• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN EVALUASI PEMANFAATAN BASIS DATA TERPADU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "LAPORAN EVALUASI PEMANFAATAN BASIS DATA TERPADU"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan

2018

LAPORAN EVALUASI

PEMANFAATAN

(2)
(3)

LAPORAN

EVALUASI

PEMANFAATAN

(4)

LAPORAN EVALUASI PEMANFAATAN

BASIS DATA TERPADU

Cetakan Pertama, Februari 2018

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

© 2018 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Anda dipersilakan untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan karya ini untuk tujuan non-komersial.

Untuk meminta salinan publikasi ini atau keterangan lebih lanjut mengenai publikasi ini, silakan hubungi TNP2K-Unit Penetapan Sasaran dan Pengelolaan Basis Data Terpadu (UPS-PBDT).

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14, Jakarta Pusat 10110

Telepon : (021) 3912812 | Faksimili : (021) 3912511 E-mail : bdt@tnp2k.go.id

(5)

KATA PENGANTAR

Upaya-upaya penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan merupakan tantangan yang dihadapi Pemerintah saat ini.

Upaya-upaya ini secara langsung terkait dengan seberapa

jauh pemanfaatan Data Terpadu dalam pelaksanaan

program-program penanggulangan kemiskinan. Data Terpadu adalah

sebuah sistem yang dapat digunakan untuk perencanaan program dan identifikasi nama dan alamat calon penerima bantuan sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh

pelaksana program. Basis Data Terpadu yang berisikan data

nama dan alamat sangat efektif dalam memperbaiki ketepatan

sasaran program-program penanggulangan kemiskinan yang

dijalankan pemerintah baik pusat maupun daerah.

Unit Basis Data Terpadu (BDT) sebagai pengelola Data Terpadu

di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

(TNP2K) mendistribusikan data hasil Pemutakhiran BDT 2015

ke lebih dari 434 kabupaten/kota di Indonesia dalam kurun

waktu 2 tahun. Selain itu, Unit BDT melaksanakan

kegiatanpeningkatan kapasitas staf Bappeda dan Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) di kabupaten/kota dan provinsi

melalui lokakarya pengenalan konsep dan pemanfaatan

BDT. Kegiatan evaluasi layanan BDT ini digunakan untuk

meningkatkan pemanfaatan Data Terpadu oleh pemerintah

(6)

Buku ini memuat rekomendasi yang sangat berharga bagi

Unit BDT selaku pengelola basis data terpadu maupun

bagi pelaksana program penanggulangan kemiskinan di

Pemerintah Pusat dan Daerah. Temuan dan rekomendasi

secara sistematis dikelompokkan dalam aspek pengetahuan,

pengelolaan dan pemanfaatan data. Buku ini akan mendorong

pemanfaatan Data Terpadu secara efektif dalam pelaksanaan

program-program penanggulangan kemiskinan terutama

di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sehingga penurunan

angka kemiskinan dan ketimpangan dapat lebih cepat dicapai.

Jakarta, Februari 2018

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia

dan Pemerataan Pembangunan/Sekretaris Eksekutif TNP2K

(7)

TIM PENYUSUN

UNIT PENETAPAN SASARAN DAN PENGELOLAAN BASIS DATA TERPADU (UPS-PBDT)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN

KEMISKINAN (TNP2K)

Astyasukra Pradipta Bambang Darsono

Broto Suseno Dian Maya Safitri

Edy Susanto

Heksaputra

Lucky Koryanto

Mahfudh Ahmad

M. Eko Fadhillah

Nidah Saidah

Sidik Santoso

Silvira Ayu Rosalia

Sri Rejeki A. Sulistiorini

(8)

Daftar Isi

Pengetahuan tentang BDT

Penerimaan BDT

(9)

Daftar Diagram

DIAGRAM 1

Sumber Informasi Pokok Bappeda tentang BDT

DIAGRAM 2

Sumber Informasi Bappeda tentang BDT

DIAGRAM 3

Jenis Data yang Diminta

DIAGRAM 4

Topik-topik yang Dibahas dalam Konsultasi Langsung

Bappeda dengan TNP2K

DIAGRAM 5

Alur Penanganan Permintaan Basis Data Terpadu

DIAGRAM 6

Tingkat Kepuasan Bappeda terhadap Waktu untuk

Memperoleh BDT

DIAGRAM 7

Alasan Bappeda Tidak Mengajukan Permintaan

Kata Kunci ke TNP2K

(10)

DIAGRAM 8

Topik-topik Utama yang Dibahas dalam

Konsultasi Lanjutan Bappeda ke Sekretariat TNP2K

DIAGRAM 9

Alasan Bappeda Tidak Memanfaatkan BDT

yang Telah Diterima

Daftar Gambar

GAMBAR 1

Keping Cakram BDT dan Amplop Pengiriman Data

GAMBAR 2

Keping Cakram BDT Memuat Langkah-langkah

Membuka dan Menggunakan BDT

31

35

22

(11)

Akronim

APBD Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah

Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah

BDT Basis Data Terpadu

BNBA By Name By Address

BPS Badan Pusat Statistik

Disperindag Dinas Perindustrian dan Perdagangan

DPA Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Kemensos Kementerian Sosial

MoU Memorandum of Understanding atau Surat Perjanjian Kesepahaman

Pemda Pemerintah Daerah

Pokja Data Pokja Pengelolaan Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin

Rakor Rapat Koordinasi

Rastra Program Beras Sejahtera SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah

TKPK Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan

TNP2K Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan

(12)
(13)

1

(14)

B

asis Data Terpadu (BDT) adalah sistem data elektronik yang berisi nama, alamat, dan keterangan dasar sosial

ekonomi rumah tangga dan individu dari sekitar 25 juta

rumah tangga di Indonesia. BDT diperoleh dari hasil Pendataan

Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang dimutakhirkan

tahun 2015 dan telah menjadi acuan utama penetapan sasaran

program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan

dalam skala nasional maupun daerah. Permintaan BDT hasil

pemutakhiran ini terus berdatangan baik dari pemerintah pusat

maupun daerah. Permintaan data dari provinsi/kabupaten/kota

mencapai angka 381 permintaan pada akhir tahun 2016. Namun,

hasil pertemuan dengan beberapa pemda mengungkapkan

bahwa tidak semua pemda menerima BDT meskipun data

sudah dikirimkan dan kebanyakan belum memanfaatkan BDT

meskipun sudah membuka dan membaca data.

Temuan-temuan tersebut mendorong unit BDT untuk

mengevaluasi pemanfaatan BDT secara lebih mendalam.

Evaluasi serupa pernah dilakukan pada tahun 2012 hingga

2013. Evaluasi tahun 2017 ini mencakup lebih banyak

responden, wilayah yang lebih luas dan difokuskan untuk

menghasilkan rekomendasi teknis, bahkan terobosan,

guna mengoptimalkan pemanfaatan BDT oleh pemda.

Studi ini mengungkap sejumlah temuan penting terkait

aspek pengetahuan, penerimaan, dan pemanfaatan BDT.

(15)

untuk mengetahui BDT. Rapat koordinasi Bappeda menjadi

media utama untuk memperoleh pengetahuan pokok tentang

BDT tersebut. Bappeda juga cukup antusias terhadap BDT,

ditunjukkan oleh tingginya frekuensi konsultasi langsung

ke TNP2K. Sebagian besar menyatakan puas dengan

konsultasi tersebut, mengindikasikan bahwa Bappeda

memperoleh pemahaman yang memadai tentang BDT. Studi

ini mengungkapkan bahwa sosialisasi BDT oleh TNP2K efektif

untuk mendorong Bappeda melakukan permintaan BDT.

Adapun sebagian besar data yang diminta adalah data individu

by name by address, mengindikasikan adanya kesadaran

Bappeda tentang nilai penting data mikro. Hanya saja, kendati

Bappeda telah memperoleh informasi memadai tentang BDT,

SKPD tidak memperoleh informasi yang serupa. Kunjungan

lapangan TNP2K menunjukkan bahwa mayoritas SKPD belum

mengetahui BDT. Ketidaktahuan tersebut disebabkan oleh

kurangnya koordinasi antara Bappeda dan SKPD. Kedua, aspek penerimaan. Terindikasi terdapat masalah dalam mekanisme

pengiriman: 14% permintaan data tidak terpenuhi. Ini meliputi

Bappeda yang tidak menerima kiriman langsung BDT dan/

atau belum menerima BDT. Studi ini juga menemukan

keterlambatan pengiriman BDT berkontribusi besar terhadap

belum dimanfaatkannya data. Ketiga, aspek pemanfaatan. Didapati mayoritas Bappeda melakukan konsultasi kembali

setelah menerima BDT, mengindikasikan bahwa kegiatan

(16)

dijelaskan secara efektif melalui konsultasi tatap muka, disertai

simulasi, bukan melalui rapat koordinasi TNP2K dan Bappeda.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa Bappeda belum secara

aktif melibatkan SKPD dalam pemanfaatan BDT. Mayoritas

SKPD yang dikunjungi menyatakan tidak mengetahui BDT.

Akibatnya, SKPD tetap merencanakan program dengan basis

data mereka sendiri atau yang didapatkan dari kepala desa

tanpa berkoordinasi dengan Bappeda atau SKPD lainnya.

Pemanfaatan BDT dalam program juga masih minim. Studi

lapangan mengungkapkan baru ada 5 SKPD dari total 54 SKPD

yang dikunjungi yang telah memanfaatkan data by name by

address.

Evaluasi ini menyimpulkan bahwa minimnya pemanfaatan

BDT dalam program-program pemerintah daerah merupakan

konsekuensi dari mekanisme pemanfaatan BDT berbasis

peran sentral Bappeda. Bappeda, sebagai koordinator

pemanfaatan BDT di daerah belum optimal menjalankan fungsi

koordinasi, antara lain belum aktif meneruskan data ke SKPD

serta mengedukasi SKPD tentang BDT. Kondisi minimnya

pemanfaatan BDT berimplikasi menyeluruh, yang pada akhirnya

menimbulkan 3 rekomendasi yaitu:

1. Adanya terobosan dalam mekanisme pengiriman BDT untuk memangkas waktu memperoleh data. Ini dinilai penting agar BDT dapat dimanfaatkan secara tepat waktu

(17)

dapat dilakukan melalui media penyimpanan data online

(cloud storage).

2. Tersedianya informasi terstandardisasi mengenai BDT dan informasi teknis mengenai cara penggunaannya.

Diharapkan informasi ini tersedia dan dapat diakses secara

nasional. Solusi yang tepat adalah melalui pembuatan

tutorial membaca dan mengolah BDT dalam format

multimedia, yang kemudian diunggah di situs TNP2K

guna memberikan akses yang mudah bagi para pemangku

kepentingan.

3. Adanya peningkatan kapasitas Bappeda baik melalui sosialisasi, rapat koordinasi, maupun konsultasi langsung.

Selain itu, diperlukan perbaikan prosedur pemenuhan data

oleh BDT seperti penambahan tahap ‘pengembalian tanda

terima’ di dalam daftar cek Work Request Management

(WRM). Hal ini ditujukan agar unit BDT tetap memantau

apakah Bappeda telah mengirimkan kembali tanda terima,

sebagai indikator bahwa keping cakram data sudah diterima,

serta guna memastikan bahwa BDT dapat dimanfaatkan

(18)
(19)

2

(20)

B

DT adalah sistem data elektronik yang berisi nama, alamat, dan keterangan dasar sosial ekonomi rumah

tangga dan individu dari sekitar 25 juta rumah tangga

di Indonesia. BDT diperoleh dari hasil Pendataan Program

Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang dimutakhirkan tahun

2015. BDT merupakan sumber data tunggal seluruh Program

Perlindungan Sosial yang bersifat nasional saat ini, seperti

Program Keluarga Harapan (PKH), Program Bantuan Siswa

Miskin (BSM)/Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN)/Program Indonesia Sehat (PIS), dan

lain-lain. Tidak hanya berhenti di situ, BDT berangsur-angsur

menjadi rujukan pemda dalam perencanaan dan pelaksanaan

program.

Sosialisasi BDT efektif, diindikasikan oleh banyaknya permintaan BDT oleh pemerintah daerah.Dimulai pada bulan Juli 2015, kegiatan pemutakhiran Basis Data Terpadu (BDT)

2015 tuntas pada bulan April 2016. Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)1 menindaklanjuti hal tersebut dengan melakukan sosialisasi BDT kepada pemda

melalui berbagai kegiatan, seperti lewat rapat koordinasi, situs,

maupun kunjungan konsultasi. Upaya sosialisasi ini direspon

positif oleh pemda dengan munculnya ratusan permintaan

1 Dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96

(21)

BDT dari seluruh Indonesia. Laporan aplikasi WRM menunjukkan

terdapat 381 permintaan BDT sepanjang tahun 2016, dengan

345 di antaranya telah dipenuhi, sementara sisanya menunggu

kelengkapan dokumen.

BDT yang telah diterima belum digunakan. Pengecekan acak unit BDT TNP2K mengungkapkan adanya kesenjangan dalam

pemanfaatan BDT, data yang disebut juga sebagai Data Terpadu

Program Penanganan Fakir Miskin2. Kendati telah menerima kiriman BDT, tidak semua pemda meminta kata kunci ke TNP2K

untuk membuka data. Meskipun telah mendapatkan kata kunci

dan membuka data, kebanyakan pemda tidak memanfaatkan

data-BDT untuk penetapan calon penerima manfaat program.

Alasan pemda tidak menggunakan BDT bermacam-macam,

mulai dari ketidakyakinan atas validitas data, ketidaktahuan

cara memanfaatkan data, hingga keterlambatan yang berujung

telah disahkannya program dalam APBD.

Diperlukan evaluasi yang sistematis terhadap pemanfaatan BDT. Temuan-temuan pokok tersebut mendorong unit BDT TNP2K untuk mengetahui lebih jauh pemanfaatan BDT

oleh pemda yang telah menerima data tersebut. Evaluasi

pemanfaatan BDT diadakan untuk menjawab pertanyaan

2 Keputusan Menteri Sosial Nomor 57/HUK/2017 tentang Penetapan

(22)

pokok: apakah pemda telah membuka data?

Apakah Bappeda dan SKPD telah memanfaatkan data tersebut?

Apakah ada kendala (dalam pembukaan dan pemanfaatan

data)? Seperti apakah pemanfaatan terbaik data tersebut?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi

masukan berharga bagi unit BDT selaku penanggung

jawab BDT dan bagi TNP2K secara umum. Pertama, untuk

mengetahui tantangan pemanfaatan BDT oleh pemda.

Kedua, meninjau dengan lebih detail seluruh proses permintaan

dan pemenuhan data sebagaimana terangkum dalam siklus

Alur Penanganan Permintaan Data. Ketiga, memberikan umpan

balik untuk aspek teknis proses pemenuhan data. Keempat,

(23)

3

(24)

Desain evaluasi

Evaluasi dilakukan melalui metode campuran studi

kuantitatif dan kualitatif. Desain evaluasi adalah pararel

konvergen, dimana pengambilan data kuantitatif dan

kualitatif dilakukan secara berurutan dan independen.

Metodologi pengumpulan data

Survei

Studi kuantitatif dengan mengirimkan kuesioner terhadap

295 sampel Bappeda. Dari jumlah itu, sebanyak 287

diantaranya mengembalikan kuesioner yang telah diisi.

Jumlah terakhir inilah yang kemudian digunakan sebagai

bahan analisa hasil survei.

Wawancara

Dimaksudkan untuk memperoleh informasi-informasi

kualitatif, dilakukan melalui wawancara mendalam dan/

atau diskusi kelompok terfokus terhadap 18 sampel pemda

terpilih. Responden meliputi staf Bappeda dan staf SKPD.

Analisa hasil evaluasi

Berdasarkan desain pararel konvergen, data-data kuantitatif

maupun kualitatif dianalisis dalam bobot yang sama,

tidak ada penekanan pada salah satu data. Keduanya

diperbandingkan guna mencari pola (dan kontradiksi,

(25)

4

(26)

PENGETAHUAN TENTANG BDT

TNP2K menjadi sumber informasi pokok Bappeda untuk mengetahui Basis Data Terpadu (BDT). Dalam hal ini, rapat koordinasi Bappeda3 memiliki peran paling strategis.

Sebagian besar responden Bappeda (88%) menyatakan bahwa

informasi pokok tentang BDT diperoleh dari media dan kegiatan

sosialisasi TNP2K. Pengetahuan tentang BDT juga diperoleh

Bappeda umumnya dari Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan Provinsi/Kabupaten/Kota (52%) dan, dalam

persentase yang lebih kecil, dari kantor Badan Pusat Statistik

Indonesia (BPS) Provinsi/Kabupaten Kota (27%).

3 Fungsi Bappeda didasarkan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri

(Permendagri) No. 42 tahun 2010.

4 Responden boleh memilih lebih dari satu jawaban, membuat komposisi chart tampak lebih dari 100 %.

BPS

(27)

Responden yang menyebutkan TNP2K sebagai sumber utama

informasi BDT menyatakan bahwa rapat koordinasi Bappeda

merupakan wadah untuk memperoleh pengetahuan pokok

tentang BDT (71%). Kegiatan lainnya adalah sosialisasi BDT yang

diadakan TNP2K (47%) dan situs TNP2K (41%).

DIAGRAM 2.

Sumber Informasi Bappeda tentang BDT

Lain-lain

Sosialisasi BDT oleh TNP2K efektif untuk mendorong Bappeda melakukan permintaan BDT. Setelah terpapar informasi tentang BDT dari berbagai media sosialisasi, Bappeda

kemudian melayangkan permintaan BDT ke Pokja Pengelolaan

(28)

Data by name by address

Data agregrat

Data individu tanpa nama dan alamat

Antusiasme Bappeda terkait BDT juga terlihat dari tingginya frekuensi konsultasi langsung ke TNP2K. Mengacu pada hasil survei, sebagian besar responden Bappeda (86%) berkonsultasi

langsung ke kantor TNP2K dalam proses permintaan data.

Dalam konsultasi tersebut hampir seluruh responden (90-97%)

mengaku memperoleh penjelasan menyeluruh tentang BDT.

92%

69%

6%

sebagian besar (51%) terjadi lebih dari satu kali, mengindikasikan

antusiasme Bappeda terhadap BDT. Adapun jenis data yang

diminta Bappeda sebagian besar (92%) berupa data individu

dengan nama dan alamat (by name by address) untuk keperluan

program penanggulangan kemiskinan, mengindikasikan

tingginya kesadaran Bappeda tentang nilai penting data mikro

untuk penajaman sasaran penerima program.

DIAGRAM 3.

(29)

Cara pengiriman data

Jenis-jenis data Format data

Variabel data PBDT

Proses PBDT 2015 Perkiraan waktu memperoleh data

Prosedur pemenuhan data

Penjelasan ini meliputi proses PBDT 2015, beragam variabel

dalam data terpadu (usia, jenis lantai, dan lain-lain), prosedur

mendapatkan BDT, data-data yang dapat disediakan BDT

(agregat, nama, alamat), jenis data, format data yang disediakan

(Excel, SQL), perkiraan waktu untuk memperoleh data, serta

cara pengiriman atau penyerahan data.

DIAGRAM 4.

Topik-topik yang Dibahas dalam Konsultasi Langsung

(30)

6 Secara bervariasi: puas, cukup puas, dan sangat puas.

KEIKUTSERTAAN DALAM

TOPIK-TOPIK UTAMA KONSULTASI

Sebagian besar (91-98%) juga menyatakan puas6 dengan penjelasan tentang BDT oleh TNP2K, menunjukkan bahwa

Bappeda memperoleh pemahaman yang memadai tentang

BDT melalui konsultasi tersebut.

DIAGRAM 5.

Alur Penanganan Permintaan Basis Data Terpadu

(31)

Meski Bappeda telah memperoleh informasi memadai tentang BDT, SKPD selaku pelaksana program di daerah tidak memperoleh informasi yang sesuai tentang BDT. Informasi pokok tentang BDT tersampaikan dengan baik kepada Bappeda

sebagian besar melalui rapat koordinasi Bappeda, sementara

informasi detail lanjutan BDT diperoleh melalui konsultasi

langsung di kantor TNP2K. Sayangnya, sebagian besar informasi

tersebut tidak sampai ke SKPD.

Hasil kunjungan lapangan Unit BDT TNP2K ke sejumlah sampel

pemda menunjukkan lebih dari 50% SKPD tidak tahu tentang

BDT. Penyebabnya adalah pertama, Bappeda tidak meneruskan informasi tentang BDT melalui rapat koordinasi atau komunikasi

informal; kedua, lemahnya koordinasi internal SKPD. Contohnya pimpinan tidak menyampaikan informasi BDT kepada bawahan,

(32)

PENERIMAAN DATA

Sebanyak 86% responden Bappeda telah menerima kiriman paket BDT (modul penjelasan, keping cakram data, dan surat pengantar) dari Pokja Data. 14% Bappeda yang lain tidak menerima kiriman paket langsung BDT dari TNP2K,

namun memperoleh BDT dari Bappeda provinsi dan dinas

sosial. Beberapa Bappeda lainnya sebenarnya telah menerima

kiriman paket BDT, namun beragam masalah teknis

menyebabkan paket BDT tidak sampai ke bidang penanggung

jawab data.

Pertama, hal ini terjadi karena adanya penumpukan permintaan data. Banyak Bappeda yang telah mengirimkan

surat permintaan data semenjak tahun 2015. Sementara data

hasil Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT 2015) baru

selesai pada bulan Maret 2016. Untuk mengatasi hal tersebut,

TNP2K memprioritaskan memberikan data kepada Bappeda

provinsi. Oleh sebab itu, banyak Bappeda kabupaten/kota

yang tidak menerima kiriman BDT secara langsung dari TNP2K,

namun memperolehnya dari Bappeda provinsi.

Kedua, ada Bappeda yang mengirimkan surat permintaan data kepada TNP2K dan Kemensos. Pada akhirnya mereka

(33)

MESKI BAPPEDA

TELAH MEMPEROLEH INFORMASI

MEMADAI TENTANG BDT,

SKPD SELAKU PELAKSANA PROGRAM

DI DAERAH TIDAK MEMPEROLEH

INFORMASI YANG SAMA

(34)

Ketiga, kurangnya koordinasi dari staf yang menerima data kepada bidang penanggung jawab di Bappeda. Misalnya,

keping cakram data diterima oleh orang lain di instansi

pemohon, namun penerima keping cakram data tersebut tidak

meneruskan kepada pihak yang bersangkutan; atau keping

cakram BDT diterima oleh pemohon, namun pemohon sekadar

menyimpannya tanpa mensosialisasikan ke pihak-pihak yang

berkepentingan; pemohon mutasi dan tidak mensosialisasikan

keping cakram data atau data yang sudah ia miliki; pemohon

cuti panjang atau mengalami force majeur tanpa pernah ada

pihak lain yang mengetahui telah adanya kiriman keping

cakram BDT, dimana kasus-kasus tersebut benar-benar terjadi.

GAMBAR 1.

(35)

Sebagian besar Bappeda mengembalikan lembar tanda terima setelah memperoleh BDT. Ini mengindikasikan Bappeda memahami prosedur data yang umum. Survei menunjukkan, dari keseluruhan Bappeda yang telah menerima

kiriman BDT, sebanyak 82% di antaranya mengembalikan

lembar tanda terima. Tingkat pengembalian yang cukup tinggi

mengindikasikan informasi tentang prosedur yang bersifat

umum telah dipahami dengan baik.

Adanya 18% Bappeda yang tidak mengembalikan lembar

tanda terima, disebabkan oleh beberapa hal. Survei

menunjukkan hampir separuh (42%) dari responden yang tidak

mengembalikan lembar tanda terima mengatakan mereka

telah memperoleh data (yang sudah bisa dibuka), sehingga

merasa tidak perlu meminta kata kunci ke TNP2K melalui

pengembalian tanda terima. Data-data tersebut, menurut

mereka, dapat langsung dibuka karena data didapatkan dari

(36)

Tingginya tingkat pengembalian lembar tanda terima sekaligus

mengindikasikan bahwa Bappeda cenderung mudah menyerap

informasi-informasi umum proses BDT ketika informasi tersebut

disampaikan melalui media sosialisasi (yakni rakor TNP2K,

rapat Bappeda, sosialisasi TNP2K, atau situs TNP2K), bukan

informasi-informasi teknis-detail. Sebagaimana akan terlihat

kemudian, informasi teknis-detail seperti cara membaca dan

mengolah data hanya efektif disampaikan melalui media

konsultasi langsung, bukan lewat media sosialisasi.

Survei juga memperlihatkan adanya Bappeda yang memang

tidak mengetahui adanya prosedur pengembalian lembar

GAMBAR 2.

(37)

tanda terima, namun jumlahnya sangat kecil yakni 11% dari total

responden yang tidak mengembalikan.

Lebih dari seperlima responden Bappeda tidak puas dengan waktu yang diperlukan untuk memperoleh BDT. Sebanyak 21% Bappeda menyatakan ketidakpuasan terkait periode

penerimaan keping cakram BDT, dan alasan mereka didominasi

oleh dua hal: jangka waktu yang lama dan prosedur permintaan

data yang berbelit. Responden yang tidak puas menyatakan

mereka baru mendapatkan data secepat-cepatnya 3 bulan

kendati proses permohonan data dijanjikan maksimal 15 hari

kerja sejak penerimaan dokumen lengkap. Ada juga Bappeda

yang baru memperoleh BDT setelah APBD ditetapkan,

sehingga BDT tidak dapat digunakan untuk penetapan sasaran

penerima manfaat program tahun anggaran 2017.

Keluhan lain adalah terkait prosedur permohonan data

yang tidak sederhana. Responden Bappeda mengutarakan

banyaknya persyaratan dan panjangnya prosedur, seperti

keharusan adanya detail keterangan program dan kriteria

calon penerima manfaat program. Selain itu, adanya keluhan

tentang lambatnya tanggapan dari unit BDT terkait permintaan

data melalui surel, meski ini terjadi dalam jumlah yang kecil.

Menurut survei, sebagian besar Bappeda (79%) merasa puas

(38)

Tingkat Kepuasan Terhadap Waktu Memperoleh Data

Cukup puas

Puas Tidak puas

Sangat puas

DIAGRAM 6.

Tingkat Kepuasan Bappeda terhadap Periode untuk Memperoleh BDT

40%

21%

(39)

INFORMASI TEKNIS

SEPERTI CARA MEMBACA DAN

MENGOLAH DATA HANYA EFEKTIF

DISAMPAIKAN MELALUI

KONSULTASI TATAP MUKA

(40)

TNP2K dapat memenuhi hampir seluruh permintaan kata kunci. Mengacu pada hasil survei, persentase Bappeda yang menerima kata kunci adalah 81% dari total responden, atau

nyaris sama dengan persentase Bappeda yang mengembalikan

lembar tanda terima (82%). Hal ini mengindikasikan bahwa

setiap pengembalian lembar tanda terima langsung

ditindaklanjuti TNP2K dengan pemberian kata kunci.

Sedangkan 19% responden Bappeda tidak menerima kata

kunci karena tidak pernah mengajukan permintaan kata kunci

kepada TNP2K. Hal ini terjadi karena telah menerima data

dari instansi lain, seperti Bappeda provinsi dan dinas sosial.

Bahkan, Bappeda lainnya tidak mengetahui tentang keharusan

(41)

Alasan Tidak Meminta Kata Kunci DIAGRAM 7.

Alasan Bappeda Tidak Mengajukan Permintaan Kata Kunci ke TNP2K

55%

12%

3%

11%

16%

Sudah mendapatkan data (bukan dari TNP2K) Belum menerima BDT

Tidak tahu soal harus ada kata kunci

Lain-lain

(42)

PEMANFAATAN DATA

Pada kunjungan awal ke TNP2K, Bappeda telah menerima

berbagai informasi dari staf unit BDT TNP2K, namun ada kendala

teknis seperti waktu kunjungan yang terlampau singkat. Hal ini

menyebabkan penjelasan krusial seperti cara membaca dan

mengolah data tidak dipahami secara optimal oleh Bappeda.

Setelah Bappeda menerima paket BDT, mereka kesulitan

dalam memahami data. Karakteristik BDT memang tidak

mudah dipahami, terlebih bagi staf daerah yang tidak terbiasa

menangani data. Kendala teknis lainnya adalah seringkali staf

daerah yang hadir pada saat kunjungan awal berbeda dengan

staf yang hadir pada konsultasi lanjutan. Hal ini menyebabkan

pemahaman terhadap data BDT menjadi tidak menyeluruh

(parsial). Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya Bappeda dan SKPD untuk memiliki staf khusus bidang data.

Hal di atas sesuai dengan hasil survei yang menunjukkan bahwa mayoritas Bappeda (67%) masih kesulitan memahami BDT, sehingga mereka berkonsultasi kembali dengan TNP2K setelah menerima kiriman dan membaca BDT. Adapun tema yang paling sering didiskusikan adalah variabel-variabel

dalam data (96%), termasuk cara memilah data berdasarkan

kebutuhan instansi atau program (75%). Mayoritas pemda (95%

hingga 99%) menyatakan puas terhadap penjelasan dari TNP2K

(43)

Topik Utama Konsultasi Lanjutan

Cukup tingginya persentase kunjungan lanjutan mengindikasikan bahwa kegiatan sosialisasi BDT yang telah diikuti Bappeda belum mampu mentransfer pengetahuan teknis secara memadai, khususnya cara membaca dan menggunakan data. Kegiatan sosialisasi yaitu rapat koordinasi

TNP2K dan Bappeda hanya efektif untuk menyampaikan

informasi tentang latar belakang BDT. Kegiatan sosialisasi

yang metodenya satu arah dan massal tidak optimal untuk

menyampaikan informasi detail dan teknis tentang cara membaca dan menggunakan data. Informasi-informasi tersebut

hanya dapat dijelaskan secara efektif melalui konsultasi tatap

DIAGRAM 8.

(44)

Setelah Bappeda menerima BDT dan penjelasan berulang

kali, ternyata Bappeda belum secara aktif mengedukasi dan

melibatkan SKPD untuk memanfaatkan data. Hal ini sesuai

dengan hasil kunjungan lapangan unit BDT TNP2K yang

menunjukkan bahwa 28 SKPD dari 54 SKPD menyatakan

bahwa mereka bahkan tidak mengetahui perihal adanya BDT.

Oleh sebab itu, SKPD tidak pernah meminta BDT ke Bappeda,

meski pengenalan BDT merupakan tanggung jawab Bappeda.

Sementara itu, 23 SKPD mengaku telah menerima BDT tetapi

tidak juga digunakan untuk penetapan sasaran penerima

program penanggulangan kemiskinan.

Ada tiga faktor terkait belum disosialisasikan dan

didistribusikannya BDT oleh Bappeda. Pertama, Bappeda belum optimal dalam mensosialisasikan informasi pokok

tentang BDT. Hampir seluruh SKPD yang dikunjungi dalam

kegiatan evaluasi BDT menyatakan tidak pernah diajak

rapat atau diskusi informal tentang BDT. Mereka juga belum

menerima BDT dari Bappeda. Kedua, Bappeda beranggapan bahwa BDT adalah data rahasia, sehingga tidak dibagikan

kepada SKPD. Ketiga, Bappeda menerapkan mekanisme penyerahan BDT ke SKPD yang membutuhkan banyak waktu,

sehingga menyebabkan SKPD tidak melanjutkan permintaan

(45)

BAPPEDA

BELUM SECARA AKTIF

MENGEDUKASI DAN

MELIBATKAN SKPD

(46)

Ternyata, menurut hasil survei, Bappeda masih menggunakan

BDT untuk: pertama, pemetaan kondisi kemiskinan. Kedua,

presentasi angka-angka kemiskinan terhadap pemangku

kepentingan. Ketiga, merencanakan dan menganggarkan program daerah.

Alasan utama Bappeda tidak memanfaatkan BDT karena data

terlambat. Keterlambatan penerimaan data menyebabkan

data tidak bisa digunakan saat itu juga. BDT tiba setelah APBD

dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD tahun 2017

disahkan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, keterlambatan

pengiriman data terjadi karena adanya penumpukan permintaan

data pada awal tahun 2016.

Bappeda telah menggunakan data by name by address antara

lain untuk penetapan penerima manfaat program-program

perbaikan rumah bagi 344 rumah tangga (Kabupaten Gresik),

penyusunan anggaran penerima bantuan Jaminan Kesehatan

Rakyat Aceh bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (Provinsi

Aceh), pemadanan data penerima program BPJS (Provinsi

Nusa Tenggara Timur), penetapan Penerima Bantuan Iuran

Jaminan Kesehatan Nasional (Kabupaten Bangka Tengah dan

Purbalingga), serta program rehabilitasi rumah dalam APBD

(47)

Alasan Data Belum Dipakai

30%

27%

19%

11%

7%

4%

7%

Data terlambat

Akurasi data diragukan

Anggaran tidak ada

Memutuskan memakai data lama

Data tidak bisa dibuka

Lainnya

Isi data tidak dimengerti

DIAGRAM 9.

(48)

Kunjungan lapangan menegaskan soal dampak keterlambatan

pengiriman data terhadap pemanfaatan data. Salah satu Bappeda di wilayah timur, misalnya, memutuskan untuk tidak mengirimkan data ke SKPD-SKPD lantaran data tiba setelah

ketuk palu APBD 2017. Adapun data yang pernah diminta

adalah data per program by name by address untuk dinas

pendidikan, dinas kesehatan (Jaminan Kesehatan Nasional),

dinas sosial, disperindag (Raskin), dan dinas perumahan.

Akibatnya, pemanfaatan BDT baru dapat dilakukan untuk

APBD perubahan pada tahun anggaran berjalan. Solusi serupa

dilakukan kabupaten/kota lain yang menerima kiriman data

terlambat.

Kurangnya arahan Bappeda terhadap SKPD dan adanya pemahaman parsial Bappeda tentang BDT berkorelasi terhadap belum optimalnya pemanfaatan data di lapangan.

Studi kualitatif tim BDT TNP2K mengidentifikasi adanya sejumlah keluhan perihal minimnya pemahaman SKPD terhadap

BDT. Keluhan cukup bervariasi, mulai dari ketidaktahuan SKPD

tentang apa yang harus dilakukan setelah menerima BDT,

hingga keluhan tentang kurangnya arahan Bappeda provinsi

saat serah terima BDT. Dari diskusi-diskusi yang dilakukan

di lapangan, TNP2K menangkap adanya kebutuhan pelatihan

khusus bagi staf SKPD untuk membaca, mengolah, dan

(49)

ADANYA PEMAHAMAN PARSIAL

BAPPEDA

TENTANG BDT BERKORELASI

TERHADAP BELUM OPTIMALNYA

PEMANFAATAN DATA

(50)

Pintu masuk utama bagi SKPD untuk memahami BDT adalah

Bappeda. Sebagai focal point BDT di daerah, Bappeda

berkesempatan memperoleh akses langsung terhadap

BDT sekaligus mendapatkan rangkaian informasi, termasuk

peningkatan kapasitas, berkenaan dengan BDT. Namun,

sebagaimana dijelaskan sebelumnya, studi ini mengungkapkan

lemahnya fungsi koordinasi Bappeda dalam mensosialisasikan

dan mengedukasi BDT kepada SKPD, menyebabkan

terhambatnya transfer pengetahuan dari Bappeda ke SKPD

selaku pelaksana program penanggulangan kemiskinan

di daerah.

Survei memperlihatkan bahwa Bappeda melewati proses yang

cukup panjang hingga mampu memahami cara mengolah

BDT, mulai dari kegiatan sosialisasi di tingkat nasional dan

provinsi hingga satu-dua kali konsultasi secara langsung

ke TNP2K. Kesempatan serupa tidak dimiliki SKPD. SKPD

bahkan hanya berpeluang memperoleh penjelasan ‘’tangan

kedua’’ melalui Bappeda tanpa ada jaminan bahwa Bappeda

telah benar-benar menguasai informasi pokok BDT dan

memiliki keterampilan untuk membaca dan menganalisa BDT.

Penguasaan Bappeda tentang informasi pokok BDT berguna

untuk, salah satunya, meyakinkan tentang validitas BDT.

Kunjungan lapangan menunjukkan adanya SKPD yang tidak

mau memanfaatkan BDT lantaran menganggap BDT kurang

(51)

5

(52)

T

NP2K telah berperan secara proporsional dalam memfasilitasi proses sosialisasi mengenai informasi pokok BDT. Tiga kerangka kerja yang digunakan dalam evaluasi pemanfaatan BDT adalah ‘’mengetahui’’,

‘’menerima’’, dan ‘’memakai’’ BDT. Survei menunjukkan

bahwa TNP2K telah memfasilitasi kegiatan-kegiatan terkait

‘’mengetahui’’ dan ‘’menerima’’ BDT secara efektif yang

merupakan salah satu tanggung jawab TNP2K. Pada tahapan

‘’mengetahui’’, TNP2K dapat menunjukkan kinerja optimal

sebagai penyedia informasi mengenai BDT bagi Bappeda.

Hal ini ditunjukkan oleh tingginya persentase Bappeda dalam

meminta data, melakukan konsultasi, dan konsultasi lanjutan.

Sementara pada tahapan ‘’menerima’’ BDT, secara umum

TNP2K memperlihatkan performa yang baik dalam mengirim

BDT ke daerah serta memberikan kata kunci untuk membuka

data. Hal ini tercermin dari tingginya persentase atau tingkat

penerimaan BDT, serta tingginya tingkat pemberian kata

kunci sebagai tanggapan atas pengembalian lembar tanda

terima. Namun, untuk tahapan ini, ada catatan negatif perihal

keterlambatan pengiriman data.

(53)

yang kontradiktif dalam pemanfaatan BDT.

Di satu sisi, Bappeda mengaku cukup memahami dan telah

memiliki BDT. BDT diberikan kepada Bappeda agar digunakan

untuk program penanggulangan kemiskinan di daerah. Namun,

ternyata hasil survei menunjukkan hanya sedikit Bappeda

yang meneruskan BDT kepada SKPD hingga akhirnya

pemanfaatan BDT untuk program penanggulangan kemiskinan

di daerah pun masih minim.

Studi ini mengungkapkan kelemahan sistem pemanfaatan data berbasis peran sentral Bappeda. Bappeda sejatinya merupakan pintu pemda untuk mengakses BDT dan pihak

pertama yang memperoleh informasi tentang BDT. Hanya

saja pemanfaatan BDT dalam program-program di APBD

merupakan ranah SKPD, bukan Bappeda. Bappeda secara

tugas, pokok, dan fungsi merupakan lembaga perencana,

bukan lembaga pelaksana seperti halnya SKPD. Tanpa ada

sosialisasi BDT yang dilakukan oleh Bappeda, SKPD praktis

tidak mengetahui keberadaan BDT dan nilai penting BDT untuk

penajaman sasaran penerima manfaat program. Tanpa adanya

distribusi dan edukasi BDT oleh Bappeda, sudah pasti SKPD

tidak mengetahui fungsi BDT dan cara menggunakannya.

(54)

Selain itu, minimnya pemanfaatan BDT oleh SKPD disebabkan oleh Bappeda kurang memahami BDT secara utuh, sehingga transfer informasi BDT dari Bappeda ke SKPD menjadi parsial, khususnya perihal cara mengolah data. Hal tersebut disebabkan oleh: pertama, banyak Bappeda yang

berinisiatif mendatangi TNP2K untuk mempelajari BDT hanya

menyediakan waktu yang terbatas, sehingga informasi teknis

tentang cara mengolah dan memanfaatkan data tidak sempat

dipahami secara optimal. Kedua, staf Bappeda yang berkunjung

tidak pernah sama. Akibatnya, Bappeda hanya memahami

secara parsial informasi pokok BDT dan cara pengolahannya,

sehingga SKPD pun kesulitan dalam mengetahui kegunaan

BDT bagi program penanggulangan kemiskinan yang mereka

laksanakan.

Kunjungan lapangan menegaskan hal ini. Banyak keluhan

dari SKPD tentang ketidakpahaman cara menggunakan BDT,

serta minimnya pengarahan Bappeda saat serah terima BDT.

Kurangnya edukasi Bappeda juga tercermin dari keengganan

sejumlah SKPD untuk menggunakan BDT dengan alasan data

kurang valid. Hal ini sejatinya dapat dihindari apabila Bappeda

mampu memberikan penjelasan menyeluruh dan meyakinkan

tentang proses BDT.

Ada kelemahan dalam mekanisme pengiriman BDT. Selain karena lemahnya fungsi koordinasi Bappeda, minimnya

(55)

BDT oleh pemda. Pertama, keterlambatan disebabkan penumpukan surat permintaan data di awal tahun 2016.

Pada saat BDT diterima oleh pemda, program APBD 2017

telah disahkan dan program pemda telah berjalan. Kedua,

manajemen penanganan data oleh TNP2K berakhir hingga

data telah dikirim. Tidak ada mekanisme dari TNP2K untuk

memastikan bahwa paket BDT telah diterima oleh penanggung

jawab data di Bappeda, sehingga pada saat terjadi kendala

teknis, misalnya paket BDT hilang atau rusak dalam perjalanan,

(56)
(57)

6

(58)

R

ekomendasi pertama adalah Bappeda perlu terus memperoleh peningkatan kapasitas pengetahuan, baik yang terkait dengan informasi pokok BDT, maupun keterampilan teknis mengolah BDT. Antara lain pada momen rapat koordinasi TNP2K, rapat koordinasi Bappeda,

serta konsultasi langsung di TNP2K. TNP2K perlu konsisten

mengadakan sesi pengenalan BDT pada setiap momen rapat

koordinasi di daerah, dan harus menyiapkan modul yang efektif,

singkat dan tajam.

TNP2K harus meningkatkan kualitas dan standardisasi konsultasi

langsung dengan Bappeda karena kegiatan tersebut cukup

efektif untuk mentransfer keterampilan teknis seperti membaca

dan mengolah BDT. Informasi teknis sulit untuk diajarkan secara

massal seperti dalam rapat koordinasi. Konsultasi langsung

memungkinkan terjadinya simulasi dan diskusi mengenai BDT.

Standardisasi yang perlu ditingkatkan meliputi standardisasi

waktu dan standardisasi materi. Pada saat konsultasi langsung,

Bappeda akan diberitahu terlebih dahulu tentang pokok materi,

termasuk materi praktik mengolah data, serta durasi waktu.

Kegiatan sosialisasi BDT dan konsultasi lanjutan perlu diikuti

oleh staf Bappeda yang sama, lebih baik lagi oleh penanggung

jawab data di pemda. Pimpinan Bappeda perlu melibatkan

penanggung jawab data ketika menghadiri rapat koordinasi

TNP2K, dan sebaiknya terus mengikuti konsultasi-konsultasi

(59)

Rekomendasi kedua adalah TNP2K perlu membuat tutorial cara membaca dan mengolah BDT. Tutorial ini dirancang dalam format multimedia dan berbasis online, ditujukan untuk memastikan tersedianya informasi acuan dan terstandar tentang BDT yang dapat diakses oleh pemda.

Tutorial ini berisi langkah-langkah cara membaca dan

mengolah data, yang disajikan secara detail, serta dirancang

dalam format audio-visual. Tutorial juga perlu memasukkan

informasi pokok BDT supaya pengguna memahami tujuan dan

konteks pemanfaatan BDT. Tutorial perlu diunggah dalam situs

TNP2K guna memberikan akses yang mudah dan tanpa batas

bagi seluruh pemangku kepentingan.

Rekomendasi ketiga adalah perlunya ada terobosan dalam mekanisme pengiriman BDT di masa mendatang. Pengiriman data dapat dilakukan secara digital melalui media penyimpanan cloud storage. Inovasi pengiriman data softcopy BDT melalui cloud storage diyakini akan mempersingkat durasi

waktu pemenuhan permintaan BDT. Karena sebelumnya,

rangkaian proses untuk mendapatkan BDT tidak sebentar.

Bappeda harus melengkapi dokumen dan menunggu MoU yang

ditandatangani oleh pimpinan TNP2K dan pejabat Kemensos.

Kemudian, Bappeda akan mendapat kiriman paket BDT, lalu harus

mengembalikan hardcopy lembar tanda terima, dan memperoleh

kata kunci, hingga akhirnya dapat membuka dan membaca

(60)

Meski penjelasan tutorial sudah dapat diakses melalui online

dan data dapat diunduh, Bappeda tetap disarankan melakukan

konsultasi langsung di TNP2K untuk memahami cara membaca

dan mengolah data.

Pengiriman BDT secara digital memungkinkan peningkatan

pemanfaatan data oleh SKPD. Secara karakteristik, data digital

lebih mudah diakses dan disebarluaskan ketimbang dalam

format keping cakram. Bappeda cukup menginformasikan

kata kunci akun cloud storage. Jika Bappeda belum sempat

mengedukasi BDT kepada SKPD, Bappeda dapat merujuk

SKPD untuk mengakses tutorial BDT di situs TNP2K.

Rekomendasi keempat adalah MoU perlu memasukkan ketentuan tentang kewajiban Bappeda untuk mendistribusikan BDT ke SKPD. Terobosan pengiriman BDT digital akan memberi akses cepat kepada Bappeda untuk

memanfaatkan data, namun tetap tidak bagi SKPD. Akses

SKPD terhadap data masih bergantung pada inisiatif Bappeda,

sebagaimana terjadi saat ini.

Rekomendasi kelima adalah menambahkan langkah pengembalian tanda terima pada mekanisme pemenuhan permintaan data. Selama ini, di dalam aplikasi WRM, daftar cek terhenti pada langkah ke-20, yaitu pengiriman data.

TNP2K merasa tugas mereka telah tuntas pada saat paket

(61)

paket BDT telah diterima dengan baik atau belum, serta

apakah Bappeda telah meminta kata kunci atau belum.

Studi ini menunjukkan fakta adanya Bappeda yang tidak

mengembalikan lembar tanda terima dan meminta kata

kunci, yang mengindikasikan bahwa bisa jadi Bappeda tidak

menerima BDT. Langkah ini juga akan diterapkan pada

(62)
(63)

7

(64)
(65)
(66)
(67)
(68)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN

KEMISKINAN

Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia

Jl. Kebon Sirih No. 14, Jakarta Pusat 10110

Telepon : (021) 3912812

Faksimili : (021) 3912511

E-mail : bdt@tnp2k.go.id

Gambar

GAMBAR 1. Keping Cakram BDT dan Amplop Pengiriman Data
GAMBAR 2. Keping Cakram BDT Memuat Langkah-langkah

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan pertumbuhan talus rumput laut Gracilaria gigas yang ditanam dengan metode budidaya dan sistem penanaman berbeda di perairan Selok Adipala,

Proses  spray  painting  selalu  menggunakan  beberapa  paint  mask  yang  memiliki  konfigurasi  berbeda  untuk  satu  produk  yang  didekorasi.  Di  akhir 

Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang Manajemen Laktasi di Desa Blulukan Colomadu Karanganyar didapatkan 7 responden (16,6%) dengan

Fungsi manajemen tertentu yang membantu membangun dan menjaga lini komunikasi, pemahaman bersama, penerimaan mutual dan kerja sama antara organisasi dan publiknya;

Pengertian sistem agroforestri mencakup upaya untuk memperoleh hasil atau produksi dari kombinasi tanaman (semusim), pepohonan, dan/atau ternak (hewan) secara bersama baik

Penulis dalam penelitian ini mendeskripsikan bentuk campur kode yang digunakan pengajar Paud selama proses belajar mengajar.Pengajar menyadari adanya keterbatasan kemampuan

(1) Pimpinan DPRD disediakan rumah Negara dan perlengkapannya serta kendaraan dinas jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b

Berdasarkan pertimbangan pentingnya diketahui secara jelas mengenai keistimewaan status ICRC serta fungsi dan perannya sebagai suatu subjek hukum internasional yang memiliki