• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANTAUAN KADAR TUNAK FENITOIN DALAM SERUM PADA REBERAPA PENDERITA EPILEPSI TIPE GRAND MAL DENGAN TERAPI FENITOIN SALAH SATU PRODUK DALAM NEGERI Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMANTAUAN KADAR TUNAK FENITOIN DALAM SERUM PADA REBERAPA PENDERITA EPILEPSI TIPE GRAND MAL DENGAN TERAPI FENITOIN SALAH SATU PRODUK DALAM NEGERI Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANTAUAN KADAR TUNAK FENXTOIN DALAM SERUM PADA REBERAPA PENDERITA EPILEPSJ TIPE GRAND MAL DEKGAN

*TERAPI FENITOIN SALAH SATU PRODUK DALAM NEGERI

SKRIPSI

DIBUAT UNTUK SYAR AT MENCAPAl GELAR SARJANA FARM^ST PADA FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AiKLANGGA 19S8

~F

olelo

S E P T I A N I 0 5 8 2 1 0 5 7 0

Disetujui oleh Perabimbing

r.

M I t l f c F E R P U STAKAAK VN I TBR SI TAS AI R LAN O t t A'

S U R A B A Y A

0 9 JUL 1902

(2)

KATA PENGANTAR

Puji eyukur bagi Allah Yang Maha Kuasa yang telah

me-llmpahkan berkatNya dan memperkenankan saya untuk dapat me*

nyelesaikan skripei guna memenuhl syarat-syarat dalam

men-capal gelar sarjana Farmasl pada FaJkultas Farmasi Universi­

tae Airlangga. Tidak sediklt hambatan dan kesukaran yang

saya alaml dalam menyeleeaikan skripai ini, namun berkat

rahmatNya sehingga akhirnya saya fiapat menelesaikannya.

Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan rasa

teri-ma kasih yang sebesar-besarnya kepada i

- Ibu Dra. Ny. Siti SJamsiah H # pembimbing dan pendiflik yang

telah memberlkan dorongan dan bimbingan, mulai dari

pem-buatan proposal hlngga eelesainya tugas akhir ini.

- Bapak Dr* Margono I. S., pembimbing dan pendidik yang ti­

dak Jemu-jemu memberlkan bimbingan, dorongan dan

earan-earan Berta menyodiakan faailitas kliniknya selaaa

pene-litian ini.

- Dr* Bambang Subagio, pembimbing kami yang telah memberlkan

bimbingan, dorongan serta menyedlakan fasilitas alat

eela-ma panel!tlan ini.

- Ibu Rahayu Anggraini dan Bapak Ko«enindar yang telah banyak

membantu dan mendamping! kami selama penelitian ini.

- Kepala Poliklinik bagian Syaraf di RSUD Dr. Soetomo,

Ke-pala Laboratorium Biokimia Fakultae Kedokteran Vniversitae

Airlangga, Kepala Laboratorium Patologi Klinik RSUD I

(3)

melakA-kan penelitlan ini

«**Para BUkarelawan yang telah ikut betpartiaipasi dal am

penelitlan ini•

- Para karyawan di Bagian Neurologif Pollkllnlk Bagian

Syaraf RSUD Dr* Soetomo/^Laboratorium

Blofarmaaetika-Farmakokinetika Fakultae Farmasi Universttaa Airlangga,

yang telah membantu dalam penelitlan ini.

- Kedua orang tua, saudara-saudara tercinta serta

rekan-re-yang selalu memberlkan dorongan semangat agar penelitlan

ini dapat selesai dengan balk*

Juga rasa terlma kaath yang eebesar-besarnya kepada semua

aemua pihak yang tidak dapat kami sebut satu per satu*

Semoga semua bantuandarl berbagai pihak di *tas,

menda-dapat balasan darl Allah Yang Maha Kuasa dan mudah-mudahan

skriped. ini yang masih Jauh darl e e m p u m a bormanfaat bag!

perkembangan llmu kefarmaslan dan llmu kedokteran di masa

sendatang*

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang masalah ...1

2. Tujuan penelitxan ... k II. TINJAUAN P U S T A K A ... '... 5

1. Epilepsi ...■... 5

2. Prinsip pengobatan epilepsi ... 5

3. Obat-obat anti epilepsi ... . ... 7

Fenitoin ... 9

4.1. Hubungan struktur dan aktifitas ’ ’ Fenitoin ... 10

5. Farmakokinetika ... 12,

5.1. Absorbs! ... 12

5.2. Distribusi ... . 15

5.3. Metabolisme dan ekskresi ... 15

6. Farraakologi ... 17

6.1. Mekanisrne kerja Fenitoin sebagai anti kejang ... 17'

6.2. Do sis ... 17

(5)

Halaman

6.^. Efek samping dan toksisitas ... 18

7. Pemantauan kadar Fenitoin dalam serum ... 19

8. Analisis kadar Fenitoin dalam serum .... 22

8*1* Metode Radioimmunoassay ... 22

III. ALAT;. BAHAN DAN METODE P E N E U T I A N ... 25

1. Alat ...,... . 25

2. Bahan ... . , . . . - - -... 25

3. Metode penelitian ... 26

3.1. Analisis kualitatif ... 26

3.2. Analisis kuantitatif... ... 26

3.3. Kriteria subyek ... 27

3*4. Protokol ... 28

3.5* Tahapan kerja ... 29

3.5.1- Bahan ... 29

3,5,2. Pembuatan kurva kalibrasi ... 29

3.5.3- Kontrol ... 30

3.5,/+. penentuan kadar Fenitoin dalam sampel serum ... '... 30

3*6. Pengolahan data ... . 31

3.6.1. Kurva kalibrasi ... '... 31

3.6.2 Kontrol ... 31

3.6.3* Kadar Fenitoin dalam s e r u m .... . 31 DAFTAR ISI

(lanjutan)

v

(6)

Halaman IV. HASIL PENELITIAN ... .33

1. Analisis kualitatif .33

2. Analisis kuantitatif .33

3. Kurva kalibrasi

.3A-4. Penentuan kadar Fenitoin dalam serum .... '3k

V\ . PEMBAHASAN ... .39 VI. KESIMPULAN ... .43 VII. SARAN - SARAN ... .44

RINGKASAN .43

VIII. DAFTAR PUSTAKA ... .47 LAMPIRAN

I. Perhitungan regresi kurva kalibrasi .... 51 II. Perhitungan harga % terikat .52 III.Perhitungan kesetaraan % terikat .53 Perhitungan kadar Fenitoin dlalam serum . 53 IV. Hasil serapan sinar Infra raerah serbuk

murni yang didispersikan dalam KBr P ... 5^f

V. Hasil serapan sinar Infra merah dari ekstraksi Fenitoin Natrium yang didis­

persikan dalam KBr P .55

VI. Harga-harga koefisien korelasi (r) pada derajat kepercayaan 5$ dan 1 % .56

DAFTAR ISI (lanjutan)

(7)

TABEL Halaman I. Nilai % terikat larutan kalibrasi Feni­

toin untuk penetapan kurva kalibrasi...3 5.

II* Nilai' % terikat Fenitoin dalam serum c

dan kadar yang diperoleh setelah diintfapo'-' . lasikan pada kurva kalibrasi... 37 III. Hubungan antara dosis, keadaan klinis pende-

ritan dan kadar Fenitoin dalam serum-... DAFTAR TABEL

vii

(8)

GAMBAR " Halaman 1. Kurva % obat terlarut vs waktu dari

beberapa produk kapsul Fenitoin. « . . . ... 1^ 2. Kurva kalibrasi logit log fraksi .terikat

terhadap log kadar Fenitoin ... 36 3. Profil kadar rata-rata Fenitoin dalam

serum (p g/ml ) vs waktu (jam) pada pemakaian

kapsul produk A dan produk B dari. lima subyek... k2 DAFTAR GAMBAR

(9)

P EN D A H U LU A N

1. Latar belakang masalah

Epilepsi merupakan suatu penyakit kronik susunan sya- raf yang tirabul secara spontan dengan waktu singkat, de- ngan gejala menghilangnya atau menurunnya. kesadaran (1). Penyakit ini telah lama dikenal, mungkin sama lamanya dengan peradaban manusia, tetapi sampai kini masih banyak pendapat yang salah men_genai penyakit ini (2). Ada yang beranggapan bahwa penyakit epilepsi merupakan gangguan syaraf. Anggapan ini timbul karena kurangnya penerangan mengenai penyakit ini.

Epilepsi tidak akan menyebabkan penderita menjadi

i 1

cacat atau nyeri terus menerus dan bukanlah suatu penya­ kit menulai?, oleh karena itu penderita epilepsi tidak perlu diasingkan. Di Indonesia terdapat 1.650.000 jiwa

penderita epilepsi (2). .

Dewasa ini telah banyak ditemukan bermacam-macara o- bat anti epilepsi. Salah satu diantaranya adalah Fenitoin yang ditemukan pada tahun 1938 dan merupakah salah satu obat pilihan untuk epilepsi tipe grand mal (1,3*^)•

Selama ini telah beredar lima produk kapsul Fenitoin N$. Dari daftar Informasi Spesialite Obat'88 ( ISO'88 ) pro- duk-produk tersebut mempunyai harga yang bervariasi yaitu dari 'A+ Rp 150 - Rp 320 setiap kapsul (5).

Adanya perbedaan harga ini kemungkinan disebabkan pro­ ses . pabrikasi dan pemilihan bahan baku yang berbeda.

BAB I

1

(10)

Dari penelitian uji pelarutan beberapa produk Fenitoin yang beredar di Indonesia menunjukkan bahwa ada perbeda- an yang bermakna antara pelarutan produk tersebut terha- dap produk standard "innovator" (6). Hal ini terlihat da- ri 50 % obat terlarut untuk standard ( Dilantin - Parke Davis ) memerlukan waktu + 2 0 - 2 5 menit sedang produk yang lain memerlukan waktu + 5 - 1 0 menit (6)*

Dalam USP XX tahun 1980 disebutkan ada dua macam se-

diaan kapsul Fenitoin Na yaitu sediaan lepas cepat ("prompt") dan sediaan lepas lambat ("extended") (7). Kedua bentuk

ini mempunyai perbedaan dalam kecepatan pelarutan, Untuk bentuk "prompt" disyaratkan tolcransi kecepatan melarut tidak boleh lebih kecil dari 85 % dalam 30 menit, sedang bentuk "extended" toleransi kecepatan melarut dalam 30 me­ nit tidak lebih dari 35 %> 60 menit antara 30 - 70 %

dan dalam waktu 120 menit tidak lebih dari 85 % (7»8).

(11)

dila-kukan penelitian apakah pemakaian bentuk "prompt" akan i menghasilkan rentang kadar tunak aeperti yang dihasil- kan oleh sediaan "innovator" pada beberapa penderita epilepsi yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu

(11,12) .

Pemakaian bentuk "prompt" diperkirakan merapunyai puncak dan lewibah dari kadar tunak yang seharusnya ti - dak boleh terjadi untuk raaksud terapi kronik dan profi- laksi kejaug. Oleh karena itu bentuk "prompt" secara • .. teoritik memerlukan proses pembuatan yang lebih seder - hana dari pada bentuk "extended". Suatu hal yang sangat mungkins perbedaan harga tersebut salah Satu penyebabi * riya ad&lah perbedaan formulasi dan proses pabrikasi ter­ sebut.

Dari salah satu produk Fenitoin yang beredar di Indo­ nesia adalah produk pabrik PMDN yang menurut keterangan merupakan bentuk "prompt", demikian juga innovator yang ada. Adanya perbedaan harga yang cukup besar dari kedua bentuk tersebut maka peneliti ingin mengetahui kadar tu­ nak yang terjadi dan respon terapeutik yang ditimbulk^n apabila digunakan produk Fenitoin dari pabrik PMDN.

Permasalahan tersebut di atas mendorong peneliti un­ tuk melakukan pengamatan terhadap sejumlah penderita e- pilepsi tipe "grand mal" di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan terapi tunggal kapsul Fenitoin salah satu produk dalam negeri dan diikuti pengamatan klinik respon yang terjadi.

(12)

Dari penelitian ini dih,arapkan dapat memberikan data tentang kadar tunak Fenitoin yang terjadi pada pe- makaian Fenitoin dengan produk yang relatif murah.

Tu.juan

Mencari rentang kadar tunak dan mengamati respon te-rapeutik yang terjadi pada penderita epilepsi tipe grand mal dengan terapi Fenitoin salah satu produk dalam negeri

(13)

BAB IT

TINJAUAN PUSTAKA

1. Epile?;;!

Epilepsi adalah susr'm keadaari dimana yang beru- lang-ulang terjadi perubahan psroksismal, baik dalam sistSm motoris atau sistem sensoris a tan dalam tingkah laku penderita yang disebabkan oleh perubahan yang men- dadak, berlebihan dan cepat dalam "discharge'1 dari ba- gian kelabu dari otak (1,13)* Pada beberapa penderita epilepsi dapat dijumpai beberapa bentuk kejang yang antar penderita tidak sama.

Ditinjau dari bentuk kejang maka epilepsi dibagi dalam tiga kelompok : (1,13)

1. Kejang fokal ( partial epilepsy )

Bentuk kejang ini ada dua yaitu "simple focal" dan "'complex focal".

2. Epilepsi umum ( generalized epilepsy )

Pada kelompok ini dapat dibagi dalam petit mal (absence), mioklonik, klonik, tonik, tonik klonik (grand mal), atonik.

3. Kejang yang tidak diklasifi kasikan. 2. Prindlt) pengobatan epilepsi

Tujuan pengobatan epilepsi adalah membebaskan pen­ derita dari serangan epilepsi bentuk apapun. tanpa meng-ganggu fmngsi normal eueunan syaraf pusat- sehingga pen­ derita dapat menjalankan tugasnya tanpa gangguan (1,3>.4.)«

5

FERPUSTAKAAW R i n a

"W M ITERSITAS A lR L A H O O A '

S U R A B A Y A

(14)

Untuk dapat berhasil dalam pengobatan epilepsi maka i

beberapa batasan perlu diperhatikan yaitu : (1 4)

1 . Menentukan jenis epilepsi dan memilih salah satu ma-

cam obat yang sesuai.

2. Dosisnya disesuaikan sampai diperoleh hasil yang op­ timal .

3. Dilakukan pemantauan kadar obat dalam darah.

4. Bila obat yang dipilih tidak didapat hasil yang opti­ mal sedang gejala intoksikasi raulai ada maka dosis dikurangi dan ditambah anti epilepsi kedua lainnya.

5. Bila dengan gabungan kedua obat memberi hasil yang baik baik maka dicoba untuk menurunkan dosis obat yang

pertama secara bertahap kemudian dihentikan.

Terapi kombinasi dari dua atau lebih .\macam obat mung- kin diperlukan namun dianjurkan untuk memulai dengan

satu macam obat saja. Bila tidak berhasil barulah ** digunakan dua atau lebih obat.

Dalam memilih obat anti epilepsi perlu diperhatikan syarat obat yang ideal sehingga dapat mencapai hasil farmakoterapi yang maksimal. Syarat obat anti epilepsi yang ideal ialah : (3 )

1. Dapat menekan serangan sesempurna mungkin tanpa menira- bulkan efek samping yang mengganggu,

2. Mempunyai batas keamanan ( margin of safety ) yang lebar.

(15)

4. Dapat diberikan per oral serta mempunyai raasa kerja yang panjang dan aman untuk pengobatan jangkavpanjang. 5. Harganya murs.h.

3. Obat-obat anti epilepsi

Beberapa obat anti epilepsi yang sering digunakan di klinik ialah :

a, Fenobarbital ( 1 , 1 4 , )

Fenobarbital sering digunakan pada epilepsi ka­ rena merupakan obat anti epilepsi yang cukup ampuh, murah, aman dan dapat digunakan pada epilepsi jenis grand mal dan fokal. Dosis efektif telatif rendah. Adapun efek sampingnya ialah mengantuk, pada anak- anak sering didapatkan hiperakti.vitas. Pada dosis yang lebih tinggi dapat dijumpai ataksia dan nis - tagmus. Reaksi alergik ialah rash pada kulit.

b . Fenitoin C 1,k,15 )

Fenitoin efektif terhadap epilepsi jenis grand mal, fokal dan psikomotor, namun tidak efektif pa­ da petit mal dan kejang demam. Fenitoin sebagai o- bat epilepsi, sekalipun relatif yang paling aman dari kelompoknya namun. dapat raenimbulkan efek sam- ping dan toksisitas. Gejala toksik. yang sering tim- bul ialah ataksia, nistagmus, tremor dan -su&ar .berJ bicara ( slurred spnech ) dapat juga timbul gangguan mental. Efek sampingnya berupa nyeri ulu hati, mual, muntah, ruam morbiliform serta anemia megaloblastik. Pada penggunaan obat dengan jangka panjang kadang

(16)

dijumpai hiperplasi£-ginggiva* ■C. Carbamazepin <( 1,14,15 )

Obat ini dapat digunakan untuk epilepsi jenis psikomotor, fokal dan grand mal, Toksisitas yang ber- hubungan dengan dosis ialah nistagmus, ataksia, ver­ tigo dan diplopia. Dapat juga terjadi agranulocytosis, trombocytopenia serta leukopenia. Efek samping yang timbul pusing, mual,dan muntah. Carbamazepin lebih toksis daripada Fenitoin karena menyebabkan gangguan kardiovaskuler, fungsi hati dan fungsi ginjal.

d. Diazepam ( 1,14 )

Diazepam biasanya digunakan untuk status epilep­ si, dapat pula digunakan pada epilepsi jenis psikomo­ tor, petit mal dan infantile spasm. Pada dosis yang tinggi menyebabkan rasa mengantuk dan lemas. Efek samping yang berbahaya pada ponggunaan Diazepam ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot, hipotensi dan jantung berhenti berdenyut.

e* Clonazepam ( 1,

Obat ini berkhasiat baik pada status epilepsi dan masa kerjanya panjang. Juga dapat digunakan pada pe­ tit mal, mioklonik dan akinetik* Efek samping yang ditimbulkan adalah rasa mengantuk, lemas, ataksia dan perubahan tingkah laku.

f. Nitrazepam ( l^fj) '■

(17)

dijumpai pada bayi dan dan anak ialah hyperss&ivasi dan bertambahnya sekresi dari bronchus. Disamping itu anak menjadi lemah.

g. Fenasemid ( 1,4, .llj. ;)

Fenasemid merupakan derivat asetilurea dan efek-* tif. terhadap epilepsi tipe grand mal, p.etit mal dan psikomotor. Toksisitas yang ditimbulkan adalah nekro- sis hati, anemia aplastik dan neutrppenia, Efek sam- ping yang ditimbulkan gangguan daluran cerna, gang - guan fungsi ginjal dan hati serta ruam kulit.

h.‘ Valproat ( 1J.L& 1,5 }

Valproat terutama efektif terhadap epilepsi je­ nis grand mal, petit mal dan psikomotor namun tidak efektif terhadap epilepsi fokal* Toksisitas mengenai

L

saluran cerna, sistem syaraf pusat dan darah. Ada- pun gejalanya rasa mual, iritasi sa&uran cerna, kan- tuk, perdarahan dan ataksia, Pada percobaan ‘dengan

hewan terungkap bahwa Valproat bersifat teratogenik. 4. Fenitoin

J C=0 C6H 5

---.ir -H

5*5 - difenil hidantoin ( Fenitoin )

Fenitoin disintesa pertama kali tahun 1908 oleh Blitz, namun aktivitas anti konvulsi baru diilaporkan tahun 1938 oleh Merrit .dan Putnam ( 3>4>13>15 )•

R I M B

F B R H J S T A K A A *

■'■W Y B R S1TAS A I R L A N D # * "

____ g U R A B A Y A _

(18)

Adanya penemuan ini merupakan tanda kemajuan dari peng- obatan epilepsi. Karena obat ini mempunyai beberapa ke- lebihan dibanding anti epilepsi lain yaitu dapat digu­ nakan untuk semua tipe epilepsi kecuali petit mal dan kejang demam, juga tidak mempunyai efek sad^si^sehing- ga merupakan anti epilepsi pilihan untuk anak sekolah dan orang dewasa dengan tipe grand mal ( )• Selain itu kadar tunak Fenitoin dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat yaitu 7 - 1 0 hari ( 1,3,^ 15 )•

Fenitoin merupakan asam organik lemah dengan pKa +9, sukar larut dalam air tetapi larut dalam media alkali* Kelarutan yang kecil ini disebabkan adanya gugus fenil pada posisi atom yang berstfat hidrofobik (if).

k• 1 • Hubunflan struktur dan aktivitas Fenitoin (L\)

Bila ditinjau dari struktur Fenitoin maka terda- pat hubungan antara struktur dengan aktivitas farma- kologik. Adanya gugus fenil atau aromatik lain pada atom penting untuk khasiat anti konvulsi sedang- kan gugus alkil bertalian dengan efek sedasi, si fat ini tidak terdapat pada Fenitoin ( 1,3>^ )•

Untuk dapat melihat adanya hubungan struktur dan aktivitas anti konvulsan maka digunakan model " Maxi­ mal Electro Shock" ( MES ) untuk serangan tonik klo­ nik umum sedangkan model " Subcutanneous Metrazol"

( scMet/Met/pentylen metrazol ) untuk eerangan petit mal. Obat-ofeatan yang efektif pada MES menunjukkan

(19)

(grand mal) sedang obat yang efektif. terhadap Met me­ nunjukkan efektivitas obat pada serangan petit mal(if).

Hubungan struktur dan aktivitas Fenitoin adalah sebagai berikut : (L+)

a. Pada cincin hidantoin paling sedikit harus ada sa- tu gugus fenil yang terikat pada atom C^, untuk menunjukkan aktivitas MES. Fenitoin mempunyai dua gugus fenil yang terikat pada atom menunjukkan aktivitas MES yang maksimal.

b. Bila satu gugus fenil diganti dengan gugus alkil : rantai pendek akan memberikan aktivitas yang se­ dang untuk Met, dan sedikit penurunan pada aktivi- tas MES.

c. Penggantian dua gugus fenil pada Fenitoin dengan gugus isobutil menyebabkan aktivitas MES turun. Bila diganti dengan gugus alkil lainnya menyebab­ kan hilangnya aktivitas MES namun menaikkan akti- vj.tas Met dan jika diganti gugus benzil menyebah- kan hilangnya aktivitas MES.

d. Adanya substitusi gugus alkil rantai pendek akan meningkatkan aktivitas Met, terutama dengan gugus metil pada atom Nitrogen nomer satu dan tiga pada

cincin hidantoin.

e* Semua substitusi pada gugus fenil dari Fenitoin a- kan menekan aktivitas MES.

f. Aktivitas MES dari Fenitoin menurun dengan :

- substitusi H2 pada 0 menjadi “

(20)

lidina-4-on ( doksenitoin ).

- substitusi S pada 0 atom C~, menjadi 5> 2-thiohi dan toin. .

- pemecahan hidrolitik cincin hidantoin menjadi 2- amino-2,2 - difenilasetamida.

g, Pada hasil hidrolisa Fenitoin yaitu asam 2,2-difenil 2-ureidoasetat d'an asam 2~amino~2,2-flifenilasetat serta hasil metabolit utama 5~phidrokei fenil -5- fenilhidantoin ini akan hilang sempurna aktivltas MES»ya.

h. Substitusi gugus hidroksi pada tidak menunjukkan aktivitas antikonvulsan pada binatang percobaan, 5* Farmakokinetik

% 1 .Absorbsi

Fenitoin mempunyai kelarutan yang kecil sehingga ■ mempengaruhi kecepatan absorbsi pada saluran pencerna-

an* Kecepatan absorbsi tergantung pada pH, pKa, dosis, kelarutan, formulasi, ca.ra pemberian dan ada tidaknjra makanan (16). Kecepatan absorbsi ini dapat diperbaiki dengan pemakaian bentuk garamnypf yang mudah larut da­ lam .air. Meskipun dalam lamMftf &kan mengendap .§§.bagai bentuk asamnya namun endapan ini terbagi halus dan ab- sorbsinya sebaik sediaan mikrokristal dengan ukuran partikel yang telah diperkecil menunjukkan kecepatan melarut yang lebih baik sehingga absorbsinya lebih ba­ ik dibanding befl#stfk amorf Aaxx asamnya (4317)* Disamping^

j M i 1. flL ^ i p s r p o s t a k a a*

(21)

itu adanya perubahan bahan pengisi dalam suatu for-, raulasi akan merapengaruhi bioavailabilitas Fenitoin. Suatu kasus di Australia ketika bahan pengisi sedia­ an kapsul Fenitoin diganti dari CaSO^ menjadi lakto-se, biaavailabilitas Fenitoin meningkat ( 4,16,19, 20).

f

Selain itu faktor fo^mulasi tecsebut, absorbs! obat dipengaruhi oleh sistem "delivery" yang pada bentuk sediaan kapsul Fenitoin bentuk "prompt" berbeda dari bentuk "extended". Bentuk "prompt" ini mempunyai si- fat pelepasan obat secara cepat dan kadar puncak ter- capai If - 3 jam setelah pemberian obat. Pada bentuk "extended" pelepasan obat terjadi perlahan dan kadar puncak tercapai 4 - 1 2 jam (8,10). Sediaan Fenitoin bentuk "extended" termasuk bentuk sediaan dengan pe­ lepasan relatif terkendali, yang dirancang secara khusus dengan menggunakan beberapa bahan dan tehnik

tertentu sehingga menghasilkan kadar obat tertentu yang dilepaskan dari sediaan dan pada waktu yang di- inginkan (9)*

Dari produk-produk fenitoin yang beredar di Indo­ nesia telah dilakukan studi perbandingan kecepatan melarut dari 5 macam produk kapsul Fenitoin Na dan

satu dalam bentuk racikan. Hasilnya menunjukkan bahw wa produk ( B,C,D,E,F ) memberikan > 85 % obat ter- larut dalam waktu 60 menit, sedang produk ( A ) da­ lam waktu 60 menit memberikan 85 % obat terlarut *

( Gambar I ). Dari hasil tersebut produk ( B,C,D,E,F )

(22)

memenuhi persyaratan kecepatan melarut USP XX untuk bentuk "prompt" namum produk ( A ) tidak memenuhi persyaratan USP XX untuk bentuk "prompt" dan "exten­ ded" (?).

Gambar 1 : Kurva % obat terlarut Vs waktu dari bebe-*}

rapa produk kapsul Fenitoin '

(23)

• 5• 2*- Distribusi

Di dalam tubuh, Fenitoin berikatan dengan protein plasma 90 % terutama oleh albumin dan alpha globulin, hanya 10 % di dalam bentuk bebas (3,4,16). Fraksi yang tidak terikat dalam serum sebenarnya konstan pada kon- sentrasi terapi (4). Sedang pada penderita dengan ke- lainan fungsi ginjal dan hati menunjukkan adanya pe- nurunan dalam pengikatan dengan protein plasma sehing- ga fraksi Fenitoin yang bebas lebih besar dari pada penderita dengan fungsi ginjal dan hati normal (1,4, . 1 3 , 1 6 ) .

5*3* Metabolisme dan ekskresi

Fenitoin dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dengan hasil metabolit utama 5 (p-hidroksi fenil) - 5 fenilhidantoin 5 (p-HPPH) dan sejumlah kecil meta­ bolit lain ( 4,13)15,16). Hasil metabolit lain dapat diidentifikasikan sebagai 5 (m-hidroksi fenil)- 5 fe­ nil hidantoin (m-HPPH)., 5-(3,4 dihidroksi-1,5 siklo- hexadin-l-il)-5-fenilhidantoin ( dihi'drodiol ), asam difenil hidantoin ( DPAH ) serta derivat katekol dan N- glukuronida (4,32). Hasil metabolit ini sedikit atau tidak mempunyai aktivitas sebagai anti epilepsi

(4,13,16). Sebagian besar hasil metabolisme yang ter- hidroksilasi berikatan dengan asam glukuronat dan se­ bagian diekskresi dalam urine (13,15,16), sebagian • lagi diekskresi melalui empedu dan mengalami sirkula-

si enterohepatik (4)*

(24)

Pada penderita epilepsi, konsentrasi dalam serum yang berikatan p-HPPH + i - 1/20 tetapi akan

mening-i

kat sepuluh kali dengan kelainan fungsi ginjal (4). Sedangkan konsentrasi dalam serum yang tidak terkon- jugasi dengan p-HPPH hanya 2 - 6 % dan meningkat dua kali pada keadaan uremia (4). Sebagian besar dari do­ sis yang diberikan didapatkan kembali dalam urine se- bagai bentuk hasil transformasi dan sebagian kecil da­ lam bentuk tidak berubah (4). Dengan meningkatnya do­ sis maka jumlah obat yang diekskresi sebagai metafeo - lit para hidroksi ' ak’an menurun. Hal ini disebabkan adanya kejenuhan metabolisme Fenitoin, sedang jumlah obat diekskresi dalam bentuk tidak berubah meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi dalam serum (4,13sl6). Dengan demikian metabolisme Fenitoin meng- ikuti farmakokinetik non linier. Adapun ciri-ciri farmakokinetik non linier adalah elimienasi obat ti­ dak mengikuti order satu, hubungan peningkatan kadar obat dalam darah tidak proposional dan adanya proses kejenuhan yang dipengaruhi obat lain yang menggunakan sistem enzim yang sama ( 9>10 ).

(25)

adanya kejenuhan sistem enzim metabolik (4,16). Pada anak-anak waktu paruhnya lebih pendek sehingga memer­ lukan pcmberian yang lebih sering (16).

6; Farmakologi

6.1. Mekanisme ker.ia Fenitoin sebagai anti kejang

Sifat Fenitoin sebagai anti kejang didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Berbagai mekanisme yang diper- kirakan turut berperan dalam hal ini yaitu memulih- kan ekstabilitas yang meningkat secara abnormal men-

jadi normal, menstabilkan membran neuron, merangsang otak kecil yang berperan sebagai inhibitor pasca si- naps di kortex otak dan mencegah PTP ( Post Tetanic Potention ) (1,3S21). Stabilisasi membran dan pence- gahan PTP, secara langsung ataupun tidak merupakan hasil efek Fenitoin terhajkap perpindahan ion melin- tasi membran, dalam hal ini akan menggiatkan pompa Na neuron. Sehingga akan terjadi depresi prasinaps yang menggagalkan transminasi rangsang berulang dan serangan kejang dapat teratasi ( 1,21 ).

6.2. Dosis

Dosis lazim sebagai anti kejang untuk orang dewa- sa 100 mg/kali dan 400 mg/hari, dosis maksimum

400 mg/kali dan 800 mg/hari (22). Untuk anak-anak di- atas sama dengan 6 tahun diberikan 100 mg, tiga kali sehari sedang anak-anak di bawah 6 tahun diberikan

3 0 - 60 mg tiga kali sehari (23).

(26)

6.3* Indikasi

Penggunaan Fenitoin ‘terutama untuk epilepsi tipe grand mal, kegunaan yang lain untuk neuralgia-trige- minal, aritmia jantung, serta adanya kelainan ekstra piramidaliatrogenik ( 1,3 )•

6.4* Efek samping dan toksisitas

Pada umumnya semua obat anti kejang dapat menim- bulkan efek samping dan gejala toksik. Gejala efek samping yang timbul dari penggunaan Fenitoin ialah reaksi alergik, lyphadenopathy, ruam morbiliform pa da k^'lit sedang pada saluran pencernaan timbul rasa mual dan muntah, pada gusi terjadi hiperplasia ging- giva. Juga dapat raenirabulkan kelainan darah, anemia megaloblastik dan osteomalacia. Akhir-akhir ini di- curigai adanya efek teratogenik pada janin (1,3,1^).

Gejala toksik yang ditimbulkan oleh Fenitoin ber- hubungan dengan dosis dan kadar obat dalam serum • Tanda-tanda ini tampak pada kadar lebih dari 20//g/ml akan terjadi nistagmus (15,24,28,29)• Sedang ataksia dan somnolence akan timbul pada kadara lebih dari

3 0 / /g/ml (3,13,24,28), pada kadar lebih dari 40 //s/ml

dapat terjadi perubahan mental, drowsiness dan lethargy ( 13^32 ).

(27)

7. Pemantauan kadar Fenitoin dalam serum

Meskipun Fenitoin merupakan pilihan utama untuk pen­ derita epilepsi namun Fenitoin mempunyai beberapa ke- lemahan dalam penggunaannya. Adapun kelemahannya itu ialah obat ini mempunyai rentang terapeutik yang sem - pit dan adanya auto induksi serta kadar dalam ; serum yang bervariasi antar individu. Juga terdapat hubungan non linier antara dosis dan kadar dalam serum (4,5,6 t'.

17,18). Oleh karena hal tersebut maka selama pemakaian Fenitoin diperlukan suatu pemantauan kadar.

Pemantauan kadar Fenitoin dalam serum perlu dila - kukan pada keadaan kegagalan terapi karena dosis tidak sesuai, frekwensi kejang meningkat pada penderita yang sebelumnya bebas dari serangan, kemungkinan disebabkan adanya ketidak patuhan dalam minum obat, metabolisme cepat atau malabsorption (24,25,35). Dapat juga terja­ di pada status epilepticus dengan terapi Fenitoin, Pe­ mantauan juga dilakukan bila ingin mengganti '. dengan anti konvulsi lain atau menerima obat anti i.konvrllBi lebih dari satu, serta diduga gejala intoksikasi, dalam

fase pubertas, dan juga dalam keadaan hamil (4,16,17, 18,24).

Pemantauan kadar obat dalam serum mempunyai manfaat yang utama dalam pengaturan dosis yang sesuai sehingga mendapatkan efek terapi yang optimal. Selain itu dapat untuk mengetahui sebab-sebab kegagalan terapi dan kepa-

tuhan penderita dalam minum obat (1,3,16,28), Kegunaan yang lain dari pengukuran kadar Fenitoin dalam serum

(28)

adalah meningkatkan kepatuhan penderita, dan hasil pe- mantauan yang sudah diperoleh dapat menunjang keberha-

silan terapi yang diharapkan (6).

Pemantauan kadar Fenitoin dalam serum dilakukan se- telah obat mencapai keadaan tunak dalam darah yaitu 7 - 1 0 hari setelah pemakaian obat dengan dosis terten- tu (4,13,15,16,17,24). Waktu paruh Fenitoin cukup pan­ jang yaitu + 22 jam, Oleh karena itu pemberian obat da­ lam dosis terbagi atau tunggal tidak akan mempengaruhi

fluktuasi konsentrasi obat dalam serum (4,13>15>16).

Dengan mengetahui kadar obat dalam serum maka dapat diketahui apakah dosis yang diberikan telah sesuai a- tau belum. Bila dosis obat yang diberikan belum sesuai maka perlu dilakukan pengaturan dosis sehingga keadaan terapeutik tercapai (25). Pengaturan dosis yang lazim dilakukan di klinik ialah berdasarkan pengalaman kli- nife fllah respon' farmakologik yang ditimbulkan, Adapun cara tersebut ialah dengan menaikkan dosis secara per- lahan sehingga keadaan kejang teratasi dan bila timbul gejala intoksikasi maka dosis obat diturunkan secara bertahap sampai keadaan terapeutik tercapai (6). Penye- suaian dosis dilakukan berdasarkan respon farmakologik yang ditimbulkan dan ditunggu sampai kadar obat dalam darah mencapai keadaan tunak (2 4).

(29)

Mekanisme dari interaksi Fenitoin dengan obat kejang lain diduga sebagai berikut : (4,33)

- Fenobarbital : dapat meningkatkan atau menurunkan kon- sentrasi dalam serum secara inhibisi kompetitif meta­ bolisme Fenitoin atau dengan melalui induksi enzjrm mikrosomal hati.

- Asam Valproate : dapat meningkatkan atau menurunkan konsentrasi Fenitoin dalam serum dengan mekanisme me­ nurunkan ikatan Fenitoin dengan protein plasma sehing­ ga kadar Fenitoin dalam darah rendah dan juga dapat menghambat metabolisme Fenitoin sehingga kadar Feni­

toin bebas dalam darah meningkat dan terjadi intok - sikasi.

- Carbamazepin : menurunkan kadar Fenitoin dalam serum dengan menstimulasi metabolisme Fenitoin.

- Benzodiazepin ( Clonazepam, Diazepam ) : dapat mei - ; ningkatkan atau menurunkan kadar Fenitoin dalam darah

dengan cara menghambat atau meningkatkan metabolisme Fenitoin.

Obat-obat lain yang sering digunakan bersama Feni­ toin seperti Chloramphenicol, Isoniazid ( INH ), Disul- firam dan antasida. Adanya Chloramphenicol, Isoniazid dan Disulfiram akan menghambat metabolisme Fenitoin se­ hingga terjadi akumulasi Fenitoin dan timbul intoksi - kasi (4,16,33). Adanya antasida akan menurunkan absorb-

si sehingga kadar Fenitoin dalam serum akan turun (16, 23).

(30)

8. Analisis kadar Fenitoin dalam serum

Ada beberapa metode yang dipakai untuk analisis ka­ dar Fenitoin dalam cairan biologik antara lain Spektro- fotometri, Kromatografi Lapisan Tipis ( KLT ), kromato- grafi gas, High Pressure Liquid Chramatography ( HPLC ), Homogenous Enzym Immunoassay ( EMIT ) dan Radioimmuno - assay ( RIA ) (4,26,27,32).

Pada penel.itian ini analisis penetapan kadar Feni - toin dilakukan dengan metode RIA ( Radioimmunoassay ). Metode ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain mem-

punyai spesifisitas dan kepekaannya tinggi dapat untuk menentukan kadar yang sangat kecil ( ng/ml ) dari hor - raon atau substansi lain dalam cairan biologis. Selain itu diperlukan hanya 10 J]1 sampel serum, dan pengerjaan metode ihi sederhana dan cepat, tidak memerlukan eks -

traksi, sehingga sangat sesuai untuk pemantauan kadar ■ obat dalam klinik ( 4,27,30 ).

8.1, Metode Radioimmunoassay

Prinsip metode ini adalah kompetisi antara Feni - toin dalam serum ( ligand atau analyte ) yang berpe

-125

ran sebagai antigen dan Fenitoin '1 (’’tracer atau radioligand") yang berperan sebagai antigen yang dila­ bel radioaktif, terhadap sejumlah "binding sites" (reseptor) sebagai antibodi yang mengikat kedua anti­ gem tersebut. Jumlah antibodi mempunyai kapasitas i- katan yang mendekati jumlah "tracer" yang ada, dan an­

(31)

K

4-

o

— >antigen yang dilabel

Tahap-tahap penentuan dengan metode ini dapat di- lihat dan dijelaskan pada gambar berikut ini : (2 7)

Penambahan "radioligand" dan resep- tor

Konsentrasi relatif dari ligand yang ditentukan

Inkubasi

Penambahan "reseptor precipitating'- reagent"

Radioaktifitas relatif yang terikat pada reseptor

Inkubasi

Pemisahan fraksi terikat dan bebas

125

dari Fenitoin yl dengan pemusingan

125

Pencacahan Fenitoin yang terikat Harga cacahan yang terekam

M I M E r a * P » S T A K A A * • M T B R S I T AS A I R L A B O * * '

I U R a b a v a

(32)

Untuk tercapainya reaksi yang sempurna, diperlu-diperlukan inkubasi. Selama inkubasi akan terjadi ke-seimbangan antara antigen dan antibodi* Setelah

kese-125

imbangan terjadi, fraksi Fenitoin yang fcerikat pada reseptor.dipisahkan dengan jalan dipusingkan.

125

Fenitoin •'i yang terikat pada reseptor akan melekat pada dasar fcabungr sedang yang bebas pada supernatan.

125

Kemudian Fenitoin I yang melekat pada dasar tabung 'dicacah pada pencacah gamma (27 )•

; 125

Prinsip pencacah gamma adalah I memancarkan

gelombang pendek dari sinar gamma dengan energi tinggi, sinar gamma dideteksi oleh "scintillation counter”

yang berisi kristal Nal dengan Thallium sebagai akti- vator. Kristal berhubungan langsung dengan "photomul-e . tiflier" dan bila radiasi gaama dipancarkan membentur kristal Nal, maka akan dihasilkan energi eahaya foton. Energi ini ditangkap dan diperbesar oleh tabung "photo­ multiflier" dan diubah menjadi gelombang energi listrik

(33)

ALAT, BAHAN DAN METODE PENELITIAN

\

Alat

- Gamma counter scintilition, Aloka, Thyronet - Vortex mixer, Sybrone Thremolyne

- Refrigerator centrifuge, Damon/IEC Division, Needham Heights Massachusetts, USA

- Tabung polistiren 75 mm x 12 mm - Clinipette 20 Ul, 500 Ul, 1000 U1 - Multipette ( Eppendorf repeater ) - Yellow tips dan blue tips

- Disposable syringej 5 ml Bahan

- Phenytoin RIA kit ex Amersham dengan Lot 221, Code IM IM 90, Expired date 21 Juni 1988, yang berisi :*

a. Baku Fenitoin dalam serum manusia ( freeze dried ), yang terdiri dari enam konsentrasi yaitu 0; 3*5 ; 9,5 ; 18,5 ; 42,5 ; 72,5

/'g/ml.-126

b. Fenitoin yang dilabel dengan I, terdiri dari dua

vial masing-masing mengandung tidak lebih dari 3//cl

( 111 K Bq ) I dalam 30 ml larutan yang dista- bilkan dengan dapar fosfat. Larutan ini digunakan sebagai "tracer".t

c. Pereaksi pengikat Fenitoin ( freeze dried ) sebanyak dua vial.

- Serbuk murni Fenitoin Natrium

- Kapsul Fenitoin Natrium ( Prafa ).

(34)

3. Metode penelitian 3.1. Analisis! kualitati'f

Analisis kualitatif dilakukan untuk serbuk murni dan sediaan kapsul sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi III :

- dengan Asam Klormda encer

- dengan larutan tembaga ( II ) sulfat piridin - dengan titik lebur

- dengan serapan sinar infra merah. 3-2. Analisis kuantitatif ( 3& )

- I si dari 20 kapsul dimasukkan ke gelas pi&la <dan cangkang dicuci dengan alkohol selama 20 menit sam- bil diaduk.

i

- Larutan alkohol idisaring, dimasukkan ke gelas. pia- la yang berisi serbuk dan cangkang dicuci lagi dengan alkohol.

- Alkohol diuapkan di atas penangas air dan residu di- tambahkan dengan 45 ml air suling dan 5 nil larutan NaOH 1 N.

- Kemudian larutan tersebut dipindah ke labu ukur 200 ml dan ditambah air suling sampai garis tanda,

- Jika larutan tampak keruh disaring, filtrat pertama

*

dibuang.

- Filtrat yang didapat, dipipet setara dengan 300 mg Fenitoin Na.

(35)

- Larutan tersebut diekstraksi dengan 100 ml eter se- banyak 4 kali.

- Hasil ekstraksi diuapkan dalam cawan porselin padg- suhu 105° C selama 4 jam. Berat Fenitoin Natrium yang dipipet = Berat residu X 1,087.

3.5.- 'Kriteria subyek

Subyek pada penelitian ini adalah penderita epi­ lepsi tipe grand mal, pria dan wanita dengan umur 14 - 30 tahun serta berat badan 30 - 60 kg. Pengobat­ an rawat jalan pada poliklinik bagian Syaraf RSUD

Dr. Soetomo Surabaya. Penderita adalah mereka yang ba- ru pertama kali menerima Fenitoin dan tidak mengguna- kan obat lain mengganggu metabolisme Fenitoin yaitu Fenilbutazon, Fenobarbital, Antikoagulan, Karbamazepin, Sulfonamida, Benzodiazepin, Kloramfenikol, Isoniazid dan Diazepam ( 15,16 ).

Respon terapeutik pendexita dikelompokkan dalam 3 keadaan :

- sub-terapeutik ialah secara klinik masih menunjukkan kejang tonik-klonik umum dan hilangnya kesadaran. , - terapeutik ialah gejala sub-terapeutik sudah tera -

tasi.

- toksik ialah adanya ataksia, nistagmus, penglihatan ganda, sukar bicara dan tremor.

Terhadap penderita tersebut dilakukan pemeriksaan klinik faal hati yaitu SGOT ( Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase ) dan SGPT C Serum Glutamic Pyruvic

(36)

Transaminase ) serta faal ginjal yaitu Kreatinin se­ rum dan BUN ( Blood Ureum Nitrogen ) dengan hasil da­ lam batas harga normal,

3.4. Protokol

Penderita sejumlah 10 orang yang memenuhi krite - ria di atas diikut sertakan dalam penelitian ini. Penderita diberi obat dengan dosis atas dasar penga- laman klinik menurut keperluan penderita. Pemberian obat dalam jangka waktu sekurangnya 3 minggu, dan se- telah itu dilakukan pengamatan respon klinik yang ter­ jadi. Bila penderita selama dosis tersebut mengalami kejang lebih dari satu kali maka penderita digolong- kan sub-terapeutik. Dan pengobatan dilanjutkan dengan kenaikkan dosis 30 - 100 mg. Sekurang-kurangnya tiga minggu setelah peningkatan dosis, perkembangan klinik diamati lagi. Bila kejang sudah teratasi maka penderi­ ta digolongkan terapeutik dan pengobatan dilanjutkan dengan dosis tetap. Bila terjadi intoksika^i maka pen­ derita digolongkan toksik dan dilakukan penurunan do­ sis secara perlahan sampai dicapai keadaan terapeutik.

(37)

3* 5« Taha-oan ker.ia 3.5.1. Bahan

a. Serum penderita

Serum diambil dari penyimpanan, didiamkan pacia suhu kamar dan dihomogenkan dengan "vortex mixer", sebelum dilakukan jaiiali/ais

b. Larutan baku Fenitoin

- Larutan baku yang telah tersedia ditambah 500//1 aqua bidestilata dan dihomogenkan secara per- lahan dengan dikocok.

- Pereaksi pengikat Fenitoin

Masing-masing pereaksi pengikat dilarutkan de­ ngan 2? + 1 ml dan keduanya dicampue homogen# - Fenitoin yang dilabel

Isi kedua vial sediaan dicampur homogen dalam gelas piala.

3.5*2. Pembuatan kurva kalibrasi

- Disiapkan tabung untuk keenam larutan . baku dan tabung untuk "Total Count" ( TC ) dan untuk ikatan non spesifik ( NSB ).

- Dari larutan baku dengan konsentrasi ( 0 ; 3,5 ; 9,5 ; 18,5 ; 42,5 ; 72,5^ g/ml ) dipipet masing- masing 10 1, dimasukkan ke tabung, Untuk tabung NSB dipipet larutan baku.- .Fenitoim 0 /'g/ml dan untuk tabung TC tanpa larutan baku.

- Tiap-tiap tabung di atas ditambahkan 500 JJ1 larut­ an Fenitoin yang dilabel 12^I.

(38)

- Ke dalam tiap-tiap larutan baku di atas ( kecuali

ikat Fenitoin.

- Semua isi tabung kecuali tabung TC dihomogenkan dan

- Tabung-tabung dipusingkan dalam "Refrigerated cen­ trifuge" ( kecuali tabung TC ) selama 30 menit. Pada akhir pemusingan penghentian dilakukan secara perlahan-lahan.

- Tabung-tabung kecuali tabung TC dipindah ke rak de- kantasi dengan goncangan seminimal mungkin.

- Tabung-tabung berisi larutan di atas dibalik secara perlahan-lahan agar filtr.at mengalir dan meninggal- kan endapan di dasar tabung.

- Tiap-tiap tabung dengan endapan di dasarnya dicacah pada pencacah gamma selama satu menit.

3^5.3* Kontrol

- Sebagai kontrol digunakan larutan ^ baku 3»5 5, 18,5 ; 72,5/g/ml.

- Kontrol dilakukan pada awal dan pada akhir sampel. - Masing-masing larutan baku tereebutL dipipet

- Selanjutnya pengerjaannya sama seperti pembuatan kurva kalibrasi.

3.5.if. Penentuan kadar Fenitoin dalam sampel serum

- Dari masing-masing sampel serum dipipet 10 j) 1 dan dimasukkan ke tabung*

TC ) ditambahkan larutan pereaksi

peng-diinkubasi selama 1 jam pada suhu 15°C - 30°C

(39)

- Selanjutnya pengerjaannya sama seperti kurva ka-- librasi.

3.6. Pengolahan data 3.6*1. Kurva kalibrasi

- Sebelum pencacahan "tracer", terlebih dahulu dila­ kukan pengecekan "back ground" dengan rnemakai ta­ bung polistiren kosong,

- Harga Count Per Minute ( CPM ) dari masing-masing larutan baku dikoreksi dengan harga CPM dari NSB.'

- Kemudian dilakukan perhitungan harga % terikat un­ tuk larutan baku lainnya.

- Dibuat kurva kalibrasi antara kadar Fenitoin dalam serum ( fJg/ml ) terhadap % terikat.

3.6.2. Kontrol

- Harga CPM dari masing-masing kontrol dilakukan ko- reksi terhadap CPM, NSB.

- Masing-masing kontrol dihitung dengan harga % ter­

ikat.

- Kemudian harga kesetarasn dihitung dengan memban- dingkan % terikat kontrol I dengan % terikat kon­ trol II.

3.6*3* Kadar Fenitoin dalam serum

- Dilakukan harga koreksi dari harga CPM masing-ma­ sing sampel terhadap harga CPM dari NSB.

- Dari masing-masing sampel dihitung % terikat. - Kemudian dihitung kesetaraan % terikat dari hasil

(40)

pcrkalian % terikat dengan harga kesetaraan.

(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari i^an^litian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

1- Analisis kualitatif

Analisis kualitatif Fenitoin dilakukan untuk ser- buk murni dan sediaan kapsul sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi III dan hasil positif. untuk reaksi be­ rikut,

- larutan s§mpel dalam aqua dengan Asam Klorida encer terjadi endapan putih*

- larutan sampel dalam larutan piridin ditambah larut­ an tembaga ( II ■) sulfat piridin tenbentuk endapan biru,

- Hasil ekstraksi berupa serbuk putih dengan titik le- bur 295°C - 297°C.

- Serapan sinar infra merah dari serbuk hasil ekstrak­ si dalam dispersi KBr. Hasil pada Lampiran IV dan V 2. Analisisl.kuantitatif

Dengan persamaan berikut diperoleh kadar Fenitoin dalam sediaan kapsul :

% kadar = a x 1 iQ8?x 100 %

b

jyjn&Pj?- a = berat Fenitoin dari hasil ekstraksi b = berat Fenitoin Natrium dalam kapsul

33

(42)

Kadar Fenitoin Natrium rata-rata = 101,30 + 3>82 %

yang masih memenuhi ketentuan Farmakope Indonesia Edisi III.

J3#' Kurva' kalibrasi

Kurva ini dibuat untuk suatu rangkaian analisis dan dikerjakan sekaligus bersamaan dengan penetapan kadar Fenitoin dalam sampel serum. Kurva kalibrasi dibuat dari enam macam larutan baku dengan hasil pe- ngamatan seperti tercantum pada Tabel I dan Gambar kur­ va kalibrasi dapat dilihat jlada Gambar I dengan perssu maan Y = ^1’,07I6_X + 0,8344. ..

4• Penetapan kadar Fenitoin dalam serum

Melalui perhitungan seperti pada Tabel II yang kemu mudian diintrapolasikan ke dalam kurva kalibrasi Gam­ bar I maka didapat kadar Fenitoin dalam serum seperti tertera pada Tabel III. Adapun cara perhitungan dapat dilihat pada Lampiran III,

Nilai kesetaraan % terikat diperoleh dari perkali-

an % terikat yang diperoleh dari pencacahan gamma de­ ngan harga kesetaraan. Harga kesetaraan tersebut dipe­ roleh dengan membandingkan % terikat kontrol I dengan % terikat kontrol II. Dan cara perhitungan’ harga kese­

taraan dapat dilihat pada Lampiran III.

Hubungan antara dosis, keadaan klinis pendei*±ta dan

(43)

TABEL I

NILAI % TERIKAT LARUTAN KALIBRASI FENITOIN UNTUK'PENETAPAN KURVA KALIBRASI

Kurva kalibrasi seperti gambar I.

(44)

Gambar 1. Garis regresi kurva kalibrasi

(45)

TABEL II

NILAI % TERIKAT FENITOIN DALAM SERUM DAN

KADAR YANG DIPEROLEH SETELAH DIINTRAPOLA* SIKAN PADA KURVA KALIBRASI

AGS1 23472 23086 ’ 67,59 68,26 2,94

a g s2 6824 6438 18,85 19,04 23,19

a p r-l 12732 12346 36,14 36,50 10,07

a p r2 6024 5638 16,50 16,66 26,98

WINX 16200 15814 46,30 46,76 6,78

WIN2 13502 1 3 H 6 38,40 38,78 9,20

DIK1 30265 29879 87,47 88,34 0,91

DIK2 12983 12597 36,88 37,25 9,76

M0C1 832^ 7940 23,24 23,47 18,10

m o c2 4666 4280 12,53 12,66 36,42

TUTX 4240 3854 11,28 11,39 40,74

t u t2 4448 4062 11,89 12,01 38,52

YtiLx 16161 15775 46,18 4 6,64 6,81

YUL2 7100 6714 19, 6 6 19,86 22,08

MAH-^ 21961 21575 63,16 63,79 3,54

m a h2 10954 10568 30,94 31,25 12,54

GATX 4743 4357 12,76 12,89 35,73

GAT2 3721 3335 9,76 9,86 47,37

GAT3 3921 3535 10,35 10,45 44,59

SDTX 14062 13676 40,04 40,44 8,62

SDT~

...

6551

i 6165 18,05 18,23 24,37

(46)

■SUBYES P^W UMUR BB D

t

OSTS T DOSIS TT • D osis t t t! KADAR TTINAK

KEADAAN KT.TNTS 1

(th ) (k g ) mR/24.1an: nK/24.1am 'mK/kR/2Mam mR/24.1aa me/kff/241am SUBTERAPEUTIK TERAPEUTIK TOKSIK i; I I I I I

AGS P 20 50 2 50 5,00 275 5,50 2,94 23,19

APR W 14 31 3 0 0 9,68 375 12,10 10,07. 26,98 — Subterapeutik: kejang 3 kali/bulan Terapeutik : gejala sib-terapeutik

sudah teratasi

WIN W 15 37 200 5,41 250 6,76 6,78 9,20 Subterapeutik: kejang 2 kali/bulan Terapeutik : geoaia sub-terapeutik

sudah teratasi

DIK P 18 38 200 5,26 2 50 6,58 0,91 9,77 Subterapeutik: kejang 2 kali/3 bulan Terapeutik : gejala sub-terapeutik

sudah teratasi

-KOC P 17 55 300 5,45 350 6,36

'

18,10 36,42 — Subterapeutik: seperti akan kejang Terapeutik : gejala sub-terapeutik

sudah teratasi

-TUT w 18 37 375 10,14 325 8,78 •* — 38,52 40,74tloksik : : ataksia,oistagnus Terapeutik : gejala toksik sudah

teratasi

-YUL p 14 50 200 4,00 3 0 0 6,00 6,81 22,08 — Subterapeutik: kejang 2 kali/bulan Terapeutik : gejala sub-terapeutik

sudah teratasi

-MAH p lb 42 200 4,76 2 50 5,95 3,54 12,54 Subterapeutik: kejang 1 kali/bulan

Terapeutik : gejala sub-terapeutik

sudah teratasi

-GAT p 21 50 325 6,50 350 7,00 340 r*. v 6,80 35,73 44,59 47,37' Subterapeutik: kejang 1 kali/bulan Toksik : ataksia, nistagmus Terapeutik: gejala toksik

sudqh teratasi

SDT p 16 42 375 8,93 40 0 9,52 8 , 6 2 24,37 Subterapeutik: kejang 1 kali/bulan Terapeutik

1'■

: gejala sub-terapeutik

sudah teratasi

(47)

BAB V

: PEMBAHASAN

Pada 10 penderita epilepsi tipe grand mal di poli

Neu-i

rologi RSUD Dr. Soetomo ( lihat Tabel III ) dengan pembe - rian obat suatu produk PMDN dilakukan pemantauan kadar tu­ nak Fenitoin. Dari jumlah pengambilan 21 sampel serum, ter- nyata dijumpai 9 kasus sub-terapeutik, 10 kasus terapeutik dan 2 kasus toksik. Dari hasil penelitian ini diperoleh ren- tang kadar sub-terapeutik 0,91 - 35,73 ^/g/ml, rentang kadar terapeutik 9*20 - 44,59//s/ml dan kadar toksik >40 ^g/ml.

*

Rentang kadar yang diperoleh pada penelitian ini berva- riasi sangat lebar dan hasil ini jauh berbeda dari peneliti terdahulu dengan produk innovator pada penderita epilepsi tipe grand mal di tempat yang sama, diperoleh rentang yang sempit (11). Dengan produk innovator tersebut dihasilkan rentang sub-terapeutik 0,63 - 8,75/^g/ml, rentang kadar te­ rapeutik 6 - 20,75/^g/ml dan rentang kadar toksik 24,13 - 50,25//g/ml (11). Berdasarkan penelitian yang telah dilaku­ kan pada orang Barat menunjukkan bahwa rentang terapeutik 10 - 20p g/ml (1,4,13,15,16), rentang terapeutik ini sesuai

dengan rentang yang diperoleh produk innovator. Adanya per­ bedaan rentang kadar. antara produk innovator dengan produk dalam negeri ini kemungkinan disebabkan kapsul Fenitoin Na produk dalam negeri cepat terlarut. Hal tersebut didasarkan pada uji kecepatan melarut Fenitoin, dimana 50 % obat terla- produk innovator memerlukan waktu + 2 0 - 2 5 menit sedans produk dalam negeri memerlukan waktu + 5 — 10 menit (6).

39

(48)

Karina obat c-fipat terlarut maka keseluruhan obat akan ce- pat diabsorbsi dan sogera rnenimbulkan efek. Dan sncara teo- ri.tik waktu untuk mencapai kadar1 maksimurn obat * bentuk ' "extended" 4 - 12 jam sedang bentuk "prompt" li - 3 jam (10). Dengan kecepatan melarut dan absorbsi yang cepat dari produk dalam negeri ini rnenimbulkan suatu keadaan naik tu- runnya kadar obat dalam darah yang seharusnya tidak boleh terjadi dalam terapi dengan Fenitoin. Sedang produk innova­

tor pelopacan obat nocara lambat dan teratur sehingga kadar obat dalam tubuh dapat dipertahankan konstan. Juga dari,pe­ nelitian studi profil kinetika antara produk innovator dej- ngan salah satu produk dalam negeri diperoleh gambaran pro- •

fil yang’berbeda.'-Produk innovator, memberikan profil pening- katan kadar obat g ocara perlahan daiam waktu yang cukup pan-

jang yaitu antara 8 - 3 2 jam. Sedang produk dalam negeri memberikan profil peningkatan dan penurunan kadar yang cepat} kadar puncak tercapai 7 - 8 jam setelah pemberian obat dan kemudian turun ( Gambar 3 )• Dengan adanya gambaran tersebut maka rentang kadar tunak yang dihasilkan oleh produk innova­

tor berbeda dengan produk dalam negeri. Tetapi data ini ten- tunya masih membutuhkan penelitian lebih lanjut dengan peng- ambilan sampel yang lebih banyak untuk memperoleh gambaran kadar tunak produk dalam negeri ini. memang berbeda dengan produk innovator.

(49)

Se-lain itu Fenitoin juga bersifat kinetika non linier dimana dengan perubahan dosis yang keci'J. akan menyebabkan perubah- an kadar yang sangat besar ( keadaan sub-terapeutik menjadi keadaan toksik ) (13,16,17). Perubahan yang besar ini tidak dijumpai pada produk innovator, oleh karena itu selama pe- makaian produk dalam negeri memerlukan pemantauan yang le­ bih sering atau merupakan suatu keharusan mengingat kadar yang dihasilkan tidak pienentu. Oleh karena itu seharusnya produser dari sediaan Fenitoin yang beredar di Indonesia me- laporkan &ecaro jelas spesifikasi formula yang djhasilk^n dan data bioavailabilitasnya. Hal ini sangat menentukan ka­ dar tunak yang dihasilkan dan seharusnya menghasilkan kadar aman secara terapeutik.

Meskipun pada analisis kadar Fenitoin dalam serum, ka<-. dar obat di.tentukah bentuk totalnya( bebas dan terikat ) yang reHatif kurang tepat apabila dikaitkan dengan efek;. yang ditimbulkan. Karena efek tersebut lebih ditunjukkan da- lam bentuk bebas namun cara ini masih digunakan mengingat pemisahan bentuk bebas sangat komplex, mahal dan sulit untuk penantuan terapi (16,32). Penentuan bentuk total secara RIA

(1 2^1 ) ternyata juga menghasilkan perhitungan yang cukup

teliti dengan rr.enggunakan kurva logit log. (27).

(50)

Gambar 3 : Profil kadar rata-rata Fenitoin dalam serum (us/ml), vs waktu (jam) pada pemakaian kapsul produfc A ( • ) dan produk R ( a ) .dari lima

*} r . u b y e U 1

(51)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian terhadap 10 penderita epilepsi tipe grand mal dengan terapi kapsul Fenitoin Na produk da­ lam negeri dapat disimpulhan sebagai berikut :

1. Rentang kadar yang didapat bervariasi sangat lebar pada masing-masing kelompok respon :

- sub-terapeutik : 0,93 - 35,73 Jl/e/ral. - terapeutik : 9,20 - 44,59 //g/ml. - toksik : y 4 0 ^g/ml.

2. Adanya hubungan antara kenaikkan dosis dengan kenaikkan kadar obat dalam tubuh dan respon yang ditimbulkan.

(52)

SARAN-SARAN. BAB VII

1* Perlu dilakukan penentuan bioavailabilitas pada produk Fenitoin yang beredar.

(53)

RINGKASAN

Fenitoin merupakan obat pilihan untuk epilepsi tipe grand mal dan obat ini tidak memberikan efek sedasi. Dalam pemakaiannya diperlukan suatu pemantauan karena obat ini ^ mempunyai ki-netika non linier juga mempunyai rentang tera**.- peutik yang sempit yaitu 10 - 20/^g/ml. Menurut USP XX'80 terdapat dua bentuk sediaan kapsul Fenitoin yaitu bentuk "prompt” dan "extended”. Kedua bentuk ini berbeda dalam ke­ cepatan melarutnya. Dan menurut keterangan dari pabriky-4-- yalah satu produk kapsu] Fenitoin yang beredar di Indonesia adalah bentuk "prompt”,

Telah dilakukan pemantauan kadar Fenitoin dalam serum dengan produk dalam negeri pada 10 penderita epilepsi tipe grand mal, pria dan wanita dengan usia 1 4 - 30 tahun dan

berat badan 30 - 60 kg. Pada pemantauan ini diberikan dosis sesuai dengan pengalaman klinik oleh dokter ahli Neurologi di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pemberian obat selama tiga minggu yang diikuti pengamatan klinik, Bila masih tifabul ke­

jang maka dosis dinaikkan 50 - 100 mg, kemudian dilakukan pengamatan lagi. Bila terjadi keadaan toksik maka dosis di- turunkan secara perlahan sampai didapat keadaan terapeutik, Sampel darah diambil dari vena cubiti sebanyak 5 ml pada ke­ adaan tunak, 2 - 4 jam sesudah obat diminum. Sampel darah tersebut dipisahkan serumnya dan disimpan pada suhu -20°C sampai dilakukan penetapan kadar dengan metode RIA.

Hasil penelitian' ini menunjukkan bahwa dari 10

penderi-k5

(54)

ta yang ikut serta dijumpai 9 kasus sub-terapeutik, 10 ka- sus terapeutik dan 2 kasus toksik. Rentang kadar yang dida- pat untuk sub-terapeutik 0 , 9 1 - 35,73/^g/ml, rentang kadar

terapeutik 9)20 - 44,39 y^g/ml dan rentang kadar toksik

J 40 ^g/ m l . Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan produk dalam negeri didapat rentang kadar yang bervariusi pada masing-masing respon.

(55)

_ .BAB VIII DAFTAR PUSTAKA

1. Gan S. Ed. Farmakologi dan Terapi. Edisi 2. Bagian Far­ makologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1980 : 115 - 120

2. Candra B. Beberapa segi dari Epilepsi, 1986 : 2 - ’23 3. Goodman LS Gilman. The Pharmacological Basic of Thera­

peutics. 6th ed. London : The Macmillan, 1970 : 4 4 8 - 455

4. Frey HH, Janz D.Ed. Handboak 0$ Experimental Pharmacology :

Antiepileptic Drugs. Berlin-Heidelberg*New York-Tokyo : Springer verlag, 1985

5* Informasi Spesialite Obat ( ISO ) Indonesia. ISFI, Edisi Farmakoterapi. vol 10. Jakafcta, 1988 : 168

6. Suharjono, Perbandingan kecepatan dissolusi kapsul Feni­ toin dalam bentuk racikan dan produk Fenitoin lain. Lem- baga Penelitian Universitas Airlangga. 1985

7. United States Pharmacopoeia. 20tla Ed. United States Pharmacopoeial Convention Inc, 1980 : 620 -622

8. Vinod P. Shah, Vadlamani K. Pras&d. In Vitro-In Vivo Bioequivalence Standard for 100 mg Phenytoin Sodium

Capsules. J. Pharmaceutical Sciences, 1983 ; 72: 309 - 310 9. Shargel Leon. Applied Biopharmacemtics and Pharmacokine* .

ncl

tics. 2 Ed. Appleton-Century-Crofts/Norwalk, Conneticut, 1985.

10. Gibaldi Milo. Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokine-* • rd

ti*cs. 3 Ed. Lea and Febiger. Philadelphia, 1984

11. Suhud Farida* Pemantauan Kadar Fenitoin Dalam Serum Bebe­ rapa Penderita Epilepsi Tipe Grand Mal di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Skripsi. Universitag Airlangga. Surabaya.1986

47

(56)

12. Ruslan Helda. Penantuan Tetapan Michaelis-Menten

Feni-4

toin atas dasar pemantauan kadar dalam serum pada be­ berapa penderita epilepsi tipe grand mal di RSUD Dr* Soet6mo Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga. Sura­ baya.1987.

13* Laidlaw J, Richens A. A textbook of Epilepsy. Second Ed, Edinburg-London-Melbourne-New York. 1982.

14. Sastrodiwirjo 5, Harahap TP, Kiasumoputro S. Neurologi, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1980: 28-47. 15. Bruni J. Antiepileptic drugs. Modern Medicine of Asia,

1981; 17: 25-33.

16. Richens A. Clinical pharmacokinetics of Phenytoin. Clini­ cal Pharmacokinetics,1979; 4: 153-169.

17. De Wolff FA, Breimer DD. Therapeutic Relevance of Drug Assay. Leiden: Leiden University Press,1979: 30-41*

18. Atkinson AJ, Shaw JM. Pharmacokinetics study ofi patient with Diphenylhydantoin toxicity. Clinical Pharmacology and Therapeutics,1973; 14: 521-527.

19. Tyrer JH. Outbreak of Anticonvulsant Intoxication in^ian Australia city. British Medical Journal, 1970;4: 271-273* 20. Gibaldi M. Bioavailability of Phenytoin; Clinical Phar­

macokinetics and Thrapeutic Implications. Handbook of. Clinical Pharmacokinetics. ADIS Health Science,1983:24-38.

r

21. Yaari Y, Selzer ME, Pincus JH. Phenytoin : Mechanism of its Anticonvulsant Action. Annals of Neurology,1986;20: 171-184*

(57)

23. The Pharmaceutical Codex. Eleventh Ed. Londoh: The Phar­ maceutical Press, 1979: 697-700.

24«/Kutt H, Penry JK. Usefullness of blood levels of Antiepi­ leptic drugs. Areh Neurol, 1974; : 283-288.

23. Penry JK, NEwmark ME. The use of Antiepileptic drugs. Annals of Internal Medicine. 1979; 90: 207-218.

26. Spiehler V, Sun L, Miyada DS, et al. Radioimmunoassay Enzym Immunoassay-Spectribphotometry anu Gas Liquid Chro­ matography compared foe determination of Phenobarbital and Diphenylhydantoin. Clinical Chemistry, 1976; 22: . 749-733.

27. Thorell JI, Larson SM, Radioimmunoassay and Related Techniques Metodology and Clinical Application. Saint Louis: The CV Mosby Company, 1978: 3-103,242.

28. Bernard WK. Lau. Serum Phenytoin levels in Chinese epi­ leptic inpatients, Modern Medicine of Asia, 1981; 17: 35-39.

j 1

29. Gill GV. Modern drug Therapy : Epilepsy . Medicine Digest Asia. 1985; 3: 23-30/

30. Orme ML, Borga 0, Cook CE, Sjoqvist F. Measurement of Di- phenylhidantoin in 0,1 ml plasma samples : Gas Chromato­ graphy and Radioimmunoassay compared. Clinical Chemistry, 1976; 22: 246-2^8.

31. Shah VP, Kathryn EO. Comparison of Ultraviolet and Liquid Chromatography Methods for Dissolution Testing of Sodium Phenytoin Capbules. Journal of Pharmaceutical Sciences, 1986; 75/H:

(58)

32. Woodbury DM, J Kiffin Penry, CE. Pippenger. Antiepilep­ tic Drugs. Second Edition. Heip York: Raven Press, 1982: 177- 281.

33. Hansten, PhilipBD. Drug Interactions, Secbnd Edition. Philadelphia: Lea & Febiger, 1973 : 52-65*

34. Higuchi T. Einar BH. Pharmaceutical Analysis. New York: Interscience Publisher, 1961: 207*

35. Kutt H. Some causes of Ineffectiveness of Diphenylhydan- toin. Arch. Neurology, 1966; 14: 489-492.

36. Ritschel WA. Handbook of Basic Pharmacokinetics. 1 Ed. Drug Intelligence Publications, Inc. Hamilton, 1976; 343-353, 369.

37* Lund L. Anticonvulsant affect of Diphenylhydantcin rela­ tive to plasma levels. Arch Neurol, 1'974; 31 289-291* 38, De'‘ Wolfi* FA, Vermeij P, Ferrari MD, Buruma OJS, Brei-

mer DD. Impairment of Phenytoin para-hydrmxylation as

a cause of severe intoxication. Therapeutic Drug Moni­ toring, 1983; 5: 213-215.

"391 Curless RG, Walson PD, Carter DE. Phenytoin kinetics in

Children. Neurology, 1976; 26: 715-720.

(59)

LAMPIRAN I

PERHITUNGAN REGRESI KURVA KALIBRASI

Kadar (C)

(/{J g/ml )

log C % terikat t

lQS 1-*

3,5 0,5441 68,01 .0,6801 0,3276

9,5 0,9777 34,25 0,3425 -0,2832

18,5 1,2672 20,62 0,2062 -0,5854

42,5 1,6284 10,76 0,1076 -0,9186

72,5 1,8603 7,43 0,0743 -1,0953

Untuk perhitungan persamaan regresi menggunakan kalkula- tor fx- 3600 P, sebagai X = log C dan Y- = log

Maka didapat hasil sebagai berikut :

Koefisien relasi ( r ) = - 0,9926> 0,959 ( r lampir­ an untuk p 0,01 , DF = 3 )• B = - 1,0716

A = 0,8344

Jadi persamaan garis regresi kurva kalibrasi : Y = BX + A

Y = - 1,0716 X + 0,8344

(60)

LAMPIRAN II

PERHITUNGAN HARGA % TERIKAT

Tabung I ( tabel I ) dengan harga CPM rata-rata 34543,5 dan harga CPM rata»rata dari NSB = 386 , maka hasil netto CPM adalah 34157,5- Nilai CPM ini merupakan 100 % terikat. Contoh : Tabung III dengan harga CPM rata-rata 12086,5

akan mempunyai harga % terikat : hasil CPM netto tabung X lnn ^ hasil CPM netto tabung I x * = 12086|5 - ?86 x 10Q

(61)

.-I LAMPIRAN III

PERHITUNGAN KESETARAAN % TERIKAT

% terikat kontrol I = 68,12 % % terikat kontrol II = 67,33 %

Maka untuk kesetaraan % terikat sampel dikalikan

dengan 1,01.

Persamaan garis regresi logit - log kurva kalibrasi :

Contoh subyek APR^ dengan % kesetaraan' terikat adala&

Y = - 1,0716 X + 0,8344 - 0,2405=,- 1,0716 X + 0,8344 x = - 0,2405 - 0,8344

- 1,0716

X = 1,003 = log C

C ( kadar Fenitoin dalam serum ) = 10,07/^g/ml Kesetaraan = --.a 12 _

67,33

II PERHITUNGAN KADAR FENITOIN DALAM SERUM

Y = - 1,0716 X + 0,8344

36,50

Y = log — 1-t

(62)

LAMPIRAN IV

Hasil Serapan sinar Infra Merah Serbuk Murni Fenitoin Natrium yang didispersikan dalam KBr P.

i jL>t SPEKTRUM f-Jf-J. .

(63)

LAMPIRAN V

Hasil Serapan Sinar Infra Merah dari Ekstraksi ' Fenitoin Natrium yang didispersikan dalam KBV P.

(64)

LAMPIRAN VI

Harga-harga koefisien korelasi (r) pada derajat ke- percayaan 5

%

dan 1

%

(36).

DEGREES OP

FREEDOM (DP) PERCEHT PERCEKT5 FREEDOM (DP)DEGREES OF PERCEET5 PERCEBT1

1 .997 1. 0 0 0 24 .338 .496 2 .950 .990 25 .381 ,487

3 .676 .959 26 .374 .476

4 .811 .917 27 .367 .470

5 .754 .874 28 .361 .463.

6 .707 .834 29 .355 .456

7 .6 6 6 .798 30 .349 .449 8 .632 .765 35 .325 .418

9 .6 0 2 .735 40 .304 .393 10 ,576 .708 45 .288 .372 11 .553 .684 50 .273 .354 12 .532 .6 6 1 60 .250 .325

13 .514 .641 70 .232 .302

14 .497 .623 60 .217 .283

15 .482 .606 90 • 205 .267

16 .468 .590 10 0 ■ .195 .254

17 .456 .575 125 .174 .228

18 .444 .561 150 .159 .208

19 .433 .549 2 0 0 .138 .181 20 .423 .537 30 0 .113 .148 2 1 .413 .526 400 .098 .128 2 2 .404 .515 500 ,088 .115

Gambar

TABEL Halaman
GAMBAR " Halaman
Gambar 1 : Kurva % obat terlarut Vs waktu dari bebe-*}
TABEL I
+4

Referensi

Dokumen terkait