• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keragaan Bibit Tanaman Viola (Viola cornuta L.) pada Berbagai Media Semai = Viola (Viola cornuta L.) Seed Performance on Various Seedling Medium T1 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keragaan Bibit Tanaman Viola (Viola cornuta L.) pada Berbagai Media Semai = Viola (Viola cornuta L.) Seed Performance on Various Seedling Medium T1 BAB IV"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1Pengamatan Selintas

Pengamatan selintas merupakan pengamatan terhadap parameter penelitian yang digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian. Hasil ini ditujukan untuk melengkapi keterangan yang berkaitan dengan pengamatan utama, namun tidak duiji secara statistik. Pengamatan selintas meliputi suhu udara, pH, EC, media semai.

Gambar 4.1 Suhu Ruang, RH pada Fase Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit Viola

Selama penelitian berlangsung, setiap hari dilakukan pengamatan suhu udara minimum dan maksimum serta kelembaban udara (RH) dalam ruang nursery dan suhu pada chamber selama 14 hari perkecambahan. Kemudian dilanjutkan pengamatan selama 21 hari pada fase perkecambahan bibit. Kisaran suhu udara minimum dalam ruang nursery antara 15-18 oC dan suhu udara maksimum antara 23-29 oC, dan pada chamber selama proses perkecambahan awal antara 18-19 oC. Kisaran RH dalam ruang nursery antara 97-98 %. Data selengkapnya dirangkum dalam Lampiran 1. Keadaan ini memenuhi syarat bahwa suhu dan RH yang diperlukan untuk memunculkan radikula benih viola adalah 18-20°C dapat ditingkatkan setelah radikula muncul sedangkan RH berkisar 95%-100% dan dapat diturunkan setelah radikula muncul (Anderson, 2015).

(2)

Tabel 4.2 Data pH dan EC Campuran Media Perkecambahan Benih Viola

Data hasil pengamatan utama dianalisis dengan menggunakan metode sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dan pengujian antar perlakuan digunakan uji DMRT 5% (Duncan’s Multiple Range Test). Pengamatan utama dipilah menjadi dua yaitu terhadap perkecambahan benih viola yang meliputi daya berkecambah benih, KCT, KST dan terhadap pertumbuhan bibit viola yang meliputi tinggi bibit, jumlah daun, luas daun, diameter batang, berat segar bagian atas, berat segar akar, berat kering bagian atas dan berat kering akar.

1.2.1 Pengaruh Media Terhadap Perkecambahan

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Campuran Media terhadap Komponen Perkecambahan Benih Viola.

Peubah Satuan F Hitung

Daya Berkecambah % 226.64**

Kecepatan Perkecambahan %KN/24 jam 396.14**

Keserempakan Perkecambahan % 191.66**

Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata uji F taraf 1% * = berbengaruh nyata uji F 5%

tn = tidak berpengaruh nyata

(3)

1.2.1.1 Daya Berkecambah Benih

Nilai daya berkecambah benih viola dari beberapa perlakuan yang dicobakan berdasarkan gambar 4.2 dapat mencapai 97.7%. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa benih tidak mengalami dormansi pada keadaan ini. Selain itu berdasarkan Colete dkk. (2014) benih tersebut memenuhi syarat untuk diperdagangkan (DB>80%). Berdasarkan pengamatan visual dari Gambar 4.2, maka kemampuan media mengecambahkan benih dapat dibedakan menjadi 4 kelompok. Berikut merupakan 4 kelompok daya berkecambah benih viola yaitu (1) benih yang tidak dapat berkecambah / enforced dormancy (P7), (2) berkecambah lambat dan rendah <60% (P6, P7, P8), (3) berkecambah agak cepat dan tinggi 60-80% (P0), (4) berkecambah cepat dan tinggi >80% (P1, P2, P3, P4 dan P5).

Gambar 4.2 Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Benih Viola

Tabel 4.4 Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah (%), Kecepatan Perkecambahan (%KN/etm), dan Keserempakan Perkecambahan (%) Benih Viola

Perlakuan Daya berkecambah (%)

Kecepatan perkecambahan (%KN/etm)

Keserempakan perkecambahan (%)

P0 76 b 15,5 d 73 b

P1 90,3 a 17,5 c 84,3 ab

P2 86 ab 16,8 c 81,7 ab

P3 97,7 a 23,2 a 97,7 a

P4 97,3 a 24,2 a 97,3 a

P5 93,3 a 21,1 b 90,3 a

P6 36,3 d 4,1 f 17,7 d

P7 0 e 0 g 0 e

P8 52,7 c 6,6 e 28 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan pada uji DMRT 5%

(4)

paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan media P7 nyata menghasilkan hasil terendah terhadap daya berkecambah benih, kecepatan perkecambahan dan keserempakan perkecambahan benih viola.

Media P3 (1 Cocopeat : 1 Pasir) dan P4 (1 Cocopeat : 1 Pasir : 1 Top Soil) menghasilkan daya berkecambah tertinggi. Menurut Irawan dan Hanif (2014) kemampuan cocopeat dalam menahan air tinggi karena memiliki pori mikro yang mampu menghambat gerakan air sehingga ketersediaan air lebih tinggi dibandingkan beberapa media lainnya. Salah satu kelebihan campuran media ini yaitu adanya perbandingan pori mikro dan makro yang seimbang. Hal ini disebabkan air berlebih dapat dikurangi dengan keberadaan pasir yang menambah pori makro. Sementara penambahan top soil dapat memberikan tambahan hara. Selain itu media P3 dan P4 memiliki EC awal masing-masing 0.2 dS/m yang merupakan EC terendah diantara media lainnya. Menurut Hartmanm dkk. (2001) kemampuan berkecambah suatu benih tanaman salah satunya dipengaruhi oleh daya hantar listrik media.

Gambar 4.3 Hubungan EC Media dengan Daya Berkecambah Benih Viola

(5)

Perlakuan P3 dan P4 yang dalam grafik diwakili nilai EC 0,2 dS/m mampu menghasilkan daya berkecambah benih viola mencapai 97.7% dan 97.3% secara berurutan. Karena memiliki nilai EC media paling rendah diantara media lain yang diujikan sehingga perkecambahan yang dimulai dari proses imbibisi dapat berlangsung normal dibandingkan media lainnya. Selain itu proses perkecambahan dapat terjadi jika kulit benih permeabel terhadap air dan tersedia cukup air dengan tekanan osmosis tertentu (Hartmann dkk., 2001). Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan bahwa proses perkecambahan benih viola (Viola cornuta L.) dapat berlangsung optimum pada media yang memiliki daya hantar listrik: <0,75 dS/m (Anderson, 2015).

Pada media P1 (1 Sphagnum : 1 Pasir), P5 (1 Sphagnum+ Perlite : 1 Top Soil) dan P2 ( 1 Spaghnum : 1 Pasir : 1 Top Soil) meskipun hasil DB memperlihatkan tidak berbeda nyata dengan P3 dan P4 namun menghasilkan daya berkecambah yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena kemampuan spaghnum mengikat air hanya sampai 80%, sedangkan cocopeat seperti digunakan pada P3 dan P4 dapat mencapai 119 %. Selain itu perlite maupun pasir tidak mampu menahan air cukup lama (disebut sel tertutup dengan porositas tinggi sebesar 68%) sehingga kerap kali penggunaanya dicampur dengan media yang pori mikronya tinggi. Fungsi utamanya hanya sebatas untuk memperbaiki drainase bahan atau meningkatkan presentase aerasi dalam media. Air yang dijerap tidak kuat maka dapat dengan mudah dan cepat dilepaskan pada ketegangan yang relatif rendah. Hal lain yang menyebabkan rendahnya daya berkecambah adalah karena pada media dengan perlite menyebabkan tumbuhnya lumut setelah beberapa hari digunakan dalam wadah persemaian (Ghehsareh dkk., 2011; Prameswari dkk., 2014).

Pada media P6 (1 Sphagnum+ Perlite : 1 Pasir : 1 Top Soil) dan P8 (1 Wonder Grow : 1 Pasir : 1 Top Soil) memperlihatkan hasil berbeda nyata terendah pada daya berkecambah diantara perlakuan macam campuran media persemaian lainnya. Media wonder grow yang digunakan sebagai media semai cenderung memadat jika dilakukan penyiraman sehingga akan mempengaruhi kemampuan benih berkecambah. Selain itu penggunaan pasir yang memiliki pori makro tinggi menyebabkan ketersediaan air bagi benih menjadi kurang sehingga proses imbibisi tidak berlangsung normal (Hanafiah, 2005).

(6)

faktor lingkungan dalam penelitian ini adalah media perkecambahan, sehingga dapat dikatakan bahwa benih tanaman viola (Viola cornuta L.) mengalami enforced dormancy bila ditanam pada media seperti P7 (Murniati dan Marlia, 2006).

4.2.1.2 Kecepatan Perkecambahan

Penilaian kualitas tanaman bukan hanya dilihat dari kemampuan benih berkecambah, melainkan juga dinilai dari vigor benih yang dapat diwakili melalui nilai kecepatan perkecambahan. Hasil uji menunjukkan bahwa faktor macam campuran media persemaian yang menghasilkan berbagai nilai EC memberikan perbedaan yang nyata dan terdapat hubungan yang kuat terhadap kecepatan perkecambahan benih tanaman viola (Viola cornuta L.). Menurut Hasanah dkk. (2013) pengaruh EC media persemaian terhadap penurunan daya berkecambah juga akan mempengaruhi penurunan nilai vigor yang diukur melalui keserempakan dan kecepatan perkecambahan benih.

Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa perlakuan media P3 dan P4 nyata memberikan hasil tertinggi pada parameter kecepatan perkecambahan. Perlakuan P5 yang memiliki hasil daya berkecambah tidak berbeda nyata dengan P4 dan P3 menghasilkan nilai berbeda nyata lebih rendah pada parameter kecepatan perkecambahan. Sejalan dengan hasil daya berkecambah, perlakuan campuran media P7 menunjukkan perbedaan yang nyata paling rendah pada parameter kecepatan perkecambahan.

Pada perlakuan P4 (1 Cocopeat : 1 Pasir : 1 Top soil) menghasilkan nilai kecepatan perkecambahan 24,2 %KN/24jam sedangkan pada P3 (1 Cocopeat : 1 Pasir) menghasilkan nilai kecepatan perkecambahan 23,3 %KN/24jam. Dengan penggunaan bahan media semai berupa cocopeat dapat meningkatkan nilai kecepatan perkecambahan benih. Media cocopeat memiliki sifat fisik seperti kemampuan menahan air tinggi dan kelembapan media yang tinggi. Pada cocopeat berdampak positif terhadap vigor benih yang digambarkan melalui nilai kecepatan tumbuh dan keserempakan tumbuh. Penggunaan media dasar pasir sebagai bahan pencampur pada P3 yang lebih banyak dibandingkan pada P4 diduga menyebabkan kecepatan perkecambahan sedikit lebih rendah karena pasir memiliki pori makro tinggi sehingga kemampuan menjerap air lebih rendah dibandingkan P4. Sehingga proses penyerapan air oleh benih mencapai kadar air benih mencapai 50-60% dalam proses imbibisi tidak optimal (Hanafiah, 2005; Murniati dan Marlia, 2006).

(7)

Selanjutnya perlakuan P7 dihasilkan nilai perkecambahan 0 %KN/24jam atau benih tidak mampu berkecambah. Hal ini menyebabkan nilai vigor seperti kecepatan perkecambahannya sangat rendah. Rendahnya nilai KCT disebabkan karena media wonder grow yang digunakan pada P7 dan P8 cenderung mudah memadat setelah penggunaan beberapa hari dan penggunaan perlite dan pasir pada saat yang bersamaan seperti pada perlakuan P6 menyebabkan kemampuan media dalam menjerap air makin berkurang (Hanafiah, 2005).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan perkecambahan, seperti tingkat kemasakan benih, ukuran benih, kerusakan mekanik, umur. Namun hal ini dianggap seragam karena benih berasal dari lot yang sama. Sedangkan kemampuan media menyediakan air cukup beragam sehingga menyebabkan proses imbibisi terhambat pada beberpaa media. Disamping itu media seperti wonder grow kurang steril yang memungkinkan patogen penyakit merusak embrio pada benih yang akan berkecambah.

Proses perkecambahan dalam meningkatkan daya berkecambah dan vigor benih yang meliputi KCT dan KST membutuhkan unsur utama yaitu air. Kehadiran air sangat penting untuk aktifitas enzim serta penguraian cadangan makanan, translokasi zat makanan, dan proses fisiologi lainnya. Ketersediaan air selain dipengaruhi faktor fisik media juga dipengaruhi oleh sifat kimia media seperti nilai EC media. Pengaruh peningkatan nilai EC dapat menyebabkan penurunan daya berkecambah benih. Daya berkecambah benih sendiri erat kaitannya kecepatan perkecambahan.

(8)

Pada perlakuan dengan EC paling rendah yaitu 0,2 dS/m menghasilkan nilai kecepatan perkecambahan hingga 24,2 %KN/24jam. Kemudian dengan nilai EC yang semakin meningkat yaitu: 0,4, 0,5, 0,5 1, 2,5, 2,6, dan 4,9 dS/m menyebabkan nilai kecepatan perkecambahnnya semakin menurun. Sejalan dengan hasil pada daya berkecambah, berdasarkan data dalam grafik campuran media dengan EC 4,9 dS/m tidak dapat menghasilkan nilai kecepatan perkecambahan yang merupakan perlakuan media P7. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Hasanah dkk. (2013) bahwa tiap jenis benih tanaman memiliki nilai toleransi EC media semai yang berbeda-beda. Peningkatan nilai EC selain menurunkan daya kecambah juga menurunkan kecepatan berkecambah.

4.2.1.3 Keserempakan Perkecambahan

Keserempakan perkecambahan merupakan salah salah satu parameter vigor benih. Hasil uji menunjukkan bahwa faktor macam campuran media persemaian memperlihatkan perbedaan yang nyata dan terdapat hubungan antara keserempakan perkecambahan benih dengan daya berkecambah benih viola (Viola cornuta L.).

Pada Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa perlakuan media P3 dan P4 nyata memberikan hasil keserempakan perkecambahan tertinggi. Sejalan dengan hasil daya berkecambah bahwa perlakuan P3, P4 tidak berbeda nyata dengan P1, P5 dan P2, meskipun perlakuan tersebut menghasilkan nilai keserempakan perkecambahan cenderung lebih rendah. Hal ini disebabkan karena nilai keserempakan perkecambahan didasarkan pada jumlah kecambah normal, dimana benih yang berkecambah pada campuran media tersebut seluruhnya merupakan kecambah normal mengacu pada syarat yang dikemukakan oleh Sutopo (1989). Sedangkan perlakuan media P7 nyata memberikan hasil terendah terhadap nilai keserempakan perkecambahan. Hal ini sejalan dengan hasil daya berkecambah dimana benih tidak dapat berkecambah pada media tersebut.

(9)

Pada perlakuan macam media P1 dan P2 menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Media P1 (Sphagnum + Pasir) dan P2 (Sphagnum : 1 Top Soil : 1 Pasir) menghasilkan nilai keserempakan perkecambahan masing-masing 84.3% dan 81.7%. Hasil ini cenderung lebih baik meskipun tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan P0 (1 sphagnum : 1 Top soil : 1 arang sekam : 1 pasir) sebesar 73%. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Pramsewari dkk. (2014) penggunaan campuran media spaghnum memiliki kemampuan lebih baik dalam menyediakan air bagi tanaman dibandingkan media lain seperti tanah dan arang sekam. Sehingga keserempakan perkecambahan benih viola pada media dengan campuran sphagnum lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan media yang menggunakan arang sekam. Pada media dasar sphagnum kemampuan menjerap air hingga 80% sedangkan pada media arang sekam lebih rendah, yaitu hanya mencapai 45.5% dari volume totalnya.

Pada perlakuan P7 (Wonder Grow + Pasir) nyata menghasilkan nilai keserempakan perkecambahan terendah yaitu 0%. Hal ini sejalan dengan hasil dalam daya berkecambah benih, dimana campuran media persemaian ini tidak dapat mengecambahkan benih viola. Benih pada media ini disebut mati, karena menurut teori yang dikemukakan Sutopo (1989) kondisi benih dalam media ini masuk dalam kriteria mati, yang memenuhi syarat benih busuk sebelum berkecambah, maupun benih segar tidak tumbuh setelah jangka waktu pengujian yang ditentukan yakni 14 hari untuk benih tanaman viola. Disamping itu dalam media wonder grow proses dekomposisi terjadi terlalu cepat sehingga memicu munculnya bibit penyakit yang tidak tepat jika digunakan sebagai media perkecambahan. Selain itu media ini mudah padat, sehingga harus dihindari sebagai media perkecambahan untuk membantu perkembangan pemunculan radikula dan plumula.

Keserempakan perkecambahan didasarkan pada jumlah kecambah normal, apabila benih berkecambah pada media yang ringan, cukup air seperti cocopeat maka keserempakannya akan tinggi karena benih berkecambah normal. Sedangkan pada media yang padat, seperti wondergrow menyebabkan benih sulit untuk memunculkan radikla dan plumula yang menyebabkan jumlah kecambah normal sedikit (Suryawan, 2014).

(10)

4.2.2 Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan Bibit

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Campuran Media terhadap Komponen Pengamatan Pertumbuhan Bibit Viola.

Peubah Satuan F Hitung Perlakuan F Hitung Ulangan

Tinggi Bibit 21 HSPT cm 7,01** 4,07*

Jumlah Daun 21 HSPT helai 3,45* 6,06*

Luas Daun 21 HSPT cm2 2,84* 1,21tn

Diameter Batang 21 HSPT mm 2,67* 2,34tn

Bobot Segar Bagian Atas (BSBA) g 3,97** 4,62*

Bobot Segar Akar (BSA) g 2,65* 2,72tn

Bobot Kering Bagian Atas (BKBA) g 2,67* 8,72**

Bobot Kering Akar (BKA) g 3,05* 2,56tn

Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata uji F taraf 1% * = berbengaruh nyata uji F 5%

tn = tidak berpengaruh nyata

Hasil Penelitian pada fase pertumbuhan bibit dirangkum dalam Tabel 4.5. Berdasarkan penghitungan sidik ragam (uji F=5%) berbagai campuran media semai berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bibit 21 hari setelah pindah tanam (HSPT), dan bobot segar bagian atas. Sedangkan pemberian berbagai campuran media semai berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 21 HSPT, luas daun 21 HSPT, diameter batang 21 HSPT, bobot segar akar, bobot kering bagian atas, dan bobot kering akar. Ulangan dalam hal ini asal kecambah berpengaruh sangat nyata pada bobot kering bagian atas, berpengaruh nyata pada tinggi bibit, jumlah daun, bobot segar bagian atas, dan tidak berpengaruh nyata pada luas daun, diameter batang, bobot segar dan kering akar. Perhitunag sidik ragam masing-masing parameter dirangkum dalam lampiran 6-13. Masing-masing parameter akan dibahas lebih lanjut.

Tabel 4.6 Rekapitulasi Korelasi Antar Parameter Pertumbuhan Bibit (n=27).

Tinggi Jumlah Daun Luas Daun Diameter BSBA BSA BKBA BKA

Tinggi 1 0.9212 0.6962 0.8038 0.8855 0.7631 0.7242 0.7758

Jumlah Daun 0.9212 1 0.6498 0.7868 0.9016 0.7788 0.6459 0.6624

Luas Daun 0.6962 0.6498 1 0.4315 0.6331 0.5026 0.5388 0.4657

Diameter 0.8038 0.7868 0.4315 1 0.8256 0.7330 0.5831 0.6189

BSBA 0.8855 0.9016 0.6331 0.8256 1 0.8202 0.8487 0.6621

BSA 0.7631 0.7788 0.5026 0.7330 0.8202 1 0.6908 0.7562

BKBA 0.7488 0.7560 0.6110 0.5831 0.8487 0.6908 1 0.5181

(11)

Tabel 4.7 Rekapitulasi Regresi EC 7 HSPT dengan Parameter Pertumbuhan Bibit Parameter Persamaan Regresi R2 EC Maks (dS/m) Tinggi y= -0.2562x2 + 1.251x + 1.8686 0,9285 2,44

Tabel 4.8 Pengaruh Media terhadap Tinggi Bibit (cm), Jumlah Daun (helai), Luas Daun (cm2), Diameter Batang (mm), Bobot Segar Bagian Atas (g), Bobot Segar Akar (g), Bobot Kering Bagian Atas (g) dan Bobot Kering Akar (g) Viola. Macam

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan pada uji DMRT 5%

Pada Tabel 4.5 Uji F memperihatkan bahwa campuran media semai memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 21 HSPT. Kemudian pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa perlakuan media P1 nyata memberikan hasil tertinggi terhadap tinggi bibit 21 HSPT.

(12)

Sphagnum+ Perlite : 1 Pasir) dan P6 (1 Sphagnum+ Perlite : 1 Pasir : 1 Top Soil) pada hasil tinggi tanaman yaitu: 2,99 cm, 2,89 cm, 3,04 cm 2,83 cm. Hasil tersebut lebih baik dari tinggi normal bibit viola. Tinggi normal bibit viola adalah 2,54 cm pada umur 21 HSPT (Giza dan Wheler, 2015). Hal ini disebabkan karena media diatas dengan bahan utama sphagnum dan arang sekam memiliki keunggulan lebih banyak mengandung serat sehingga memiliki porositas yang tinggi namun daya mengikat air lebih. Berdasarkan beberapa penelitian media dengan drainase dan permeabilitas baik, dapat memperbaiki pertumbuhan bibit seperti parameter tinggi tanaman. Disamping itu unsur hara P yang merupakan bahan pembentuk inti sel, selain berperan penting dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan meristematik. Faktor ini yang menyebabkan perbedaan pertumbuhan tinggi, dimana pada media diatas keberadaan hara P tersedia tidak terlalu berbeda. Data selengkapnya terdapat pada lampiran 2 (Kartasaputra 1991; Murniati dan Marlia 2006: Tejasarwana dkk., 2009).

Hubungan antara EC media semai dengan tinggi bibit viola dapat dilihat pada Gambar 4.5. Hubungan bersifat kuadratik yang dinyatakan dalam persamaan y= -0.2562x2 + 1.251x + 1.8686 (R2= 0.9285, n=27, y= Tinggi bibit 21 HSPT (cm), x= EC 7 HSPT (dS/m). Dimana meningkatnya nilai EC campuran media persemaian akan diikuti dengan meningkatnya tinggi bibit viola hingga mencapai titik puncak dan kemudian menurun seiring dengan peningkatan EC selanjutnya. Sehingga tinggi maksimum bibit dapat dicapai pada EC 2,44 dS/m.

Gambar 4.5 Hubungan EC dengan Tinggi Bibit 21 Hari Setelah Pindah Tanam

Pada media P1 dengan EC 0,6 dS/m dapat menghasilkan tinggi bibit tanaman lebih baik karena potensial air pada media ini tidak berbeda terlalu jauh daripada potensial air pada tanaman. Akibatnya air bersama nutrisi dapat diserap akar dan mendukung pertumbuhan tinggi tanaman, dan sel tidak mengalami krenasi (Hayuningtyas, 2010; Yunianti, 2004).

(13)

media mempengaruhi pertumbuhan bibit. Menyebabkan tekanan osmosis media persemaian menjadi tinggi sehingga akar bibit viola sulit menyerap air. Kondisi seperti ini mempengaruhi pemanjangan sel, sehingga pertambahan tinggi tanaman terganggu (Ibnu, 2011).

Pada Tabel 4.7 Parameter tinggi tanaman memiliki keeratan sangat erat dengan parameter jumlah daun dengan nilai 0,9212. Dimana semakin banyak jumlah daun tanamannya maka tinggi tanaman akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena daun sebagai penghasil fotosintat akan mendukung pertumbuhan tinggi tanaman (Siahaya, 2007).

4.2.2.2 Jumlah Daun

Pada Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa campuran berbagai media semai memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun 21 HSPT. Kemudian pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa perlakuan media P1 memberikan perbedaan nyata tertinggi terhadap jumlah daun 21 HSPT. Sedangkan perlakuan media P7 dan P3 nyata memberikan hasil terendah terhadap jumlah daun 21 HSPT. Hal ini disebabkan karena EC media tersebut paling tinggi dan paling rendah dibandingkan media lainnya.

Perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P0, P2, P4, P5 dan P6 pada hasil jumlah daun yaitu 6,83, 5,83, 5,43, 5,97, 6,17 dan 5,73 helai. Hal ini disebabkan karena pada pembentukan daun, unsur hara dalam media sangat mempengaruhi. Keenam media diatas memiliki kandungan hara yang jumlahnya hampir sama. Data selengkapnya terdapat pada Lampiran 2. Hara khususnya nitrogen (N) sangat dibutuhkan. Hara ini merupakan pembentuk klorofil yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Hasil ini selain mempengaruhi dan membentuk daun, juga untuk perkembangan akar dan batang. Bibit viola normal pada umur 21 HSPT memiliki jumlah daun 6-7 helai sehingga P1 dan P5 memenuhi syarat tersebut (Anderson, 2016).

(14)

Gambar 4.6 Hubungan EC dengan Jumlah Daun 21 Hari Setelah Pindah Tanam

Hubungan antara EC media semai dengan jumlah daun viola dapat dilihat pada Gambar 4.6. Hubungan bersifat kuadratik yang dinyatakan dalam persamaan y= -0.382x2 + 1.8683x + 4.3435 (R2= 0.949, n=27, y= Jumlah daun 21 HSPT (helai), x= EC 7 HSPT (dS/m). Dimana meningkatnya nilai EC campuran media persemaian akan diikuti dengan meningkatnya jumlah daun viola hingga mencapai titik puncak dan kemudian menurun seiring dengan peningkatan EC selanjutnya. Didasarkan pada data grafik tersebut maka jumlah daun bibit maksimum dapat dicapai pada EC 2,44 dS/m.

Pada media dengan EC 4,2 dan 3,2 dS/m menghasilkan jumlah daun terendah. Dimana hasil makin menurun pada EC yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan keadaan potensial air media yang lebih tinggi dibandingkan tanaman. Sedangkan air sangat penting dalam proses metabolisme tumbuhan, antara lain: untuk proses pengangkutan sari makanan dan zat – zat makanan, air juga sangat penting untuk pergerakan sel, air juga mempertahankan keseimbangan osmotik sel dan turgor sel. Pada EC tinggi mengakibatkan translokasi sitokinin dari akar ke daun terganggu, sehingga sintesis protein dalam pembentukan daun ikut terganggu. Sedangkan hasil yang rendah juga terdapat pada media P3. Pada media tersebut yang memiliki EC 0,2 dS/m hanya dapat menghasilkan jumlah daun 4,63 helai (Ibnu, 2011; Yunianti, 2004).

Pada Tabel 4.7 Parameter jumlah daun memiliki keeratan sangat erat dengan parameter tinggi bibit dengan nilai 0,9212. Dimana semakin banyak jumlah daun tanamannya maka tinggi tanaman akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena hasil fotosintat dari daun yang besar dapat mempercepat pertumbuhan tinggi bibit. Selain itu parameter ini berada dalam fase vegetatif dimana membutuhkan nutrisi yang sama dalam perkembangannya (Fatimah dkk., 2008).

4.2.2.3 Luas Daun

(15)

perlakuan P5 nyata memberikan hasil tertinggi terhadap luas daun. Namun tidak berbeda nyata dengan P4 dengan hasil masing-masing 7,38 dan 6,42 cm2. Hal ini disebabkan karena media berbahan dasar sphagnum dan cocopeat ini mempunyai bobot lebih ringan, tidak mengandung inokulum penyakit serta mampu menyediakan hara bagi bibit yang bersumber dari top soil sebagai campuran lainnya. Selain itu, sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta mampu menyediakan air (Salwa, 2013).

Sedangkan perlakuan media P3 dan P7 nyata memberikan hasil terendah pada jumlah daun 21 HSPT. Pada media P3, rendahnya kandungan hara menyebabkan pembentukan daun terhambat sedangkan pada media P7 hal ini disebabkan karena media menjerap air kuat, sehingga akar kekurangan air. Turgiditas sel penjaga stomata akan menurun dan stomata daun menutup. Hal ini menyebabkan berkurangnya luas daun berkurangnya penyerapan CO2. Maka terjadi gangguan kerja enzim karena kandungan protoplasma kurang, dapat menurunkan fotosintesis total (Siahaya, 2007).

Regresi antara EC media semai dengan luas daun viola dapat dilihat pada Tabel 4.7. Hubungan bersifat kuadratik yang dinyatakan dalam persamaan y= -0.6992x2 + 3.4249x + 3.1761 (R2= 0.7454, n=27, y= Luas daun 21 HSPT (helai), x= EC 7 HSPT (dS/m) O HSPT). Dimana meningkatnya nilai EC campuran media persemaian akan diikuti dengan meningkatnya luas daun viola hingga mencapai titik puncak dan kemudian menurun seiring dengan peningkatan EC selanjutnya. Didasarkan pada persamaan tersebut maka luas daun bibit maksimum dapat dicapai pada EC 2,45 dS/m.

Pada media seperti P7 dan P8 yang menghasilkan EC 4,2 dS/m menghasilkan luas daun 3.8 cm2. Pelebaran daun terhambat oleh EC media karena berkurangnya tekanan turgor sel. Berkurangnya pelebaran daun ini dapat berakibat berkurangnya fotosintesis maupun produktivitas. Hasil yang rendah juga terdapat pada media P3. Pada media tersebut yang memiliki EC 0,2 dS/m hanya dapat menghasilkan luas daun 3.128 cm2. Hal ini disebabkan karena EC yang rendah menggambarkan keadaan hara yang rendah, dimana pertumbuhan tanaman memerlukan nutrisi dalam mendukung pertumbuhan organ tanaman (Salimah dkk., 2010).

(16)

4.2.2.4 Diameter Batang

Pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa campuran media semai memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter batang 21 HSPT. Selanjutnya pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa perlakuan media P1 nyata memberikan hasil tertinggi terhadap diameter batang 21 HSPT. Namun perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P0, P4, P5 dan P6 dengan hasil masing-masing yaitu: 2,632, 2,413, 2,474, 2,535 dan 2,445 mm. Hal ini karena akar tanaman dapat tumbuh dengan normal pada media sphagnum dan sekam karena memiliki daya ikat air yang tinggi guna perkembangan sel. Selanjutnya media ini terjamin kebersihannya (steril) dan bebas dari jasad renik yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman seperti bakteri, dan patogen tanaman. Komposisi secara kimiawi dari arang sekam sendiri terdiri dari SiO2 dengan kadar 72,28 % dan C sebanyak 31% (Kurniawan, 2016; Murniati dan Marlia 2006).

Sedangkan perlakuan media P3, P7 dan P8 nyata memberikan hasil terendah terhadap diameter batang dengan hasil 2,051, 2,299, 1,826 mm. Media P3 (1 cocopeat : 1 Pasir) sebaiknya tidak digunakan bersamaan melainkan dikombinasikan dengan media tanam lain agar ketersediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman cukup. Maka hasil metabolisme akan membentuk protein, enzim, hormon dan karbohidrat sehingga pembesaran, perpanjangan dan pembelahan sel batang berlangsung dengan cepat (Kurniawan, 2016).

Regresi antara EC media semai dengan diameter batang viola dapat dilihat pada Tabel 4.7. Hubungan bersifat kuadratik yang dinyatakan dalam persamaan y= -0.1895x2 + 0.9849x + 1.6372 (R2= 0.9375, n=27, y= Diameter batang 21 HSPT (cm), x= EC 7 HSPT (dS/m). Dimana meningkatnya nilai EC campuran media persemaian akan diikuti dengan meningkatnya diameter batang bibit viola hingga mencapai titik puncak dan kemudian menurun seiring dengan peningkatan EC selanjutnya. Sehingga diameter batang viola maksimum dapat dicapai pada EC 2,59 dS/m.

Pada media P3 dengan EC 0,2 dS/m hanya dapat menghasilkan diameter 1,826 mm. Hal ini juga sejalan dengan P7 dan P8 yang memiliki EC tinggi yaitu 4,6 dS/m dan 3,2 dS/m yang menghasilkan diameter batang 2,051 dan 2,299 mm. Sementara pada media P1 dengan EC 0,6 dS/m dapat menghasilkan diameter batang bibit tanaman lebih besar. Hal ini karena potensial air pada media ini tidak berbeda terlalu jauh lebih tinggi daripada potensial air pada tanaman. Akibatnya air bersama nutrisi dapat diserap akar dan mendukung pembesaran batang tanaman, dan sel tidak mengalami krenasi (Hayuningtyas, 2010; Yunianti, 2004).

(17)

protein, enzim, hormon dan karbohidrat sehingga pembesaran, perpanjangan dan pembelahan sel berlangsung dengan cepat pada bagian batang bibit.

4.2.2.5 Bobot Segar Bagian Atas

Campuran berbagai media semai memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot segar bagian atas (Tabel 4.5). Kemudian perlakuan P4 nyata memberikan hasil tertinggi pada parameter bobot segar bagian atas pada Tabel 4.8. Namun P4 tidak berbeda nyata dengan P5, P0 dan P1. Dengan hasil masing-masing yaitu: 0,2683, 0,204, 0,217 dan 0,233 g.

Gambar 4.7 Hubungan EC Bobot Segar Bagian Atas 21 Hari Setelah Pindah Tanam

Hubungan antara EC media semai dengan bobot segar bagian atas bibit viola dapat dilihat pada grafik tersebut. Hubungan bersifat kuadratik yang dinyatakan dalam persamaan y= -0.026x2 + 0.1299x + 0.0949 (R2= 0.8681, n=27, y= Bobot segar bagian atas (g), x= EC 7 HSPT (dS/m). Dimana meningkatnya nilai EC campuran media persemaian akan diikuti dengan meningkatnya bobot segar bagian atas dan akar bibit viola hingga mencapai titik puncak dan kemudian menurun seiring dengan peningkatan EC selanjutnya. Sehingga bobot segar bagian atas bibit dapat dicapai pada EC 2,49 dS/m.

Pada media P3 dengan EC 0,2 dS/m hanya dapat menghasilkan bobot segar bagian atas sebesar 0,103 g. Hal ini disebabkan karena EC yang rendah menggambarkan keadaan hara yang rendah, hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan bibit tidak optimal (Prameswari dkk., 2014). Hal ini juga sejalan dengan P7 dan P8 yang memiliki EC tinggi yaitu 4,6 dS/m dan 3,2 dS/m yang menghasilkan bobot segar bagian atas 0.134 dan 0.153 g. Pada parameter tersebut rendahnya nilai bobot segar bagian atas disebabkan oleh tingginya nilai EC campuran media yang dapat menyebabkan kematian sel dan hilangnya tekanan turgor untuk pertumbuhan sel karena potensial osmotik media tumbuh bibit lebih rendah dibanding potensial osmotik di dalam sel. Air dibutuhkan dalam rangka penyerapan unsur hara, dan sel sendiri terdiri dari 70-90% air (Fatimah, 2008; Hayuningtyas, 2010).

(18)

0,8256. Hal ini disebabkan karena parameter pertumbuhan seperti tinggi, jumlah daun, dan diameter batang merupakan organ tanaman bagian atas. Sehingga semakin tinggi, besar batang dan banyak jumlah daunnya akan menyebabkan semakin tinggi bobot segar bagian atas. Hal ini didukung dengan persamaan regresi berganda y= 0.02218x1 + 0.032085x2 + 0.04041x3 - 0.150727 (R2= 0.8548, n=27, y= BSBA (g), x1= tinggi (cm), x2= jumlah daun (helai), x3= diameter batang (mm).

Pertumbuhan tinggi, diameter batang dan jumlah daun akan menghasilkan berat segar bagian atas yang lebih baik. Berat pada daun merupakan hasil keseimbangan antara pengambilan CO2 dan pelepasan O2 dari proses fotosintesis. Maka terutama bobot segar bagian atas terutama sangat dipengaruhi oleh jumlah daun. Disamping itu perkembangan organ bagian atas tidak lepas dari organ akar. dimana akar merupakan bagian yang berguna menyerap hara untuk ditranslokasikan ke daun sebagai bahan fotosintesis. Hubungannya didukung dengan nilai korelasi sangat erat sebesar 0,8202. Namun pertumbuhan pucuk lebih terhambat dibandingkan dengan akar pada saat tanaman ditanam pada kondisi demikian. Defisit air adalah alasan utama terjadinya reduksi didalam pertumbuhan organ tanaman (Djukri, 2009; Fatimah 2008).

Selain itu nilai ratio antara bobot segar bagian atas dan akar seluruhnya memiliki nilai dibawah 1. Hal ini disebabkan karena bagian akar memiliki massa yang lebih besar. Pertumbuhan akar lebih digalakkan karena akar merupakan bagian tanaman yang berfungsi menyerap nutrisi dan air bagi bibit. Dimana saat ini pertumbuhan masih dalam fase vegetatif sehingga perluasan akar dibutuhkan dalam menyerap kebutuhan hara dan mencapai air (Hidayat, 1995).

4.2.2.6 Bobot Segar Akar

Pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa berbagai campuran media berpengaruh nyata terhadap bobot segar akar. Kemudian pada bobot segar akar (Tabel 4.8), P1 nyata memberikan hasil tertinggi yaitu 0.427 g namun tidak berbeda nyata dengan P4 yaitu 0,356 g. Hal ini disebabkan karena selain cukup ringan, media campuran spaghnum atau cocopeat dengan pasir dan top soil ini dapat menyediakan air dan hara cukup sehingga perkembangan akar luas karena akar tidak tertekan media (Salimah dkk., 2010).

(19)

jumlah pasokan air dan hara kebagian daun meningkat pula. Peningkatan ini akan diikuti oleh peningkatan jumlah fotosintat yang terbentuk, sehingga dapat digunakan untuk memperbesar ukuran bagian tanaman yang menyebabkan peningkatan bobot segar bagian atas tanaman (Salimah dkk, 2010).

Sedangkan pada perlakuan P7 dan P3 menunjukkan hasil terendah pada parameter tersebut. Hal ini disebabkan karena media wonder grow yang digunakan pada P7 cenderung mudah memadat setelah penggunaan beberapa hari sehingga perkembangan akar terganggu. Sementara penggunaan cocopeat tanpa tambahan top soil menyebabkan hara bagi perkembangan akar juga berkurang (Hanafiah, 2005; Wattimena, 1998).

Regresi antara EC media semai dengan bobot segar akar bibit viola dapat dilihat pada Tabel 4.7. Hubungan bersifat kuadratik yang dinyatakan dalam persamaan y= -0.0415x2 + 0.1904x + 0.1922 (R2= 0.8848, n=27, y= Bobot segar akar (g), x= EC 7 HSPT (dS/m). Dimana meningkatnya nilai EC campuran media persemaian akan diikuti dengan meningkatnya bobot segar akar bibit viola hingga mencapai titik puncak dan kemudian menurun seiring dengan peningkatan EC selanjutnya. Sehingga bobot segar akar viola maksimum dapat dicapai pada EC 2,29 dS/m.

Pada media P3 dengan EC 0.,2 dS/m hanya dapat menghasilkan bobot segar akar 0,229 g. Hal ini disebabkan karena EC yang rendah menggambarkan keadaan hara yang rendah, hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan bibit tidak optimal (Prameswari dkk., 2014). Hal ini juga sejalan dengan P7 dan P8 yang memiliki EC tinggi yaitu 4,6 dS/m dan 3,2 dS/m yang menghasilkan bobot segar akar 0,141 dan 0,254 g. Secara fisik media harus mempunyai porositas yang tinggi sehingga pertumbuhan akar semai tidak mengalami hambatan, sedangkan secara kimia media tumbuh yang baik adalah jika mampu menyediakan unsur hara yang diperlukan bagi semai untuk pertumbuhan. Ketersediaan hara tang diserap bersama air oleh tanaman dipengaruhi oleh EC media maupun kemampuan media menjerap air (Daniel, 1987).

Parameter bobot segar akar memiliki hubungan yang erat dengan parameter bobot segar bagian atas dengan nilai 0,8202. Hal ini disebabkan karena akar merupakan bagian yang berguna menyerap hara untuk ditranslokasikan ke daun sebagai bahan fotosintesis. Dimana hasilnya akan digunakan untuk metabolisme dalam perkembangan bibit (Fatimah, 2008).

4.2.2.7 Bobot Kering Bagian Atas

(20)

tanaman yang sesungguhnya. Pada Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa campuran media semai memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering bagian atas.

Sejalan dengan bobot segar bagian atas bahwa perlakuan P5 P4, P0 dan P1 masih memberikan perbedaan yang nyata tertinggi pada parameter ini. Parameter pertumbuhan seperti jumlah daun yang tinggi menyebabkan meningkatnya hasil fotosintesis. Hal ini menyebabkan berat kering tanamanpun menjadi lebih besar. Meskipun tidak berhubungan secara langsung namun mempengaruhi bobot segar bagian atas sebelumnya (Djukri, 2009; Siahaya, 2007).

Perlakuan P5 nyata memberikan hasil tertinggi yaitu 0,223 g. namun P5 tidak berbeda nyata dengan P0, P1 dan P4 dengan hasil masing-masing yaitu: 0,019, 0,022 dan 0,019 g. Selanjutnya hubungan EC media semai dengan bobot kering bagian atas bibit viola dapat dilihat pada Gambar 4.8. Hubungan bersifat kuadratik yang dinyatakan dalam persamaan y= -0.002x2 + 0.0104x + 0.0103 (R2= 0.8898, n=27, y= Bobot kering bagian atas (g), x= EC 7 HSPT (dS/m). Dimana meningkatnya nilai EC campuran media persemaian akan diikuti dengan meningkatnya bobot kering bagian atas bibit viola hingga mencapai titik puncak dan kemudian menurun seiring dengan peningkatan EC selanjutnya. Sehingga bobot kering bagian atas maksimum bibit dapat dicapai pada EC 2,6 dS/m.

Gambar 4.8 Hubungan EC Bobot Kering Bagian Atas 21 HSPT

EC media yang tinggi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.8 menghambat

penyerapan air oleh akar tanaman karena potensial osmotik larutan tanah meningkat.

Sehingga tanaman mengalami kekeringan fisiologis, tekanan turgor turun yang menyebabkan

stomata tertutup sehingga pasokan CO2 untuk fotosintesis berkurang, dan mengakibatkan

penurunan laju fotosintesis. Hal serupa juga menyebabkan kerusakan klorofil. sehingga

menurunkan laju fotosintesis. Penurunan laju fotosintesis menyebabkan fotosintat berkurang

(21)

Hubungan antara antara bobot kering bagian atas dengan bobot segar bagian atas (Tabel 4.7) adalah sangat erat dengan nilai 0,8487. Dimana semakin tinggi bobot segarnya maka bobot keringya juga semakin tinggi. Secara teori, lebih rendahnya nilai parameter ini disebabkan karena defisit air pada bagian tanaman tersebut. Hal ini didukung dengan data pada Tabel 4.8 bahwa seluruh hasil bobot segar bagian atas tiap perlakuan lebih tinggi dibandingkan berat kering bagian atas.

4.2.2.8 Bobot Kering Akar

Hal serupa juga terjadi pada bobot kering akar. Hasil uji F pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa berbagai campuran media memberikan pengaruh yang nyata pada bobot kering akar. Selanjutnya pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa campuran media memberikan perbedaan yang nyata pada bobot kering akar.

Perlakuan P1 nyata memberikan hasil tertinggi yaitu 0,31 g. Namun P1 tidak berbeda nyata dengan P0 dengan hasil 0,028 g. Hal ini disebabkan karena P1 dan P0 merupakan media dengan kepadatan yang hampir sama. Dimana P1 disusun oleh sphagnum dan pasir sedangkan pada P0 terdapat arang sekam. Hal ini menyebabkan akar dapat menyebar luas dan pada arang sekam gangguan patogen penyakit pada akar berkurang karena arang sekam steril.

Selanjutnya rergresi EC media semai dengan bobot kering akar bibit viola dapat dilihat pada Tabel 4.7. Hubungan bersifat kuadratik yang dinyatakan dalam persamaan y= -0.0027x2 + 0.0123x + 0.016 (R2= 0.8726, n=27, y= Bobot kering akar (g), x= EC 7 HSPT (dS/m). Dimana meningkatnya nilai EC campuran media persemaian akan diikuti dengan meningkatnya bobot kering bagian atas bibit viola hingga mencapai titik puncak dan kemudian menurun seiring dengan peningkatan EC selanjutnya. Sehingga bobot kering akar viola maksimum dapat dicapai pada EC 2,28 dS/m. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Taufiq dan Runik (2013) menyatakan bahwa daya hantar listrik media juga mempengaruhi pertumbuhan dalam hal panjang hipokotil, akar dan bobot kering hipokotil dan akar.

Hal tersebut terlihat pada perlakuan media P7 dan P8 yang memiliki EC tinggi yaitu 4,6 dS/m dan 3,2 dS/m yang menghasilkan bobot kering akar 0,16 dan 0,18 g. tanaman yang berada pada kondisi dengan EC tinggi akan mengakumulasi prolin, suatu asam amino yang dapat larut. Dimana akumulasi prolin tersebut merupakan usaha tanaman untuk menyesuaikan tekanan osmotik. Penyesuaian tekanan osmotik ini membutuhkan energi sehingga akan mengurangi pertumbuhan tanaman seperti akar. Hal ini menyebabkan bobot kering akar rendah (Ibnu, 2011; Suwarno 1985).

(22)

adalah erat dengan nilai 0,7561 (Tabel 4.7). Hal ini juga didukung dengan data pada Tabel 4.8 bahwa seluruh hasil berat kering akar tiap perlakuan lebih tinggi dibandingkan berat kering akar. Dimana semakin tinggi bobot segar akar maka bobot keringya juga semakin tinggi.

4.2.2.9Asal Kecambah

Selain terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, juga terjadi perbedaan yang nyata antar ulangan pada beberapa parameter pertumbuhan bibit. Hal ini disebabkan karena tiap ulangan berasal dari perlakuan kecambah yang berbeda. U1 berasal dari P4, U2 berasal dari P3, dan U3 berasal dari PO.

Tabel 4.9 Pengaruh Ulangan (asal bibit) terhadap Tinggi Bibit (cm), Jumlah Daun (helai), Bobot Segar Bagian Atas (g) dan Bobot Kering Bagian Atas (g) Viola. Ulangan Tinggi Jumlah daun Bobot segar bagian

atas

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan pada uji DMRT 5%

Dari Tabel 4.9 memperlihatkan bahwa ulangan 1 atau asal kecambah P4 memberikan perbedaan nyata tertinggi pada parameter tinggi, jumlah daun, bobot segar bagian atas dan bobot kering bagian atas. Sedangkan ulangan 2 atau asal kecambah P3 memberikan perbedaan nyata terendah pada parameter tinggi, jumlah daun, bobot segar bagian atas dan bobot kering bagian atas.

Pada asal kecambah dari P4 dapat menghasilkan nilai tertinggi karena selain dapat mengecambahkan benih dengan presentase tinggi dan kecepatan perkecambahan yang tinggi, media ini sudah memiliki cukup hara dibandingkan P3 sehingga kecambah yang dipindah tanamkan secara fisiologis lebih siap dibandingkan pada media lainnya. Sedangkan pada media P0 meskipun memiliki hara yang cukup, kecepatan perkecambahannya rendah. sehingga pada saat kecambah dipindah tanam, bibit belum dalam keadaan yang siap untuk dijadikan sebagai bibit di media baru. Misalnya, jumlah daun asal media P0 belum membuka sempurna saat dipindah tanam, sehingga berpengaruh pada jumlah daun yang rendah.

(23)
(24)

Gambar

Gambar 4.1 Suhu Ruang, RH pada Fase Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit Viola
Tabel 4.2 Data pH dan EC Campuran Media Perkecambahan Benih Viola
Gambar 4.2 Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Benih Viola
Gambar 4.3 Hubungan EC Media dengan Daya Berkecambah Benih Viola
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah- Nya penelitian ini dapat terselasaikan dengan judul “ Mengukur Kinerja Koperasi dengan menggunakan Metode

Rhizopus dari sampel oncom hitam asal beberapa pasar tradisional di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang berhasil diisolasi dan dimurnikan sebanyak 13

Terdapat 5 latent class yang terbentuk untuk rumah tangga dengan karakteristik, yaitu untuk latent class pertama merupakan kelompok rumah tangga dengan tingkat

Berdasarkan sosiologi pengetahuan, tradisi penutupan lapak jual beli ketika waktu shalat ini dapat dihubungkan dengan rintisan dakwah pengasuh pesantren Al-Fatah yang berupaya

Berdasarkan hasil penelitian tindakan di atas dapat disimpulkan Supervisi akademik melalui pembimbingan individu yang dilakukan oleh Kepala sekolah terhadap guru kelas

Analisis Pendapatan &amp; Biaya Pemeliharan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Menganalisis kondisi pemeliharaan dilihat dari aspek pendapatan yang diterima beserta aspek

Ciri yang disebutkan oleh Chang merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh peneliti optimisme dalam explanatory stlye , sedangkan penelitian yang mengkaji mengenai

Selain itu, LF juga memberikan pendekatan informasi sesuai dengan kebiasaan manusia, dimana informasi yang diberikan berupa linguistik (kata-kata) bukan berupa