• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prasetyowati, Ayu Putri Novianty, Mutia Risa Haryuni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prasetyowati, Ayu Putri Novianty, Mutia Risa Haryuni"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 64

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH KULIT

SINGKONG (MANIHOT ESCULENTA L. SKIN)

UNTUK

BAHAN PENGAWET KAYU

Prasetyowati*, Ayu Putri Novianty, Mutia Risa Haryuni

*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

jumAbstrak

Ketersediaan kulit singkong di Indonesia sangat potensial untuk diolah menjadi asap cair. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa senyawa organik pada proses pirolisis. Pada penelitian ini dilakukan penyelidikan pengaruh variasi temperatur dan waktu pemanasan terhadap proses pirolisa kulit singkong menjadi asap cair, dengan variasi kondisi operasi yang dilakukan adalah suhu pemanasan sebesar 150 oC; 175 oC; 200 oC; 225 oC, 250 °C dengan waktu pemasan selama 10 menit; 20 menit; 30 menit. Parameter-parameter yang diukur untuk menentukan kualitas asap cair adalah volume, pH, konsentrasi asam asetat dan konsentrasi fenol. Dari hasil penelitian diperoleh kualitas asap cair terbaik pada pemanasan pada suhu 250 oC selama 30 menit, dimana asap cair yang diperoleh memiliki pH 2,9 kadar asam 59,4 mg/ml dan kadar fenol 0,0321mg/ml.

Katakunci : Kulit singkong, Asap cair, pirolisis

Abstract

Availability cassava peel in Indonesia is very potential to be processed into liquid smoke. Liquid smoke obtained from the condensation of smoke compounds decomposition of organic compounds in the pyrolysis process. In this research, the effect of temperature variation investigation and heating time on the pyrolysis process cassava peel into liquid smoke, with variations of operating conditions was conducted the heating temperature of 150 ° C; 175 oC; 200 oC; 225 ° C, 250 ° C for 10 minutes; 20 minutes, 30 minutes. The parameters were measured to determine the quality of liquid smoke is the volume, pH, concentration of acetic acid and phenol concentration. The result showed the best qualities of liquid smoke on heating at 250 ° C for 30 minutes, where the liquid smoke obtained had a pH 2.9 acid levels 59.4 mg / ml and phenol 0.0321 mg / ml.

Keywords: cassava peel, liquid smoke, pyrolysis

1. PENDAHULUAN

Singkong adalah tanaman rakyat yang telah dikenal di seluruh pelosok Indonesia. Saat ini produksi singkong di Indonesia telah mencapai kurang lebih 20 juta ton per tahun (BPS, 2008). Singkong merupakan hasil pertanian yang jumlahnya berlimpah dan perlu alternatif lain dalam pemanfaatannya untuk menunjang program ketahanan pangan sesuai dengan PP Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan yang mengatur ketersediaan pangan, cadangan pangan, Penganekaragaman - pangan, pencegahan, dan penanggulangan masalah pangan.

Penelitian Turyoni (2005),menyatakan bahwa kandungan karbohidrat kulit singkong segar blender adalah 4,55%, sehingga memungkinkan digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dalam proses

(2)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 65 memiliki nilai ekonomi tinggi seperti kulit

singkong yang sangat potensial untuk diolah menjadi asap. Dengan meningkatnya produksi asap cair yang menggunakan bahan dasar kulit singkong maka akan mengurangi terjadinya pencemaran udara karena adanya penguraian senyawa-senyawa kimia dari proses pembuatan pengawet kayu dan lain-lain. Pada proses pirolisis yaitu proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen komponen penyusun kulit singkong. Kulit dimasukkan dalam tungku kemudian dipanaskan, selama prose pemanasan gas yang terbentuk dari hasil pembakaran kulit tersebut terkondensasi oleh air dan terbentuklah asap cair. Asap cair dapat digunakan untuk pengawet kayu, yaitu sebagai lapisan luarnya kayu yang diolesi dengan menggunakan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair.

Rayap tanah CoptotermesCurvignathus

merupakan organisme yang cukup penting sebagai perusak kayu dan bangunan di Indonesia. Spesies ini memiliki penyebaran yang luas dan kasus serangannya terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kerusakan bangunan dan komponen kayu akibat serangan rayap telah menyebabkan kerugian yang tidak sedikit.

Kerusakan tersebut terjadi pada pohon yang masih berdiri, kayu gergajian dan produk kayu lain dalam penyimpanan dan pemakaian (Nandika, 1983).

Pada tahun 1996 kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia mencapai 1.67 triliun rupiah, belum termasuk kerugian pada gedung perkantoran, fasilitas industri dan fasilitas sosial lainnya. (Rakhmawati, 1996).

Upaya pencegahan kerusakan kayu sangat penting dalam rangka peningkatan mutu dan masa pakai kayu. Salah satu langkah strategis yang dapat diterapkan adalah penerapan teknologi pengawetan kayu dengan bahan pengawet alamo sesuai standar teknis yang berlaku. Hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah mencari alternatif bahan pengawet yang tidak membahayakan lingkungan dan aman bagi manusia dan bersifat racun bagi hama dan perusak kayu.

Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan asap cair yang berasal dari kondensasi dari produk bahan baku kulit singkong melalui proses karbonisasi dengan cara destilasi kering, sehingga dimungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengawet kayu (Jasni dan Pari, 1999).

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : Mengembangkan produk pemanfaaatan asap pembakaran limbah kulit singkong, memotivasi untuk mengembangkan produk pemanfaatan asap cair dan merupakan salah satu penunjang pengembangan industri pembuatan asap cair.

Singkong

Singkong (MannihotesculentaCrantz) merupakan tanaman tahunan tropika dan subtropika yang umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok karena kandungan karbohidratnya yang tinggi dan daunnya bias dijadikan sayuran. Dalam sistematika tanaman, singkong termasuk kelas Dicotyledoneae dan termasuk family Euphorbiaceae, genus Manihot yang memiliki 7.200 spesies. Tanaman singkong merupakan tanaman nomortiga setelah padi dan jagung, sebagai tanaman sumber karbohidrat dan merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman yang lain. Di Indonesia tanaman ini memiliki nama lain lain, kasepe, ketela, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut cassava. Singkong (Manihotesculenta) pertama kali dikenal di Amerika Selatan, kemudian dikembangkan di Brazil dan Paraguay.

Kulit Singkong

Kulit singkong sering kali dianggap limbah yang tidak berguna oleh sebagian industry berbahan baku singkong. Oleh Karena itu, bahan ini masih belum banyak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja dan umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak. Kulit singkong dapat menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi, antara lain diolah menjadi tepung mocaf. Persentase kulit singkong kurang lebih 20% dari umbinya sehingga per kg umbi singkong menghasilkan 0,2 kg kulit singkong. Kulit singkong lebih banyak mengandung racun asam biru disbanding daging umbi yakni 3-5 kali lebih besar, tergantung rasanya yang manis atau pahit. Jika rasanya manis, kandungan asam birunya rendah sedangkan jika rasanya pahit, kandungan asam birunya lebih banyak. (Salim, 2011:79-80)

Tabel 1. Komposisi kulit singkong Komposisi Persentase (%)

Abu 6,3

Air 9,8

Serat (termasuk

selulosa) 83,9

(3)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 66

Pirolisis

Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila kulit singkong dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Widjaya, 1982).

Pada saat pirolisis, energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang kompleks terurai, sebagian besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari pirolisis adalah “destructive distillation” atau destilasi kering, dimana merupakan proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas pengasapan yaitu dengan menggunakan asap cair yang diperoleh dengan cara pirolisis kulit singkong kemudian dilakukan kondensasi. Menurut Maga (1987) asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari asap kayu dalam air yang dapat diperoleh dari hasil pirolisis kayu.

Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis kayu yang merupakan proses dekomposisi dari komponen-komponen penyusun kayu seperti lignin, selulosa dan hemiselulosa akibat panas tanpa adanya oksigen (Tahir, 1992).

Menurut Tahir (1992), pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam penggolongan produk yaitu :

1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa gas CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang

mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 dan

hidrokarbon tingkat rendah lain.

2. Destilat berupa asap cair dan tar : Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah metanol dan asam asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metil asetat, asam format, asam butirat dan lain-lain.

3. Residu (karbon) : Tempurung kelapa dan kayu mempunyai komponen-komponen yang hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu

berbeda-beda tergantung dari jenis kayu.

Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa dan satu bagian hemiselulosa, serta satu bagian lignin. Adapun pada proses pirolisis terjadi dekomposisi senyawa-senyawa penyusunnya, yaitu :

Pirolisis Selulosa

Selulosa adalah polisakarida yang tersusun dari 100-1000 unit molekul-molekul glukosa anhidrat, yang berhubungan dengan ikatan glikosida. Gugus fungsionalnya adalah gugs hidroksil yang masing-masing unit glukosa terikat dengan gugus fungsional tersebut ( Maga, 1987 ). Pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap, yaitu rekasi hidrolisis menghasilkan glukosa. Tahap kedua reaksi pembentukan asam asetat serta homolognya, bersama – sama dengan air dan sejumlah kecil furan dan fenol.

Girard (1982) dan Maga (1987) mengemukakan bahwa pirolisis selulosa dapat terjadi dalam dua jalur, jalur satu terjadi jika suhu pirolisis yang digunakan dibawah 300oC, pada jalur ini selulosa akan terdekomposisi dengan mereduksi derajat polimernya, melalui pemecahan ikatan, pembebasan air, pembentuk radikal bebas, pembentuk karbonil, karbonil dan gugus-gugus hidroperoksida, pelepasan karbon monoksida, karbon dioksida serta pembentukan residu arang, jalur kedua terutama terjadi jika suhu pirolisis yang digunakan diatas suhu 300oC . Jalur ini meliputi pemecah reaksi menghasilkan komposisi gula anhidrat yang berbentuk tar dan senyawa volatile dengan berat molekul rendah. Jika temperature pirolisis bertambah maka jumlah tar akan bertambah tetapi jumlah arang akan berkurang.

Pirolisis Hemiselulosa

Hemiselulosa adalah jenis polisakarida dalam kayu dengan berat molekul kecil. Hemiselulosa disusun oleh pentosan (C6H8O4)

antara 14-16% dari berat kayu sedangkan heksosan (C6H10O5) antara 3-6% dari berat

kayu. Golongan pentosan terdiri dari dua senyawa yaitu silan dan araban, yang masing-masing berbeda struktur dan molekulnya. Pada umumnya kandungan araban dalam kayu lebih banyka daripada kandungan silan. Pirolisis pentosan membentuk furan dan derivate-derivatnta serta asam karboksilat.

(4)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 67

Pirolisis Lignin

Lignin adalah makromolekul yang terikat dengan sel-sel kayu, 60% terdapat pada dinding sel. Strukturnya tiga dimensi bercabang banyak merupakan struktur komplek molekul polifenol dengan berat molekul yang besar. Kandungan lignin dalam berbagai spesies tumbuhan sangat bervariasi sekitar 20-40% (Maga, 1987).

Lignin merupakan komponen kayu yang ketiga dimana komponen ini jika mengalami pirolisis akan menghasilkan senyawa siringol dan derivatnya serta guailakol, bila teroksidasi akan membentuk vanillin (Girard, 1992). Siringol bila teroksidasi akan membentuk siringaldeide. Siringol bersama-sama dengan senyawa eter fenol dan derivatnya mempunyai peran sebagai pemberi aroma asap. Menurut Maga (1987) siringol berperan dalam memberikan bau dan flavor pada asap. Karakter bau dari siringol adalah segar seperti wisky dan tajam. Guillen dan Ibargoita (1995) menambahkan bahwa siringol mempunyai komponen yang kandungannya paling besar dalam asap cair.

Senyawa karbonil berperan pada pembentukan flavor dan warna, sedangkan senyawa turunan fenol eter fenolik seperti guaiakol memberikan efek flavor dan mempunyai aktivitas anti bakteri, sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan.

Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pirolisis

Blasi (2000) menyampaikan factor-faktor yang mempengaruhi proses pirolisis adalah :

a. Suhu

Suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses pirolisis, karena proses perengkahan biomassa memerlukan energy kalor, semakin tinggi suhu, maka hasil cair yang diperoleh akan semakin besar, namun pada suhu tertentu kenaikan malah akan menurunkan hasil cair yang diperoleh.

b. Kecepatan Transfer Panas

Kecepatan pemanasan yang tinggi diperlukan untuk menjamin ketersediaan kalor reaksi pirolisis yang berlangsung cepat. Semakin besar kecepatan pemanasan, maka hasil cair yang diperoleh semakin besar, sedangkan padatan semakin kecil. (Onay dan Kockar, 2004)

c. Waktu Tinggi Gas Hasil pirolisis

Tar yang dihasilkan merupakan katalis pada proses cracking, waktu tinggal gas yang lebih lama akan memberikan kesempatan terjadinya cracking kedua sehingga hasil cair akan semakin rendah, hasil padatan akan semakin besar (Onay dan Kockar, 2004)

d. Ukuran Butiran

Pengaruh ukuran butiran pada proses pirolisis akan parallel disertai butiran panas dalam butiran. Ukuran butiran cukup kecil membuat panas mudah tersebar secara merata keseluruh bagian semakin besar, ukuran partikel yang semakin besar pemanasan akan berlangsung lambat, akibatnya suhu rata-rata pada partikel akan lebih rendah dan mengakibatkan hasil yang diperoleh lebih sedikit.

Komposisi Asap Cair

Asap cair adalah suatu suspensi koloid yang mengandung partikel cair dan uap, yang dihasilkan dari pirolisis kayu dibawah kondisi yang terkendali tanpa adanya udara (Pcsczola, 1995). Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu. Senyawa yang terdapat didalam asap dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu fenol dan derivatnya, karbonil (keton dan aldehid), asam, furan, dan derivatnya, alcohol dan ester, lakton, hidrokarbon alifatik dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girard, 1992). Komponen utama yang menyumbang dalam reaksi pengasapan hanya tiga senyawa yaitu fenol, asam dan karbonil ((Hollenbeck, 1978).

Komposisi asap dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah jenis kayu, kadar air dan suhu pembakaran yang digunakan. Kadar air kayu yag tinggi akan menurunkan kadar fenol dan meningkatkan senyawa karbonil serta flavor produknya lebih asam. Asap cair segar yang terlarut dalam air biasanya mempunyai warna kuning cemerlang yang kemudian bila disimpan akan menjadi kecoklatan. Perubahan ini disebabkan karena pembentukan kondensasi warna coklat ini bersama dengan tar dan senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis akan mengendap.

(5)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 68 kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti

iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Astuti, 2000).

Adapun komponen - komponen penyusun asap cair meliputi:

1. Senyawa Fenol

Fenol (C6H6OH) memiliki berat

molekul (BM) sekitar 94,11 dengan titik didih 181,2oC. Senyawa fenol mempunyai peran

sebagai pembentuk warna pada produk asapan. Selain itu juga mempunyai aktifitas anti oksidan yang dapat memperpanjang massa simpan produk asapan. Kandungan fenol dalam asap sangat tergantung pada temperature pirolisis bahan baku.

Menurut Girard (1992) kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 100 sampai 200 mg/kg. Menurut Tranggono (1996) asap cair mengandung senyawa fenol 2,10% - 5,13 %. Diantara faktor yang mempengaruhi konsentrasi serta komposisi asap cair, pengaruh suhu merupakan faktor yang sangat penting. Guillen dan M.J. Manzanos (1996), mengemukakan bahwa konsentrasi dan komposisi asap cair sangat dipengaruhi oleh temperatur proses.

Maga (1987) mengemukakan bahwa senyawa fenol yang terdapat dalam asap kaya umumnya berupa hidrokarbon aromatic yang tersusun dari cincin benzene dan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehida dan ester.

2. Senyawa Asam

Senyawa asam mempunyai peranan yang sangat penting pada kualitas produk asapan, walaupun senyawa ini tidak mempunyai efek karakteristik yang spesifik, tetapi berpengaruh pada keseluruhan kualitas organoleptik. Menurut Girard (1992) senyawa asam terbagi dalam dua fase yaitu fase uap dan fase cair.

Asam organik adalah senyawa organik yang mempunyai derajat keasaman (bahasa Inggris: acidic properties). Asam organik yang paling umum adalah asam alkanoat yang memiliki derajat keasaman dengan gugus karboksil COOH, dan asam sulfonat dengan gugus -SO2OH mempunyai derajat keasaman yang

relatif lebih kuat. Stabilitas pada gugus asam

sangat penting dan menentukan derajat keasaman sebuah senyawa organik.

Pada bidang biologi, terdapat gugus asam dengan derajat keasaman yang rendah, misalnya gugus -OH, -SH, gugus enol, gugus fenol. Senyawa bio-organik dengan gugus semacam ini tidak digolongkan sebagai asam organik. Contoh senyawa tersebut antara lain: asam laktat, asam asetat, asam format, asam sitrat dan asam oksalat.Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini

seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH,

CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni

(disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7oC.

3. Senyawa Karbonil

Senyawa karbonil dibentuk karena dekomposisi termal dan reaksi penataan ulang selulosa dan hemiselulosa (Girard, 1992). Menurut Maga (1987) terdapat sekitar 107 jenis senyawa karbonil dalam asap berbagai jenis kayu, tetapi jenis senyawa yang ditentukan adalah vanillin dan siringaldehida.

Senyawa-senyawa karbonil yang terdapat di dalam asap cair meliputi formaldehid, glikoaldehid, metilglioksal, diasetil, furfural, aseton dan hidroksiaseton. Diantara komponen karbonil ada 4 komponen yang sangat mempengaruhi yaitu glikoaldehid, metilglioksal, formaldehid dan aseton. Glikoaldehid dan metal glioksal merupakan bahan pencoklat yang aktif dengan gugus amino, tetapi aseton memiliki potensi pencoklatan yang lebih rendah. Formaldehid mudah bereaksi dengan gugus aminonya tanpa menaikkan intensitas warna coklat (Ruiter, 1979). Senyawa karbonil (aldehid dan keton) mempunyai pengaruh utama pada warna (reaksi maillard) sedang pengaruhnya pada cita rasa kurang menonjol. Warna produk asapan disebabkan adanya interaksi antara karbonil dengan gugus amino (Girard, 1992). Kandungan senyawa karbonil dari berbagai jenis kayu bervariasi antara 8,56-15,23% dengan variasi rata-rata 11,84% sedangkan untuk tempurung kelapa sebesar 13,28% (Tranggono., dkk, 1996).

4. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatik (HPA)

(6)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 69 merupakan polutan utama, salah satu jenis

senyawa ini adalah benzo(a)pyren telah dilaporkan merupakan senyawa yang mempunyai efek karsinogenik yang paling berbahaya, beresiko menjadi penyebab tumor daripada senyawa HPA.

Girard (1992) mengemukakan bahwa mekanisme pembentukan benzo(a)pyren terjadi dari dekomposisi senyawa-senyawa volatile yang terbentuk selama prioliis yang menghasilkan radikal metilan dan hydrogen. Dimerisasi metilan menghasilkan etilen dan melalui reaksi polimerisasi terbentuk cincin benzo(a)pyren.

Untuk menurunkan kandungan senyawa karsinogenik (benzopiren) dari asap cair sebelum dimanfaatkan hingga 10 ppm batas baku mutu yang dipersyaratkan, maka asap cair yang dihasilkan harus dilewatkan pada kolom adsorpsi dengan menggunakan adsorben (Padil, 2005a; Plascheke, 2003)

Sifat Fungsional

Pszczola (1995), mengemukakan

bahwa dua senyawa utama dalam asap cair yang mempunyai efek terhadap bakteri adalah fenol

dan asam-asam organik. Dalam bentuk

kombinasi, kedua senyawa tersebut bekerja secara efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikroba.

Menurut Girrard (1992), senyawa-senyawa dalam asap cair seperti fenol, formaldehid serta senyawa asam organik bersifat mampu membunuh bakteri sehingga berpengaruh terhadap daya simpan produk asapan.

Manfaat Asap Cair

Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain :

1. Industri pangan

Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. 2. Industri perkebunan

Asap cair dapt digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.

3. Industri kayu

Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji, 1999).

Beberapa hal yang menguntungkan

dari penggunaan asap cair dibandingkan dengan pengasapan secara tradisional, antara lain (pearson & Tauber 1973) :

a. Tidak memerlukan alat generator yang

cukup mahal

b. Komposisi asap cair lebih konsisten untuk pemakaian yang berulang-ulang

c. Senyawa penyebab kanker dapat dikurangi

d. Proses yang dilakukan lebih cepat dan

hasilnya relatif lebih banyak.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit singkong.

Alat dan Bahan

Alat yang dibutuhkan :

1. Reaktor (tempat pembakaran kulit singkong)

2. Unit Kondensor 3. Alat Titrasi 4. Beker Gelas 5. Erlenmeyer 6. Gelas Ukur 7. Neraca Analitik 8. Spektofotometer 9. Kompor

10. Termokopel Digital

Bahan yang dibutuhkan adalah : Kulit Singkong

1. Media Pendingin 2. Indikator pp 3. NaOH 0,1 M 4. Aquadest 5. H3PO4

6. NH4Cl

7. NH4OH

8. Amino Antipirin 9. Kalium Fersianida 10. Cloroform (CHCl3)

11. Natrium Sulfat Anhidra 12. Tembaga Sulfat (CuSO4)

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian sebagai berikut :

Pengambilan Contoh

Sampel diambil di Pasar Satelit Perumahan Nasional Palembang

Persiapan Kulit Singkong

1. Kulit singkong dibersihkan dari tanah ataupun kotoran yang menempel

(7)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 70 3. Kulit singkong yang sudah kering

dipotong-potong menjadi beebrapa bagian kecil.

Proses Pembuatan Asap Cair

1. 1. Menyiapkan 1 unit kondensor

2. Menimbang potongan kulit singkong sebanyak 200 gram

3. Memasukkan potongan kulit singkong ke reaktor

4. Menghubungkan corong asap dengan kondensor menggunakan selang dan sambungkan termokopel ke reaktor

5. Menyalakan kompor, tunggu sampai suhu yang dikehendaki tercapai dan jaga suhu agar tetap konstan

6. Hasil kondensasi di tampung di erlenmeyer dan lakukan proses kondensasi sesuai dengan lama pembakaran

7. Mencatat volume asap cair yang didapat dan menimbang arang yang terbentuk.

BLOK DIAGRAM PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH KULIT SINGKONG

Analisa Kandungan Fenol

1. Ambil beberapa ml asap cair lalu ditambah dengan aquadest sampai volume nya 100 ml Tambahkan H3PO4 sebanyak 1 ml dan CuSO4 sebanyak 1 ml.

2. Destilasi sampai di dapat destilat sekitar 80 ml.

3. Tambah 30 ml air aquadest, lanjutkan destilasi sampai jumlah destilat 100 ml. 4. Destilat di tambah dengan 2 ml NH4Cl, dan

NH4OH sebanyak 1 ml

5. Tambahkan 0,5 ml larutan amino antipirin,kocok.

6. Tambahkan 0,5 ml larutan kalium ferisianida kocok dan diamkan

7. Ekstrak dengan chloroform 5 ml

8. Saring ekstrak melalui kertas saring yang di beri zat 1 gr natrium sulfat anhidridat 9. Hasil saringan segera di ukur dengan

spektofotometer pada panjang gelombang 480 nm.

Analisa Kandungan Asam Asetat dengan Cara Titrasi

1. Ambil beberapa 0,2 ml hasil asap cair yang di dapatkan lalu tambahkan aquadest Sampai volumenya 100 ml.

2. Tambahkan 3 tetes indikator phenolptalin 3. Titrasi dengan NaOH 0,1 N.

4. Catat volume NaOH yang digunakan untuk titrasi

5. Hitung kandungan asam asetat dalam asap cair.

Pengukuran pH Asap Cair

Pengukuran pH asap cair dengan menggunakan pH meter, sebelum di lakukan pengukuran pH meter terlebih dahulu di kalibrasi dengan larutan buffer.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan Aroma dan Warna Asap Cair Kulit Singkong

Hasil pengamatan asap cair dari kulit singkong pada berbagai variabel waktu dan suhu pirolisis terhadap aroma dan warna yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Hasil pengamatan Aroma dan warna asap cair kulit singkong

Waktu Prirolisis

Suhu Pirolisis

(OC)

Aroma Warna

10 menit

150

Menyengat Kuning Kecokelatan 175

200 225 250

20 menit

150

Menyengat Kuning Pekat 175

(8)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 71 225

250

30 menit

150

Menyengat Cokelat Tua 175

200 225 250

Selama waktu proses pirolisis berlangsung dan suhu pirolisis semakin lama didapatkan hasil pada waktu 10 menit dengan 5 variabel suhu pirolisis didapatkan hasil aroma yang menyengat dan warna yang kuning kecoklatan. Untuk waktu pirolisis 20 menit dengan 5 variabel suhu pirolisis didapatkan hasil aroma menyengat dan warna kuning pekat sedangkan dengan waktu pirolisis 30 menit dengan 5 variabel suhu menghasilkan aroma yang menyengat dan warna cokelat tua.

Dari hasil yang diperoleh bahwa semakin lama waktu pirolisis dan semakin tinggi suhu pirolisis warna dari asap cair tersebut dihasilkan warna cokekat tua, ini menunjukan kalau suhu pirolisis di naikkan lagi maka hasil warna yang didapatkan akan semakin pekat.

Kandungan Fenol pada Asap Cair

Fenol merupakan senyawa anti oksidan yang terdapat pada asap cair. Kandungan fenol pada asap cair hasil pirolisis pada berbagai temperatur dan waktu pirolisis dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 1. Grafik Pengaruh waktu dan temperatur pembakaran terhadap kandungan fenol (mg/ml)

Pada suhu 150oC kandungan fenol sangat kecil, hal ini dikarenakan kulit singkong yang belum terurai karena kurangnya panas yang dihasilkan dari pirolisis. Kandungan fenol meningkat tajam pada suhu 225°C dan 250oC, hal ini dikarenakan pembentuk fenol pada asap

cair telah terurai lebih optimal. Kandungan fenol terbesar terdapat pada asap cair hasil pirolisis pada temperatur 250oC dengan waktu pirolisis 30 menit, yaitu sebesar 0,04974 mg/ml.

Senyawa fenol merupakan senyawa aktif asap cair yang dapat digunakan sebagai racun serangga dalam mencegah atau menahan serangan hama perusak kayu. Fungsi dari senyawa fenol sebagai racun dan dapat merusak bagian tubuh serangga setelah masuk mulut dan saluran makan, karena memiliki sifat yang asam dan bau yang khas yang tidak disukai oleh rayap.

Kandungan Asam Asetat pada Asap Cair

Kandungan asam asetat yang terdapat dalam asap cair berbeda pada setiap variable temperatur dan waktu pirolisa. Kandungan asam asetat pada asap cair pada berbagai kondisi operasi dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 2. Grafik Pengaruh waktu dan temperatur pirolisis terhadap kandungan Asam Asetat (mg/ml)

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu dan tinggi temperatur pirolisis kulit singkong dan maka kandungan asam asetat pada asap cair pun akan semakin tinggi.

Tingginya temperatur pirolisis dan waktu pirolisis, menyebabkan semakin tinggi panas pada kulit singkong dan untuk menguraikan selulosa menjadi komponen-komponen senyawa kimia yang bersifat asam terutama asam asetat. Banyaknya asam asetat yang dihasilkan dari pirolisa kulit singkong , dapat dilihat pada tabel hasil kadar asap asetat dari sampel asap cair pada lampiran.

HasilPembuatan Asap Cair

(9)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 72

Tabel 3. Hasil Pirolisis Kulit Singkong

Waktu Pirolisis

Suhu Pirolisis

(oC)

Berat Awal (gr)

Berat arang (gr)

Volume Asap Cair (ml)

10 menit

150 200 100 38

175 200 80 39

200 200 75 41

225 200 71 42

250 200 70 48

20 menit

150 200 125 40

175 200 100 41

200 200 95 52

225 200 87 58

250 200 78 60

30 menit

150 200 130 44

175 200 110 47

200 200 105 53

225 200 95 63

250 200 93 66

Selama proses pirolisis berlangsung proses dekomposisi yang melibatkan proses pemutusan dan pembentukan ikatan yang baru. Temperatur pirolisis berpengaruh terhadap pemutusan rantai hidrokarbon dari polimer pada kulit singkong sehingga jumlah asap cair yang dihasilkan pun akan berbeda pada setiap kenaikan temperatur. Meningkatnya temperatur pirolisis menyebabkan semakin besar pula unsur- unsur dalam kulit singkong yang terurai dan terkondensasikan menjadi asap cair.

Gambar 3. Grafik Pengaruh waktu dan temperatur pirolisis kulit singkong terhadap volume asap cair

Dari data hasil percobaan dan grafik pengaruh waktu dan temperatur pirolisis terhadap volume asap cair, terlihat bahwa volume produk asap cair terus meningkat

bersamaan dengan meningkatnya temperatur dan waktu pirolisis. Semakin lama waktu pirolisis dan suhu pirolisis pada kulit singkong maka produk semakin banyak, hal ini dapat dilihat banyaknya arang yang terbentuk. Dengan demikian jumlah asap yang akan dikondensasikan menjadi asap cair pun akan semakin banyak.

Pada penelitian ini didapat asap cair dengan volume tertinggi pada temperatur pirolisis masing-masing sampai 250oC selama 30 menit. Hal ini dikarenakan kulit singkong dan mendapatkan jumlah panas terbanyak dengan waktu paling lama sehinnga unsur-unsur dalam kulit singkong dan akan semakin banyak yang terurai dan terkondensasi menjadi asap cair.

Hasil Pengukuran pH Asap Cair

pH asap cair pada berbagai temperatur dan waktu pirolisis kulit singkong dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Gambar 4. Grafik Pengaruh waktu dan temperatur terhadap pH asap cair

Grafik hasil pengukuran pH asap cair di atas menunjukan bahwa harga pH asap cair sekitar 2,9 – 4,2. Harga pH tersebut menyimpulkan bahwa produk asap cair tersebut bersifat asam. Harga pH akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya temperatur dan waktu pirolisis. Hal ini di karenakan semakin banyaknya unsur-unsur dalam kulit singkong dan yang terurai dan membentuk senyawa - senyawa kimia yang bersifat asam. Harga pH terendah terdapat pada asap cair dari hasil pirolisis pada suhu 2500C sewaktu 30 menit yaitu sebesar 2,9 ini berarti pada kondisi operasi ini banyak senyawa – senyawa kimia yang bersifat asam.

Aplikasi Asap Cair sebagai Pengawet Kayu

(10)

Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 73 rayap tidak datang menyerang dan dapat

bertahan dalam jangka waktu tertentu. Senyawa asam dan fenol berserta turunannya berperan sebagai anti rayap. Komponen kimia yang terdapat dalam asap cair antara lain senyawa – senyawa golongan fenol, karbonil, asam – asam organik, furan, hidrokarbon, alkohol dan lakton.

Tabel 4. Komposisi kimia Asap Cair

Sumber : Maga (1988)

Perbedaan waktu pirolisis dan temperatur untuk mengetahui konsentrasi bahan pengawet yang tepat dalam mencegah munculnya rayap sehingga kayu dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu. Pengawetan kayu merupakan teknologi yang dapat memperpanjang umur pakai kayu, dengan kayu yang di awetkan membantu peningkatan daya guna penggunaan kayu.

Asap cair memiliki sifat racun yang bekerja lambat sehingga rayap yang mengkonsumsinya tidak menunjukan gejala kematian. Apabila racun ini masuk kedalam tubuh rayap akan mengganggu proses metabolisme pada sel – sel yang berada dalam pencegahan serangan rayap yang ramah lingkungan, karena bahan bakunya berasal dari limbah menggantikan bahan kimia.(Agus, 2009)

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapt diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil yang penelitian asap cair didapatkan bahwa semakin lama waktu pirolisis dan semakin tinggi suhu pirolisis, maka warna dari asap cair tersebut akan semakin coklat dan pekat serta bau yang dihasilkan menyengat dan tajam

2. Volume asap cair yang paling banyak dihasilkan ialah pada suhu 250oC dengan lama waktu pirolisis selama 30 menit, sedangkan volume asap cair yang paling sedikit ialah pada suhu 150oC dengan lama waktu pirolisis 10 menit.

3. Pada proses pembuatan asap cair pH yang didapatkan berkisar antara 2,9 – 4,2. 4. Semakin besar waktu dan suhu pirolisis

maka kandungan asam asetat yang didaptkan dalam asap cair semakin besa. 5. Pada analisa kandungan fenol asap cair ini,

semakin tinggi suhu maka kandungan fenol akan semakin tinggi, pada suhu 250oC didapat kandungan fenol yang paling tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor

Adelina N. 1987. Pengujian Efikasi Termisida Lentrek 400 EC Terhadap Rayap Kayu Kering ( Crytotermes cynocephalus Light). Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Diterbitkan. Agus, Suryono. 2009. Asap Cair Tempurung

Kelapa Sebagai Bahan Pengawet Kayu Karet Dari Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Tesis, Institut Pertanian Bogor: Bogor

Barley, Abdurrochim. 1996. Petunjuk Teknis Pengawetan Kayu untuk Bangunan Hunian dan Bukan Kayu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.

Darmadji, P. 1995. Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas Teknologi Pangan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redistilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 13(3), 267-271

Doni, Marian, Rigel Andoine, dan Subriyer Nasir. 2008. Pengaruh Kondisi Operasi pada Pembuatan Asap Cair dari Ampas Tebu dan Serbuk Gergaji Kayu Kulim. Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya: Indralaya

Kurniati, Rahmawati. 2007. Pembuatan Asap Cair dan pemurnian. Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya: Palembang

Komposisi Kimia

Kandungan (%)

Air 11 - 92

Fenol 0,2 - 2,9

Asam 2,8 - 4,5

Karbonil 2,6 - 4,6

(11)
(12)

Gambar

Tabel 2. Hasil pengamatan Aroma dan warna asap cair kulit singkong
Gambar 2.  Grafik Pengaruh waktu dan temperatur pirolisis terhadap kandungan Asam Asetat (mg/ml)
Tabel 3. Hasil Pirolisis Kulit Singkong
Tabel 4. Komposisi kimia Asap Cair

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sejarah perjalanan Islam di muka bumi ini, kita dapat menemukan beberapa wanita berkecimpung di medan politik membantu satu pasukan, berdasar atas

Penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar geografi tentang sejarah pembentukan bumi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Salem Kecamatan Salem Kabupaten

Dengan menggunakan metode SAW dalam sistem seleksi siswa baru di SMK Miftahul Huda Ciwaringin bertujuan untuk memudahkan panitia dalam menentukan perankingan calon siswa

1) Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik anak berdasarkan berjenis kelamin sebagian besar anak berjenis kelamin perempuan sebanyak 26 anak. Pada

Tujuan dari pencampuran antara kacang tunggak dan tepung tulang ikan lele ini untuk mengetahui pengaruh terhadap karakteristik susu jagung manis ditinjau dari sifat sensori dan

Orang yang mengalami buta warna tidak hanya melihat warna hitam putih saja, tetapi yang terjadi adalah kelemahan atau penurunan pada penglihatan

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNYA, sehingga penyusunan Skripsi yang berjudul “FAKTOR – FAKTOR