• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sensor dan Perkembangannya untuk Mendukung Era Otomatisasi dalam rangka Menuju Internasionalisasi Pengajaran Fisika - Universitas Negeri Padang Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sensor dan Perkembangannya untuk Mendukung Era Otomatisasi dalam rangka Menuju Internasionalisasi Pengajaran Fisika - Universitas Negeri Padang Repository"

Copied!
312
0
0

Teks penuh

(1)

!

"##

$

%

&

(2)

,-

.

/

(3)

! "## 0 1" # "1 " 2

! " # $ %!&' ( ) !* ' + * "! #

, * +

- ! . & & /-. 0 ) !

1! !& . & 2 3 & & ) )

4 5 )

(4)
(5)

i

KATA PENGANTAR

Sehubungan dengan telah selesainya dilaksanakan Seminar Nasional Himpunan Fisika Indonesia (HFI) Cabang Sumatera Barat pada 28-29 Juli 2011, maka diterbitkanlah prosiding yang terdiri dari 36 makalah dari berbagai keilmuan fisika, meliputi fisika bumi, fisika instrumentasi, fisika material, fisika nuklir dan radiasi, dan fisika pendidikan.

Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu hingga selesainya prosiding seminar ini.

(6)

ii

KATA SAMBUTAN

Puji Syukur Alhamdulillah marilah senantiasa kita tuturkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya, kita dapat hadir di tempat ini, Gedung Serba Guna FT- UNP dalam rangka kegiatan seminar HFI cabang Sumatera Barat dan Rapat Pembentukan Pengurus HFI Cab. Sumatera Barat. Kami mengucapkan SELAMAT DATANG di KAMPUS UNP PADANG KOTA TERCINTA kepada seluruh peserta seminar dan anggota HFI. Harapan kami, semoga kegiatan ini memberikan kesan yang berbeda dan dampak positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam rangka untuk menyukseskan pendidikan berkarakter dan Internasionalisasi pengajaran Fisika.

Selain itu, kegiatan yang dilaksanakan adalah seminar HFI dan pembentukan pengurus baru HFI Cabang Sumbar dengan tema” Peranan Ilmu Fisika Dalam Menyukseskan Pendidikan Berkarakter dan Bertaraf Internasional” dengan keynote speaker yang hadir adalah; Dra. Elwinetri, M.Pd. (Kabid Umum Dikpora Sumbar), Dr. Supriyadi, M.Pd, (UNJ), Dr. Yulkifli, M.Si (HFI Pusat/UNP). Peserta seminar adalah dosen, peneliti, guru fisika SMP dan SMA serta mahasiswa dari berbagai universitas, dengan total peserta ± 100 peserta pendengar dan 38 peserta pemakalah.

Seminar ini terselenggara berkat bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami haturkan terimakasih kepada Rektor UNP, Rektor UNAND, ketua STAIN Batu Sangkar, Rektor IAIN, Dekan, Ketua jurusan/Prodi dari ke empat Perguruan Tinggi, para pembicara utama, serta sponsor lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan semua pihak yang turut membantu terlaksananya acara ini. Terakhir kami menghaturkan terima kasih secara khusus kepada seluruh panitia seminar yang telah bekerja keras dalam mempersiapkan dan mengatur acara ini.

Akhir kata dengan memohon ridho Allah SWT, semoga apa yang kita inginkan pada kegiatan seminar dan rapat tahunan ini dapat terwujud dan kami ucapkan selamat melaksanakan seminar dan rapat pembentukan pengurus HFI cabang Sumatera Barat.

Ketua Pelaksana

(7)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Kata Sambutan ii

Daftar Isi iii

Sensor dan Perkembangannya Untuk Mendukung Era Otomatisasi Dalam rangka

Menuju Internasionalisasi Pengajaran Fisika 1

Yulkifli ... 1

Hasil Bimbingan Teknis Pengembangan Pembelajaran Pada SMP-RSBI Se-Sumatera

Barat Tahun 2010 14

Elwinetri1, Asrizal2 ...14

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Penjalaran Gelombang Tsunami Dengan Metode

Tunami N3 di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat 25

Dwi Pujiastuti ...25

Efek Seismo-ionosfer Sebelum Gempa Solok 6 Maret 2007 37

Edwards Taufiqurrahman1, Dwi Pujiastuti1, Ednofri2 ...37

Pengaruh Penambahan Resin Terhadap Permeabilitas Tanah 46

Ardian Putra, Agus Rianto ...46

Analisis Perubahan Vp/Vs Untuk Memprediksi Kejadian Gempabumi Daerah Sumatera

Barat dan Sekitarnya 50

Arif Budiman1, Mita Idriani1, Moh. Taufik Gunawan2 ...50

Pemetaan Nilai Suseptibilitas Magnetik Tanah Lapisan Atas di Sisi Jalan Kota Padang

sebagai Indikator Pencemaran Logam Berat 57

Afdal, Norma Yunita ...57

Penyelidikan Penyebaran Vormi dengan Metoda Geolistrik Sebagai Alternatif

Penanggulangan Krisis Energi di Kabupaten Solok 65

Rahmi Hidayati, Sesri Santurima, Akmam ...65

Bacaplas Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sampah Kaca dan Plastik Untuk Paving Block 73

Elsi Ariani, Yoza Monalisa, Akmam ...73

Timbangan Digital Berbasis Sensor Flexiforce dan Mikrokontroller Atmega16 81 Iwil1, Asrizal2, Yulkifli2 ...81

Sensor Magnetik Fluxgate Sebagai Alat Ukur Muai Panjang 85

Ismu Wahyudi1, Yulkifli2 ...85

Pembuatan dan Penentuan Karakteristik Statik Sensor Getaran Berbasis Pegas dan Light

Dependent Resistor 95

(8)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

iv

Desain dan Pembuatan Timbangan Digital Menggunakan Sensor Efek Hall UGN3503

Berbasis Mikrokontroller Atmega8535 99

Sri Ramadela Putri 1, Hufri 2, Yulkifli 2 ... 99

Prototipe Sistem Pengeringan Biji Kakao Berbasis Pengukuran Massa Menggunakan

Pengindera Sensor Load Cell 104

Selsi Woweni1, Hufri2, Zulhendri Kamus2 ... 104

Penentuan Karakteristik Statik Sensor Massa Berbasis LDR dan Pegas 108 Ani Ramadhan1, Hufri2, Zulhendri Kamus2 ... 108

Rancang Bangun Alat Ukur Sudut Kemiringan Berbasis Mikrokontroller AT89S51

Menggunakan Sensor Potensiometer 113

Wildian, Carles Fau ... 113

Pengukuran Getaran Mesin Menggunakan Sensor Fluxgate 121

Hufri, Yulkifli ... 121

Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Sensitizer

Antosianin dari Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) 128

Dahyunir Dahlan1, Rafika Andari1, Hermansyah Aziz2 ... 128

Pengaruh Penambahan Metil Merah Terhadap Tekstil yang Dilapisi Nanopartikel TiO2

Sebagai Pelindung UV 137

Astuti, Sri Rahayu Alfitri Usna ... 137

Penumbuhan Lapisan Tipis Stronsium Titanat (SrTiO3) di Atas Substrat Silikon (Si)

dengan Metode Chemical Bath Deposition (CBD) 147

Hadi Kurniawan, Dahyunir Dahlan, Astuti ... 147

Penentuan Kapasitansi Resin Alam Mata Kucing (Shorea javanica)Dengan Pelarut

bensin 155

Afdhal Muttaqin, Wezi Pramulia Rahmi ... 155

Studi Perbandingan Penumbuhan Biokristal Dengan Metode Slow Cooling dan Hanging

Drop Vapour diffusion 160

Ratnawulan ... 160

Pengujian Fungsi Pesawat Sinar-X Radiodiagnostik 165

Dian Milvita ... 165

Analisis Pengaruh Ukuran Teras Terhadap Tingkat Sirkulasi Alamiah Bahan Pendingin

Pb-Bi Pada Reaktor Cepat 176

Dian Fitriyani, Sri Oktamuliani ... 176

Desain Devais Fotonik Fungsi Penapis Struktur Optik Periodik 2-Dimensi Melalui

Analisis Numerik 184

(9)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

v

Pentingnya Penggunaan Media Film Dokumenter Dalam Menunjang Pembelajaran IPA

SD 191

Sri Maiyena ... 191

Implementasi Penilaian Sikap Dalam Pembelajaran KTSP Terhadap Kompetensi Afektif

Siswa Kelas XI IPA MAN Padusunan Pariaman 196

Mila Nofriyanti1, Festiyed2, Yulkifli2 ... 196

Penerapan Pendekatan “SAVI” Untuk Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Fisika

Siswa Kelas XI IPA Pada Kompetensi Fluida 204

Widia Ningsih ... 204

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw di Kelas XII IPA 1 SMAN 7 Padang 216

Sri Indrawati Prihatin Ningsih ... 216

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika SMA Berorientasi Pendekatan Inkuiri

pada Materi Impuls dan Momentum Linear 225

Aspar1, Jon Efendi2, Ahmad Fauzi3... 225

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Berorientasi Inkuiri Terpimpin Materi

Induksi Magnetik dan Induksi Elektromagnetik Untuk SMA Kelas XII IPA 241 Desmalinda1, Jon Efendi2, Ahmad Fauzi3 ... 241

Model Pembelajaran Quantum Teaching Berbasis Ikhlas 257

Mitrawati, Yanuar Kiram, Ahmad Fauzi... 257

Pembelajaran Kooperatif Teknik MURDER Berbasis Graphic Organizers di SMA

Negeri 8 Padang 267

Masril ... 267

Pengembangan Buku Ajar Fisika Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Pembelajaran

Siswa R-SMA-BI Kelas X Semester 1 274

Asrizal, Putri Handayani, Prima Desinda ... 274

Implikasi Perangkat Pembelajaran Fisika Terintegrasi Keimanan dan Ketaqwaan Pada

Materi Termodinamika 285

Nurhayati, Ahmad Fauzi, Usmeldi... 285

Pengembangan Asesmen Kinerja Berbasis Inkuiri Pada Materi Listrik Dinamis Kelas X

SMA 293

Fitriza Budi Rahayu, Ahmad Fauzy, Festiyed ... 293

(10)
(11)

Prosiding Seminar Nasional

KK-Elektronika dan Instrumentasi Jurusan Fisika UNP/ Pengurus HFI Pusat

E-mail: yulkifliamir@yahoo.com

ABSTRAK

Meningkatnya kebutuhan otomatisasi, keamanan dan kenyamanan, rumah cerdas (smart home),

penelitian, dan teknologi pengolahan menggiring orang untuk mengembangkan sensor dan sistem sensor. Berdasarkan data pasar sensor dunia diketahui rata-rata produksi sensor dalam sepuluh tahun terakhir meningkat 4,5% setiap tahunnya. Salah satu sensor yang banyak dikembangkan saat ini adalah sensor-sensor yang berbasiskan magnetik. Dalam pengembangan sensor dan sistem sensor perlu dikompromikan antara biaya dan permintaan. Peningkatan kemampuan sensor secara umum dapat dicapai dengan melakukan pemilihan yang tepat terhadap teknologi manufaktur, struktur sensor dan pengolah sinyalnya. Sehingga pembuatan sensor dan sistim sensor lebih sederhana dan biaya murah tentunya dengan kualitas yang dapat bersaing dalam pasar nasional maupun internasional. Fluxgate Sebagai salah satu sensor magnetik memenuhi

kriteria di atas dimana prosesnya tidak terlalu komplek. Sinyal keluaran mudah didigitalisasi, linieritas tinggi, ukuran relatif kecil, dan sensitivitas tinggi. Dengan potensi yang dimiliki oleh

fluxgate, aplikasinya yang luas, proses pembuatan sederhana dan murah, maka sangat terbuka

peluang untuk mengembangkannya lebih lanjut baik dari segi pembuatan elemen fluxgate

maupun untuk mengaplikasikannya menjadi sensor-sensor yang berbasis padanya. Sensor yang dikembangkan antara lain: sensor medan magnet lemah, jarak, getaran, kecepatan sudut, arus listik dc, dan muai panjang. Sensor dengan otomatisasi untuk pengukuran dapat mendukung kegiatan pembelajaran dalam rangka menuju internasionalisasi pengajaran khususnya kegiatan di Laboratorium.

Keywords: sensor, otomatisasi, fluxgate

PENDAHULUAN

Besarnya kompetisi di pasar bebas mengharuskan pengembangan instrumen yang terus menerus baik dari sisi kualitas, harga maupun keandalannya(Tranekler 2001). Jumlah sensor dan sistem sensor yang diperlukan juga meningkat. Saat ini teknologi sensor telah memasuki bidang aplikasi baru dan pasar yang semakin meluas seperti otomatif (Marek, 1999) dan rumah cerdas (smart home) (Traenkler 1998). Berdasarkan data kebutuhan sensor dunia sensor dunia diketahui bahwa perkembangan rata-rata produksi sensor dalam sepuluh tahun terakhir meningkat 4.5% setiap tahunnya (Intechno 2009) dengan pasar otomotif menempati urutan pertama yakni 26% dari pasar dunia, menyusul kemudian teknologi pengolahan 19%, bangunan 11% dan kesehatan 10%.

(12)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

2

sinyal keluaran mudah didigitalisasi, linieritas tinggi, ukuran relatif kecil, dan sensitivitas tinggi (Ripka, 2001, dan Djamal, 2002). Dengan potensi yang dimiliki oleh fluxgate, aplikasinya yang luas, proses pembuatan sederhana, murah biaya maka sangat terbuka peluang untuk mengembangkannya lebih lanjut baik dari segi pembuatan elemen fluxgate maupun untuk mengaplikasikannya menjadi sensor-sensor yang berbasis padanya (Yulkifli, 2010). Sensorisasi bersama-sama dengan mekanisasi dan informatisasi akan melahirkan revolusi industri tahap ke tiga yang ditandai dengan mulainya era otomatisasi penuh dan robotisasi. Kemudahan dan keunggulan yang dimiliki sensor dapat dimanfaatkan untuk pengajaran sains khususnya Fisika. Mata pelajaran Fisika mendapatkan prioritas utama setelah pelajaran bahasa inggris dalam pengajaran program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sangat membutuhkan sensor-sensor dalam melakukan pengukuran secara atomatik. Pengukuran secara otomatiasi akan mendukung proses belajar mengajar (PBM) baik dikelas apalagi di laboratorium. Pembelajaran Fisika yang berbasiskan komptensi dengan menggunakan teknologi information

Technology (IT) akan memberikan kecakapan belajar, kecerdasan, kecakapan berpikir

(thingking skillls) sebagai fondasi luas bagi siswa/mahasiswa untuk mencapai kecakapan akademik dan kompetensi dalam berbagai bidang keilmuan ataupun profesi. Selain itu pengukuan-pengukuran dengan cara atomatisasi mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat proses kegiatan dilaboratorium seperti praktikum dan teori atau konsep-konsep yang diajarkan akan cepat dibuktikan dengan hasil pengukuran/eksperiemen.

Makalah ini disusun untuk memberikan suatu ide dan pemikiran bagaimana sensor dengan segala kelebihannya seperti otomatisasi dapat dimanfaatkan untuk membantu proses pengajaran sains khususnya mata pelajaran Fisika dalam rangka mendukung program RSBI/SBI.

SENSOR DAN TEKNOLOGINYA

Secara umum sensor didefinisikan sebagai piranti yang mengubah besaran-besaran fisis (seperti: magnetik, radiasi, mekanik, dan termal) atau kimia menjadi besaran listrik, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Definisi sensor (Meijer, 2008).

(13)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

3

Gambar 2. Tiga komponen utama pembentuk teknologi sensor (Traenlker, 2001)

Bagian inti suatu sistem sensor adalah elemen sensor. Bagian ini mengubah besaran fisika atau kimia yang diukur menjadi sinyal analog elektronik Sinyal analog ini oleh unit pra pengolah sinyal diubah menjadi sinyal digital. Dengan semakin murahnya piranti pengubah sinyal analog ke digital, sistem pengolah sinyal semakin bergeser dari sistem level tinggi ke level sensor. Adanya fasilitas pengolahan sinyal digital pada sensor berkontribusi pada peningkatan kemampuan sensor, misalnya untuk mengatasi variasi keluaran sensor akibat proses fabrikasi yang dapat dilakukan dengan mudah saat konfigurasi sensor. Untuk memudahkan integrasi antara sistem sensor dengan sistem level yang lebih tinggi diperlukan suatu sistem antarmuka yang tepat. Sistem ini dipenuhi oleh bus sensor.

Dalam perkembangan belakangan ini, sistem sensor dilengkapi dengan sistem tes mandiri (selft test) dan sistem kalibrasi mandiri (self calibration) yang terintegrasi dalam proses desain. Desain sensor semacam ini memberikan banyak keuntungan, antara lain peningkatan kehandalan dan mereduksi biaya instalasi dan biaya pemeliharaan. Struktur sensor dengan sistem tes mandiri dan kalibrasi mandiri berbeda dengan struktur sistem sensor standar, karena disini diperlukan informasi tambahan tentang perilaku sensor (Gambar 3). Secara umum, diperlukan informasi khusus tentang perilaku sensor dan batasan kemampuan sensor (Traenlker, 2001).

Gambar 3. Struktur sensor dengan tes mandiri dan kalibrasi mandiri (Traenlker, 2001).

(14)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

4

inersia yang bekerja pada massa dikompensasi oleh gaya pemulih yang dihasilkan secara elektronik. Dalam hal ini, test mandiri dapat dilakukan dengan menggunakan gaya pemulih yang sudah diketahui (Traenlker, 1998).

Gambar 4. Sensor percepatan dengan struktur lingkar tertutup (Traenlker, 1998)

Adanya fluktuasi beberapa parameter yang terjadi selama proses fabrikasi, menyebabkan terjadinya variasi manufaktur. Faktor-faktor pengaruh seperti temperatur, tekanan, dan kelembaban dapat mempengaruhi karakteristik sensor. Efek penuaan dalam beberapa hal dapat mempengaruhi karakteristik sensor, seperti perubahan sensitivitas atau pergeseran titik nol. Pengolahan sinyal sensor ditujukan untuk mengatasi efek-efek pengaruh (influence factors) sehingga didapat nilai yang terbaik dari hasil pengukuran (Gambar 5). Dengan teknik pengolahan sinyal yang sesuai maka karakteristik sistem sensor dan ketelitiannya dapat ditingkatkan secara signifikan.

Gambar 5. Pengolahan sinyal sensor (Traenkler, 2001).

(15)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

5

Gambar 6. Teknologi Mikro Sensor (silicon micromachining)

TEKNOLOGI SENSOR MENUJU ERA AUTOMATISASI

Sensor dan dan teknologinya selalu mengalami perkembangan baik dari proses fakbrikasinya maupun aplikasinya. Aplikasi sensor saat ini cendrung menuju ke era otomatisasi. Menurut Johan H. Huijsing (Gerald, 2008) perkembangan teknologi otomatisasi mengalami tiga tahap, yaitu tahap mekanisasi, tahap informatisasi, dan tahap sensorisasi seperti ditunjukkan Gambar 7. Pertama tahap mekanisasi yaitu saat manusia mulai mengembangkan mesin-mesin untuk industri, seperti mesin uap, mesin bakar, motor listrik, dan mesin jet. Tahap pertama ini melahirkan revolusi industri yang pertama. Tahap ke dua yakni era ketika manusia mulai mengembangkan logika artifisial dan komunikasi seperti komputer dan internet yang melahirkan revolusi informasi. Penemuan sensor-sensor baru yang ukurannya semakin kecil, harganya semakin murah, beratnya semakin ringan, kemampuannya semakin besar, memungkinkan manusia mengembangkan penginderaan secara buatan. Sensorisasi bersama-sama dengan mekanisasi dan informatisasi akan melahirkan revolusi industri tahap ke tiga yang ditandai dengan mulainya era otomatisasi penuh dan robotisasi.

Gambar 7. Sensorisasi: revolusi industri tahap ke tiga (Gerald, 2008).

(16)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

6

Gambar 8. Sistem pesawat otomatis penuh, contoh integrasi dari mekanisasi, informatisasi, dan sensorisasi (Gerald, 2008).

Perkembangan yang sangat maju pada otomatisasi teknologi pesawat terbang, sayangnya belum banyak diikuti oleh perkembangan otomatisasi di bidang lainnya, misalnya sampai saat ini belum ada mobil yang dapat berjalan secara otomatis penuh. Masalah utamanya adalah bahwa untuk otomatisasi kendaraan bermotor (mobil) diperlukan banyak sekali sensor seperti ditunjukkan Gambar 9. Dengan teknologi sensor yang ada sekarang hal ini belum memungkinkan, karena untuk itu mobil menjadi terlalu berat, terlalu banyak kabel, terlalu mahal untuk diproduksi.

Gambar 9. Perbandingan mobil lama dengan mobil yang dilengkapi dengan multi sensor

(17)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

7

dikembangkan sensor dan sistem sensor pada bidang-bidang yang banyak pemakainya, seperti kendaraan bermotor, perumahan (misalnya untuk keamanan, pengaturan sirkulasi udara, pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban), transport makanan atau gudang tempat penyimpanan makanan (misalnya temperatur, kelembaban, konsentrasi gas) sehingga harga perbuah sensor atau sistem sensor bisa ditekan pada harga yang rendah.

Generasi sensor akan datang adalah sensor atau sistem sensor yang smart, terintegrasi, punya sistem bus, dan dapat direalisasikan dalam teknologi chip yang murah sebagai MCM (

Multi-Chip-Module). Gambar 10 menunjukkan suatu sistem sensor smart terintegrasi yang

dilengkapi dengan elemen sensor, pengolah sinyal, mikrokontroler dengan pengubah analog ke digital, dan sistem bus. Mikrokontroler memungkinkan pengolahan sinyal secara digital, sistem bus digital menawarkan kemudahan kontak/komunikasi dan kemudahan konfigurasi dalam suatu sistem instrumentasi.

Gambar 10. Sistem smart sensor dalam teknologi multichip (Traenkler, 2007)

PEMANFAATAN TEKNOLOGI SENSOR UNTUK MENDUKUNG PROSES PBM

Pendidikan di Indonesia yang cendrung verbalitistis belum mencerdaskan dan berkarakter, sehingga mendapat rangking terendah secara akademik daya saing (competitiveness) dan kewiraswastaan (enterpreneurship). Hal ini dapat terlihat dari proses pembelajaran yang teoritis dan padat dengan penyampaian informasi, tidak dapat dapat mencapai komptensi akademik maupun kempetensi kejuruan. Pendidikan sains khususnya Fisika dengan pembelajaran berbasis kompetensi menggunakan information technology (IT) dan otomatisasi dengan sensorisasi akan dapat memberikan kecakapan belajar, kecerdasan, kecapakan berpikir (thingking skills). Penggunaan teknology dalam pembelajaran akan dapat membangkitkan kecakapan hidup (life skills) siswa/mahasiswa sebagai fondasi yang luas bagi siswa untuk mencapai kecakapan akademik dan kpmpetensi kejuruan dalam bidang keilmuan sains.

Keunggulan dan kelebihan yang dimiliki sensor dapat digunakan dalam PBM khususnya kegiatan pengukuran/eksperiemen di labor. Berikut di jelaskan beberapa sensor yang dapat dikembangkan untuk otomastisasi pengukuran di laboratorium dalam rangka internasionalisasi pengajaran fisika Senso-sensor yang penulis kembangkan buat ini menggunakan sensor

fluxgate dengan berbasiskan konsep magnetik dan proksimiti (jarak).

1. Sensor pengukuran jarak.

(18)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

8

Gambar 11. Prinsip pengukuran jarak dengan fluxgate.(Djamal, 2005 dan Yulkifli,

2007)

Jika objek bergerak mendekati atau menjauhi detektor, maka medan magnetik disekitar titik setimbang akan mengalami perubahan, perubahan ini disebut fluk magnetik (Φ). Perubahan fluks magnetik bergantung pada posisi sensor terhadap objek. Jika dA adalah elemen vektor luas dan B adalah elemen vektor medan magnet, maka fluks magnetik yang keluar dari permukaan medan ditunjukkan persamaan (1):

B dA

Φ =

. (1)

Jika medan magnetik material adalah B, maka medan magnetik yang dideteksi oleh sensor pada jarak x ditunjukkan persamaan (2):

x B

Br ∝ (2)

Berdasarkan persamaan (2), terlihat bahwa penurunan medan magnetik sebanding dengan 1/x, sedangkan tegangan keluaran sensor sebanding dengan medan eksternal. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tegangan keluaran juga sesuai dengan hubungan antara medan eksternal dengan jarak. Untuk pengukuran jarak maka didesain peralatan seperti ditunjukkan Gambar 12. Pengukuran jarak dilakukan menggunakan mikrometer digital dengan objek bermuatan magnetik digerakkan menjauhi dan mendekati dari fluxgate.

Gambar 12.Desain mekanik pengukuran jarak menggunakan fluxgate (Yulkifli,

2007).

2. Sensor kecepatan sudut.

Untuk mendapatkan sinyal dari sensor, magnet permanen ditempatkan pada pinggir piringan dengan jumlah 2, 4, 8 dan 16 buah membentuk sudut 1800 , 900 , 450 dan 22.50. Sensor

(19)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

9

Gambar 13. Diagram Pulsa-pulsa yang dihasilkan dari sensor(Djamal, 2006)

Nilai High-Low akan dikirimkan ke mikrokontoler untuk di konversikan menjadi besaran kecepatan sudut. Agar memudahkan pencatan hasil pengukuran ditampilkan pada PC. Sistim pengukuran pulsa-pulsa dari perputaran piringan yang sudah di tempelkan benda bersifat magnetik ditunjukkan Gambar 14.

Gambar 14. Diagram blok sistim pengukuran kecepatan sudut berbasis sensor

fluxgate (Yulkifli, 2009)

Untuk 2 magnet permanen ada dua gelombang sinusoidal yang terjadi dalam satu putaran, sehingga sensor menghasilkan dua periode gelombang dalam satu peredaran. Karena ada dua periode dari sinyal dalam satu putaran maka kecepatan sudut adalah setengah kali frekuensi signal, seperti ditunjukkan persamaan (3). dimana ω, fsignal masing-masing adalah kecepatan

sudut (put/sekon) dan frekuensi sinyal (Hz).

signal

f

ω

=

2

(3)

(20)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

10

Untuk menerapkan sensor fluxgate menjadi sensor kecepatan sudut maka dirancang mekanik berupa piringan dengan menempatan bahan magnetik di pinggir piringan sebanyak 2 buah (sudut 180o), 4 buah (sudut 90o), 8 buah (sudut 45o) dan 16 buah (sudut 22.5o). Set-up

pengukuran terhadap frekuensi putaran ditunjukkan Gambar 15.

3. Sensor pengukuran muai panjang

Pengukuran muai panjang dari pemuaian suatu bahan magnet dengan sensor muai berbasis

fluxgate magnetometer cukup sederhana, yaitu dengan mendeteksi bahan magnetik yang

semakin memanjang (berarti semakin mendekat ke sensor) yang berada di depan sensor, atau sebaliknya. Pergerakan objek tersebut harus sejajar dengan sumbu sensor untuk menghindari ketidakseragaman (ketaksimetrisan) medan magnetik benda. Sistem sensor akan memberikan nilai yang berbeda-beda untuk setiap perubahan panjang atau perubahan jarak tertentu. Sistem sensor terdiri dari suatu bahan magnetik, detektor atau probe sensor, dan rangkaian elektronik sensor. Bahan magnetik dapat berupa magnet tetap atau suatu bahan feromagnetik. Dalam pengukurannya, bahan magnetik tersebut ditempelkan pada ujung logam yang akan diukur pemuaiannya. Ketika logam di berikan kalor, logam akan memuai sehingga akan mendekati probe sensor, maka kuat medan magnet yang akan terdeteksi nilainya akan bervariasi, karena kuat medan magnet dipengaruhi pada jaraknya. Blok pengukuran muai panjang ditunjukkan Gambar 16.

Gambar 16. Diagram blok pengukuran muai panjang (Yulkifli, 2010b)

Sensor akan menghasilkan nilai tertentu untuk setiap titik akibat pemuaian atau pertambahan panjang. Untuk menghindari asimetris atau ketidakseragaman medan magnet yang masuk ke sensor, dalam pengukuran detektor atau probe sensor harus diletakkan sejajar dengan arah pemuaian bahan. Menurut eksperimen sebalumnya, sensor fluxgate dapat mengukur medan magnet dalam orde 1 nT – 1 mT, orde pengukuran tersebut sangat lemah, oleh karena itu diperlukan probe sensor yang memiliki sensitifitas tinggi.

(21)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

11

Gambar 17. Mekanik dan Foto pengukuran muai panjang (Yulkifli, 2010b) 4. Sensor pengukuran arus

Sensor arus sangat dibutuhkan dalam industri otomotif, kimia, penelitian (Research and

development) untuk mengukur daya dan aplikasi yang lainnya. Secara umum pengukuran arus

menggunakan sensor magnetik dapat dilakukan dengan cara melewatkannya pada sebuah kawat. Kawat yang dialiri arus akan menghasilkan medan magnet di sekitarnya. Medan magnet ini berbentuk lingkaran yang terpusat pada kawat tersebut. Arah medan magnet yang timbul dapat disesuaikan dengan mengaplikasikan kaidah tangan kanan. Besar medan magnet di suatu titik yang ditimbulkan oleh sepotong kawat berarus listrik dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Biot-Savart.

Kita tinjau sepotong elemen kecil kawat dengan panjang dl. Arah dl sama dengan arah arus I, (Gambar 18). Menurut hukum Biot-Savart (4), medan magnet di titik P akibat arus I di dalam elemen panjang kawat dl adalah:

0 2

4

idlxr

d B

r

µ

π

=

(4)

(22)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

12

Dengan i adalah arus listrik, z jarak titik P dari kawat, l panjang kawat, 0 adalah permeabilitas

ruang vakum (4π x 10-7 weber/A.m), r jarak dari pangkal elemen panjang kawat ke titik P;

r

adalah vektor satuan. Perhatikan bahwa arah vektor satuan ini adalah dari pangkal elemen kawat ke titik P. Untuk kasus kawat yang panjangnya tak hingga persamaan (4) dapat ditulis menjadi persamaan (5).

Dalam penelitian ini akan didesain pengukuran arus menggunakan elemen fluxgate yang telah diperoleh

sebelumnya. Prinsip fluxgate yang digunakan sebagai sensor arus adalah berdasarkan kemampuannya

dalam mengukur medan magnet dan jarak dalam orde kecil. Prinsip fluxgate sebagai sensor arus

ditunjukkan Gambar 19.

Gambar 19. Prinsip fluxgate sebagai sensor arus (Djamal, 2007).

Untuk merealisasikan fluxgate sebagai sensor arus dibuat mekanik pengukuran seperti ditunjukkan Gambar 20.

Gambar 20. Desain dan foto mekanik sensor arus menggunakan fluxgate. (Yulkifli,

2010a)

KESIMPULAN

Peningkatan kebutuhan untuk otomatisasi telah memotivasi para peneliti, produsen dan konsumen untuk selalu mengembangkan sensor, sistem sensor dan aplikasinya. Saat ini perkembangan sensor sudah menuju era sensorisasi dengan teknologi otomatisasi. Penemuan sensor-sensor baru yang ukurannya semakin kecil, harganya semakin murah, beratnya semakin ringan, kemampuannya semakin besar, memungkinkan manusia mengembangkan penginderaan secara buatan. Fluxgate sebagai salah satu sensor magnetik memenuhi kriteria tersebut untuk dikembangkan menjadi alat ukur dengan otomatisasi. Kemudahan dan keunggulan yang dimiliki sensor dapat dimanfaatkan untuk pengajaran sains khususnya Fisika karena mata pelajaran Fisika mendapatkan prioritas utama setelah pelajaran bahasa inggris dalam pengajaran program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sangat membutuhkan sensor-sensor dalam melakukan pengukuran secara atomatik. Pengukuran secara otomatiasi akan mendukung proses belajar mengajar (PBM) baik dikelas apalagi di laboratorium. Pengukuan-pengukuran dengan cara atomatisasi mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat proses kegiatan dilaboratorium seperti praktikum dan teori atau konsep-konsep yang diajarkan

(23)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

13

akan cepat dibuktikan dengan hasil pengukuran atau eksperimen. Dengan konsep tersebut siswa/mahasiwa akan memiliki konsep keilmuan sebagai “pisau analisis” yang berguna dalam beradaptasi dengan pertumbuhan Iptek dan memiliki kemampuan menanggulangi masalah sehingga tujuan pemerintah untuk mengangkat mutu pendidikan anak didik dalam menghadapi persaingan global dan menjadi pusat keunggulan yang mendunia melalui program SBI dapat tercapai secara maksimal.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih pada Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah mamberikan dana penelitian melalui Program Hibah Penelitian Doktor No. 551/K01.12.2/KU/2010 dan Hibah Bersaing No. 243h/UN.35.2/PG/2011

DAFTAR PUSTAKA

Djamal, M., (ed)., (2002): Pembuatan dan Pengembangan Sensor Medan Magnet Fluxgate, Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX.

Djamal, M., dan Setiadi, R.N.,(2005): Displacement Sensor Based on Fluxgate Magnetometer, Proc. on Asian Physics Symposium (APS) 7-8 August, Bandung.

Djamal, M., (2006): Design and Development Fluxgate Magnetometer and Its Applications, Indonesian Journal of Physics, vol. 17 No. 1, pp.7-14.

Djamal, M., (2007): Sensor Magnetik Fluxgate dan Aplkasinya untuk Pengukuran Kuat Arus , J. Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, III, pp. 51-69

Gerard C.M. Meijer (ed.),(2008), Smart Sensor System, John Willey & Sons. Intechno. (2009): Sensor Market 2008, Intechno Consulting, Basle, Switzerland, 05.

Marek, J., (1999): Microsystems for Automotive Applications, Proc. Eurosensors XIII, The Hague, Niederlande, 12-15 September, hal. 1-8.

Meijer, G.C.M., (ed.), (2008): Smart Sensor System, John Willey & Sons, 2008. Ripka, P. (2001) : Mangetic Sensor and Magnetometers, Artec House.

Traenkler, H.-R. (1998): Zukunftsmark Intelligente Hausinstrumentierung”, Laporan penelitian:”Verteilte intelligente Mikrosysteme fuer den privaten Lebensbereich (VIMP)”, Neubiberg, 4 December 1998, pp. 10-15

Traenkler, H.-R.(2001): Core Technologies for Sensor Systems, Proc. Indonesian German Conference, pp. 1-9.

Traenkler, H.-R., Kanoun, O., dan Pawelczak, D. (2007): Evolution of Sensor Elements towards Smart Sensor Systems, Proc. Internasional Conference on Instrumentation,

Communication and Information Technology (ICICI) 8-9 Agustus, pp. 1-7.

Yulkifli, Setiadi, R.N., Suyatno and Djamal, M. (2007): Designing and Making of Fluxgate Sensor with Multi-Core Structure for Measuring of Proximity, Proc.Confference Solid

State Ionic (CSSI), August 1-3. 2007, Serpong Tanggerang- Indonesia

Yulkifli, Anwar, Z., Djamal, M. (2009): Desain Alat Hitung Kecepatan Sudut Berbasis Sensor Mangetik Fluxgate. Jurnal Sainstek Vol 1 No 2, pp. 79-90.

Yulkifli, (2010a): Pengembangan Elemen Fluxgate dan Penggunaanya untuk Sensor-sensor Berbasis Magnetik dan Proksimiti, Laporan Disertasi, ITB.

(24)

Prosiding Seminar Nasional

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Provinsi Sumatera Barat

2

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang

ABSTRAK

SBI adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Mengingat pentingnya kompetensi sumber daya guru yang relevan dengan indikator kinerja SBI baik IKKM maupun IKKT, maka kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru perlu dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan bimtek. Pada kegiatan bimtek instruktur datang ke sekolah untuk membina guru. Secara umum ada dua kegiatan utama yang dilakukan yaitu pengembangan perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. Hasil kegiatan bimtek adalah: 1). Guru mampu menghasilkan perangkat pembelajaran dalam bentuk silabus, RPP, dan bahan ajar yang sesuai dengan standar dan diperkaya dengan bahasa Inggris, ICT, dan sumber belajar dari negara maju, 2). Guru mampu merancang dan menyusun bahan ajar interaktif dengan memanfaatkan sumber belajar dari negara maju melalui internet dan mengoptimalkan sumber belajar yang telah ada, 3). Guru mampu menerapkan sintak suatu model pembelajaran pada langkah pembelajaran dalam RPP yang diperkaya, 4). Guru mampu merancang dan menyusun instrumen penilaian yang diperkaya dengan bahasa Inggris dan model penilaian negara maju pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, dan 5). Guru MIPA mulai menerapkan proses pembelajaran sesuai dengan standar proses dan diperkaya dengan beberapa indikator kinerja kunci tambahan yang sesuai dengan RSBI yaitu : menggunakan bahasa Inggris dalam pembelajaran, menggunakan sumber belajar berbasis ICT untuk mendukung proses pembelajaran, menggunakan sumber belajar dari negara maju, dan menerapkan model pembelajaran yang relevan dengan negara maju, namun masih ditemukan beberapa kendala.

Kata kunci: SBI, SNP, Pengayaan (X), OECD, IKKM, IKKT

PENDAHULUAN

(25)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

15

pemerintah daerahnya; dan (4) pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing yang tinggi dalam hal hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah baik secara nasional maupun internasional (Sri, RW: 2009).

Era globalisasi yang sudah memasuki dunia pendidikan, menuntut sekolah untuk mampu melakukan berbagai upaya untuk menciptakan lulusan yang berdaya saing global (Edi, K: 2006). Arah dasar pendidikan dalam budaya global harus mampu mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, pembentukan karakter, dan internalisiasi nilai-nilai dasar hidup manusia. Dengan dasar ini pemerintah melalui Derektorat Pendidikan Menengah Umum membuat program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Menurut UU nomor 20 tahun 2003, pasal 50 ayat 3 “Pemerintah dan/ atau Pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan yang bertaraf internasional” (Reni, M: 2011). Sebagai implementasi dari UU ini telah dilakukan uji coba SBI pada sekolah-sekolah konvensional. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu negara anggota Organizatian for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya (Sungkowo : 2009). Dengan ungkapan lain, SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi delapan standar yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Selanjutnya aspek-aspek SNP tersebut diperkaya, diperkuat, dikembangkan, diperdalam, dan diperluas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan serta diyakini telah memiliki reputasi kualitas yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional (Gusti, A: 2011). Melalui cara ini, diharapkan SBI harus mampu memberikan jaminan bahwa baik dalam penyelenggaraan maupun hasil-hasil pendidikannya lebih tinggi standarnya daripada SNP. Penjaminan ini dapat ditunjukkan kepada masyarakat nasional maupun internasional melalui berbagai strategi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Sesuai dengan konsep SBI, maka dalam upaya mempermudah sekolah dalam memahami dan menjabarkan secara operasional dalam penyelenggraan pendidikan yang mampu menjamin kualitasnya bertaraf internasional, maka dapat dirumuskan bahwa SBI pada dasarnya merupakan pelaksanaan dan pemenuhan delapan unsur SNP sebagai Indikator Kinerja Kunci Minimal (IKKM) dan diperkaya dengan x yang isinya merupakan penambahan (pengayaan, pendalaman, penguatan, perluasan) dari delapan unsur pendidikan serta sistem lain sebagai Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT) yang berstandar internasional dari salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya (Krisna: 2011).

Dalam kerangka pencapaian standar mutu internasional, maka tiap sekolah yang telah menjadi RSBI atau SBI harus memenuhi IKKM dan IKKT. IKKM merupakan indikator untuk memenuhi delapan unsur SNP, sedangkan IKKT merupakan indikator yang berhubungan dengan pengayaan yang relevan dengan negara-negara maju (Krisna: 2011).

(26)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

16

sesuai dengan standar nasional ditambah dengan standar lulusan berciri internasional (Reni, M: 2011).

Suatu SBI memiliki karakteristik tertentu sehingga berbeda dengan sekolah lainnya pada tingkat Sekolah Standar Nasional (SSN). Ada tujuh karakteristik SBI yaitu: 1) sekolah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan dari standar isi, standar kompetensi kelulusan, dan kompetensi dasar yang diperkaya dengan muatan internasional, 2) menerapkan proses pembelajaran dalam bahasa Inggris, minimal untuk mata pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Inggris, 3) mengadopsi buku teks yang dipakai SBI dari negara maju, 4) menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan (SKL) yang ada di dalam SNP, 5) pendidik dan tenaga kependidikan memenuhi standar kompetensi yang ditentukan dalam SNP, 6) sarana dan prasarana memenuhi SNP, dan 7) penilaian memenuhi standar nasional dan internasional. Dengan adanya tujuh karakteristik ini menjadikan SBI lebih unggul dari sekolah lainnya (Imam, G: 2009).

Untuk dapat memenuhi karakteristik dari konsep SBI tersebut, yaitu sekolah telah melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai pencapaian IKKM ditambah dengan (x) sebagai IKKT, maka sekolah dapat melakukan minimal dengan dua cara yaitu adaptasi dan adopsi. Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi kualitas yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Disisi lain adopsi, yaitu penambahan (pengayaan, pendalaman, penguatan, perluasan) dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional (Didik, S: 2010).

Karakteristik visi SBI adalah ”terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional”. Visi tersebut memiliki implikasi bahwa penyiapan manusia bertaraf internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif, terarah, terencana, dan sistematik agar dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, damai, dihormati, dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Dengan dasar ini, misi SBI adalah mewujudkan manusia Indonesia cerdas dan kompetitif secara internasional, yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara global (Fandalarasati: 2009). Dengan visi dan misi ini diharapkan SBI menghasilkan lulusan yang unggul.

(27)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

17

Untuk menuju kepada satuan pendidikan yang bertaraf internasional atau SBI tersebut, maka pemerintah sejak tahun 2007 telah melaksanakan pembinaan kepada sekolah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Satuan pendidikan ini dikenal dengan rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang disingkat dengan RSBI. Dikatakan sebagai rintisan adalah sekolah-sekolah tersebut dipersiapkan secara bertahap melalui pembinaan oleh pemerintah dan stakeholder dalam jangka waktu tertentu yaitu empat tahun diharapkan sekolah tersebut mampu dan memenuhi kriteria untuk menjadi SBI (Didik, S: 2010).

Mengingat pentingnya kompetensi sumber daya guru yang relevan dengan indikator kinerja RSBI, maka kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru perlu dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan bimbingan teknis (bimtek). Untuk itu Pemerintah provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah raga melaksanakan kegiatan bimtek bagi guru MIPA, Bahasa Inggris, dan ICT. Kegiatan bimtek dilaksanakan dalam bentuk inhouse training. Ada beberapa keunggulan yang dapat diperoleh melaui bimtek in-house training ini antara lain: kegiatan dapat dilakukan tanpa mengganggu proses pembelajaran, bimbingan kegiatan dapat lebih intensif, kegiatan dapat mengatasi permasalahan-permasalah langsung di sekolah, dapat mengoptimalkan peralatan dan sarana yang ada di sekolah, dan sebagainya.

METODE PELAKSANAAN

Kegiatan bimtek terhadap guru MIPA, Bahasa Inggris dan ICT SMP-RSBI Provinsi Sumatera Barat tahun anggaran 2010 dilaksanakan mulai dari bulan Juni sampai Nopember 2010. Tempat pelaksanaannya adalah di sekolah SMP-RSBI bersangkutan. Dalam hal ini instruktur berkunjung ke sekolah memberikan materi sesuai dengan program yang sudah ditentukan oleh panitia bimtek. Kunjungan dilaksanakan sebanyak 12 kali pertemuan. Untuk satu kali pertemuan dilaksanakan selama 18 jam.

Sebagai sasaran dalam kegiatan bimtek ini adalah guru-guru MIPA, Bahasa Inggris dan ICT pada SMP-RSBI Propinsi Sumatera Barat. Sesuai dengan jadwal yang diberikan pada kegiatan bimtek ini ada 7 SMP-RSBI sebagai sasaran kegiatan yaitu: SMP Negeri 1 Padang, SMP Negeri 8 Padang, SMP Negeri 1 Pariaman, SMP Negeri 1 Payakumbuh, SMP Negeri 1 Lubuk Sikaping, SMP Negeri 2 Gunung Talang, dan SMP Negeri 1 Rambatan.

Model pelaksanaan kegiatan bimtek pada pengembangan perencanaan pembelajaran meliputi: presentasi oleh instruktur, pemberian model oleh instruktur, diskusi tentang materi dan model pembelajaran, latihan terstruktur untuk untuk menghasilkan produk kegiatan, latihan terbimbing untuk menyelesaikan sampel produk, latihan mandiri untuk menyelesaikan produk dan menyerahkan produk kegiatan. Disisi lain, metode yang digunakan untuk materi observasi proses pembelajaran (Real Teaching) di kelas adalah: pengamatan proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan instrumen observasi pembelajaran, refleksi pembelajaran di kelas oleh guru model, teman sejawat, dan instruktur, diskusi rencana tindak lanjut, dan pemberian wawasan tambahan

HASIL DAN DISKUSI

(28)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

18

1. Hasil Revisi Silabus dan RPP Dalam Bahasa Inggris

Silabus dan RPP merupakan komponen yang penting dalam perencanaan pembelajaran. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan rancangan secara menyeluruh kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, dan strategi pembelajaran serta penilaian yang akan dilakukan oleh guru dalam proses pembekalan kompetensi peserta didik.

Pada waktu kegiatan bimtek diketahui beberapa kelemahan dari silabus dan RPP yang dimiliki guru. Sebagai contoh silabus dan RPP sebagian dalam bahasa Indonesia, belum dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah, beberapa komponen dari RPP yang belum sinkron, dan belum diperkaya dengan indikator yang relevan dengan negara-negara maju; kurangnya kesesuaian antara tujuan dengan indikator dan kompetensi dasar, kesesuaian metode dengan skenario pembelajaran; kurang tepatnya penjabaran langkah-langkah kegiatan inti

Pada kegiatan bimtek guru diberi wawasan singkat tentang pengembangan silabus dan RPP yang sesuai dengan standar depdiknas dan diperkaya dengan indikator kinerja kunci tambahan yang relevan dengan negara-negara maju. Kemudian dilakukan kegiatan diskusi dan bimbingan untuk mengembangkan silabus dan RPP yang sesuai dengan standar dan diperkaya. Melalui kegiatan bimtek, guru-guru merevisi silabus yang sesuai dengan standar diperkaya dengan beberapa indikator kinerja kunci tambahan. Ada empat pengayaan yang diberikan pada silabus yaitu: indikator ditambah, materi diperkaya dalam bentuk aplikasi, ditulis dalam bahasa Inggris, dan menggunakan sumber belajar atau referensi dari negara-negara maju.

Melalui kegiatan bimtek guru juga merevisi RPP yang dimiliki. Revisi dilakukan dengan mengacu pada format standar, menyesuaikan antara tujuan dengan indikator dan kompetensi dasar. Disamping itu diberikan pula pengayaan terhadap RPP yang telah ada seperti penulisan dalam bahasa Inggris atau menyempurnakan kesalahan dalam grammar, materi pembelajaran dalam bentuk aplikasi, dan sumber belajar dari negara-negara maju. Sampel hasil revisi silabus dan RPP untuk mata pelajaran IPA diperlihatkan pada Gambar 1.

(29)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

19

Gambar 1b. Sampel RPP Diperkaya 2. Hasil Penyusunan Bahan Ajar Dalam Bahasa Inggris

Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan disekolah. Bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang akan disajikan.

Dari hasil pengamatan pada waktu kegiatan bimtek penyusunan bahan ajar dapat dikemukakan bahwa umumnya guru belum memiliki bahan ajar yang dibuat sendiri. Sebagai buku pegangan guru dan siswa yang dimiliki oleh guru dalam bentuk buku teks dalam bahasa Inggris dan buku bilingual. Disisi lain buku pegangan yang dimiliki siswa adalah dalam bentuk buku bilingual. Kenyataan ini menunjukkan bahwa guru masih lemah dalam menghasilkan bahan ajar.

Tindakan yang dilakukan untuk merancang dan menyusun bahan ajar yang dilakukan meliputi: menganalisis SK dan KD, memilih salah satu bentuk bahan ajar, menulis bahan ajar, dan menyelesaikan sampel produk dari bahan ajar. Ada tiga model bahan ajar yang disusun dalam kegiatan bimtek yaitu: modul, media presentasi, dan bahan kompilasi. Hal ini tergantung kepada arahan dan bimbingan dari masing-masing nara sumber. Pengayaan yang diberikan terhadap bahan ajar antara lain: penggunaan bahasa Inggris, materi dalam bentuk aplikasi, multimedia interaktif, dan sumber belajar dari negara-negara maju.

(30)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

20

Gambar 2a. Sampel Bahan Ajar Kompilasi Interaktif

Gambar 2b. Sampel Lembaran Kerja Siswa Interaktif 3. Hasil Implementasi Model Pembelajaran Pada RPP

Kegiatan pembelajaran pada kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk mewujudkan ini diperlukan pembelajaran dengan multimedia, multi metoda, dan multi strategi. Untuk itu, impementasi model pembelajaran penting untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan hasil pengamatan awal kegiatan bimtek model pembelajaran ditemukan beberapa kenyataan yaitu: sebagian guru belum mengenal tentang model pembelajaran, sebagian guru telah mengenal model pembelajaran tetapi belum memahami konsep untuk membangun sebuah model, sebagian guru belum memahami langkah-langkah dari suatu model pembelajaran, masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa langkah-langkah suatu model pembelajaran belum terlihat pada skenario pembelajaran pada RPP.

(31)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

21

bentuk implementasi model pembelajaran dalam RPP. Indikator pengayaan yang diberikan dalam kegiatan bimtek antara lain: penggunaan bahasa Inggris, sumber belajar berbasis ICT, materi dalam bentuk aplikasi dan relevansi dengan ilmu lain, buku referensi dalam bahasa Inggris, dan model pembelajaran yang relevan dengan nagara maju.

Melalui kegiatan bimtek dihasilkan produk kegiatan dalam bentuk RPP yang memuat model pembelajaran. Peserta memilih salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator, menentukan pendekatan pembelajaran dan metode yang digunakan, dan menjabarkan sintak dari suatu model pembelajaran dalam langkah kegiatan pembelajaran.

4. Hasil Penyusunan Instrumen Penilaian

Penilaian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran secara keseluruhan. Penilaian yang dilakukan guru dalam kegiatan belajar sehari-hari (classroom assesment) yang menjamin terjadinya peningkatan mutu pembelajaran secara berkelanjutan. Salah satu penilaian yang dapat meningkatkan mutu pendidikan adalah penilaian kelas. Keberhasilan pembelajaran tergantung kepada efektivitas penilaian kelas yang dilakukan. Penilaian kelas yang baik mampu memberikan informasi yang bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan efektivitas mengajarnya dan bagi peserta didik untuk meningkatkan mutu kegiatan dan hasil belajarnya.

Pada awalnya guru terlihat guru mengalami kesulitan dalam merancang alat evaluasi terutama dalam menggunakan bahasa Inggris. Kegiatan diawali dengan presentasi nara sumber tentang sistem penilaian. Kemudian peserta diminta secara berkelompok merancang alat evalusi dimulai dari analisis SK/KD, pembuatan kisi-kisi dan penulisan alat penilaian berbahasa Inggris. Alat penilaian dibuat dalam bentuk objective test. Pada sesi ini dihasilkan alat evaluasi berbahasa Inggris untuk kelas VII, VIII dan IX.

Melalui kegiatan bimtek diberikan indikator pengayaan seperti: instrumen evaluasi dalam bahasa Inggris, kesesuaian antara indikator dengan instrumen, dan penilaian dalam bentuk autentik. Produk kegiatan bimtek dalam bentuk instrumen penilaian autentik yang terdiri dari instrumen penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor.

5. Hasil Observasi Real Teaching

Suatu kegiatan observasi pembelajaran di kelas adalah mengamati dan mempelajari suatu proses belajar mengajar di kelas untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat dan tingkat tanggapan siswa. Kegiatan ini dapat digunakan untuk mengumpulkan masukan untuk perencanaan, pengorganisasian, pendekatan, metode presentasi, teknik pengelolaan prilaku, dan mengenal perbedaan siswa secara individu. Tujuan dari kegiatan observasi pembelajaran adalah untuk strategi dan model yang efektif, mengidentifikasi masalah potensial, dan menemukan solusi yang mungkin dilakukan. Dengan cara ini observasi dapat digunakan untuk merencanakan strategi ke depan, memasukkan teknik baru pada koleksi metode dan model pembelajaran, dan mempersiapkan pendekatan bagi situasi yang bermasalah.

(32)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

22

Pada kegiatan observasi kelas nara sumber juga mengamati indikator kinerja tambahan yang diimplementasikan oleh guru seperti: implementasi bahasa Inggris dalam pembelajaran secara efektif, penggunaan sumber belajar berbasis ICT untuk mendukung proses pembelajaran, penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar dan indikator, penggunaan media atau peralatan untuk mendukung proses pembelajaran, penggunaan bahan ajar untuk mengaktifkan siswa belajar, dan sebagainya.

Setelah proses pembelajaran di kelas dilakukan kegiatan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan refleksi dipimpin oleh instruktur. Refleksi dilakukan oleh guru model, teman sejawat yang melakukan observasi, dan oleh instruktur. Kegiatan refleksi terdiri dari beberapa tahap yaitu: pembukaan oleh nara sumber, refleksi oleh guru model, refleksi oleh teman sejawat, refleksi oleh nara sumber, diskusi rencana perbaikan dan tindak lanjut, dan penutup oleh nara sumber.

Produk dari observasi proses pembelajaran dalam bentuk: catatan lapangan, hasil rekaman pembelajaran di kelas, dan catatan hasil refleksi. Salah satu proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Payakumbuh diperlihatkan pada Gambar 3

Gambar 3a. Guru Mengarahkan Siswa Untuk Bekerja Dalam Kelompok

Gambar 3b. Guru Membimbing Siswa Bekerja Dalam Kelompok

KESIMPULAN

(33)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

23

1. Guru telah mampu menghasilkan sampel perangkat pembelajaran dalam bentuk silabus, RPP, dan bahan ajar yang sesuai dengan standar dan diperkaya dengan bahasa Inggris, ICT, sumber belajar dari negara maju.

2. Guru mampu merancang dan menyusun bahan ajar dalam bentuk media presentasi, bahan ajar kompilasi, dan lembaran kerja siswa interaktif dengan memanfaatkan sumber belajar dari negara maju melalui internet dan mengoptimalkan sumber belajar yang telah dimiliki guru.

3. Guru telah mampu menerapkan sintak dari suatu model pembelajaran pada langkah-langkah pembelajaran dalam RPP yang diperkaya.

4. Guru mampu merancang dan menyusun instrumen penilaian yang diperkaya dengan bahasa Inggris dan model penilaian negara maju baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

5. Guru IPA telah mulai menerapkan proses pembelajaran sesuai dengan standar proses dan diperkaya dengan beberapa indikator kinerja kunci tambahan yang sesuai dengan RSBI yaitu : menggunakan bahasa Inggris dalam pembelajaran, menggunakan sumber belajar berbasis ICT untuk mendukung proses pembelajaran, menggunakan sumber belajar dari negara maju, dan menerapkan model pembelajaran yang relevan dengan negara maju, namun masih ditemukan beberapa kendala.

DAFTAR PUSTAKA

Adi Wijaya, (2009). Konsep Sekolah Bertaraf Internasional. http://adifia. wordpress. com/2009/11/12/konsep-sekolah-bertaraf-internasional-sbi/

Didik Suhardi, (2010). Panduan Pelaksanaan Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf

Internasional Pada Jenjang SMP. Kementrian Pendidikan Nasional Direktortat Jenderal

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Didik Suhardi, (2010). Panduan Pelaksanaan Pembinaan SMP Rintisan Sekolah Bertaraf

Internasional (SMP-RSBI). Kementrian Pendidikan Nasional Direktortat Jenderal

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Eddy Kusnadi, (2006). SNBI Suatu Alternatif Di Persaingan Global. Lembaga Perguruan Taman Taruna Nusantara. http://taruna-nusantara-mgl.sch.id/id2/ index. php? option=com_content&task=view&id=103&Itemid=1

Edy Supriyadi, (2009). Peran Perguruan Tinggi Dalam Menyiapkan Calon Guru Sekolah

Bertaraf Internasional. Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT. UNY

Fandalarasati, (2009). Analisa Kebijakan Pendidikan tentang Sekolah Berstandar International. Pascasarjana UPI. http://fandalarasati. wordpress. com/ artikel/analisa-kebijakan-pendidikan-tentang-sekolah-berstandar- international/

Gusti Astika, (2011).

Model Kelas Bilingual di Sekolah Bertaraf Internasional:

Sebuah Pemikiran Konseptual

. Guru Pembaharu. Com. http:// guru pembaharu.

com/home/?p=2733

Imam Gunawan, (2009). Strategi Pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional.

http://masimamgun.blogspot.com/2009/12/strategi-pengembangan-sekolah-bertaraf.html

(34)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

24

Reni Marlinawati, (2011). Optimalisasi Prinsip Pendidikan dalam Mengejar Kualitas Standar

Pendidikan Internasional. http://renimarlinawati.com/ index. php?

option=com_content&view=article&id=303:optimalisasi-prinsip-pendidikan-dalam-mengejar-kualitas-standar-pendidikan-internasional-&catid=54:pendidikan&Itemid=89 Sri Rini Wahyuni, (2009). Konsep SBI pada jenjang pendidikan SMP. http://

sririniwahyuni.blogspot.com/2009/08/konsep-sbi-pada-jenjang-pendidikan-smp.html Sungkowo, (2009). Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional

(R-SMA-BI). Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Yoyon Bahtiar Irianto, (……). Membangun Sekolah Bertaraf Internasional. Ketua Tim

(35)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

25

PEMODELAN TINGGI DAN WAKTU TEMPUH PENJALARAN

GELOMBANG TSUNAMI DENGAN METODE TUNAMI N3 DI

KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

Dwi Pujiastuti

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini difokuskan untuk menentukan tinggi dan waktu tempuh penjalaran gelombang tsunami dengan metode numerik Tunami N3 di Pantai Painan Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Dari hasil penelitian diperoleh data yang berbeda untuk setiap skenario. Untuk skenario Mw 7,5 daerah yang mengalami gelombang tsunami tertinggi adalah di Painan dengan tinggi 0,1 meter dan daerah yang paling cepat dihantam oleh tsunami adalah Carocok pada detik ke 4600 detik, Untuk skenario Mw 8,0 daerah yang mengalami tsunami tertinggi di Painan dengan tinggi 0.33 meter adalah Carocok pada detik ke 4680, sedangkan yang pertama kali terjadi tsunami adalah Pasar Sungainyalo dengan tinggi 0,13 meter. Untuk skenario Mw 8,5, daerah yang mengalami gelombang tsunami terbesar adalah pada Pasar Sungainyalo dengan tinggi 1,25 meter, sedangkan untuk daerah yang paling cepat dihantam oleh tsunami adalah Carocok pada detik 4840

Kata kunci : Tsunami, metode TUNAMI N3, waktu tempuh, tinggi gelombang

PENDAHULUAN

Potensi tsunami di Indonesia bila dikaji dari letak geografis dan gejala alam yang sering terjadi selama ini, menjadi salah satu keresahan bagi masyarakat. Pandangan masyarakat akan gempa bumi sebagai pemicu utama terjadinya tsunami, merupakan polemik yang sangat cepat berkembang. Dalam kurun waktu 200 tahun terakhir ini dari tahun 1801-2004 terjadi tidak kurang dari 162 buah tsunami yang dibangkitkan oleh gempa (Suhardjono, 2005). Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan bagi kalangan umum tentang tsunami dan diperlukan juga perkiraan terhadap tsunami tersebut.

(36)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

26

Berbagai pemodelan telah dibuat untuk mengetahui karakteristik tsunami sebagai upaya penanggulangan dan meminimalisir dampak bencana. Salah satunya adalah pemodelan tsunami yang dibuat oleh Dr Fumihiko Imamura pada tahun 1994 dari Tohoku University yang lebih dikenal metode numerik TUNAMI (Tohoku University’s Numerical Analysis Model for Investigation of Near-Field Tsunami).

Metode ini diterapkan pada daerah sepanjang pesisir pantai Painan Utara Kabupaten Pesisir Selatan dan sekitarnya. Gambar 1.1 menunjukkan 5 daerah yang ditinjau, yaitu Pasar Sungainyalo, Carocok, Pasar Baru, Painan, dan Puncak Punai. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari profil pantai yang berbeda dari sepanjang daerah pesisir Sumatera Barat. Dalam penelitian ini, pembahasan dibatasi pada pemodelan waktu tempuh, tinggi gelombang dan limpasan gelombang tsunami yang terjadi pada wilayah pesisir Pantai Painan Utara Kabupaten Pesisir Selatan dan sekitarnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah menentukan tinggi, waktu tempuh penjalaran serta limpasan gelombang tsunami dan membuat suatu pemodelan penjalaran gelombang tsunami dari pusat pembangkitan sampai kawasan pantai daerah kajian yaitu pantai Painan Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Batrat. Langkah awal dalam pembuatan pemodelan ini adalah pengumpulan data sekunder berupa data gempa yang berpotensi tsunami, data batimetri dan topografi daerah kajian. Selanjutnya data masukan diolah menggunakan model numerik linier TUNAMI N3. Pelaksanaan penelitian ini secara umum terbagi atas tiga tahapan yaitu tahap proses awal (pre processing), menjalankan program (processingrunningprogram) dan tahap akhir proses (post processing). Langkah kerja dan pemakaian software tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

Tahap Proses Awal(Pre Processing)

Tahap pre processing meliputi pencarian informasi letak geografis dan astronomis, karakteristik daerah kajian. Batas daerah kajian yang akan diteliti, terlebih dahulu ditentukan dengan software Map Source. Dalam metode ini diambil 4 (empat) daerah kajian pada Gambar 2 dan Tabel 1 untuk data dasar daerah kajian yang paling kecil (D) didapat dari data SRTM

(Shuttle Radar Topography Mission) dengan menggunakan software Global Mapper adalah

dalam bentuk topografi dan garis pantai. Sedangkan untuk semua daerah kajian memerlukan data batimetri (kedalaman laut) yang didapat dari GEBCO. Data topografi, garis pantai dan batimetri digabungkan kedalam software Surfer dan dilakukan tahap penginterpolasian data sehingga data yang telah diinterpolasi dapat dibaca dengan software transform.

Tabel 1 Domain daerah tinjauan

Domain Jarak Grid DX=DY Ukuran Grid Koordinat

(37)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

27

Gambar 2. Daerah Kajian Tahap Processing

Diagram alir dari tahap processing ini dapat dilihat pada Gambar 3. Untuk setiap skenario gempa yang diteliti masukkan ukuran grid dan parameter-parameter gempa dari setiap daerah kajian kedalam listing numerik program Imamura. Tabel 2 menunjukkan parameter sesar sumber gempa yang diperoleh dari USGS untuk setiap skenario dan parameter ini juga merupakan tetapan pada listing numerik program Imamura

Masukkan parameter gempa dan ukuran grid

ke listing Imamura

Gambar 3. Diagram alir processing

(38)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

28

Tabel 2 Parameter sesar sumber gempa

Kejadian Xo Yo M HH D L W TH DL RD

Skenario 1 99.3 -3.3 7,5 1000 1.81 62 31 135 100 80 Skenario 2 99.3 -3.3 8,0 1000 3.225 111 55 135 100 80 Skenario 3 99.3 -3.3 8,5 1000 9 313 156 135 100 80

Dengan : Xo Longitude Epicenter (deg), Yo Latitude Epicenter (deg), M Magnitude (Mw), HH Focal depth (km), D Dislocation (m), L Panjang fault (km), W Lebar fault (km), TH Strike (derajat), DL Dip (derajat) dan RD Slip (derajat). Secara garis besar data domain daerah tinjauan dapat dilihat pada Tabel 1 dan hypocenter pada posisi 3,30 LS dan 99,30 BT.

Tahap Post Processing

Tahap post processing adalah proses pembuatan simulasi gelombang tsunami. Adapun tahap-tahap dari post processing ini adalahdapat dilihat pada diagram alir pada Gambar 4.

Persiapan Hasil processing dalam

bentuk textpad

! " #$

! " % &'$

( %

Gambar 4. Diagram alir post processing

HASIL DAN PEMBAHASAN

(39)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

29

Data Hasil Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Penjalaran Gelombang Tsunami Data hasil pemodelan tinggi dan waktu tempuh penjalaran gelombang tsunami terhadap titik lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 2, dapat kita lihat bahwa semakin besar magnitudo gempa, maka tinggi gelombang tsunami yang ditimbulkan akan semakin besar dan waktu tempuh penjalaran tsunami dari pusat pembangkitan ke titik pengamatan juga semakin cepat.

Tabel 3. Data skenario pemodelan tinggi dan waktu tempuh penjalaran gelombang tsunami

Dari Gambar 5, untuk skenario Mw 7,5 dapat dibaca bahwa air pertama kali surut pada setelah terjadinya gempa pada detik ke 4200 dan permukaan air kembali naik pada detik 4640. Sedangkan untuk gelombang tsunami pertama kali sampai ke daratan pada detik 5080 dengan ketinggian gelombang mencapai 0,05 m. Kemudian untuk gelombang maksimum yang dihasilkan pada skenario Mw 7,5 ini adalah setinggi 0,12 m.

Pasang Surut Tsunami di Pasar Sungai Injalo (1,11 LS 100,23 BT) Mw 7,5

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

Waktu (detik)

Gambar 5 Grafik Pasang surut skenario Mw 7.5 di Pasar Sungainyalo

(40)

Prosiding Seminar Nasional HFI Cabang Sumatera Barat Padang, 28-29 Juli 2011 ISBN 978-602-19069-0-3

30

Pasang Surut Tsunami di Pasar Sungainyalo 1,11 LS 100,23 BT

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

waktu (detik)

Gambar 6. Grafik pasang surut skenario Mw 8,0 di Pasar Sungainyalo

Pasang Surut Tsunami di Pasar Sungainyalo 1,11 LS 100,23 BT

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

waktu (detik)

Gambar 7. Grafik pasang surut skenario Mw 8,5 di Pasar Sungainyalo

Sedangkan pada skenario Mw 8,5 tercatat pada Gambar 7, bahwa permukaan air laut surut pertama kali pada detik ke 1920 dan naik kembali pada detik ke 3080. Kemudian gelombang tsunami memerlukan waktu sampai ke Pasar Sungainyalo selama 4920 detik setelah terjadi gempa, dan tinggi gelombang tsunami pada saat itu adalah 1,25 meter dan tinggi gelombang maksimum yang dihasilkan pada skenario Mw 8,5 ini adalah 1,79 meter.. Dengan nilai tinggi gelombang hampir 2 meter, menunjukkan bahwa gelombang ini termasuk gelombang tsunami yang berbahaya.

Gambar

Gambar  1.  Definisi sensor  (Meijer, 2008).
Gambar  5. Pengolahan sinyal sensor (Traenkler, 2001).
Gambar  8. Sistem pesawat otomatis penuh, contoh integrasi dari mekanisasi, informatisasi, dan sensorisasi (Gerald, 2008)
Gambar  14. Diagram blok sistim pengukuran kecepatan sudut berbasis sensor fluxgate (Yulkifli, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi normal, tidak diperlukan pendingin untuk menyimpan acetaldehyde , namun apabila terjadi kenaikan suhu cairan dalam tangki, temperature controller akan

Untuk mengetahui peningkatan keterampilan menulis pengalaman pribadi pada mata pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V MI Hasyim Asy’ari melalui media album foto kenangan..

Jadi jika anda perlu waktu 3 bulan untuk menurunkan berat badan, anda akan memerlukan extra 3 bulan lagi untuk mempertahankan berat badan anda yang baru, setelah

Epile psi m enurut World Health Organization (W HO) m erupaka n gangguan kronik otak yang m enunjukkan gejala -ge jala berupa serangan yang berulang-ulang yang

Bahwa dengan demikian, memang pada saat itu belum mungkin dibuat Akta Jual Beli seperti dimaksudkan oleh UUPA dan PP 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah, oleh karena itu pada

Dari grafik pada Gambar 4.6 sampai dengan Gambar 4.10 dapat disimpulkan pengaruh variasi koefisien potong dengan aras dekomposisi yang tetap terhadap nilai retensi,

Mengetahui upaya apa saja yang harus dilakukan untuk mengatasi ketika kebakaran telah terjadi pada saat proses docking berlangsung agar tercipta suasana bekerja yang

Kesimpulan penelitian ini yaitu software Dw.1 Meldba sudah dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mempermudah proses input da- ta, analisis data, manajemen data dan membantu