Jumlah : 17 perusahaan Jumlah : 465 tenaga kerja
Sumber : Data Pengaduan Kasus Tenaga Kerja Perusahaan Sub-Kontraktor/ Outsourcing di Kecamatan Mandau yang di Bantu Penyelesaiannya Oleh Serikat Buruh Riau Independent Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2014
Dari tabel 5.4 dapat dijelaskan bahwa perusahaan sub-kontraktor/outsourcing
tenaga kerja sub-kontraktor/outsourcing di sebabkan oleh pemutusan hubungan kerja dan pesangon yang tidak di bayarkan.
Permasalahan pemutusan hubungan kerja pada pengaduan kasus diatas yang penulis dapatkan dari wawancara kepada bapak Sudirman selaku salah satu karyawan PT. Adil Utama dan beliau mengatakan :
“alasan dari PT. Adil Utama mem-PHK bapak di karenakan perusahaan ingin melakukan efesiensi keuangan perusahaan yang menyebabkan kami pekerja yang berjumlah 27 orang lainnya terkena PHK.” (Wawancara Tahun 2015)
PT. Adil Utama melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Pemutusan kerja secara sepihak dilakukan tanpa adanya proses pemberhentian hubungan kerja dengan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga, jangka waktu kontrak kerja belum habis sedangkan perusahaan telah melakukan pemutusan
hubungan secara kerja sepihak kepada pekerja/buruh dengan alasan perusahaan ingin melakukan efisiensi keuangan perusahaan yang apabila perusahaan tetap
mempekerjakan mereka maka perusahaan dapat merugi. Permasalahan pemutusan hubungan kerja karena perusahaan ingin melakukan efesiensi keuangan perusahaan merupakan suatu bentuk kesalahan dari perusahaan dalam mengelola keuangan
perusahaan yang dapat merugikan para pekerjanya. Hubungan pekerja dan perusahaan merupakan suatu hubungan industrial yang telah di atur sebelumnya
mengelola keuangannya padahal masa kontrak kerja belum berakhir maka pekerja bisa untuk menuntut haknya apabila kontrak di putus sepihak oleh perusahaan.
Menurut Celia Mather (2008:28) mengungkapkan bahwasanya outsourcing meninggalkan tiga masalah utama yaitu :
1. Tersingkirnya buruh dari meja kesepakatan negosiasi.
2. Tidak adanya tanggungjawab hukum perusahaan terhadap buruh.
3. Berkurangnya pekerja/buruh tetap sehingga semua buruh masuk kedalam
outsourcing, kondisi buruh dalam ketidakpastian.
Permasalahan pesangon yang tidak di bayarkan pada pengaduan di atas yang penulis dapatkan dari wawancara kepada Bapak Bobson Simbolon selaku Kepala
bidang Hukum dan HAM SBRI, beliau mengatakan :
“Ada para pekerja yang telah bekerja selama 2 tahun lebih dan ada yang telah bekerja selama tiga tahun lebih yang mana seharusnya mereka ini mendapatkan pesangon sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku dan dengan ini perusahaan telah melanggar hak normatif pekerja outsourcing.“ (Wawancara Tahun 2015)
Permasalahan pesangon bagi para pekerja outsourcing merupakan suatu hal
yang kontradiktif. Ini di karenakan para pekerja outsourcing biasanya mendapatkan kontrak di bawah satu tahun, ada yang enam bulan dan tiga bulan. Ini di sebabkan
pekerja/serikat buruh dengan pihak perusahaan. Para pekerja/serikat buruh dalam perhitungan masa kerja di hitung dari perjanjian kerja waktu tertentu pertama kalinya
dibuat sampai yang terakhir atau diakumulasikan dari setiap kontrak perjanjian waktu tertentu yang di buat. Sedangkan pihak perusahaan menghitung masa kerja dari setiap pembaharuan kontrak perjanjian waktu tertentu yang telah dibuat. Apabila kontrak
perjanjian waktu tertentu telah habis masa kontraknya dan dibuat kontrak baru perjanjian waktu tertentu sehingga masa kerja pekerja dihitung dari kontrak
perjanjian waktu tertentu yang telah disepakati dan tidak diakumulasikan masa kontrak perjanjian waktu tertentu yang telah ada.
Permasalahan masih adanya Comanditaire Venootschap (CV) atau
persekutuan komanditer yang mendapatkan pemborongan pekerjaan dari perusahaan pemberi kerja. Perusahaan outsourcing merupakan bentuk usaha yang berbadan
hukum dan memilik izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Perusahaan Outsourcing yang bertindak sebagai penyedia jasa pekerja/buruh dan perusahaan pemborongan pekerjaan harus memenuhi persyaratan
salah satunya yaitu berbadan hukum perseroan terbatas. Commanditaire Vennootschap atau persekutuan komanditer atau CV bukanlah berbentuk badan
hukum. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain pada pasal 24 bagian ketiga persyaratan perusahaan penyedia jasa
pelanggaran atas aturan yang telah ditetapkan mengenai badan hukum yang telah diatur oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi.
Latar belakang mengenai mengapa perusahaan outsourcing harus berbadan hukum ini di karenakan agar perusahaan outsourcing tidak terlalu mudah melepaskan tanggungjawab dan kewajibannya terhadap pihak pekerja/buruh. Apabila
pekerja/buruh bekerja di Commanditaire Vennootschap atau persekutuan komanditer atau CV maka hak-hak pekerja/buruh berada di pihak yang lemah dan memiliki posisi
tawar yang rendah dibandingkan dengan pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan perseroan terbatas.
5.3 Pemecahan Masalah Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis
Pada prinsipnya selama masih adanya hubungan industrial selama itulah dapat terjadinya perselisihan hubungan industrial. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, perselisihan hubungan industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dan pihak pekerja/buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
dan perselisihan pemutusan hubungan kerja .
Terdapatnya suatu permasalahan tentu adanya suatu pemecahan masalah dari permasalahan tersebut. Pemecahan masalah perusahaan jasa penunjang atau
outsourcing yang belum mendaftarkan perusahaan (tidak melapor) dan
ketenagakerjannya ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
penegakan hukum atas undang-undang yang telah mengaturnya. salah satu personel dalam dalam struktur penegakan hukum ketenagakerjaan adalah pegawai pengawas
ketenagakerjaan. Pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan.
Dengan terlaksananya pengawasan ketenagakerjaan secara berkala kepada
perusahaan-perusahaan yang terindikasi memperkerjakan para pekerja atau adanya suatu kegiatan produksi yang memperkerjakan orang lebih dari sepuluh dan di pekerjakan oleh sebuah perusahaan yang berbadan hukum maka perusahaan yang
tidak melaporkan perusahaanya dapat diberi pembinaan terlebih dahulu bahwa pentingnya sebuah peusahaan untuk melaporkan perusahaan dan ketenagakerjaannya
ke instansi yang terkait dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis karena telah diatur oleh undang-undang ketenagakerjaan dan apabila melanggar atau tidak melaporkan perusahaannya maka dapat di beri sanksi
atau hukuman.
Melakukan pembinaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan merupakan
langkah pertama apabila ada ditemukan perusahaan yang tidak melaporkan perusahaannya dan ketenagakerjaannya dalam melakukan pemecahan masalah atas perusahaan yang tidak melaporkan perusahaan dan ketenagakerjaanya. Langkah
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis untuk meminimalisir pelanggaran atas
undang-undang yang berlaku karena pada dasarnya pemerintah yang dalam hal ini adalah dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis sebagai pembina, pengawas dan penindakan hukum. Pentingnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas
Tenaga Kerja Dan Transigrasi Kabupaten Bengkalis mengenai hukum ketenagakerjaan dapat meminimalisir terjadinya akan ketidakpahaman dan perbedaan
dalam penafsiran peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan serta pentingnya dalam membangun hubungan industrial yang harmonis antar pemerintah dan pengusaha/perusahaan dan juga tidak merugikan pekerja/buruh nantinya.
Langkah ketiga dan terakhir yang dapat dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis yang dalam hal ini pegawai pengawas
ketenagakerjaan dengan melakukan penindakan atas pelanggaran hukum yang terjadi dan dapat diberi sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan dan dipertegas oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor SE.3/MEN/III/2014 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan bahwasanya pengusaha atau
pengurus dapat diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau dinda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pemecahan masalah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja secara
melakukan PHK dalam kondisi perusahaan yang memang benar-benar dalam kesulitan keuangan perusahaan atau perusahaan ingin melakukan efesiensi untuk
menekan biaya tenaga kerja. Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan tersebut menyatakan, “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua)
tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)”. Namun sesuai dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 membatalkan bunyi Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No.13/2013 tentang Ketenagakerjaan. Mahkamah Konstitusi (MK)
memutuskan perkara pasal 164 ayat 3 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur seputar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam putusannya, MK menyatakan PHK hanya sah dilakukan setelah perusahaan tutup
secara permanen dan sebelumnya perusahaan melakukan sejumlah langkah terlebih dahulu dalam rangka efisiensi. Perusahaan harus memberi tahu karyawan sebelum
PHK dilakukan dan alasan PHK. Pada perusahaan tertentu, pemberitahuan ini dilakukan 30 hari sebelum PHK. Setelah memberitahukan kepada karyawan, perusahaan harus mendapatkan izin dari instansi Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Pemutusan hubungan kerja merupakan pilihan terakhir sebagai upaya untuk melakukan efisiensi perusahaan setelah sebelumnya dilakukan upaya-upaya yang lain
dalam rangka efisiensi tersebut. Berdasarkan hal itu, perusahaan tidak dapat melakukan PHK sebelum menempuh beberapa upaya-upaya yang telah termuat dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 diantaranya yakni:
a) mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur;
b) mengurangi shift;
c) membatasi/menghapuskan kerja lembur; d) mengurangi jam kerja;
e) mengurangi hari kerja;
f) meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu;
g) tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya
h) memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
Oleh karena itu dari putusan Mahmakah Konstitusi dapat disimpulkan
bahwasanya perusahaan hanya bisa memilih jalan pemutusan hubungan kerja bila perusahaan tersebut tutup permanen. Dengan kata lain, perusahaan yang hanya tutup
sementara tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja pekerja/buruhnya pegawainya dengan alasan perusahaan melakukan efesiensi keuangan.
Langkah selanjutnya dalam pemecahan masalah kasus perusahaan melakukan
perselisihan hubungan industrial sesuai dengan No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 152. Yang mana syaratnya perusahaan tersebut telah diperiksa
laporan keuangannya dan terindikasi keuangan perusahaan merugi selama dua tahun berturut-turut sesuai amanat Pasal 164 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Langkah terakhirnya apabila pihak pekerja menerima pemutusan
hubungan kerja maka pihak pekerja/buruh berhak atas uang pesangon 2 kali berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4, tetapi tidak berhak mendapatkan uang pisah. Apabila pihak pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja dengan alasan pemutusan kerja maka dapat
melaporkan kasusnya ke dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis untuk dibantu proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja sesuai
dengan amanat undang-undang No.2 Tahun 2004 Tentang PPHI (Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial).
Pemecahan masalah pesangon yang tidak dibayarkan oleh perusahaan
outsourcing terhadap para pekerja/buruh yang hubungan kerjanya telah berakhir adalah pesangon merupakan sebuah kompensasi yang diterima oleh pekerja/buruh
apabila mengalami pemutusan hubungan kerja. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
saling terkait diantara pemberian pesangon dengan alasan berakhirnya hubungan kerja. Untuk itu penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Agus Sitompul
yang merupakan salah satu pekerja dari PT. Bosar Alongan Mamora yang pesangonnya tidak dibayarkan dan beliau mengatakan :
“alasan berakhirnya hubungan kerja dikarenakan kontrak kerja kami habis dan kami telah bekerja selama 2 tahun” (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara diatas dapat diartikan bahwasanya para pekerja menuntut pesangon atas masa kerja yang telah mereka lalui selama 2 tahun dan berhak atas kompensasi pesangon karena kontrak kerja berakhir, yang dalam hal ini
kontrak kerja yang digunakan adalah perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Mengenai pemutusan hubungan kerja dengan berakhirnya perjanjian kerja waktu
tertentu telah diatur dipasal 154 ayat (b) UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Mengenai uang pesangon sebenarnya telah diatur dalam pasal 156 ayat (a)
UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatakan “dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”. Namun dikarenakan para pekerja yang penulis wawancarai berakhirnya hubungan kerja dikarenakan berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu
2003 Tentang Ketenagakerjaan telah mengatur bahwasanya berakhirnya hubungan kerja karena berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu tidak mendapatkan pesangon
dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
Pemecahan masalah masih adanya Comanditaire Venootschap (CV) atau persekutuan komanditer yang mendapatkan pemborongan pekerjaan dari perusahaan
pemberi kerja adalah ketentuan yang menetapkan bahwasanya perusahaan outsourcing haruslah berbadan hukum telah diatur oleh Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 66 ayat 3. Untuk itu pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis haruslah tegas dalam hal masih adanya pelanggaraan atas ketentuan undang-undang
mengenai perusahaan outsourcing haruslah berbadan hukum perseroan terbatas karena akan berdampak terhadap timbulnya masalah outsourcing dengan
terabaikannya hak-hak pekerja/buruh yang mana seharusnya di terima oleh mereka. Dalam hal ini pemecahan masalah yang dilakukan diantaranya melakukan tindakan preventinf dan represif terhadap pelanggaran ketentuan aturan tersebut.
Pemecahan masalah yang dapat dilakukan diantaranya dengan Mengadakan sosialisasi dan atau penerangan kepada pengusaha/pengusaha baik principal maupun
vendor-vendor yang tidak berbadan hukum mengenai legalisasi praktik outsourcing dan manfaatnya bagi principal, vendor dan pekerja/buruh. Pengusaha-pengusaha yang melaksanakan bisnis outsourcing harus mengetahui dampak dan akibat hukum dari
yang secara institusional tidak berbadan hukum dan tidak memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, mengadakan
pengawasan ketenagakerjaan secara rutin dan berkelanjutan, memberikan teguran baik lisan maupun tertulis berupa Nota Pemeriksanan kepada principal dan vendor yang tidak berbadan hukum, dan jika perlu menghentikan untuk sementara kegiatan
yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan outsourcing sampai terpenuhinya syarat-syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.
5.4 Peranan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dalam Menangani Masalah Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis
Dinas tenaga kerja dan transmigrasi merupakan unsur pelaksana otonomi
daerah di bidang tenaga kerja. Tugas pokok dan fungsi dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis berdasarkan peraturan daerah No. 03 Tahun 2012 adalah melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah kabupaten bengkalis di
bidang tenaga kerja. Tugas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi membantu Bupati melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan dibidang tenaga kerja dan transmigrasi serta menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan teknis dibidang tenaga kerja dan transmigrasi.
b. Penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan pelayanan umum dibidang tenaga
kerja dan transmigrasi.
d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Peranan pemerintah dalam menangani masalah ketenagakerjaan, khususnya hubungan pekerja dan pengusaha sangat penting. Di satu sisi pemerintah berkewajiban menyediakan sistem pengaman atau jaring sosial yang
efektif untuk menjamin tidak ada buruh yang terlantar dan diabaikan hak-hak hidup layaknya. Sedangkan disisi lain pemerintah harus realistis bahwa akibat
krisis yang ditimbulkan dan sebab lain yang lebih bersifat struktural dan kultural. 5.4.1 Peran Pencegahan Dan Penyelesaian Hubungan Industrial
1. Terlaksananya Pembinaan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial
Kepala seksi bidang pembinaan hubungan industrial dan jamsostek Dinas Tenaga kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam menyiapkan bahan
bimbingan, melakukan bimbingan, menyiapkan pedoman dan kebijakan serta petunjuk teknis di bidang pencegahan dan penyelesaiaaan hubungan industrial.
Dengan terlaksananya dengan baik pembinaan pencegahan perselisihan
hubungan industrial diharapkan dapat mengurangi terjadinya masalah outsourcing. Dengan berkurangnya masalah outsourcing maka dapat dikatakan telah baiknya
peranan pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang
terlaksananya pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial sebanyak 2 orang (2,41%) responden menjawab sangat baik, 36 orang (43,37%) responden menjawab baik, 24 orang (28,91%) responden menjawab cukup baik, 9 orang
(10,84%) responden menjawab tidak baik , 12 orang (14,46%) responden yang menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga kerja dalam Terlaksananya Pembinaan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Indutrial
sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.5 yang ternyata responden menjawab sebanyak 36 orang atau 43,37% menjawab baik.
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara kepada bapak Bobson Simbolon selaku Kepala Bidang Hukum Dan Ham Serikat Buruh Riau Independent untuk menanyakan tentang terlaksananya pembinaan pencegahan perselisihan
hubungan industrial dan beliau mengatakan :
tandai dengan adanya sosialisasi tentang undang-undang penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disnaker bengkalis buat pada akhir tahun lalu” (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya peran dinas
tenaga kerja dalam melaksanakan pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial dapat dikatakan sudah baik dan cukup baik namun masih perlu ditingkatkan menjadi lebih baik lagi agar dengan terlaksananya peran ini dapat
mengurangi masalah outsourcing yang timbul di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis.
Pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial dapat dikatakan merupakan suatu ujung tombak dalam deteksi dini tentang adanya masalah outsourcing. Ini di karenakan pembinaan pencegahan merupakan suatu langkah
antisipatif pertama agar masalah outsourcing dapat dikurangi terjadinya. Terlaksana dengan baiknya pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial akan
berdampak positif terhadap berkurangnya masalah outsourcing yang terjadi.
2. Terlaksananya Koordinasi Dengan Organisasi Pekerja, Pengusaha/Perusahaan Dan Pihak-Pihak Terkait
Dalam pelaksanaan koordinasi dan konsultasi yang dilakukan oleh Dinas tenaga kerja dan transmigrasi sesuai dengan uraian tugas pokok dan fungsinya.
Menurut Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 78 Tahun 2012 berupa: a) Menyelenggarakan koordinasi dan kerja sama dengan organisasi pekerja,
Kerja Bersama antara pekerja dan perusahaan dan atau pemberi kerja serta mendata jumlah perusahaan, pekerja dan syarat kerja perusahaan.
b) Panitia pembinaan keselamatn dan kesehatan kerja (P2K3) c) Dewan latihan kerja Daerah dan Nasional
d) Melaksanakan pembinaan dan koordinasi keanggotaan serikat
pekerja/buruh dan menetapkam keanggotaan organisasi pengusaha dalam kelembagaan ketenagakerjaan.
e) Menyelenggarakan kordinasi dengan badan koordiansi pemerintahan yaitu kegiatan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit dan Bipartit, lembaga kerjasama bipartit yaitu lembaga yang dibentuk di dalam perusahaan yang
anggotanya terdiri dari unsure pengusaha dan pekerja. Sedangkan lembaga tripartid adalah lembaga konsultasi dan komunikasi antara wakil pekerja,
pengusaha dan pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah dalam ketenagakerjaan.
f) Dewan pengupahan Daerah dan Nasional yaitu melalui rapat anggota
dewan pengupahan Kabupaten Bengkalis untuk menentukan Upah Minimum Kabupaten Bengkali sesuai dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan Presiden Republik Indonesia;
1) Pengusulan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan/atau
2) Penerapan sistem pengupahan di tingkat Kabupaten/Kota. Serta Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem
pengupahan nasional. Dalam melaksanakan tugasnya, Depekab/Depeko dapat bekerja sama baik dengan instansi Pemerintah maupun swasta dan pihak terkait lainnya jika
dipandang perlu.
Dengan terlaksananya dengan baik koordinasi dengan organisasi pekerja,
pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak terkait tentang masalah outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis diharapkan mampu untuk mengurangi masalah Outsourcing yang terjadi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 5.6 Tanggapan Responden Terhadap Terlaksananya Koordinasi Dengan Organisasi Pekerja, Pengusaha/Perusahaan Dan Pihak-Pihak Terkait
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang terlaksananya koordinasi dengan organisasi pekerja, pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak sebanyak 4 orang (4,82%) responden menjawab sangat baik, 17 orang
baik, 14 orang (16,87%) responden menjawab tidak baik, 11 orang (13,25%) responden yang menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut mengatakan cukup baik, maka dari itu dapat dikatakan bahwasanya Dinas Tenaga kerja melaksanakan koordinasi dengan organisasi pekerja,pengusaha/perusahaan dan
pihak-pihak terkait sudah cukup baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.6 yang ternyata responden menjawab sebanyak 37 orang atau 44,58% menjawab cukup baik.
Hal ini juga menunjukkan masih adanya koordinasi yang kurang baik yang terjalin diantara dinas tenaga kerja dan transmigrasi dengan organisasi pekerja, pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak terkait. Terjalinnya koordinasi merupakan
suatu langkah komunikatif diantara para pihak terkait mengenai menangani masalah outsourcing yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dan mesti
ditingkatkan lagi koordinasi diantara pihak terkait menjadi lebih baik lagi.
Mengenai hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Basri Antoni selaku staff kepala Human Resources Department PT. Bosar Alongan Mamora
terkait terlaksananya koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dengan pengusaha/perusahaan mengenai masalah
outsourcing dan beliau mengatakan :
Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwasanya koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis sudah berjalan
dengan baik. Ini dapat dikatakan hubungan yang terjalin diantara pengusaha/perusahaan dan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis terdapat komunikasi yang baik atau koordinasi yang dilakukan baik.
Untuk menguatkan hasil penelitian penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Raden Silalahi selaku Sekretaris Jendral Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia Kabupaten Bengkalis menanyakan mengenai koordinasi yang dilakukan disnaker kabupaten bengkalis dengan organisasi pekerja/buruh terkait penanganan masalah outsourcing dan beliau mengatakan :
“koordinasi yang dilakukan disnaker kami lihat masih kurang dalam hal penanganan masalah outsourcing. kegiatan koordinasi yang ada masih bersifat seremonial yang dilakukan disnaker bengkalis dan belum kepada hal yang lebih subtantif yang semestinya dilakukan” (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa Dinas Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam melakukan koordinasi dengan organisasi serikat pekerja/buruh telah cukup baik terlaksana dan mesti di tingkatkan
lagi koordinasi yang ada agar lebih terlaksanya penanganan masalah Outsourcing di Kecamatan Mandau Oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis.
Berdasarkan hasil dari pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan.
Melaksanakan koordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah, Organisasi
pengusaha dan organisasi pekerja/buruh ini sudah cukup baik akan tetapi
pelaksanaannya belum maksimal. Dalam hal ini terdapat data pendukung yang
mengatakan belum terlaksananya dengan baik koordinasi dengan lembaga-lembaga
pemerintah, Organisasi pengusaha dan organisasi pekerja/buruh. data pendukung ini
merupakan hasil wawancara penulis kepada bapak H. Ramlis SH selaku kepala Seksi
Pencegahan Dan Pembinaan Hubungan Industrial dan beliau mengatakan :
“sampai saat ini masih ada point-point yang belum terlaksana dan di bentuk apabila merujuk ke Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 78 Tahun 2012 mengenai koordinasi dengan pengusaha dan serikat buruh diantaranya seperti Panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3) dan Dewan latihan kerja Daerah kabupaten bengkalis”. (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam terlaksananya koordinasi dengan organisasi pekerja/buruh, pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak terkait belum cukup baik terlaksana. Ini dapat di lihat dari belum terbentuknya Panitia
Pembinaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan Dewan Latihan Kerja Daerah kabupaten bengkalis seperti yang diamanatkan oleh peraturan bupati
bengkalis Nomor 78 Tahun 2012.
3. Menerima Laporan Pengaduan Kasus Perselisihan Hubungan Industrial
Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyediaan pelayanan kepada
Dan Transmigrasi berperan dalam menerima laporan pengaduan kasus perselisihan hubungan industrial mengenai masalah outsourcing. dalam hal terjadinya pengaduan
kasus hendaknya dinas tenaga kerja menjadi pengayom bagi para pekerja/buruh dan melayani laporan pengaduan kasus yang dialami oleh para pekerja/buruh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.7 Tanggapan Responden Terhadap Menerima Laporan Pengaduan Kasus Perselisihan Hubungan Indusrial (Masalah Outsourcing)
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang menerima
laporan pengaduan kasus perselisihan hubungan indusrial (masalah outsourcing) sebanyak 8 orang (9,64%) responden menjawab sangat baik, 33 orang (39,76%) responden menjawab baik, 27 orang (32, 53%) responden menjawab cukup baik, 12
orang (14,46%) responden menjawab tidak baik, 3 orang (3,61%) responden yang menjawab sangat tidak baik.
outsourcing) sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.7 yang ternyata responden menjawab sebanyak 33 orang atau 39,76% menjawab baik.
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Rahmat Ali Akbar selaku pekerja dari PT. Multi Structure yang pernah melakukan pelaporan pengaduan kasus ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
terkait pesangon yang tidak dibayarkan perusahaan kepada pekerja dan beliau mengadakan :
“disnaker bengkalis cukup baik dalam menerima pengaduan kasus yang saya alami dan pelayanan yang diberikan cukup ramah “(Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam menerima pengaduan kasus
perselisihan hubungan industrial sudah baik dan sudah seharusnya pelayanan yang diberikan oleh Dinas Tenaga Keja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis harus
prima, karena tugas pemerintah untuk selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat yang dalam hal ini mereka adalah para pekerja/buruh.
Untuk menguatkan hasil penelitian. penulis juga mendapatkan data
pendukung terkait pengaduan kasus yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
No Pengaduan Kasus Yang Masuk Jumlah kasus
1 Pembinaan Hubungan Industrial 21
2 Pemutusan Hubungan Kerja 38
Jumlah 59 kasus
Sumber : Data Rekapitulasi laporan Pengaduan Kasus Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis tahun 2015.
Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 terdapat 59
kasus yang masuk pada pengaduan kasus Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Jumlah pengaduan kasus yang masuk juga dapat mengindentifikasikan bahwasanya dengan banyaknya pengaduan kasus
yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis membuktikan telah baiknya dalam memberikan pelayanan pengaduan kasus ke para
pekerja/buruh.
4. Menindaklanjuti Laporan Pengaduan Kasus Perselisihan Hubungan Industrial Dinas tenaga kerja dan transmigrasi mempunyai wewenang untuk
menindaklanjuti setiap pengaduan kasus yang masuk ke bidang perselisihan hubungan industrial. Ini sudah menjadi anjuran sebagaimana yang di amanatkan oleh
undang undang nomor Nomor 2 Tahun 2004. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.9 Tanggapan Responden Dalam Menindaklanjuti Laporan Pengaduan Kasus Perselisihan Hubungan Industrial
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
5. Sangat Tidak Baik 5 6,02%
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang menindaklanjuti laporan pengaduan kasus perselisihan hubungan industrial sebanyak 5 orang (6,02%) responden menjawab sangat baik, 20 orang (24,1%) responden menjawab baik, 15 orang (18.07%) responden menjawab cukup baik, 38 orang (45.78%) responden menjawab tidak baik, 5 orang (6,02%) responden yang menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut mengatakan tidak baik yaitu sebanyak 38 orang (45.78%). Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Rudi Dkk yang merupakan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja dari PT. Mutiara Raaf terkait tindaklanjut dari pengaduan kasus yang telah di laporkan ke dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis dan beliau mengatakan :
“tindaklanjut dari pengaduan kasus yang kami laporkan sangat lama proses penyelesaiaannya. bahkan kami sempat bolak balik ke kantor disnaker untuk menanyakan bagaimana kelanjutan proses penyelesaian kasus kami namun pihak disnaker seakan akan memperlambat dan mengulur waktu” (Wawancara Tahun 2015)
dengan maksimal dan seakan akan merugikan para pekerja/buruh karena proses penyelesaiaan kasusnya terhambat dan memakan waktu yang lama.
Untuk memperkuat hasil penelitian. penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak A.Simanjuntak selaku Kepala Bidang Perselisihan Hubungan Industrial terkait tindaklanjut dari pengaduan kasus perselisihan hubungan industrial dan beliau mengatakan ;
“setiap pengaduan kasus yang masuk mengenai perselisihan hubungan industrial akan kami tindak lanjuti dan dibantu proses penyelesainnya karena itu sudah ketentuan undang undang penyelesaian perselisihan hubungan industrial, namun terdapat beberapa kendala yang di temui sebelum penyelesaian perselisihan dilakukan seperti bukti-bukti yang kurang lengkap mengenai pelaporan pengaduan kasusnya misalnya slip gaji, bukti kontrak perjanjian kerja waktu tertentu dan lainnya. “(Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya pengaduan kasus yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis akan di proses penyelesaian perselisihan hubungan industrialnya, namun ada beberapa masalah bukti administrasi dalam pelaporan pengaduan kasus yang harus di lengkapi oleh para pekerja/buruh.
Mengenai hal ini penulis juga mendapatkan data pendukung terkait
tindaklanjut pengaduan kasus perselisihan hubungan industrial yang masih dalam proses penyelesaiannya dan belum memiliki kejelasan mengenai hasil akhir keputusan dari penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang ada . Untuk lebih
Tabel 5.10. Pengaduan Kasus Yang Masih Dalam Proses Penyelesaian Pada Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Tahun 2014
N
o Pengaduan Kasus Yang Masuk Jumlah kasus Penyelesaian Kasus
1 Pembinaan Hubungan Industrial 5 Masih Dalam
Proses
2 Pemutusan Hubungan Kerja 14 Masih Dalam
Proses
Jumlah 19 kasus
Sumber : Data Rekapitulasi Laporan Pengaduan Kasus Yang Masih Dalam Proses Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Tahun 2014.
Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa pengaduan kasus yang masih dalam proses penyelesaian dan belum di selesaikan proses penyelesaiannya sampai
akhir tahun 2014 terdapat 19 kasus pengaduan yang belum terselesaikan penyelesaian kasusnya. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa peran Disnakertrans Kabupaten Bengkalis dalam menindaklanjuti pengaduan kasus yang masuk mengenai
perselisihan hubungan industrial belum berjalan dengan baik dan dapat dikatakan belum maksimal.
5. Memfasilitasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dengan Melakukan Mediasi
Dinas tenaga kerja dan transmigrasi mempunyai wewenang untuk
memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial. ini sudah menjadi anjuran sebagaimana yang di amanatkan oleh undang undang nomor Nomor 2 Tahun
Tabel 5.11. Tanggapan Responden Dalam Memfasilitasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dengan Melakukan Mediasi
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial Dengan Melakukan Mediasi dengan melakukan mediasi sebanyak 14 orang (16,87%) responden menjawab sangat baik, 42 orang (59,6%) responden menjawab baik, 15 orang (18.07%) responden menjawab cukup baik, 9 orang (10.84%) responden menjawab tidak baik, 3 orang (3,61%) responden yang menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut
mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga kerja Memfasilitasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dengan Melakukan
Mediasi Indutrial sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.11 yang ternyata responden menjawab sebanyak 42 orang atau 59,6% menjawab baik.
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Rahmat Ali
Akbar selaku pekerja dari PT. Multi Structure yang telah melakukan mediasi dalam fasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial di dinas tenaga kerja dan
“saya sangat bersyukur dengan mediasi yang dilakukan oleh disnaker bengkalis dan berharap proses penyelesaian dengan dimediasi oleh disnaker bengkalis dapat meyelesaikan permasalahan pesangon yang saya alami” (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya jalur penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan mediasi dapat dikatakan telah terlaksana dengan baik yang dilakukan oleh Mediator dari Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Ini diwujudkan dengan harapan besar dari para pekerja/buruh agar Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis untuk
dapat adil berdasarkan ketentuan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku tentunya dalam menyelesaikan masalah outsourcing diantara para pihak pekerja dan perusahaan. Dimana selama ini para pihak pemerintah yang dalam hal ini adalah
dinas tenaga kerja terlihat selalu bermain mata dengan pihak pengusaha/perusahaan sehingga menyebabkan para pekerja/buruh terus di zhalimi dan ditindas.
Mengenai proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan jalur mediasi yang dimediatori oleh mediator yang di tunjuk oleh dinas tenaga kerja setingkat provinsi di wilayah daerah terkait sebenarnya telah diatur tatalaksananya
oleh aturan undang undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
salah satu atau kedua belah pihak melakukan pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan yang dalam hal ini adalah dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis.
Penyelesaian secara Bipartit tidak selalu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Pekerja/buruh yang masih kurang puas dengan keputusan yang dihasilkan melalui Bipartit dapat mengajukan proses
Mediasi ke Dinas Tenaga Kerja kabupaten bengkalis.
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 yang melakukan Mediasi
hubungan industrial disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja (SP) atau serikat buruh (SB) hanya dalam satu perusahaan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator netral. Proses Mediasi ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi merupakan proses penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dengan melibatkan pihak ke-3 sebagai penengah dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, dimana pihak ke-3 tersebut adalah mediator yang ditunjuk oleh pemerintah menurut peraturan Daerah no.13
tahun 2008 mengenai tugas yang diwakili oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kabupaten bengkalis dalam menyelesaikan perselisihan. Mediator adalah pegawai
instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh mentri, untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Penyelesaian melalui
mediasi tetap menggunakan mekanisme musyawarah untuk mufakat dan Mediator harus diselesaikannya dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak Yang Bersangkutan menerima pelimpahan berkas perselisihan.
Proses pelaksanaan mediasi terhadap penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Kabupaten Bengkalis adalah pihak yang merasa dirugikan membuat
surat permohonan ke Dinas tenaga kerja dan Transmigrasi, surat permohonan tersebut akan di proses di bagian umum Dinas Tenaga Kerja dan transmigrasi, surat tersebut akan diserahkan ke bagian bidang tenaga kerja dan diserahkan ke mediator. Dalam
hal ini mediator sebagai pihak ketiga yang netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan, serta berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para pihak
yang berkepentingan untuk mencapai kesepakatan. Mediator memeriksa kelengkapan dari syarat-syarat kelengkapan dari surat permohonan yang diajukan oleh para pihak yang merasa dirugikan yaitu pekerja/buruh yang mendapati adanya perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, mediator
membuat surat panggilan kepada para pihak yang berselisih yaitu pengusaha dan pekerja dan menentukan hari pemanggilan kepada para pihak, mediator meminta keterangan kepada para pihak yang berselisih, mediator membuat hasil perundingan
membuat perjanjian bersama yang ditandatangani kedua belah pihak yang berselisih yaitu kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, namun apabila salah satu pihak
masih merasa dirugikan dan tidak tercapai kesepakatan, maka mediator membuat surat anjuran secara tertulis kepada kedua belah pihak. Surat anjuran itu berisi pendapat pertimbangan mediator dan anjuran mediator yaitu berupa kompensasi yang
harus di lakukan/ dibayar oleh pihak pengusaha akibat adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan
antara serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang dilakukan pengusaha misalnya berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang ganti rugi pengobatan, upah selama proses berdasarkan undang-undang yang berlaku dan
masa kerja. Surat anjuran harus di jawab oleh kedua belah pihak paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran. Sifat anjuran yang diberikan oleh
mediator tidak mengikat bagi para pihak, artinya boleh diterima boleh tidak. Dalam hal ini apabila para pihak tidak menjawab anjuran secara tertulis maka para pihak dianggap menolak anjuran, selanjutnya mediator mencatat dalam buku perselisihan
hubungan industrial bahwa perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan tidak dapat diselesaikan melalui mediasi dan melaporkan kepada pejabat yang memberi penugasan yaitu Kepala Sub bidang Pembinaan Hubungan Industrial Bapak A.Simanjuntak, bahwa penyelesaian pada
ada kesepakatan antara kedua belah pihak, maka pihak yang masih merasa dirugikan dapat mengajukan perselisihan ini ke Pengadilan Hubungan Industrial di Pekanbaru.
6. Terlaksananya Penyelesaian Masalah Perselisihan Hubungan Industrial
Peranan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam
penyelesaian masalah perselisihan hubungan industrial adalah sebagai sebagai penengah atau pihak ketiga dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui beberapa tahapan yakni penyelesaian pertama melalui cara bipartit, penyelesaian dengan mediasi,penyelesaian dengan konsiliasi dan penyelesaian dengan arbitrase. Untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.12. Tanggapan Responden Dalam Terlaksananya Penyelesaian Masalah Perselisihan Hubungan Industrial
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
(6.02%) responden menjawab tidak baik, 3 orang (3,61%) responden yang menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut
mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga kerja terlaksananya penyelesaian masalah perselisihan hubungan industrial sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.12 yang ternyata responden menjawab sebanyak 36
orang atau 43,37% menjawab baik.
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Slamet
Riadi selaku pekerja dari PT. Dayatama yang telah diselesaikannya perselisihan hubungan industrialnya oleh dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis dan beliau mengatakan :
“Disnaker bengkalis telah membantu penyelesaian permasalahan pemutusan hubungan kerja yang kami alami dan alhamdulillah kami telah sepakat dengan anjuran yang di keluarkan oleh disnaker bengkalis” (Wawancara Tahun 2015)
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya Dinas
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis telah melaksanakan dan membantu sebagaimana tugas dan fungsinya yang telah di atur oleh Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian hubungan industrial untuk
menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial yang terjadi di wilayah kerjanya. Mengenai hal ini penulis juga mendapatkan data pendukung terkait
Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.13. Perselisihan Hubungan Industrial Yang Terselesaikan Pada Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Tahun 2014
No Pengaduan Kasus Yang Masuk Jumlah kasus terselesaikan
1 Pembinaan Hubungan Industrial 16
2 Pemutusan Hubungan Kerja 24
Jumlah 40 kasus
Sumber : Data Rekapitulasi laporan Pengaduan Kasus Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis tahun 2014.
Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 terdapat 40
kasus yang terselesaikan penyelesaian perselisihan hubungan industrialnya di Dinas
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Dalam hal ini dapat di lihat
bahwasanya dari kasus yang masuk berjumlah 59 kasus yang masuk dan hanya 40
kasus yang terselesaikan penyelesaian perselsihan hubungan industrial yang masuk ke
Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis membuktikan
bahwasanya masih kurang baiknya kinerja yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Meskipun hasil penilaian responden bahwa
telah terlaksananya dengan baik penyelesaian masalah hubungan industrial di dinas
tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis namun meski di tingkatkan lagi
menjadi lebih baik lagi dan semua kasus yang masuk dan tercatat di Dinas Tenaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrialnya tanpa meninggalkan beban tugas
dari tahun sebelumnya.
Untuk melihat rekapitulasi dari indikator peranan Dinas tenaga kerja dan transmigrasi dalam menangani masalah outsourcing di pencegahan dan penyelesaian
hubungan industrial dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.14. Rekapitulasi Jawaban Responden dilihat dari Indikator Pencegahan Dan Penyelesaian Hubungan Industrial
No Pertanyaan SB BFrekuensi/PersentaseCB TB STB RespondenJumlah
1. apakah terlaksana dengan baik pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial dalam menangani masalah outsourcing oleh disnakertrans kabupaten bengkalis ?
2
(2,41) (43,37)36 (28,91)24 (10,84)9 (14,46)12 83
2. apakah terlaksana dengan baik koordinasi dengan organisasi pekerja,pengusaha/perusahaan menerima setiap laporan pengaduan kasus masalah outsourcing ?
8
(9,64) (39,76)33 (32,53)27 (14,46)12 (3,61)3 83
4. bagaimanakah tindaklanjut penyelesaian laporan pengaduan kasus masalah outsourcing oleh hubugan industrial dalam menangani masalah outsourcing oleh disnakertrans bengkalis ?
14
6. apakah terlaksana dengan baik upaya mediasi dalam menangani masalah outsoucing oleh disnakertrans bengkalis ?
15
(18,07) (43, 37)36 (28,91)24 (6,02)5 (3,61)3 83
Jumlah 48
(57,83) (221,68)184 (171,07)142 (104,81)87 (44,56)37 498
Sumber: Data olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dengan demikian dapat diketahui bahwa jawaban responden dari indikator
pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial yang menjawab sangat baik
sebanyak 48 (57,83%), kemudian responden yang menjawab baik berjumlah 184
(221,68%), selanjutnya responden yang menjawab cukup baik sebanyak 142
(171,07%), berikutnya responden yang menjawab tidak baik berjumlah 87 (104,81%)
dan 37 (44,56%)responden yang menjawab sangat tidak baik.
Dari uraian hasil pernyataan responden mengenai peranan Dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis dalam menangani masalah outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis tentang indikator pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial dapat dikatakan baik. ini dapat dilihat dari tabel 5.15 yaitu sebanyak 184 orang (221,68%) responden menjawab baik.
menangani masalah outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis telah cukup baik terlaksana peran yang di lakukan dan peran pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial dalam menangani masalah outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis mesti di tingkatkan lagi menjadi lebih baik lagi terutama terhadap menindaklanjuti laporan pengaduan kasus masalah Outsourcing di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis.
Setiap laporan pengaduan kasus yang masuk mesti ditindaklanjuti untuk penyelesaiannya di Dinas Tenaga Kerja Dan Kabupaten Bengkalis. dengan masih terdapatnya pengaduan kasus masuk perselisihan hubungan industrial yang belum terselesaikan penyelesaian perselisihan hubungan industrialnya menandakan bahwa masih kurang optimalnya peranan yang dilakukan oleh dinas tenaga kerja dalam menangani masalah outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis.
Dalam hal mencegah perselisihan hubungan industrial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis berperan penting karena bertindak sebagai pengayom, pembina dan pengawas di dalam Hubungan Industrial. Karena itu dalam hal penanganan masalah outsourcing Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis diharapkan :
1) Mengupayakan terciptanya hubungan yang harmonis antara serikat pekerja/pekerja dan pengusaha melalui pendidikan dan penyuluhan
3) Pengembangan kelembagaan kerjasama LKS Bipartit di perusahaan harus di tingkatkan
4) Penerapan peraturan perundangan, pengembangan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama serta peningkatan pendidikan dan penyuluhan ketenagakerjaan dilakukan secara terencana dan berkesinambungan.
Dalam hal pencegahan perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi peraturan ketenagakerjaan. dalam pelaksanaannya dapat dengan melakukan cara-cara yang lebih menyentuh semua komponen seperti pengusaha/perusahaan, organisasi pekerja/buruh dan pekerja/buruh itu sendiri sehingga dapat meminimalisir pelanggaran atau masalah yang terjadi di ketenagakerjaan dan terkhusus pada masalah outsourcing yang terjadi.
Dalam rangka pembinaan dan koordinasi dengan pekerja,
pengusaha/perusahaan dan pihak-piak terkait terutama mengenai dalam penanganan masalah outsourcing di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah berjasa dalam
pembinaan ketenagakerjaan dalam bentuk piagam, uang, dan/atau bentuk lainnya. 5.4.2 Persyaratan Kerja Dan Kelembagaan Hubungan Industrial
1. Terlaksananya Pembinaan Persyaratan Kerja
Dalam ikhtisar jabatannya sesuai dengan Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 78 Tahun 2012 mengenai pelaksanaan pembinaan persyaratan kerja
Tabel 5.15. Tanggapan Responden Dalam Terlaksananya Pembinaan Persyaratan Kerja
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang
terlaksananya pembinaan persyaratan kerja sebanyak 16 orang (19,28%) responden menjawab sangat baik, 22 orang (26,50%) responden menjawab baik, 42 orang (42,17%) responden menjawab cukup baik, 6 orang(7,23%) responden menjawab
tidak baik, 4 orang (4,82%) responden yang menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut
mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga kerja terlaksananya pembinaan persyaratan kerja cukup baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.15 yang ternyata responden menjawab sebanyak 35 orang atau 42,17%
menjawab cukup baik.
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Sunaryo SH
selaku staff Human Resources Department PT. Abitech terkait pelaksanaan pembinaan persyaratan kerja tentang outsourcing oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dan beliau mengatakan :
pelayanan pada saat mendaftarkan perjanjian kerja dan mengingatkan untuk membuat perjanjian kerja bersama di perusahaan kami dan mendaftarkannya ke disnakertans bengkalis “(Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara diatas dapat diketahui bahwasanya peranan dinas tenaga kerja dalam melaksanakan pembinaan persyaratan kerja sudah cukup baik.
Namun dalam hal pembinaan mengenai perjanjian kerja bersama seharusnya dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis harus lebih tegas terhadap
perusahaan outsourcing agar mereka membuat perjanjian kerja bersama diantara organisasi pekerja/buruh dan perusahaan. Dengan adanya perjanjian kerja bersama dapat berguna untuk mengurangi terjadinya kesalahpahaman mengenai permasalahan
outsourcing atau perselisihan hubungan industrial dan dapat menjadi buku panduan apabila terdapat perselisihan atau permasalahan yang timbul di kemudian hari
diantara perusahaan dan pekerja maka dengan merujuk ke perjanjian kerja bersama yang telah disepakati dapat menjadi dasar dan landasan untuk menyelesaikan penanganan mengenai masalah outsourcing.
Pembuatan perjanjian kerja bersama hanya bisa di lakukan pada perusahaan yang sudah terbentuk serikat pekerja/buruh yang tercatat pada dinas tenaga kerja dan
transmigrasi. Materi perjanjian kerja bersama merupakan hasil kesepakatan murni antara pengusaha dengan serikat pekerja/buruh dan perundingan perjanjian kerja bersama harus didasari itikad baik antara pengusaha dengan serikat pekerja/buruh. Isi
outsourcing yang ada di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis karena di dalam perjanjian kerja bersama terdapat pembahasan pokok mengenai hak dan kewajiban.
Dalam terjadinya permasalahan mengenai outsourcing akan terjadi seputaran mengenai hak dan kewajiban dan syarat kerja. Untuk itu Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis sudah seharusnya meningkatkan pembinaan
mengenai pembuatan perjanjian kerja bersama di perusahaan outsourcing yang ada di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis.
Mengenai perjanjian kerja bersama, penulis mendapatkan data pendukung tentang belum optimalnya dalam pendaftaran perjanjian kerja bersama yang di lakukan oleh perusahaan outsourcing di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Kabupaten Bengkalis. Dalam hal ini disampaikan pada saat penulis mewawancarai bapak Robin Barus selaku Kepala Seksi Bidang Persyaratan Kerja Dan Kelembagaan
Hubungan Industrial terkait perusahaan outsourcing yang mendaftarkan perjanjian kerja bersama ke dinas tenaga kerja dan transmigrasi untuk di catatkan perjanjian kerja bersamanya dan beliau mengatakan :
Dari kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwasanya dalam pelaksanaan pembinaan persyaratan kerja di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten
Bengkalis belum optimal dan mesti di tingkatkan lagi dalam pembinaan terkhusus mengenai perjanjian kerja bersama dan dinas tenaga kerja dan transmigrasi bengkalis juga harus meningkatkan koordinasi dengan serikat pekerja/buruh agar perjanjian
kerja bersama dapat dibuat karena menyangkut perihal penanganan masalah outsourcing juga nantinya sehingga dapat meminimalisir terjadinya masalah
outsourcing.
2. Terlaksananya Pemeriksaan Pelaporan Dan Mengeluarkan Bukti Pelaporan Jenis Pekerjaan Pemborongan Oleh Perusahaan Pemberi Kerja
Dalam pelaksanaan pemeriksaan pelaporan dan mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja telah diatur oleh Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang pelaksanan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat
Tabel 5.16 Tanggapan Responden Dalam Pemeriksaan Pelaporan Dan Mengeluarkan Bukti Pelaporan Jenis Pekerjaan Pemborongan Oleh Perusahaan Pemberi Kerja
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang
terlaksananya pemeriksaan pelaporan dan mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja sebanyak 15 orang (18,07%) responden menjawab sangat baik, 29 orang (34,94%) responden menjawab baik, 33
orang (39,76%) responden menjawab cukup baik, 4 orang(4,82%) responden menjawab tidak baik, 2 orang (2,41%) responden yang menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut mengatakan cukup baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga kerja pemeriksaan pelaporan dan mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan
pemborongan oleh perushaan pemberi kerja sudah cukup baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.16 yang ternyata responden menjawab sebanyak 33 orang atau 39,76%
menjawab cukup baik.
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terkait pelaksanaan pemeriksaan pelaporan dan mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan