• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METANOL DAN KATALIS PADA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH SECARA ESTERIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS K2 CO3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH METANOL DAN KATALIS PADA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH SECARA ESTERIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS K2 CO3"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 1

PENGARUH METANOL DAN KATALIS

PADA PEMBUATAN BIODIESEL DARI

MINYAK JELANTAH SECARA ESTERIFIKASI

DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS K

2

CO

3

Angga Hariska*, Ririn Fajar Suciati, A. Fuadi Ramdja

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Abstrak

Minyak bumi di alam semakin menipis sedangkan kebutuhan bahan bakar semakin meningkat, maka perlu adanya bahan bakar alternatif yaitu bahan bakar diesel yang dibuat dari minyak tumbuhan yang disebut dengan biodiesel. Proses transesterifikasi dengan kombinasi minyak jelantah dan metanol dengan penambahan katalis kalium karbonat dapat menghasilkan gliserin dan fatty acids methyl ester atau biodiesel. Jumlah ester yang terbentuk dipengaruhi oleh rasio umpan minyak jelantah dan metanol yang digunakan serta kondisi operasi pada saat proses berlangsung. Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah secara transesterifikasi berlangsung pada suhu 70 0C dan waktu 60 menit mengikuti proses pembuatan biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) sebelumnya karena karakteristiknya sama dengan minyak jelantah. Penelitian ini dilakukan dengan variasi penambahan metanol yaitu 47 ml (15%), 79 ml (25%), dan 111 (35 %) dan variasi penambahan katalis yaitu 0,5; 0,7; 0,9; 1,1 dan 1,3%. Hasil penelitian didapatkan volume produk biodiesel terbanyak 140 ml untuk variasi penambahan metanol 35 % dan katalis 1,1% pada kondisi operasi suhu 70 0C dan waktu 60 menit.

Kata kunci: biodiesel, kalium karbonat, metanol, minyak jelantah

Abstract

Petroleum in the earth decreases but the comsumption fuel increases, so the need of effort to get alternative fuel is very necessary is made from vegetable oil is called biodiesel. The transesterification process with combination of waste cooking oil and methanol in the presence of catalyst calium carbonate may produce glicerine and fatty acids ethyl ester or biodiesel. The number of ester produce is influenced by feed ratio of waste cooking oil and methanol is used. Transesterification process of biodiesel from waste cooking oil recording to processing of biodiesel from Crude Palm Oil (CPO), Where the condition operation of temperature at 70 0 C, time operation 60 minute. the composition of feeds are 47 ml (15%), 79 ml (25%), and 111 (35 %), and catalyst calium carbonate 0,5; 0,7; 0,9; 1,1 and 1,3 %. The result of this research has product biodiesel optimum 140 ml at condition operation are temperature 70 0C, time operation 60 minute, with feeds 35 % methanol and 1.1 % (wt) catalyst.

Keywords: biodiesel, K2CO3, methanol, waste cooking oil

1. PENDAHULUAN

Biodiesel adalah sebuah bahan bakar diesel alternatif yang dihasilkan dari sumber terbaharukan (renewable resources) seperti nabati dan lemak hewan. Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan karena bahan bakunya dibudidayakan oleh manusia, selanjutnya

dipanen dan diolah menjadi bahan bakar. Pemanfaatannya yang terus menerus menjadikan bahan bakar nabati disebut bahan bakar yang dapat diperbarui.

(2)

Page 2 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 (Jatropha Curcas), biji kemiri (Aleurites Fordii),

kelapa, srikaya dan kapuk. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel (Manalu. L. P, 2006). Produksi minyak kelapa sawit tiap tahun di Indonesia terus meningkat dan persediaan bahan baku minyak kelapa sawit sangat melimpah. Namun seiring dengan meningkatnya produksi minyak kelapa sawit maka limbah yang dihasilkan pun ikut meningkat, limbah yang paling banyak yaitu minyak jelantah.

Minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan, minyak jelantah dapat menyebabkan minyak berasap dan berbusa pada saat penggorengan. Produksi minyak goreng Indonesia pada tahun 2005 meningkat hingga 11,6 % atau sekitar 6,43 juta ton (Hambali Erliza,2007).

Oleh karena itu, pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat memberikan nilai lebih pada minyak jelantah dan mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh minyak jelantah.

Pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktifitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan komsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional. Indonesia telah mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya cadangan minyak pada sumur-sumur produksi, penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat memberikan nilai lebih pada minyak jelantah dan mengurangi ketergantungan energi dari minyak fosil.

Perumusan masalah penelitian ini yaitu Esterifikasi minyak jelantah dengan alcohol (metanol) pada suhu tertentu dapat menghasilkan ester (metil ester) dan gliserol yang tidak bereaksi. Reaksi ini terjadi didalam bejana tertutup dengan bantuan katalis. Permasalahan yang dihadapi didalam penelitian adalah bagaimana pengaruh volume metanol dan konsentrasi katalis yang berbeda dalam penelitian untuk mendapatkan hasil yang maksimal, serta apakah ester yang dihasilkan memenuhi spesifikasi bahan bakar biodiesel yang sesuai standar biodiesel.

Sedangkan Penelitian ini bertujuan untuk : Mengolah minyak jelantah menjadi biodiesel secara Esterifikasi dengan m

Metanol menggunakan katalis K2CO3. Menghasilkan biodiesel dari minyak jelantah dengan perlakuan dan metode yang tepat sehingga dihasilkan biodiesel sesuai standar. Mengetahui pengaruh dari jumlah katalis dan Metanol dalam pembuatan biodiesel. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : Dapat

mengolah limbah minyak jelantah (jelantah) menjadi bahan bakar minyak diesel, sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar diesel. Menambahkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa mengenai pemanfaatan minyak jelantah. Memberikan nilai tambah pada minyak jelantah yang selama ini hanya dianggap sebagai limbah. Mengurangi dampak pencemaran dari minyak jelantah.

Minyak Jelantah

Minyak goreng setelah dipakai menggoreng beberapa kali telah menjadi dekomposisi senyawa sehingga kualitasnya menurun tajam. Minyak goreng bekas (jelantah) disebabkan karena minyak mengalami kerusakan selama proses penggorengan dan pemanasan secara berulang-ulang, yang akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Kerusakan minyak ini diakibatkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi yang akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak.

Esterifikasi Trigliserida Minyak Goreng Bekas

Esterifikasi adalah suatu proses pembentukan ester dari suatu senyawa asam karboksilat dengan alkohol. Mengsterifikasi minyak sawit lebih tepat bila disebut dengan nama transesterifikasi, karena proses yang terjadi adalah penggantian jenis ester yang terdapat di dalam minyak sawit (Trigliserida) menjadi ester dalam bentuk lain (metil ester).

Ada tiga tipe reaksi transesterifikasi yaitu : 1. Reaksi ester dengan alkohol disebut

alkoholisis

2. Reaksi ester dengan suatu asam disebut asidolisis

3. Reaksi ester dengan ester disebut interesterifikasi

Dari ketiga transesterifikasi tersebut, maka reaksi yang terjadi pada percobaan ini termasuk tipe alkoholisis. Proses esterifikasi bertujuan utnuk mengubah asam-asam lemak dari Trigliserida menjadi metal ester yang merupakan biodiesel.

Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan untuk memproduksi biodiesel. Metode ini bisa menghasilkan biodiesel hingga rendemen 95 % dari bahan baku minyak tumbuhan. Metode transesterifikasi pada dasarnya terdiri dari 4 tahapan, antara lain :

(3)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 3 atau etanol) pada konsentrasi katalis antara

0,5-1 wt% dan 10-20 wt% metanol terhadap massa minyak sedangkan dengan etanol dibutuhkan 10-30 % dari massa minyak. 2. Pencampuran alkohol dan katalis dengan

minyak pada temperatur 55-70 0 C dengan kecepatan pengadukan konstan. Reaksi dilakukan sekitar 30-60 menit.

3. Setelah reaksi berhenti, campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan antara metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan pada tahap ini sering disebut sebagai crude biodiesel, karena metil ester yang dihasilkan mengandung zat-zat pengotor, seperti sisa metanol, sisa zat katalis alkalin, gliserol dan sabun.

4. Metil ester yag dihasilkan pada tahap ketiga dicuci menggunakan air hangat untuk memisahkan zat-zat pengotor dan kemudian dilanjutkan dengan drying untuk menguapkan air yang terkandung dalam biodiesel (Erliza Hambali,2007).

Sifat-sifat ester berupa :

a. Bila dibandingkan dengan asam sifatnya berbeda, sebab ester sangat sukar larut dalam air dan tidak terionisasi.

b. Berupa larutan bila berat molekulnya tidak terlalu besar.

c. Larutan yang netral, tidak berwarna, lebih mengkilat dibandingkan dengan air dan berbau harum.

d. Senyawa yang berat molekulnya rendah dapat larut dalam air tetapi sangat sedikit, lebih banyak larut dalam alkohol dan ester. e. Titik didih relatif lebih rendah dibandingkan

dengan titik didih asam atau alkohol yang menyusunnya.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi, faktor-faktor tersebut antara lain : 1.keadaan pereaksi dan luas permukaan

Pada umumnya, maknin kecil partikel pereaksi makin besar permukaan pereaksi yang bersentuhan dalam reaksi, sehingga reaksi makin cepat.

2.Konsentrasi

Makin besar konsentrasi makin cepat laju reaksi meskipun tidak terlalu demikian. Pereaksi yang berbeda, konsentrasinya dapat mempengaruhi laju reaksi tertentu dengan cara yang berbeda.

3.Temperatur

Pada umumnya, jika temperatur dinaikkan laju reaksi bertambah.

4.Penambahan katalis

Katalis adalah zat yang dapat mempercepat suatu reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi. Sebagai contoh, campuran hidrogen dan oksigen kita tambahkan serbuk platina sebagai campuran katalis, maka akan segera reaksi yang sangat eksplosif.

Tabel 1. Standar Nasional Indonesia Untuk Biodiesel.

Sumber: Forum Biodiesel Indonesia, Tim Penebar Swadya, 2006

Bahan Bakar Minyak

Bahan bakar minyak adalah suatu senyawa organik yang dibutuhkan dalam suatu pembakaran dengan tujuan untuk mendapatkan energi atau tenaga. Bahan bakar minyak merupakan hasil dari proses distilasi minyak bumi menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan. Adapun jenis-jenis bahan bakar minyak yang diperdagangkan di Indonesia digunakan untuk keperluan kendaraan bermotor, rumah tangga, industri dan perkapalan adalah sebagai berikut : 1. Super TT, Pertamax dan Premium (motor

gasoline)

2. Minyak tanah (kerosine) 3. Minyak solar (gas oil) 4. Minyak diesel (diesel oil) 5. Minyak bakar (fuel oil)

(4)

Page 4 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Tabel 2. Spesifikasi Minyak Solar

No Properties Satuan Limits Test

Katalis pertama kali diperkenalkan oleh Joris Jacob Berzelius pada tahun 1835, yang menerangkan suatu fenomena yaitu adanya sejumlah zat asing yang ditambah dalam suatu campuran reaksi membuat reaksi berjalan dengan cepat. Katalis adalah zat yang ditambahkan didalam reaksi kimia dengan tujuan untuk mempercepat reaksi tersebut. Didalam industri pemakaian katalis sangat penting karena akan meningkatkan konversi produk dan mengurangi biaya produksi. Pada penelitian ini katalis yang digunakan adalah K2CO3.

Katalis mempunyai beberapa sifat yaitu :

a. Katalis tidak berubah selama reaksi. Ada kemungkinan katalis ikut dalam reaksi tetapi setelah reaksi berakhir katalis tersebut diperoleh kembali (kembali seperti semula). b. Katalis tidak mempengaruhi kesetimbangan

reaksi. Katalis hanya mempercepat reaksi dalam mencapai kesetimbangan sebab semua reaksi berakhir dengan kesetimbangan. c. Katalis tidak mengawali suatu reaksi. Reaksi

yang dikataliser harus sudah berjalan walaupun sangat lambat (Sukardjo,1985). Karakteristik Bahan Bakar Minyak Diesel

Karakteristik bahan bakar minyak yang akan dipakai pada suatu penggunaan tertentu,

untuk mesin atau peralatan lainnya perlu diketahui terlebih dahulu, dengan maksud agar hasil pembakaran dapat tercapai secara optimal. Secara umum karakteristik bahan bakar minyak solar yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:

1. Berat Jenis (Spesific Gravity)

Berat jenis adalah suatu angka yang menyatakan perbandingan berat dari bahan bakar minyak pada temperatur tertentu terhadap air pada volume dann temperatur yang sama. Bahan bakar minyak umumnya mempunyai densitas antara 0,74 – 0,96 dengan kata lain bahan bakar minyak lebih ringan dari pada air. Selain itu minyak tidak dapat larut dalam air pada semua perbandingan.

2. Viskositas (viscocity)

Viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besarnya hambatan dari suatu bahan cair untuk mengalir atau ukuran besarnya tahanan geser dari bahan cair. Makin tinggi viskositas minyak akan makin kental dan lebih sulit mengalir dan begitu juga sebaliknya. Viskositas bahan bakar diesel berada diantara 3,5-5,0 cp. Viskositas ini sangat penting artinya terutama pada mesin-mesin diesel maupun ketel-ketel uap, karena viskositas minyak sangat berkaitan dengan suplai komsumsi bahan bakar ke dalam ruang bakar dan juga sangat berpengaruh tehadap kesempurnaan proses pengkabutan bahan bakar melalui injektor. 3. Nilai Kalori (calorific value)

Nilai kalori adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori yang dihasilkan pada proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar dengan udara/ oksigen. Nilai kalori bahan bakar minyak umumnya antara 18.300 BTU/lb atau 10.160-11.000 cal/kg. Nilai kalori berbanding terbalik terhadap berat jenis. Pada volume yang sama, semakin besar berat jenis suatu minyak akan semakin rendah nilai kalori, demikian sebaliknya semakin rendah berat jenis suatu minyak akan semakin besar nilai kalornya. Sebagai contoh berat jenis minyak solar lebih besar dari pada premium akan tetapi nilai kalori minyak solar lebih rendah dari pada premium.. Nilai kalori diperlukan karena dapat digunakan untuk menghitung jumlah komsumsi bahan bakar minyak yang dibutuhkan untuk suatu mesin dalam suatu periode.

4. Kandungan Air (Water content)

(5)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 5 5. pH (Derajad Keasaman)

pH adalah ukuran konsentrasi ion-ion hidrogen bebas. pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui konsentrasi ion hidrogen H+. Air murni dipakai sebagai zat patokan bagi definisi nilai pH. Pengukuran yang teliti menunjukkan bahwa air murni berdisosiasi dalam jumlah yang amat kecil menjadi ion-ion hidrogen larutan dengan pH 7 disebut netral. Bila pH < 7 maka larutan bersifat asam dan pH>7 maka larutan bersifat basa.

6. Titik Kabut (Cloud point)

Titik kabut adalah temperatur suatu minyak mulai keruh bagaikan berkabut, tidak lagi jernih pada saat didinginkan. Jika temperatur diturunkan lebih lanjut akan didapat titik tuang (pour point). Temperatur ini adalah titik terendah yang menunjukkan mulai terbentuknya kristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Titik ini dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium). Semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang akan semakin rendah. Semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi titik tuangnya.

7. Titik Nyala (flash point)

Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari suatu bahan bakar minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Titik nyala diperlukan sehubungan adanya pertimbangan-pertimbangan mengenai keamanan dari penimbunan minyak dan pengangkutan bahan bakar minyak terhadap bahaya kebakaran. Titik nyala ini tidak mempunyai pengaruh yang besar dalam persyaratan pemakaian bahan bakar minyak untuk mesin diesel atau ketel uap.

8. Angka Asam

Angka asam adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari 1 gram minyak. Angka asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel yang masih mengandung asam lemak bebas. Berarti, biodiesel bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau kerak di injektor mesin diesel. Asam lemak bebas dinilai sebagai penyebab salah satu masalah pada biodiesel. Karena itu, SNI menetapkan uji Halphen yang harus menunjukkan tanda negatif. Jika uji halphen bereaksi positif, biodiesel dinyatakan mengandung asam lemak siklopropenoid yang akan berpolimerisasi. Akibatnya, injektor mesin diesel akan tersumbat.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Persiapan bahan baku dan Esterifikasi 1. Persiapan bahan baku meliputi,

pengendapan dan penyaringan.

2. Pengeringan awal dilakukan pada temperatur 110 oC selama 1 jam.

3. Esterifikasi yaitu mereaksikan bahan baku minyak jelantah dengan metanol dan katalis K2CO3 didalam bejana tertutup. 4. Melakukan pencampuran bahan baku

minyak jelantah dengan metanol yaitu pada penambahan 47 ml (15%), 79 ml (25%) dan 111ml (35%wt). serta pada masing-masing variasi penambahan metanol dilakukan variasi penambahan katalis yaitu 0,5%; 0,7%;0,9%; 1,1% dan 1,3 %(wt) dari berat minyak jelantah. 5. Sebelum minyak jelantah dan metanol

dimasukkan kedalam bejana tertutup, terlebih dahulu katalis K2CO3 dilarutkan kedalam metanol dengan menggunakan variasi penambahan metanol dan katalis yang digunakan. Proses pelarutan dilakukan dengan bantuan pengadukan dan pemanasan pada temperatur 45 oC. 6. Esterifikasi berlangsung selama ± 60

menit pada temperatur operasi 70o C. 7. Setelah esterifikasi selesai, kemudian

didiamkan selama satu malam agar masing-masing lapisan terpisah.

8. Memisahkan lapisan yang didapat. Lapisan yang berwarna lebih muda (biodiesel) diatas lapisan berwarna coklat (gliserin).

.

Pencucian Biodiesel

1. Ester yang telah dipisahkan dimasukkan kedalam corong pisah.

2. Menambahkan aquadest kedalam corong pisah sebanyak setengah jumlah ester. 3. Mengaduk larutan tersebut beberapa detik

kemudian didiamkan selama 3 jam agar air benar-benar terpisah dari ester (air dibawah ester).

4. Mengambil ester dari corong pisah dan mengulangi percobaan point 2 sampai air pencuci berwarna putih susu yang menandakan biodiesel telah bersih.

(6)

Page 6 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Analisis Percobaan

1. Analisa Asam Lemak Bebas 2. Analisa densitas

3. Analisa viskositas 4. Analisa kadar air 5. Analisa bilangan asam 6. Analisa Titik Kabut

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Bahan Baku

Minyak jelantah (minyak goreng bekas) digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Sebelum digunakan, dilakukan proses penyaringan terlebih dahulu terhadap minyak goreng jelantah yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang ada didalam minyak jelantah tersebut, kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 105 o C selama 1 jam untuk menghilangkan air yang tidak dikehendaki, sebab kandungan air dalam bahan baku dapat menyebabkan terjadinya proses penyabunan serta akan diperoleh produk yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan.

Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu limbah minyak jelantah dianalisa untuk mengetahui sifat dari bahan baku. Dari hasil analisa didapatkan data analisa pada table 4.1

Table 3. Data Analisa Minyak Jelantah No Analisa Satuan Hasil

1 Densitas Gr/ml 0,9166

2 Viskositas cSt 44,4

3 FFA % berat 3,24

4 Kandungan air % berat 0,08 Analisa Hasil Produk Biodiesel

1. Pengaruh % Penambahan Metanol

Terhadap Volume Biodiesel

Pada penelitian sebelummnya pembuatan biodiesel dari minyak jarak dengan kadar FFA rendah < 5 % menggunakan metode transesterifikasi yaitu % penambahan metanol 10-30 %wt terhadap massa minyak jarak (E Hambali, 2007). Pada penelitian ini % penambahan metanol yang digunakan yaitu 15, 25, dan 35 % dari minyak jelantah. Dari penelitian yang dilakukan, didapat hasil volume biodiesel dari variasi penambahan metanol yang digunakan pada gambar 4.1.

Gambar 1. Grafik Hubungan % Metanol

Terhadap Volume Biodiesel Dengan Variasi Penambahan Katalis

Dari grafik di atas menunjukkan bahwa % penambahan metanol yang menghasilkan volume biodiesel terbanyak adalah pada penambahan metanol 111 ml (35 %), semakin besar volume metanol yang digunakan maka volume biodiesel yang dihasilkan semakin meningkat. Kenaikkan volume biodiesel ini disebabkan karena metanol yang digunakan berlebih. Penggunaan metanol berlebih berfungsi untuk menetralkan asam lemak bebas atau sabun yang terkandung didalam minyak jelantah. Asam lemak bebas yang tinggi akan mempengaruhi konversi asam lemak menjadi biodiesel semakin rendah sehingga volume produk biodiesel semakin berkurang. Tetapi secara ekonomis penggunaan metanol berlebih tidaklah menguntungkan karena harga metanol lebih mahal dari pada harga bahan baku minyak jelantah.

2. Pengaruh Penambahan % Katalis

Terhadap Volume Biodiesel

(7)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 7 Gambar 2. Grafik Hubungan Antara %

Penambahan Katalis Terhadap Volume Produk Biodiesel

Dari grafik di atas menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan katalis K2CO3 digunakan maka volume biodiesel yang dihasilkan semakin meningkat. Untuk penambahan katalis K2CO3 yang menghasilkan volume biodiesel terbanyak adalah pada penambahan katalis 1,1 % dengan metanol 111 ml (35%). Tetapi kenaikan volume biodiesel optimum hanya sampai pada penambahan katalis 1,1 % sedangkan pada penambahan katalis 1,3% volume biodiesel menurun dengan bertambahnya konsentrasi katalis.

Analisa Kualitas Produk Biodiesel

Produk biodiesel yang dihasilkan dianalisa sifat fisik dan kimianya guna mengetahui kualitas produk dan dibandingkan dengan standar biodiesel Indonesia (SNI). Pada penelitan ini dihasilkan volume produk biodiesel terbaik yaitu 140 pada penambahan metanol 111 ml (35 %) dan katalis 1,1%(wt) dari minyak jelantah. Beberapa analisa sifat fisika dan kimia yang telah dilakukan terhadap produk biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini meliputi:

1. Densitas

Berat jenis adalah suatu angka yang menyatakan perbandingan berat dari bahan bakar minyak pada temperatur tertentu terhadap air pada volume dann temperatur yang sama. Grafik pengaruh penambahan katalis K2CO3 terhadap densitas biodiesel dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut.

Gambar 3. Grafik Pengaruh Katalis Terhadap

Densitas Biodiesel

Massa jenis menunjukkan perbandingan berat persatuan volume. Dari grafik menunjukkan bahwa ada beberapa sampel dengan densitas yang dihasilkan tidak memenuhi standar yaitu pada sampel dengan penambahan metanol 47 (15%) dengan katalis 0,9 ; 1,1; 1,3 dan penambahan metanol 111 (35%) dengan katalis 0,5; 1,3 %. karena pada masing-masing sampel tersebut tidak memenuhi standar nasional indonesia yaitu 0,860-0,890. Pengaruh katalis terhadap densitas produk menunjukkan bahwa semakin besar katalis maka densitas produk semakin kecil sedangkan pengaruh jumlah metanol terhadap densitas produk adalah semakin besar % penambahan metanol maka densitas yang dihasilkan semakin besar.

2. Kadar Air

Dari analisa yang dilakukan, didapat pengaruh penambahan konsentrasi metanol dan katalis terhadap kadar air biodiesel dapat dilihat pada gambar 4.5.

(8)

Page 8 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Kadar air adalah jumlah air yang

terkandung dalam minyak dimana kandungan air sangat ini berpengaruh terhadap nilai bakar. Dari grafik menunjukkan bahwa kadar air biodiesel untuk semua sampel memenuhi standar karena kadar air sampel berada dibawah nilai kadar air yang telah ditetapkan oleh standar nasional Indonesia (SNI) untuk biodiesel, yaitu maksimal 0,05 %(vol). Minyak jelantah memiliki kandungan air yang rendah karena sebelum minyak jelantah digunakan sebagai bahan baku biodiesel dilakukan proses pemanasan terhadap minyak jelantah untuk mengurangi kadar airnya. Dari data menunjukkan bahwa konsentrasi metanol dan katalis tidak mempengaruhi kandungan air biodiesel yang dihasilkan.

3. Viskositas

Proses transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas (kekentalan minyak), dan terpecahnya trigliserida menjadi tiga ester asam lemak akan menurunkan sepertiga dari berat awal molekul serta viskositas akan menurun sebesar 5-10 persen sehingga mendekati nilai viskositas minyak solar. Viskositas sangat penting artinya terutama bagi mesin-mesin diesel maupun ketel-ketel uap, karena Nilai viskositas yang tinggi akan menyulitkan proses penyuplaian bahan bakar dari tangki ke ruang bahan bakar mesin dan menyebabkan atomisasi lebih sukar terjadi. Hal ini mengakibatkan pembakaran kurang sempurna dan menimbulkan endapan pada nosel. Grafik pengaruh penambahan katalis K2CO3 terhadap viskositas biodiesel dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut.

Gambar 5. Grafik Pengaruh Produk Biodiesel Terhadap Viskositas Biodiesel

Semakin besar konsentrasi metanol dan katalis yang digunakan maka viskositas biodiesel yang dihasilkan semakin kecil. Dan dari grafik menunjukkan hampir keseluruhan nilai viskositas biodiesel telah memenuhi standar biodiesel Indonesia (SNI) yaitu 2,3- 6,0.

4. Bilangan Asam

Bilangan asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel masih mengandung asam lemak bebas. Berarti, biodiesel bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau kerak di injektor mesin diesel.

Semakin besar konsentrasi metanol yang digunakan maka bilangan asam semakin menurun, ini dikarenakan kandungan metanol didalam biodiesel mempengaruhi pada saat pengujian bilangan asam sebab metanol menurunkan tingkat keasaman biodiesel sehingga volume titran yang digunakan untuk menetralkan asam dalam biodiesel semakin sedikit. Grafik pengaruh penambahan katalis dan metanol terhadap viskositas biodiesel dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut.

Gambar 6. Grafik Pengaruh Jumlah Katalis Terhadap Bilangan Asam Biodiesel

Konsentrasi katalis yang digunakan makin besar maka bilangan asam biodiesel semakin besar karena semakin banyak katalis yang digunakan maka biodiesel yang dihasilkan semakin asam sehingga pada saat pengujian bilangan asam memerlukan larutan KOH berlebih untuk menetralkan biodiesel tersebut. Dan dari grafik menunjukkan bahwa bilangan asam biodiesel telah memenuhi standar biodiesel Indonesia (SNI) yaitu tidak melebihi 0,8 mg KOH/gram.

5. Titik Kabut

(9)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 9 Gambar 7. Grafik Pengaruh Jumlah Katalis

Terhadap Titik Kabut Biodiesel

Dari grafik menunjukkan bahwa titik kabut produk biodiesel pada penelitian ini telah memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) yaitu max 18 0 C dan titik kabut optimal pada penelitian ini adalah 18 0 C. Temperatur pengkabutan ini menunjukkan titik temperatur terendah menunjukkan mulai terbentuknya kristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Semakin rendah temperatur pengkabutan maka kualitas biodiesel tersebut semakin baik seperti pada sampel penambahan metanol 111 ml (35%) dan katalis 0,5 % yang memiliki temperatur pengkabutan yaitu 14 0 C.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dihasilkan produk biodiesel dari proses esterifikasi minyak jelantah dengan menggunakan metanol dan katalis K2CO3. 2. Variasi konsentrasi metanol dan katalis

mempengaruhi spesifikasi produk biodiesel yang dihasilkan. Dari data yang didapat diketahui pada perlakuan B2 karena semua spesifikasi produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi biodiesel yang ada di pasaran, adapun nilai spesifikasi dari produk biodiesel B2 yaitu densitas sebesar 0,89, pH 6,9 kadar ar 2%, viskositas 3,1, titik nyala 1010C dan bilangan asam 0,76.

3. Semakin banyak metanol yang digunakan maka volume biodiesel yang dihasilkan semakin banyak. Begitu juga dengan penggunaan katalis, semakin banyak katalis

yang digunakan maka produk yang dihasilkan semakin banyak.

4. Pencucian biodiesel juga mempengaruhi spesifikasi produk biodiesel yang dihasilkan karena bila pencucian tidak dilakukan dengan baik akan menyisakan metanol yang akan mempengaruhi spesifikasi biodiesel tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi. E, 2004. Proses Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil menggunakan Reaktor berpengaduk, laporan penelitian dana IPTEK Politeknik. P2D : Bandung. Hambali Erliza, 2007.Teknologi Bioenergi.

Agromedia Pustaka : Jakarta.

Handoko Roy dan Prihandana Rian, 2007. Kegunaan dan Manfaat Minyak Nabati.. Persada Swadaya: Jakarta.

Fauzi, Yan.dkk, 2005. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya : Jakarta.

Fessenden, 1982, Chemical Organic, Alih bahasa A, Hadyana 1999, Kimia Organik jilid 2, Erlangga, Jakarta.

Ismail. A. F, 1998. Teknologi Minyak Bumi, Universitas Sriwijaya, UNSRI, Palembang.

Ketaren. S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Manalu. L. P. 2006. Perkembanan Bahan Bakar Biodiesel di Indonesia.Kerjasama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Dengan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Bukit Tinggi.

Prihandana. Rama, 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah. Agro Media : Jakarta. Respati, 1986. Pengantar Kimia Organik Jilid 1,

Jakarta.

Riawan, 1990. Kimia Organik. Binarupa Aksara : Jakarta.

Subagyo, 1992, Dasar-dasar Katalisis dan katalis, Makalah Seminar Katalis, Jakarta. Susilo Bambang. 2006. Energi Alternatif

Pengganti Solar yang terbuat Ekstraksi Minyak Jarak Pagar. Trubus Agrisarana : Surabaya.

Gambar

Tabel 1. Standar Nasional Indonesia Untuk Biodiesel.
Tabel 2. Spesifikasi Minyak Solar
Table 3. Data Analisa Minyak Jelantah
Gambar 3. Grafik Pengaruh Katalis Terhadap Densitas Biodiesel
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran umum tentang bagaimana persepsi pemirsa Sitkom Bajaj Bajuri terhadap citra orang Betawi yang ditampilkan

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa asupan energi yang cukup cenderung memiliki kebugaran jasmani baik sebanyak 50%, asupan protein yang cukup cenderung memiliki kebugaran

Pada tahap terakhir, dari hasil analisis struktural akan diolah dengan menggunakan metode perbandingan yang dapat dilakukan dengan membandingkan unsur-unsur struktur

Rekomendasi juga diberikan untuk melengkapi laporan-laporan yang belum ada saat ini, antara la in adalah Kurva-S yang dapat memberikan pengendalian biaya pada saat

Setelah mendeteksi ritme jantung yang dapat diberi shock, AED akan menyarankan operator untuk menekan tombol SHOCK (hanya 9300E) untuk memberikan shock defibrilasi diikuti

stimulus respon. h) Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kegagalan yang perlu dihukum. i) Aplikasi teori ini menuntut maha- siswa

Adapun hasil kegiatan reduksi data tersebut diketahui bahwa guru telah menggunakan lebih dari satu jenis media, memperoleh sumber media dari internet, menciptakan

Keuntungan dalam kerja sama bagi hasil ini telah di tentukan pada awal yakni sebesar 10% dari modal usaha untuk pemilik modal, sedangkan sisanya akan menjadi