PERAN KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN IJAZAH PALSU
(JURNAL)
Oleh:
M. Luthfi Kurniawan
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PERAN KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN IJAZAH PALSU
Oleh
M. Luthfi Kurniawan, Erna Dewi, Firganefi Email : mluthfik@yahoo.com
Fenomena mengenai ijazah palsu sangat menarik untuk dicermati. Dalam penyalahgunaan ijazah, bukan hanya dilakukan oleh orang biasa, namun di kalangan pejabat publik pun merupakan hal yang biasa. Kasus yang dilakukan oleh (R) Anggota DPRD Kabupaten Pesawaran, tentu akan diproses sesuai dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah peran Kepolisian dalam penyidikan tindak pidana penyalahgunaan ijazah palsu dan apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penyidikan tindak pidana penyalahgunaan ijazah palsu? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Jenis data terdiri data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari Penyidik Kepolisian dan Akademisi. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: Peranan Kepolisian dalam melakukan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan ijazah palsu termasuk peran aktual serta menjalankan peran normatif menjalankan sesuai undang-undang sehingga peran ideal ikut terlaksana, Melalui penyelidikan dan penyidikan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana guna hakim dapat memutuskan perkara pemalsuan ijazah. Faktor penghambat yang dihadapi penyidik, faktor penegak hukum, SDM penyidik masih rendah, penyidik harus ke luar Provinsi untuk mengumpulkan bukti, kurangnya sarana dan prasarana berpengaruh terhadap kinerja penyidik, dalam penyidikan. Saran dalam penelitian adalah: Perlu adanya ketegasan pemerintah dalam pelaksanaan KUHP tentang tindak pidana pemalsuan ijazah. Dapat diwujudkan dengan menanyakan peraturan melalui media massa, memberi sanksi hukuman bagi yang memberi jasa. Perlu adanya persamaan persepsi atau dengan kata lain pemahaman yang sama tentang hukum dikalangan penegak hukum, penyelesaian kasus pemalsuan bisa berjalan dengan baik dan sekaligus mencegah kembalinya pemalsuan ijazah.
ABSTRACT
THE ROLE OF THE POLICE IN THE INVESTIGATION OF CRIMINAL MISUSE OF FAKE DIPLOMA
By
M. Luthfi Kurniawan, Erna Dewi, Firganefi Email : mluthfik@yahoo.com
The phenomenon of fake diploma is very interesting to be observed. In the misuse of diplomas, not only done by ordinary people, but among public officials is also a common thing. Case committed by (R) Member of Pesawaran Regency DPRD, will of course be processed in accordance with Article 263 of the Criminal Code about the forgery of the letter and Law Number 20 Year 2003 on National Education. The problems in this study are: How is the role of the Police in the investigation of criminal acts of misuse of fake diplomas and what are the constraining factors in the investigation of criminal acts of misuse of fake diploma? This research uses normative juridical approach and empirical approach. Data type consists of primary and secondary data. The speakers consisted of Police Investigators and Academics. Data analysis using qualitative analysis. The results of the study and discussion show: The role of the Police in conducting an investigation of criminal acts of misuse of fake diploma including the actual role as well as performing the normative role of running according to the Act so that the ideal role is accomplished, Through investigation and investigation collecting evidence to make the criminal light for the judge can decide the case forgery of diploma. Inhibiting factors faced by investigators, law enforcement factors, human resources of investigators are still low, investigators must go outside the province to collect evidence, lack of facilities and infrastructure affect the performance of investigators, in the investigation. Suggestions in the study are: Needs of government firmness in the implementation of the Criminal Code on the crime of falsification of diploma. Can be realized by asking the rules through the mass media, giving penalty sanctions for those who provide services. Needs of similarity of perception or in other words the same understanding of law among law enforcers, the settlement of forgery cases can go well and at the same time prevent the return of forgery of the diploma.
I. PENDAHULUAN
Hukum diyakini sebagai alat untuk memberikan kesebandingan dan kepastian dalam pergaulan hidup. Layaknya suatu alat, hukum akan dibutuhkan jika timbul kebutuhan atau keadaan yang luar biasa di dalam masyarakat. Asas legalitas diman suatu perbuatan belum dianggap sebagai tindak pidana jika perbuatan tersebut tidak secara tegas tercantum di dalam peraturan hukum pidana. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) atau ketentuan pidana lainnya. Prinsip tersebut hingga sekarang dijadikan pijakan demi terjaminnya kepastian hukum.1
Penegakan hukum adalah proses dilakukanya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya suatu norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lintas hukum atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.2
Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Penyidikan
merupakan suatu tahap terpenting dalam kerangka hukum acara pidana
1
Musdalifa R, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penggunaan Ijazah Palsu,Grafika, Jakarta 2013, hlm. 1.
2http://www.pengertianilmu.com/2015/01/pe
ngertian-penegakan-hukum-dalam.html diakses pada tanggal 20 desember 2016
di Indonesia karena dalam tahap ini
pihak penyidik berupaya
mengungkapkan fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut.3
Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) yang terbagi menjadi pejabat penyidik penuh dan pejabat penyidik pembantu, serta pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Keberhasilan penyidikan suatu tindak pidana akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya penuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tahap pemeriksaan sidang pengadilan nantinya.4
Fenomena mengenai ijazah palsu atau membeli gelar sangat menarik
untuk dicermati. Dalam
penyalahgunaan ijazah, bukan hanya dilakukan oleh orang-orang biasa, namun di kalangan pejabat publik pun merupakan hal yang biasa. Adapun juga yang membeli gelar pendidikan semata-mata agar dihormati ataupun untuk mendapat pujian, karena dengan gelar banyak yang melekat di namanya maka orang lain akan menganggapnya orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi dan cerdas.
3
M. Yahya, Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan (edisi Kedua). Jakarta:Sinar Grafika, 2012, hlm. 23.
4
Salah satu kasus yang dilakukan oleh
(R) Anggota DPRD Kabupaten Pesawaran, Penyalahgunaan Ijazah Palsu Strata Dua (S2) yang diduga palsu terus dipertanyakan banyak pihak. Mereka menuntut aparat aparat penegak hukum supaya memproses tindakan pemalsuan ijazah yang dilakukan politisi
Nasdem. Ketua Dewan
Pertimbangan Daerah Partai Nasdem Kabupaten Pesawaran, Drs. Hi.
Dimyadi Roni, MM, M.Sc,
mengatakan, laporan dugaan penggunaan ijazah palsu S2 dari Universitas Darul Ulum Jombang, Jawa Timur sudah dikirim ke DPP Partai Nasdem hingga ke Polda Lampung, Terkait laporan tersebut Pelaku atau pengguna ijazah palsu ini tentu akan diproses sesuai dengan Pasal 263 KUHP atau Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen menyatakan:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 68 ayat 2 jo Pasal 69 ayat 1 dan 2, menggunakan ijazah palsu, sertifikat dengan sengaja tanpa hak.
Pemalsuan Ijazah merupakan delik materil yaitu apabila suatu delik tersebut menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang dan dapat menimbulkan kerugian atas pemakaiannya serta dapat diancam pidana, karena perbuatan tersebut nantinya akan berdampak buruk dalam sistem birokrasi dan juga merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan kajian penelitian yang berjudul ”Peran Kepolisian Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Ijazah Palsu”.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah peran Kepolisian dalam penyidikan tindak pidana penyalahgunaan ijazah palsu? b. Apakah yang menjadi faktor
penghambat dalam penyidikan tindak pidana penyalahgunaan ijazah palsu?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari Penyidik Polda Lampung dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Analisis data
II. PEMBAHASAN
A.Bagaimana Peran Kepolisian dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Ijazah Palsu.
Ijazah merupakan hasil dari proses seorang pelajar atau mahasiswa yang
menyatakan bahwa yang
bersangkutan telah dinyatakan lulus
dan menyelesaikan semua
persyaratan administratif dan akademik dari suatu program studi tertentu di sebuah Universitas dan berhak menyandang gelar sesuai yang ditetapkan oleh Universitas. Pada kenyataannya dokumen ijazah sering disalahgunakan untuk kepentingan yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain.
Ini disebabkan karena seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, membawa masyarakat menuju pada suatu tatanan kehidupan dan gaya hidup yang serba mudah dan praktis. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu faktor penentu bagi suatu peradaban yang modern. Keberhasilan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi tentu saja akan membawa suatu negara pada kesejahteraaan dan kemakmuran rakyatnya.
Tindak pidana pemalsuan ijazah sangat memperihatinkan di dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat masih rendah dan lemahnya pengawasan terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Tindak pidana pemalsuan ijazah atau gelar kesarjanaan ini merupakan
bentuk penyerangan suatu
kepercayaan masyarakat terhadap
surat atau akta otentik, hal ini merupakan suatu bentuk tindakan penyerangan terhadap dunia pendidikan. Kegiatan pendidikan seharusnya menjadi investasi sumber daya manusia menuju suatu kualitas yang diharapkan dengan standar kompetensi dan kualifikasi tertentu yang harus dikuasai bagi kelangsungan hidup manusia.
Tindak pidana pemalsuan ini bukan merupakan hal yang baru, karena sejak dahulu memang sudah ada, tetapi tingkat keberadaannya tidak seperti sekarang ini. Adanya perkembangan kemajuan ilmu, teknologi, serta perkembangan penduduk, struktur masyarakat, perubahan nilai sosial budaya, pengaruh sosial atau politik ataupun pengaruh krisis global, turut serta memberikan dampak terhadap tindak pidana pemalsuan misalnya seperti tindak pidana pemalsuan gelar kesarjanaan.
Salah satu tindak pidana pemalsuan dokumen ijazah yang terjadi
diwilayah Lampung, yang
melibatkan (R) Anggota DPRD
Kabupaten Pesawaran,
Penyalahgunaan Ijazah Palsu Strata Dua (S2) yang diduga palsu terus dipertanyakan banyak pihak. Mereka menuntut aparat aparat penegak hukum supaya memproses tindakan pemalsuan ijazah yang dilakukan politisi Nasdem. Ketua Dewan Pertimbangan Daerah Partai Nasdem Kabupaten Pesawaran, Drs. Hi.
Dimyadi Roni, MM, M.Sc,
Pelaku atau pengguna ijazah palsu ini tentu akan diproses sesuai dengan Pasal 263 KUHP atau Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen menyatakan:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 68 ayat 2 jo Pasal 69 ayat 1 dan 2, menggunakan ijazah palsu, sertifikat dengan sengaja tanpa hak.
Peranan kepolisian yang ideal dalam penyidikan tindak pidana pemalsuan ijazah, pertama menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat. Kemudian di tuangkan di dalam laporan Kepolisian menindak lanjuti
dengan penyidikan, guna
menemukan perkara tersebut merupakan tindak pidana atau bukan, guna menetukan dapat atau tidaknya perkara tersebut dapat ditingkatkan
ke tahap penyidikan dari tahap penyelidikan.5
Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2
KUHAP, unsur-unsur yang
terkandung dalam pengertian penyidikan adalah:
a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang
mengandung
tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan;
b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;
c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.
Berdasarkan keempat unsur tersebut sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyelidikannya.6
Peranan kepolisian yang seharusnya setelah melakukan penyelidikan pihak kepolisian akan melakukan penyidikan untuk mencari bukti-bukti yang dapat meyakinkan atau mendukung keyakinan bahwa tindak pidana itu benar-benar terjadi dan
5
Wawancara Bripka Donal A. wawancara tanggal 19 Februari 2018
6
agar menemukan siapa tersangka dalam tindak pidana tersebut.7
Peranan kepolisian yang sebenarnya dilakukan dalam penyidikan tindak pidana pemalsuan ijazah itu sendiri
mempertimbangkan antara
kehendak hukum yang tertulis dengan kenyataan-kenyataan, dalam kehendak ini kehendak hukum harus
menentukan kemampuannya
berdasarkan kenyataan yang ada, kepolisian melakukan penyidikan untuk mancari barang bukti kemudian bekerjasama dengan kejaksaan lalu melimpahkannya ke pengadilan.8
Penyelidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4. Karena
kewajibannya mempunyai
wewenang :
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang. 2) Mencari keterangan dan barang
bukti.
3) Menyuruh berhenti seorang
yang dicurigai dan
menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
4) Mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang
bertanggungjawab.
Pasal ini membedakan antara laporan dan pengaduan padahal
kedua-duanya merupakan
pemberitahuan kepada yang berwajib yakni polri tentang adanya kejahatan atau pelanggaran yang sering terjadi atau telah selesai. Perbedaan dapat peneliti kemukakan sebagai berikut:
7 Wawancara Brigpol Rama S. wawancara
pada tanggal 19 februari 2018
8 Wawancara Bripka Donal Afriansyah pada
tanggal 19 februari 2018
Pada laporan pemberitahuan tersebut merupakan hak atau kewajiban yang harus disampaikan oleh setiap orang kepada yang berwajib, yaitu kepolisian negara. Dalam hal yang dilaporkan merupakan tindak pidana umum. Pada pengaduan, pemberitahuan tersebut merupakan hak atau kewajiban oleh seorang tertentu yang disampaikan kepada yang berwajib dengan permintaan agar yang berwajib melakukan tindakan, hal yang diadukan merupakan tindak pidana umum.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik difokuskan sepanjang hal yang menyangkut persoalan hukum. Titik pangkal pemeriksaan dihadapan penyidik ialah tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur. Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan menusia yang memiliki harkat martabat. Dia harus di nilai sebagai subjek, bukan sebagai objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut ditujukan kearah kesalahan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. Tersangka harus dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum “praduga tak bersalah” (presumption of innocent) sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.9
9
Pada pemeriksaan tindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang harus diperiksa. Adakalanya diperlukan pemeriksaan saksi atau ahli. Demi untuk terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan. Namun, kepada tersangka harus ditegakkan perlindungan harkat martabat dan hak-hak asasi, kepada saksi dan ahli, harus juga diperlakukan
dengan cara yang
berperikemanusiaan dan beradab.
Penyidik Polri tidak secara serta-merta dapat melakukan kegiatan penyidikan dengan semaunya, melainkan ada juga batasan-batasan yang harus diikuti oleh penyidik tersebut agar tidak melanggar hak asasi manusia mengingat kekuasaan penyidik dalam melakukan rangkaian tindakan tersebut terlampau besar. Batasan-batasan kegiatan penyidik tersebut terdapat pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisan Republik Indonesia. Di dalam Pasal 13 Ayat (1) Peraturan tersebut disebutkan, dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas POLRI dilarang
a. Melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan; b. Menyuruh atau menghasut
orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang
Polisi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, 1991, Jakarta, hlm 46.
c. Memberitakan rahasia seseorang yang berperkara; d. Memanipulasi atau berbohong
dalam membuat atau
menyampaikan laporan hasil penyelidikan;
e. Merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran; f. Melakukan tindakan yang
bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara.10
B.Faktor Penghambat dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Ijazah Palsu.
Berdasarkan Menurut pendapat
penulis berkaitan dengan
kewenangan penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisan
dalam Tindak Pidana
Penyalahgunaan Ijazah Palsu, telah berjalan sebagaimana mestinya, Penyidik Polri tidak secara serta-merta dapat melakukan kegiatan penyidikan dengan semaunya, melainkan ada juga batasan-batasan yang harus diikuti oleh penyidik tersebut agar tidak melanggar hak asasi manusia mengingat kekuasaan penyidik dalam melakukan rangkaian tindakan tersebut terlampau besar.
Hal tersebut terlihat dengan proses penyidikan yang telah mengikuti prosedur yang ada. Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak
10 Pasal 13 ayat (1) Peraturan Kepala
pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”.
Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. Namun masih terdapat kekurangan berkaitan dengan sanksi hukuman yang diberikan terhadap para pelaku dan kelembagaan yang digunakan sebagai sarana atau alat yang dimanfaatkan untuk Tindak Pidana Penyalahgunaan Ijazah Palsu, harus di berikan sanksi yang lebih tegas lagi bisa berupa hukuman kurungan agar dapat memberikan efek yang lebih terhadap para pelakunya serta akibat hukum yang di timbulkan.
Beberapa kendala yang dihadapi penyidik Polri dalam proses penyidikan perkara pidana adalah11
: a. Diluar wilayah hukum Polda
Lampung.
b. Kurangnya partisipasi saksi
dalam memberikan
keterangan dalam proses penyidikan.
c. Masih banyaknya penyidik yang tingkat pendidikannya masih rendah.
d. Terbatasnya jumlah
penyidik.
e. Faktor penghasilan atau biaya akomodasi penyidik
11 Wawancara Bripka Donal A. wawancara
tanggal 19 Februari 2018
yang masih belum memadai.
f. Kurangnya anggaran
penyidikan.
g. Kurang memadainya sarana dan prasarana untuk menunjang kinerja penyidik.
III. PENUTUP
A.Saran
1. Perlu adanya ketegasan pemerintah dalam pelaksanaan KUHP tentang tindak pemalsuan ijazah. Ketegasan pemerintah dapat diwujudkan dengan menanyakan peraturan melalui media massa, memberi sanksi hukuman bagi yang memberi jasa. 2. Perlu adanya persamaan persepsi atau dengan kata lain pemahaman yang sama tentang hukum dikalangan penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan pihak-pihak lain yang terkait) dengan
pihak-pihak tersebut,
penyelesaian kasus-kasus mengenai pemalsuan bisa berjalan dengan baik dan cepat sekaligus mencegah kembalinya pemalsuan ijazah.
DAFTAR PUSTAKA
Chazawi, Adami, 2010, Pelajaran
Hukum Pidana Bagian I.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
_______, 2005, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi
di Indonesia, Bayumedia
Publishing, Malang.
Harahap, M. Yahya, 2012,
Pembahasan Permasalahan
dan Penerapan KUHAP
Penyidikan dan Penuntutan
(edisi Kedua). Jakarta:Sinar
Hartono, 2010, Penyidikan dan
Penegakan Hukum Pidana
melalui Pendekatan Hukum
Progresif. Jakarta: Sinar
Grafika.
R., Musdalifa, 2013, Tinjauan
Yuridis Terhadap Tindak
Pidana Penggunaan Ijazah
Palsu, Jakarta: Grafika.
Tabah, Anton, 1991, Menetap Dengan Mata Hati Polisi
Indonesia, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Perundang-undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisan Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 81 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Sumber lain:
http://www.pengertianilmu.com/201 5/01/pengertian-penegakan-hukum-dalam.html diakses pada tanggal 20 desember 2016