• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords : Completeness of supporting information, Code external cause, Fracture of the tibia Bibliography : 15 (2002-2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Keywords : Completeness of supporting information, Code external cause, Fracture of the tibia Bibliography : 15 (2002-2014)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN KELENGKAPAN INFORMASI PENUNJANG DALAM PENENTUAN

KODE EXTERNAL CAUSE KASUS FRACTURE TIBIA

DI RUMAH SAKIT ORTOPEDI Prof. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA

TAHUN 2015

Desy Nur Hidayah1, Ninawati2, Bambang Widjokongko2

STIKes Mitra Husada Karanganyar 1,2 Desynurhidayah24@gmail.com

ABSTRACT

Get information to improve the quality of hospital health care, need to be supported by the availability of data complete, accurate, timely, and reliable for establishing the correct diagnosis. If the supporting data written diag- nosis is incorrect or incomplete, it will be influential in determining the diagnosis.

Descriptive study with retrospective approach. Data collection is done by observation and interviews. Population in this study is the patient’s medical record documents fracture tibia in 2015, namely 256 medical record docu- ments. The sampling technique is simple random sampling, sample size of 72 sample document medical records.

Research results show that the information supporting external tibial fracture cases that cause traffic accidents and not a traffic accidents are the type transport/incident, including traffic accident case, the type of the position of victims, the type of activity. Not a traffic accident on the type of incident, type of location and type of activity. Charging data supporting external cause complete tibia fracture cases in 17 document medical records (24%) and incomplete in 55 document medical records (76%). Incompleteness due to lack of doctors and nurses in digging up information on patients and medical recorder assembling particular officer did not reviewing the supporting information.

Recommended for easy form filling observance of the ruler or SOP on the procedures for filling out the form and who is authorized to fill.

Keywords : Completeness of supporting information, Code external cause, Fracture of the tibia

Bibliography : 15 (2002-2014)

ABSTRAK

Mendapatkan informasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit, perlu didukung adanya ketersediaan data yang lengkap, akurat, tepat waktu serta dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosis yang te- pat. Apabila data penunjang diagnosis yang ditulis tidak benar dan tidak lengkap, maka akan berpengaruh dalam penentuan diagnosis.

Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Populasi pada penelitian ini adalah dokumen rekam medis pasien fracture tibia tahun 2015 yaitu

256 dokumen rekam medis. Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling, besar sampel sebanyak

72 sampel dokumen rekam medis.

(2)

petugas assembling tidak mengkaji ulang terhadap informasi penunjang tersebut.

Disarankan untuk memudahkan pengisian formulir memperhatikan aturan atau SOP tentang tata cara pengisian formulir dan siapa yang berwenang mengisi.

Kata kunci : Kelengkapan Informasi Penunjang, Kode External Cause, Fracture Tibia Kepustakaan : 15 (2002 –2014)

PENDAHULUAN

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik In- donesia nomor 269/Menkes/PER/III/2008 bab I pasal 1 tentang rekam medis, bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien. Adapun manfaat rekam medis dapat dipakai untuk pemeliharaan kesehatan, pengobatan pasien, alat bukti dalam proses penegakan hukum atas tindakan medis, dasar pembayaran biaya pe- layanan kesehatan, data statistik kesehatan, keperlu- an pendidikan dan penelitian.

Upaya mendapatkan informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Ru- mah Sakit, perlu didukung oleh adanya ketersediaan data yang lengkap, akurat, tepat waktu serta dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Diagnosis digunakan untuk membuat data statistik dan laporan. Apabila data penunjang diagnosis yang ditulis tidak benar dan tidak lengkap, maka akan ber- pengaruh dalam penentuan diagnosis.

Salah satu kompetensi seorang perekam medis ada- lah perekam medis mampu menetapkan kode penya- kit dan tindakan dengan tepat sesuai klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang penyakit dan tindakan medis dalam pelayanan dan manajemen kesehatan. Penggunaan ICD-10 untuk pengodean data morbiditas dan mortalitas mengacu kepada SK Dirjen Pelayanan Medik nomor HK.00.05.1.4.00744 tanggal 19 Februari 1996 tentang penggunaan Kla- sifikasi Internasional mengenai Penyakit Revisi Kesepuluh (KIP-10) di Rumah Sakit, dan SK Men- teri Kesehatan RI nomor 50/MENKES/SK/I/1998 tanggal 13 Januari tahun 1998 tentang pemberlakuan KIP-10 untuk seluruh sarana pelayanan kesehatan (Hatta, 2014).

Fracture tibia (Fracture Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka.

Fracture tibia terjadi karena adanya penyebab luar. Penyebab luar atau External cause dalam ICD revisi IX merupakan klasifikasi tambahan yang mengkla- sifikasikan kemungkinan kejadian lingkungan dan keadaan sebagai penyebab cedera, keracunan dan efek samping lainnya.

Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilaku- kan di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso menunjukkan bahwa external cause kasus fracture tibia terbagi menjadi 2 yaitu kecelakaan lalu lintas dan bukan karena kecelakaan lalu lintas. Pengisian

data penunjang dalam penentuan kode external cause

kasus fracture tibia tidak lengkap pada jenis aktivitas sebanyak 7 dokumen dari 10 dokumen rekam medis. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti ter-

tarik untuk mengambil judul “Tinjauan Kelengkapan

Informasi Penunjang Dalam Penentuan Kode Exter- nal Cause Kasus Fracture Tibia Di Rumah Sakit Or- topedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta Tahun 2015”

METODE

Jenis penelitian adalah yang menggambarkan keleng- kapan informasi penunjang dalam penentuan kode

external cause kasus fracture tibia di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta tahun 2015, dengan pendekat-

an secara retrospektif. Sebagai populasi adalah doku-

men rekam medis pasien fracture tibia tahun 2015 yaitu sebanyak 256 dokumen rekam medis. Sampel adalah sebanyak 72 dokumen rekam medis. Teknik

pengambilan sampel dengan simple random sam-

pling. Instrumen yang digunakan adalah checklist. Cara pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara. Analisis data secara deskriptif.

HASIL

1. Informasi Penunjang External Cause Pada Doku-

men Rekam Medis Kasus Fracture Tibia

(3)

adalah pengecekan terhadap informasi mengenai jenis kejadian, traffic atau non traffic, jenis posisi korban, jenis lokasi dan jenis aktivitas pada doku- men kasus

fracture tibia. Kelengkapan informasi penunjang dibagi menjadi 2 kasus yaitu kecelakaan lalu lintas dan bukan kecelakaan lalu lintas. Infor- masi penunjang kasus kecelakaan lalu lintas yaitu seperti tabrakan antara sepeda motor dengan se- peda motor, tabrakan antara sepeda motor dengan mobil, dll. Sedangkan untuk yang bukan termasuk kecelakaan lalu lintas yaitu jatuh, tertimpa benda/ objek, dll.

Berdasarkan hasil penelitian, pada kasus kecela- kaan lalu lintas terdapat data mengenai jenis tran- sportasi/kejadian, posisi, traffic atau non traffic dan aktivitas. Sedangkan pada kasus bukan kecelakaan lalu lintas terdapat data mengenai jenis kejadian, lokasi dan aktivitas.

a. Kasus Kecelakaan

1)Jenis transportasi/kejadian

Berdasarkan hasil penelitian jenis transportasi/ kejadian pada kasus kecelakaan lalu lintas yai- tu sepeda motor, mobil/truk, sepeda ontel, dan objek lain. Dari hasil analisis kelengkapan in- formasi penunjang

external cause kasus frac- ture tibia, tabrakan antara sepeda motor dengan sepeda motor berjumlah 15 kasus atau 41,67%. Untuk kasus sepeda motor menabrak pejalan kaki yaitu 8 kasus (22,22%), kasus sepeda mo- tor tabrakan dengan mobil 7 kasus (19,44%), sepeda motor menabrak objek 3 kasus (8,33%), sedangkan kasus sepeda motor tabrakan den- gan sepeda ontel yaitu 2 kasus (5,56%) dan sepeda motor bertabrakan dengan truk yaitu 1 kasus (2,78%). Informasi tentang jenis trans- portasi/kejadian dapat diketahui dari pengisian formulir pasien dengan trauma. Yang diisi oleh dokter pada Unit Gawat Darurat (UGD).

2) Jenis traffic atau non traffic

Berdasarkan hasil analisis kelengkapan infor- masi penunjang external cause kasus fracture tibia, pada kasus kecelakaan lalu lintas yang termasuk jenis traffic berjumlah 36 kasus atau

100% , karena semua kecelakaan terjadi di

jalan umum.

3)Jenis posisi korban

Jenis posisi korban terbagi menjadi 3 yaitu pengendara/pengemudi, penumpang, dan pe- jalan kaki. Dari hasil analisis kelengkapan informasi

external cause pada posisi korban sebagai pengemudi yaitu 18 kasus (50%), dan pada posisi korban sebagai penumpang 3 kasus (8,33%). Sedangkan posisi korban sebagai pe- jalan kaki yaitu 7 kasus (19,44%). Pada 8 ka- sus (22,22%), tidak terdapat keterangan yang jelas mengenai posisi korban saat terjadinya kecelakaan di formulir pasien dengan trauma.

4)Jenis aktivitas

Dari hasil analisis kelengkapan informasi

penunjang pada kasus kecelakaan lalu lintas, pada jenis aktivitas yaitu aktivitas spesifik lain sebanyak 7 kasus (19,44%). Dari 7 kasus tersebut aktivitas yang dijelaskan pada saat kejadian kecelakaan antara lain menyeberang, pulang sekolah, bekerja, dll. Dan 29 kasus lain (80,56%) tidak dilengkapi jenis aktivitas yang dilakukan saat kecelakaan pada formulir pa- sien dengan trauma.

b. Kasus Bukan Kecelakaan Lalu Lintas

1)Jenis kejadian

Berdasarkan hasil analisis kelengkapan infor- masi penunjang diketahui bahwa jenis kejadian pada kasus bukan kecelakaan lalu lintas yaitu jatuh dan tertimpa objek. Pada kasus jatuh disebabkan karena jatuh dari objek, terpeleset dan jatuh saat olahraga. Jumlahnya yaitu 24 kasus (66,67%) dan untuk yang tertimpa objek berjumlah 12 kasus (33,33%).

2)Jenis lokasi

(4)

ka-sus (2,78%). Untuk rumah sebanyak 6 kaka-sus (16,67%) dan tempat spesifik lain yaitu 3 kasus (8,33%). Tempat spesifik lain yang dijelaskan pada saat cidera yaitu antara lain selokan, parit, dll. Dan 9 kasus lain (25%) tidak dilengkapi keterangan lokasi saat kecelakaan pada for- mulir pasien dengan trauma.

3)Jenis aktivitas

Pada jenis aktivitas pada kasus bukan ke- celakaan lalu lintas yaitu aktivitas bekerja, olahraga dan aktivitas spesifik lain. Dari 36 kasus, 6 kasus (16,67%) saat bekerja, 3 kasus (8,33%) saat olahraga dan 4 kasus (11,11%) saat aktivitas lain. Dari 4 kasus yang termasuk aktivitas lain yaitu menyapu, memanjat, ker- ja bakti,dll. Dan 23 kasus lain (63,89%) tidak dilengkapi keterangan aktivitas yang dilakukan saat kecelakaan pada formulir pasien dengan trauma.

2. Prosentase Kelengkapan Informasi Penunjang External Cause Pada Dokumen Rekam Medis Kasus Fracture Tibia

Berdasarkan hasil analisis kelengkapan data penun- jang sebanyak 72 dokumen rekam medis, keleng- kapan pengisian data penunjang external cause ka- sus fracture tibia lengkap pada 17 dokumen rekam medis (24 %) dan tidak lengkap pada 55 dokumen rekam medis (76%).

Gambar 4.1. Kelengkapan Informasi Penunjang

External Cause Kasus Fracture Tibia

Hasil analisis kelengkapan informasi penunjang ex- ternal cause :

1)Kelengkapan informasi penunjang external cause

pada dokume rekam medis kasus fracture tibia karena kecelakaan lalu lintas (KLL)

Tabel 4.1. Kelengkapan informasi penunjang external cause pada dokumen rekam medis kasus fracture tibia karena kecelakaan lalu lintas (KLL)

Sumber : Data Sekunder Dokumen Rekam Medis Kasus Fracture Tibia

Berdasarkan hasil analisis kelengkapan infor- masi

penunjang external cause pada dokumen rekam medis

pasien kasus fracture tibia karena kecelakaan lalu

lintas yang tertinggi adalah pada jenis

transportasi/kejadian dan jenis traffic/non traffic yaitu 36 dokumen atau 100 %. Tingkat kelengkapan

informasi penunjang external cause pada dokumen

rekam medis pasien kasus frac- ture tibia yang

terendah adalah pada jenis aktivi- tas yaitu 7 dokumen (19,44 %).

2)Kelengkapan informasi penunjang external cause

pada dokumen rekam medis kasus fracture tibia karena bukan kecelakaan lalu lintas (KLL)

Tabel 4.2. Kelengkapan informasi penunjang exter- nal cause pada dokumen rekam medis kasus fracture

tibia karena bukan kecelakaan lalu lintas (KLL)

Sumber : Data Sekunder Dokumen Rekam Medis Ka-

(5)

Berdasarkan hasil analisis kelengkapan infor- masi

penunjang external cause pada dokumen rekam medis

pasien kasus fracture tibia karena bukan kecelakaan lalu lintas (jatuh, dll), keleng- kapan informasi tertinggi adalah pada jenis keja- dian yaitu 36 dokumen atau 100 % lengkap. Jenis lokasi terdapat 27 dokumen atau 75% yang leng- kap sedangkan ada 9

men Rekam Medis Kasus Fracture Tibia

Berdasarkan hasil penelitian tentang kelengkapan informasi penunjang external cause kasus fracture tibia diketahui bahwa kelengkapan informasi terli- hat dengan adanya jenis transportasi/kejadian, je- nis posisi (untuk kecelakaan), jenis traffic atau non traffic

(untuk kecelakaan), jenis lokasi dan jenis aktivitas.

Pada kasus kecelakaan lalu lintas diketahui bahwa jenis transportasi/kejadian 100% lengkap. Dengan informasi yang lengkap maka membantu petugas

coder dalam menghasilkan kode yang akurat, mis- alnya pada kasus kecelakaan lalu lintas tabrakan antara sepeda motor dengan sepeda motor lain, kode di rumah sakit yaitu V22.- (pengendara sepe- da motor terluka dalam tabrakan dengan kendaraan bermotor beroda dua atau tiga). Hal ini sudah ses- uai dengan ICD-10 bahwa kode yang menunjukan terjadi tabrakan antara sepeda motor dengan sepeda motor yaitu V22.- (pengendara sepeda motor ter- luka dalam tabrakan dengan kendaraan bermotor beroda dua atau tiga). Dari kode tersebut, V22.- menerangkan kode untuk pengendara sepeda motor terluka dalam tabrakan dengan kendaraan bermotor beroda dua atau tiga.

Jenis traffic/non traffic pada kasus kecelakaan lalu lintas 100% lengkap. Seluruh kasus kecelakaan lalu lintas terjadi dijalan raya sehingga seluruh kasus adalah traffic accident. Hal ini sesuai dengan WHO (2010) bahwa traffic accident adalah kecelakaan pada kendaraan yang terjadi di jalan raya umum. Contoh kasusnya yaitu pejalan kaki ditabrak

sepe-da motor dijalan raya, kode di rumah sakit asepe-dalah V02.19 (pejalan kaki terluka dalam tabrakan den- gan kendaraan bermotor beroda dua atau tiga dalam kecelakaan lalu lintas ketika terlibat dalam kegia- tan yang tidak spesifik). Hal ini sudah sesuai den- gan kode di ICD-10 yaitu V02.19. Dari kode terse- but, V02.- menerangkan kode untuk pejalan kaki terluka dalam tabrakan dengan kendaraan bermotor beroda dua atau tiga, .1 menerangkan kode untuk kecelakaan lalu lintas dan .9 menerangkan kegiatan yang tidak spesifik.

Menurut WHO (2010) Jenis posisi pada kasus kecelakaan transportasi menerangkan tentang bagaimana posisi korban saat kejadian berlangsung seperti sebagai pejalan kaki, pengendara atau pen- umpang. Pada kasus kecelakan lalu lintas diketahui bahwa jenis posisi korban sebagai pengemudi, pen- umpang dan pejalan kaki adalah 77,77 % lengkap dan 22,22% tidak terdapat keterangan pada formulir trauma pada pasien di dokumen rekam medis pa- sien. Hal ini menyebabkan hasil kode yang dilaku- kan coder tidak akurat. Sejalan dengan penerapan sistem case-mix, menurut Ernawati dan Maharani (2015) kelengkapan dan akurasi data rekam medis dijadikan dasar penting untuk perincian biaya pe- layanan kesehatan secara tepat. Contoh kasus pem- bonceng sepeda motor ditabrak oleh sepeda motor lain, kode di rumah sakit yaitu V22.99 (pengendara sepeda motor terluka dalam tabrakan dengan kend- araan bermotor beroda dua atau tiga dengan tidak ditentukanya pengendara sepeda motor yang terlu- ka dalam kecelakaan lalu lintas ketika terlibat da- lam kegiatan yang tidak spesifik) dan untuk kode di ICD yaitu V22.59 (pengendara sepeda motor terluka dalam tabrakan dengan kendaraan bermo- tor beroda dua atau tiga dengan penumpang yang terluka dalam kecelakaan lalu ketika terlibat dalam kegiatan yang tidak spesifik). Dari kode tersebut V22.- menerangkan pengendara sepeda motor ter- luka dalam tabrakan dengan kendaraan bermotor beroda dua atau tiga dan .5 pada kode V22.59 yaitu penumpang yang terluka dalam kecelakaan lalu.

(6)

khusus-nya petugas assembling tidak mengkaji ulang terh- adap informasi penunjang tersebut. Menurut WHO (2010), Kode aktivitas adalah optional kode, bagi kode antara V01-Y34, untuk memberi informasi apa yang sedang dilakukan korban saat kejadian cedera tersebut. Sehingga ketidaklengkapan pada jenis aktivitas mempengaruhi kode yang dihasil- kan, contoh kasus pengemudi sepeda motor tabra- kan dengan mobil saat akan membeli bensin, kode di rumah sakit yaitu V23.49 (pengendara sepeda motor terluka dalam tabrakan dengan mobil atau truk berbak dengan sopir terluka dalam kecelakaan lalu lintas ketika terlibat dalam kegiatan yang tidak spesifik), dan kode di ICD yaitu V23.48 (pengenda- ra sepeda motor terluka dalam tabrakan dengan mobil atau truk berbak dengan sopir terluka dalam kecelakaan lalu lintas ketika terlibat dalam kegiatan tertentu lain). Dari kode tersebut V23.- menerang- kan pengendara sepeda motor terluka dalam tabra- kan dengan mobil atau truk berbak, .4 menerang- kan sopir terluka dalam kecelakaan lalu lintas dan

.8 pada kode V23.48 yakni kegiatan tertentu lain.

Selain kasus kecelakaan lalu lintas, dari hasil anal- isis juga diketahui kasus karena bukan kecelakan lalu lintas. Pada kasus bukan kecelakaan lalu lin- tas, jenis kejadian 100% lengkap. Kelengkapan informasi

membantu koder dalam menentukan kode. Contoh

kasus pengkodean yaitu jatuh ter- timpa sepeda motor di jalan raya, kode di RS yai- tu W20.99 (dipukul oleh lemparan atau kejatuhan benda di tempat yang tidak spesifik saat terlibat kegiatan yang tidak spesifik). Hal ini sudah ses- uai dengan ICD bahwa kode untuk jatuh tertimpa motor adalah W20.49 (dipukul oleh lemparan atau kejatuhan benda di jalan/jalan raya saat terlibat kegiatan yang tidak spesifik). Dari kode tersebut W20.- menerangkan tentang dipukul oleh lemparan atau kejatuhan benda, .4 menerangkan tentang lo- kasi di jalan raya dan .9 menerangkan tentang ke- giatan yang tidak spesifik.

Pada lokasi kejadian diketahui bahwa 75% leng- kap saat terlibat kegiatan yang tidak spesifik).

Hal ini tidak sesuai dengan aturan ICD karena un- tuk menunjukan persawahan adalah .7 yaitu farm

(perkebunan/persawahan) sehingga kode di ICD yaitu W14.78 (jatuh dari pohon di area pertanian saat terlibat kegiatan tertentu lainnya).

Jenis aktivitas pada kasus bukan kecelakaan lalu lintas 36,11% lengkap dan 63,89% tidak lengkap. Ketidaklengkapan jenis aktivitas ini mempengaruhi hasil kode yang dihasilkan. Kesalahan penentuan kode juga berpengaruh pada pelaporan morbiditas rumah sakit, sehingga data morbiditas yang di- hasilkan tidak akurat. Hal ini tidak sesuai dengan PERMENKES No. 1171/MENKES/PER/VI/2011 tentang SIRS revisi 6 yang mengharuskan setiap rumah sakit di Indonesia untuk melaporkan data morbiditas-nya. Contoh pengkodean yaitu jatuh terpeleset dari tangga rumah saat menyapu. Kode RS yaitu W11.09 (jatuh dari tangga di rumah saat terlibat kegiatan yang tidak spesifik). Hal ini tidak sesuai dengan ICD, karena kode yang menunjukan

untuk “menyapu” adalah .3 yakni aktivitas di ru-

mah, sehingga kode di ICD yaitu W11.03 (jatuh dari tangga di rumah saat terlibat aktivitas di ru- mah).

Kelengkapan informasi penunjang tentang exter- nal cause dapat dilihat pada formulir pasien den- gan trauma. Formulir tersebut berisi tentang sebab kejadian, lokasi kejadian perkara, aktivitas, dan keterangan. Namun pada SOP Nomor 02.10.00.47 tentang prosedur tanggungjawab dan kewenangan pengisian berkas rekam medis tidak disebutkan cara mengisi dan siapa yang berwenang untuk mengisi pada formulir pasien dengan trauma. Dengan tidak adanya SOP yang menjelaskan pengisian formulir pasien dengan trauma maka akan menyulitkan petugas assembling saat menagih ketidaklengkapan pengisian formulir tersebut. Padahal formulir terse- but harus diisi lengkap oleh dokter agar informasi yang dibutuhkan akurat.

(7)

ru-mah sakit. Dalam menerbitkan SJP, petugas SKM membutuhkan informasi tentang jenis kejadian/ke- celakaan, jenis lokasi dan jenis aktivitas. Sehingga bila informasi mengenai external cause tidak leng- kap maka akan menyulitkan petugas SKM dalam menerbitkan SJP.

2. Prosentase Kelengkapan Informasi Penunjang Ex- ternal Cause Pada Dokumen Rekam Medis Kasus

Fracture Tibia

Prosentase kelengkapan informasi penunjang ex-

ternal cause kasus fracture tibia yaitu 17 dokumen lengkap (24%) dan 55 tidak lengkap (76%). Dari keseluruhan dokumen yaitu 72 dokumen rekam medis diketahui bahwa 36 dokumen karena ke- celakaan lalu lintas dan 36 dokumen bukan karena kecelakaan lalu lintas.

Pada 36 dokumen rekam medis pasien kasus frac- ture

tibia karena kecelakaan lalu lintas didapatkan

36 dokumen rekam medis sudah lengkap pada je- nis transportasi/kejadian dan jenis traffic/non traf- fic(100%) namun pada jenis posisi korban didapa- tkan 28 dokumen rekam medis (77,77%) lengkap sedangkan pada jenis aktivitas hanya 7 (19,44 %) dokumen yang lengkap.

Pada 36 dokumen rekam medis kasus fracture tibia

bukan karena kecelakaan didapatkan 36 dokumen rekam medis (100%) lengkap pada jenis kejadian, 27 dokumen rekam medis (75%) sudah lengkap pada jenis lokasi dan hanya 13 dokumen atau 36,11

% lengkap pada jenis aktivitas.

Ketidaklengkapan data penunjang external cause

disebabkan karena pelaksanakan pendokumenta- sian yang dilakukan oleh banyak tenaga kesehatan, sehingga pendokumentasian tidak dapat selengkap yang diinginkan. Masih kurangnya peran dokter dan kesibukan dokter juga menjadi salah satu faktor penyebab, sehingga dokter menulis catatan terbu- ru-buru maka informasinya tidak lengkap. Faktor penyebab lainnya yaitu kesibukan tenaga perawat dalam melayani pasien sehingga lupa mencatat hal- hal yang telah diberikan ke pasien serta kurangnya menggali informasi tentang keluhan utama pasien dirawat di rumah sakit dan penyebab pasien bisa mendapatkan sakit yang diderita serta petugas

re-kam medis yang tidak segera menanyakan keti- daklengkapan informasi kepada dokter dan para medis agar segera dilengkapi. Sesuai dengan SPO nomor 02.10.00.4 tentang pemantauan ketidaklen- gkapan catatan medik (KLPCM) bahwa petugas yang berwewenang melakukan pemantauan keti- daklengkapan pengisian catatan medis dilakukan oleh petugas rekam medis.

Keberhasilan suatu penyandingan diagnosis akan sangat ditentukan oleh kesadaran dan komitmen

dokter sebagai narasumber utama, dan petugas co-

ding sebagai sumber daya manusia yang mempro- ses data primer tersebut. Jadi, apabila informasi pe- nunjang yang ditulis dokter tidak jelas dan lengkap, maka akan menghambat pekerjaan petugas peng- kodean dalam mengkode diagnosis (Naga, 2001). Sesuai dengan aturan dalam WHO (2010) bahwa pada kasus cedera, seorang koder membutuhkan in- formasi tentang jenis kejadian, jenis posisi korban pada kasus cedera karena kecelakaan, jenis lokasi kejadian dan jenis aktivitas korban saat kejadian. Apabila data penunjang external cause tidak ditulis secara lengkap pada dokumen rekam medis, maka mengakibatkan kesalahan dalam pengkodean. Con- toh pengkodean external cause :

a. Kasus 1

Informasi kejadian : motor menabrak mobil Informasi posisi : pengendara

Informasi aktivitas :

-Kode external cause pada RM 1: motorcycle rid- er injured in noncollision transport accident with driver injured in non traffic accident-during un- specified activity (V28.09)

Kode external cause pada ICD-10: motorcy- cle rider injured in collision with car, pick-up truck or van with driver injured in traffic acci- dent-during unspecified activity (V23.49)

Ketidakakuratan kode external cause dan tidak terisinya kode pada dokumen rekam medis di RS Ortopedi Dr. R. Soeharso Surakarta dikarenakan

informasi penunjang yang dibutuhkan koder dalam

(8)

Kelengkapan pengisian informasi penujang juga sangat mendukung ketepatan pemberian kode yang sesuai ICD-10 sehingga mempengaruhi keakuratan kode diagnosis.

SIMPULAN

1. Kelengkapan informasi penunjang dibagi menja-

di 2 kasus yaitu kecelakaan lalu lintas dan bukan kecelakaan lalu lintas. Pada kasus kecelakaan lalu

lintas terdapat data mengenai jenis transpor-

tasi/kejadian, posisi, traffic atau non traffic dan aktivitas. Sedangkan pada kasus bukan kecela- kaan lalu lintas terdapat data mengenai jenis ke- jadian, lokasi dan aktivitas.

2. Pengisian data penunjang external cause kasus

fracture tibia lengkap pada 17 dokumen rekam medis (24 %) dan tidak lengkap pada 55 doku- men rekam medis (76%). Pada kasus kecelakaan lalu lintas, jenis transportasi/kejadian dan traf- fic atau non traffic

100% lengkap, jenis posisi

77,77% lengkap dan jenis aktivitas 19,44% len- gkap. Pada bukan kecelakaan lalu lintas, jenis penyebab 100% lengkap, jenis lokasi 75% leng- kap dan jenis aktivitas 36,11% lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah (Volume 3). Edisi 8. Jakar- ta: EGC.

Carlina, M. 2013. Tinjauan Keakuratan Kode Diag-

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.

Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

2008. Peraturan Menteri Kesehatan RI

No. 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Me- dis. Jakarta : Departemen Kesehatan Re- publik Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa.

2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed- isi

Keempat. Jakarta : PT Gramedia Bina Pustaka.

Dyah, E & Eni, M. Tanpa Tahun. Peran Tenaga Me-

Hatta, G. 2014. Tujuan, Pengguna, dan Fungsi Rekam

Medis. Dalam Hatta, G (ed). Pedoman Ma- najemen

Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Kasim, F & Erkadius. 2014. Sistem Klasifikasi Utama Morbiditas dan Mortalitas yang Digu- nakan di

Indonesia. Dalam Hatta, G (ed). Pedoman

Manajemen Informasi Keseha- tan di Sarana

Pelayanan Kesehatan. Jakar- ta : Penerbit Universitas

Indonesia

Marten, O. 2012. Tinjauan Proses Penyelesaian Klaim

Asuransi Rawat Jalan Kepada PT. Askes di Rumah

Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. Jakarta :

Universitas Esaa Unggul.

Naga, M. A. 2001. Pemanfaatan Kodefikasi Diagnosis

Sistem ICD-X bagi Kepentingan Informa- si Medis. Kumpulan Makalah Lokakarya Nasional Rekam Medis (untuk kalangan sendiri).

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kese-

hatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Sudra, R I. 2013. Rekam Medis. Edisi Kedua. Tan- gerang Selatan : Universitas Terbuka.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan

(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.

World Health Organization, 2010. International Sta-

tistical Clasification Of Diseases And Re- lated Health Problems (ICD-10, Volume

(9)

Vidyasari, E. 2013. Tinjauan Kelengkapan Informasi External Cause Dan Keakuratan Kodenya Pada Dokumen Rekam Medis Kasus Ced- era Dan Keracunan Periode Januari 2013 di RSUD Kabupaten Sukoharjo. (Karya Tulis Ilmiah).

Karanganyar: APIKES Mi- tra Husada

Gambar

Gambar 4.1. Kelengkapan Informasi Penunjang External Cause Kasus Fracture Tibia

Referensi

Dokumen terkait

fasilitator kepada peserta lain yang mengalami kesulitan.. Memberikan umpan balik terhadap hasil dan proses. pembelajaran. Mengisi buku jurnal

Menganalisis dan membuat kategori dari unsur-unsur yang terdapat pada deskripsi dan sifat-sifat limit trigonometri, dan nilai limit fungsi aljabar menujuketakhinggaan dan

Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi dan wawasan bagi penyusun kurikulum jurusan akuntansi yang pada perguruan tinggi agar meningkatkan mutu

Selain minum kopi, konsumen biasanya memesan makanan pelengkap untuk menemani menikmati kopi. Pada Belike Coffee mayoritas responden menyukai menu kentang goreng. Menu pelengkap

Pendatang baru dalam industri biasanya dapat mengancam industri yang ada. Karena pendatang baru cenderung membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut pangsa

Ketahanan ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan

Beban yang terjadi pada balok induk adalah berat sendiri balok induk dan berat eqivalen pelat.. 141 dan kanan) yangakan menghasilkan momen positif dan negatif pada

Selain itu gigitan terbalik dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan lokasi dari faktor etiologinya, yaitu gigitan terbalik dental, skeletal dan fungsional. Gigitan terbalik