• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suku Sambas opam ikk sambas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Suku Sambas opam ikk sambas"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Suku Sambas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa

Suku Melayu Sambas Jumlah populasi

kurang lebih 700.000.

Kawasan dengan konsentrasi signifikan Kabupaten Sambas

Bahasa

Indonesia, Melayu Sambas, dan lain-lain. Agama

Islam

Kelompok etnik terdekat Dayak, Melayu

Suku Sambas (Melayu Sambas) adalah suku bangsa atau etnoreligius Muslim yang berbudaya melayu, berbahasa Melayu dan menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang dan sebagian kecil Kabupaten Pontianak- Kalimantan Barat. Suku Melayu Sambas terkadang juga disebut Suku Sambas, tetapi penamaan tersebut jarang digunakan oleh masyarakat setempat.

Secara linguistik Suku Sambas merupakan bagian dari rumpun Suku Dayak, khususnya dayak Melayik yang dituturkan oleh 3 suku Dayak : Dayak

Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar, Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap berbudaya Melayu. Sekarang beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah bergabung dalam suku Dayak adalah Kutai, Tidung dan Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara) serta Paser (rumpun Barito Raya).

(2)

Muara Ulakan. Seluruh masyarakat asli Kalimantan sendiri sebenarnya adalah Serumpun, Antara Ngaju, Maanyan, Iban, Kenyah, Kayatn, Kutai ( Lawangan - Tonyoi - Benuaq ), Banjar ( Ngaju, Iban , maanyan, dll ), Tidung, Paser, dan lainnya. Hanya saja Permasalahan Politik Penguasa dan Agama menjadi jurang pemisah antara keluarga besar ini. Mereka yang meninggalkan kepercayaan lama akhirnya meninggalkan adatnya karena lebih menerima kepercayaan baru dan berevolusi menjadi Masyarakat Melayu Muda. Khususnya

dalam Islam maupun Nasrani, hal - hal adat yang bertolak belakang dengan ajaran akan ditinggalkan. Sedangkan yang tetap teguh dengan kepercayaan lama disebut dengan Dayak. Adat-istiadat lama Suku Melayu Sambas banyak kesamaan dengan adat-istiadat Suku Dayak rumpun Melayik misalnya; tumpang 1000, tepung tawar, dan lainnya yang bernuansa Hindu.

Secara administratif, Suku Sambas merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 12% dari penduduk Kalimantan Barat, sebelumnya suku Sambas tergabung ke dalam suku Melayu pada sensus 1930. Sehubungan dengan hal tersebut kemungkinan "Dialek Melayu Sambas"

meningkat statusnya dari sebuah dialek menjadi bahasa kesukuan yaitu Bahasa Suku Sambas.

Perubahan Suku Sambas secara drastis setelah masuk Islam, hampir menghapus jejak asal muasalnya yaitu Suku asli yang mendiami pulau Kalimantan.

Kebudayaan Melayu yang dianggap lebih "beradab", membantu menghilangkan budaya Dayak pada Suku Sambas dengan cepat. Sehingga Sambas yang

dahulunya beragama Hindu Kaharingan kehilangan jejak Kaharingan, walaupun sebagian kecil ada yang tersisa. Akibatnya orang lebih yakin Sambas adalah Melayu, padahal tidaklah demikian. Tentu saja segala hal dalam adat lawas dianggap syirik (bertentangan dengan agama) jadi harus dimusnahkan dan ditinggalkan.

Sulitnya data semakin mempersulit para peneliti untuk mencari jejak asal muasal Suku Sambas. Membuat hasil penelitian terlihat ambigu bahkan samar. Peneliti seringkali mengklasifikasikan berdasarkan bahasa, sedangkan menurut orang Kutai dan Tunjung-Benuaq mengenal tradisi lisan yang mengklasifikasikan golongan berdasarkan budaya dan sejarah budayanya serta geneologi. Oleh karena itulah Suku Sambas diklasifikasikan ke dalam suku Dayak berbudaya Melayu.

(3)

Orang Jawa (yaitu serombongan besar Bangsawan Majapahit keturunan Wikramawardhana bersama para pengukutnya yang melarikan diri secara boyongan dari Majapahit karena perang sesama Bangsawan di Majapahit pada awal abad ke-15 M yang kemudian mendirikan sebuah Panembahan di wilayah Sungai Sambas) serta Orang Bugis (para Nakhoda dan pembuat kapal bersama keluarganya dari Sulawesi yang kemudian membentuk sebuah perkampungan Bugis yang bekerja untuk Sultan-Sultan Sambas pada masa awal dan

pertengahan Kesultanan Sambas).

Masyarakat Melayu Sambas secara Budaya dan Intelektual adalah yang

terkemuka di Kalimantan Barat, beberapa budaya Melayu Sambas yang masih populer di kalangan Masyarakat Kalimantan Barat dari dulu (masa Kerajaan) hingga sekarang diantaranya adalah Kain Khas yaitu yang disebut Kain Sambas / Kaing Lunggi / Kain Songket Sambas, Makanan Khas yang disebut Bubbor Paddas / Bubur Pedas (dengan khas menggunakan daun Kesum / daun Kesuma), Lagu-Lagu Daerah Sambas (dari masa lampau / Kerajaan) sangat mendominasi khazanah lagu-lagu daerah di Kalbar hingga sekarang disamping Lagu-lagu daerah Dayak dan banyak lagu-lagu daearah Sambas itu adalah berstatus anonim yang tidak diketahui siapa pembuatnya karena sudah begitu lama yang dilantunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi seperti Lagu Alok Galing, Cik cik Periuk, Kapal Belon dan lainnya, Tarian Daerah Khas Sambas seperti Tandak Sambas, Jepin dan lainnya.

Pada masa Kerajaan (Kesultanan Sambas) masyarakat Melayu Sambas juga terkenal sangat Agamis (Islam) yang paling terkemuka di Kalimantan Barat sehingga sempat disebut sebagai "Serambi Makkah" Kalimantan Barat. Pada masa Kerajaan, Ulama-Ulama Islam dari Kesultanan Sambas sangat terkemuka dibanding Kerajan-Kerajaan lainnya di Kalimantan Barat ini, bahkan Ulama-Ulama Islam dari Kesultanan Sambas telah ada yang berkaliber Internasional misalnya pada abad ke-19 M ada Ulama Kesultanan Sambas yang bernama Shekh Khatib Achmad As Sambasi yang menjadi Ulama di Makkah Al Mukarramah dan menjadi Pemimpin Ulama-Ulama Nusantara yang menuntut Ilmu Agama di Makkah

dengan gelar Shekh Sharif Kamil Mukammil. Kemudian pada abad ke-20 M ada Ulama Kesultanan Sambas bernama Shekh Muhammad Basuni Imran (Mufti Kesultanan Sambas) yang adalah lulusan Al Azhar kairo, Mesir yang terkenal di Timur Tengah karena suratnya kepada Mufti Mesir yang berjudul "Mengapa Umat Islam saat ini Mengalami Kemunduran". Jejak kejayaan Islam di Sambas itu yang masih nampak pada sekitar tahun 80-an dimana Qori-qori dari Sambas cukup mendominasi dalam mewakili Kalimantan Barat di tingkat Nasional dan

Internasional.

Sedangkan pada masa Kerajaan, Kesultanan Sambas adalah sebuah Kerajaan Maritim (Pesisir) yang sempat menjadi Kerajaan terbesar di wilayah Borneo Barat (Kalimantan Barat) selama sekitar 100 tahun (dari awal tahun 1700-an hingga awal tahun 1800-an). Urutan Kerajaan-Kerajaan terbesar di Kalimantan Barat dari awal adalah Kerajaan Tanjung Pura yang setelah runtuh dilanjutkan oleh

(4)

kemudian setelah masuknya Belanda ke wilayah Kalimantan Barat pada tahun 1818 posisi Kerajaan terbesar di Kalimantan Barat beralih dipegang oleh Kesultanan Pontianak. Kesultanan Sambas berdiri pada tahun 1671 M yang kemudian memerintah selama sekitar 279 tahun melalui Pemerintahan 15 Sultan-Sultan Sambas dan 2 Ketua Majelis Kesultanan Sambas secara turun temurun hingga kemudian berakhirnya Pemerintahan Kesultanan Sambas dengan bergabung ke dalam Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950.

Kabupaten Sambas terkenal dengan sebuah peninggalan sejarah yaitu sebuah keraton peninggalan Kesultanan Sambas. Penduduknya mayoritas melayu, dan berbahasa melayu. Sebagian besar bahasa yang digunakan adalah sama. Bahasa Melayu sangat mudah dipahami, apalagi bagi orang yang mendengar orang Betawi berbicara, karena kurang lebih bahasa Betawi dan Melayu sama, misalnya: Seseorang berbicara, "Kamu mau ke mana?", jika dalam bahasa melayu "Kau nak ke mane", (penyebutan "e" dalam bahasa melayu, sedangkan bahasa suku Sambas membunyikan "e" seperti bunyi pada kata "lele". Keunikan lain dari bahasa Melayu Sambas adalah pengucapan huruf ganda seperti dalam Bahasa [Melayu] Berau di Kalimantan Timur, seperti pada kata 'bassar' (artinya besar dalam bahasa indonesia).

Jika menilik kebelakang Sambas pra Islam maka dapat kita tarik dari dua sisi, Pertama; Sambas dari sisi Budaya dan Kedua Sambas dari sisi Bahasa. Kita akan lihat dari sisi pertama yakni sisi Bahasa. Suku Sambas dari sisi bahasa

merupakan rumpun terdekat dari Bahasa Banyuke (Dayak Kanayatn atau rumpun bahasa Selako). Sangat banyak kosa kata yang sama antara kedua bahasa tersebut. Bahasa Sambas memiliki dialeg tersendiri setelah turun temurun beradaptasi dengan lingkungan dan peradaban. Sebelum menjadi Melayu tentu Sambas pra Melayu adalah juga Dayak atau turunan dari Dayak. Hal itu tidak mungkin dipungkiri sebab secara wilayah pun Sambas berada sangat dekat dengan wilayah Dayak Kanayatn (Selako) atau Dayak berbahasa Bangahe dan Bangape bahkan wilayah tersebut tanpa batas sungai atau laut. Hal itu memungkinkan terjadinya perubahan bahasa setelah orang Sambas yang sejatinya Dayak beragama Hindu awal berubah menjadi Dayak Islam dan

menciptakan budaya baru dan dialeg bahasa baru dengan tidak meninggalkan akar kosa katanya.

(5)

Setelah Belanda masuk ke Indonesia dan masuk ke wilayah Kalimantan Barat barulah dimulai era perselisihan akibat dibenturkan oleh politik Devide et Impera. Politik Devide et Impera inilah yang membuat perbedaan-perbedaan menjadi semakin meruncing khususnya perbedaan agama. Sejak masuknya Belanda sebagian besar orang Sambas telah beragama Islam sehingga sulit untuk di Kristenkan oleh misi dari Belanda sehingga misi Belanda menggarap sebagian besar masyarakat yang berada di pedalaman yang masih beragama Hindu Kaharingan (agama asli dalam budaya Hindu Dayak). Alhasil penduduk pedalaman yang tadinya Hindu Dayak banyak yang menjadi pemeluk agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan.

Semula ajaran Islam diperkenalkan di antara orang-orang Dayak namun sebagian kecil dari mereka menjadi Islam. Penyebarannya melalui Sungai Mempawah dan Sungai Sambas, Sungai Selakau dan banyak anak sungai

lainnya. Namun penyebaran Islam tidak sampai ke pedalaman sehingga banyak penduduk di bagian paling dalam tidak tersentuh misi Islam tetapi sebaliknya tersentuh oleh misi Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Hal itu dapat kita lihat dari banyaknya orang Dayak beragama Kristen yang memakai nama bernuansa Islam seperti; Rabudin, Burhanudin, Muhammad, Syafei, Jainudin dan sebagainya termasuk nama-nama wanitanya bernuansa Islami namun mereka beragama Kristen. Artinya pengaruh Islam telah masuk namun tanggung. Sebagian besar hanya pengaruh Islam saja yang masuk namun tidak sampai kepada amasuknya keyakinan Islam dalam budaya Dayak pedalaman sehingga batallah orang Dayak menjadi Melayu seperti yang terjadi pada Dayak-Dayak lainnya yang telah

(6)

Bahasa Melayu Sambas[sunting | sunting sumber] orang urang urang urang uang tengah tanga

besi tagar tagar tagar tagar yang nang yang nang yang bungsu bussu busu busu

-Lagu Daerah Melayu Sambas[sunting | sunting sumber] CA' UNCANG

GERATTAK BATU SAMBAS (= Jembatan Batu Sambas) Ngape Me

Pranala luar[sunting | sunting sumber] Suku Sambas

(7)

[1]

Peta Bahasa di Kalimantan

http://infopontianak.org/benarkah-bahasa-sambas-merupakan-cikal-bakal-bahasa-melayu-nusantara-dan-bahasa-indonesia/

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sambas

(8)

Teori lama, yang dipelopori oleh Kern (Collins 2006: 14) menyatakan bahwa migrasi Melayu purba ke Nusantara berasal dari Champa, Chocin-Cina

(Indonesia),Kamboja dan sekitarnya terus ke Semenanjung Melayu dan menyebar ke kawasan lain di Nusantara ini. Namun, teori itu telah usang. Terhadap teori itu Peter Bellwood (Collins 2006; 19), seorang ahli arkeologi Australia menyatakan :

“the old idea, so often repeated in popular works today, that the

Austonesian migrated from the Asian mainland through the Malay Peninsula or Vietnam is absolutely wrong.”

Bukti-bukti bahasa dan arkeologis menunjukan bahwa migrasi Austronesia purba yang merupakan asal-usul bahasa Melayu justru berasal dari Taiwan ke Fhilipina terus ke Kalimantan melalui sebelah utara Fhilipina. Berdasarkan kesimpulan tentatif Bellwood (2006:61) migrasi itu diperkirakan terjadi pada 2500 atau 1000 sebelum masehi. Oleh karena itu, dihipotesiskan bahwa di kawasan Nusantara, Melayu pertama kali bertapak di bagian barat pulau Kalimantan.

(9)

pelayaran. Oleh karena itu, mereka sangat mudah untuk menyalurkan benda dan budaya antara orang Austronesia di pedalaman dan orang-orang yang tinggal di luar batas perairan Kalimantan.

Karena penguasaan teknologi maritim yang maju, penutur bahasa melayu purba pindah dari kawasan barat kalimantan kearah barat menyebrang laut cina selatan melalui pulau Tambela(n) dan Riau ke Sumatra kemudian ke ujung

selatan yaitu ke semenanjung Malaysia sekarang. Migrasi selanjutnya terjadi dari bagian barat Kalimantan menyebar di sepanjang pantai utara Kalimantan

selanjutnya menuju ke selatan dan kembali menuju barat. Oleh karena itu hampir sebagian besar daerah dengan sistem perairan yang penting di Kalimantan terdapat pemukiman yang menjadi penutur bahasa Melayu.

Selanjutnya terjadi pula migrasi ke pulau Luzon terus kepulau Maluku. Sementara itu perpindahan dari bagian Barat Kalimantan tetap berlangsung keselatan

menyebrangi Selat Karimata ke Belitung dan Bangka di bagian selatan Sumatra, khususnya daerah sungai Musi dan pantai barat Jawa, termasuk Jakarta

sekarang. Menurut perkiraan Collins (2005b; 4) terjadi migrasi penutur bahasa Melayu Purba ini bermula menjelang abad ke-2M atau sekitar tahun 100M. Sejarah migrasi yang diuraikan diatas didasarkan atas pendapat sebagian besar ahli arkeologi Austronesia dan Linguistik komperatif bahwa bagian barat Kalimantan merupakan tanah asal Melayu. Berdasarkan pendapat diatas dapat diduga bahwa kawasan Sambas sekarang merupakan salah satu daerah yang sejak migrasi Purba sudah menjadi tempat pemukiman orang Melayu.

Pendapat itu di perkuat lagi oleh temuan yang menunjukan bahwa

Kalimantan Barat sudah berhubungan dengan dunia internasional sejak lama. Di kalimantan Barat di temukan manik-manik batu Akik dari india dengan gendang gangsa dari Dongsong Asia tenggara yang bertahun abad ke-4M dan juga

timbunan patung Budha dari Perak dan emas yang bertarikh sekitar abad ke-8M. Sejak masa itu terjadi interaksi berbagai suku bangsa. Sambas yang merupakan salah satu daerah pantai bagian barat Kalimantan, terlibat dalam hiruk-pikuk interaksi itu.

Pada gelombang berikutnya tidak hanya terjadi migrasi dari bagian barat Kalimantan kekawasan lain di Nusantara, tetapi sebaliknya. Kekayan alam seperti hasil hutan dan terutama hasil tambang berupa emas dan intan di Kalimantan Barat sudah menarik perhatian orang luar untuk datang kekawasan ini, oleh karena itu Kalimantan Barat segera menjadi pembicaraan luas di dunia luar. Orang-orang dari Cina, Sumatra,Semenanjung Melayu, termasuk orang-orang dari kawasan timur indonesia sekarang, membentuk pemukiman di Kalimantan Barat termasuk Sambas. Tidak heran di beberapa tempat nama-nama terdapat kampung yang menunjukan asal-usul komunitas yang pertama kali membuka kampung tersebut seperti kampung Bangka, Kampung Cina, Kampung Arab, Kampung Bugis,Kampung Jawa, dan sebagainya. Pada

(10)

Tidak sedikit terjadi pula pembauran dengan penduduk setempat, bahkan ada pula yang kemudian menikah dengan penduduk setempat.

Dan dari uraian diatas dapat di nyatakan bahwa asal-usul masyarakat Melayu Sambas sekarang terdiri dari beberapa campuran penduduk asli dengan endatang dari Taiwan sebagai pembawa bahasa Ausronesia Purba, penduduk yang datang dari bagian lain Nusantara yang lebih kemudian adalah seperti Brunei, Sumatera, Semenanjung Melayu, Kawasan timur Indonesia dan beberapa kawasan lain didunia. Meskipun demikian dapat dipastikan bahwa masyarakat Melayu Sambas sekarang sebagian besarnya dari penduduk asli.

Referensi

Dokumen terkait

Subyek penelitian adalah orangtua dan anak suku bangsa Batak Toba dan Melayu, yang bertempat tinggal di desa asalnya, yaitu suku bangsa Melayu di desa Bogak, dan suku bangsa

Akan tetapi, apa yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Sambas dalam memberikan didikan kepada anak usia dini sesuai untuk membangun karakter seorang anak dikarenakan sesuai

Asal Usul Anggota DPRD Asal-usul anggota DPRD, apakah anggota tersebut berasal dari salah satu suku yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni, atau pun yang berasal dari Nusantara,

Mata kuliah Ilmu Ternak Unggas membahas tentang sejarah peternakan unggas, asal-usul dan teori pembentukan bangsa ayam, pengenalan kelas-kelas ayam, bangsa dan varietasnya,

Provinsi Kalimantan Timur terdapat suku bangsa yaitu : Dayak, Melayu, Kutai, Abai, Berusuh, Kayan, Tidung,

Besar kecilnya suku bangsa yang ada di Indonesia tidak merata. Suku bangsa yang jumlah anggotanya cukup besar, antara lain suku bangsa Jawa, Sunda,

Misteri dari asal usul Suku Bajo memang sangat menarik di telusuri akan tetapi peneliti di sini tidak akan meneliti mengenai asal usul dari Suku Bajo, namun akan akan

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya konflik massa yang terjadi kisaran tahun 2000 antara suku bangsa Kerinci (Melayu Kerinci) dengan suku bangsa