• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PERIZINAN PERTAMBANGAN EMAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS DAN PERIZINAN PERTAMBANGAN EMAS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN PERIZINAN PERTAMBANGAN EMAS YANG

BERDAMPAK PADA KERUSAKAN SUNGAI KUANTAN DI

PEKANBARU

Oleh : Aminullah Ibrahim

aminullahibrahim@students.unnes.ac.id Abstrak

Lingkungan hidup dapat diartikan sebagai semua benda yang berada di alam yang saling berhubungan anatara satu sama lain dalam menjalani kelangsungan hidup. Negara Indonesia memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah, banyak perusahaan pertambangan yang dibangun untuk mengolah hasil bumi, diantaranya pertambangan emas, minyak, mineral dan batubara. Sehingga, banyak warga sekitar yang tinggal di daerah yang memiliki Sumber Daya Alam yang berharga melakukan penambangan secara ilegal, yang menyebabkan kerusakan ekosistem dan pencemaran ligkungan. Masyarakat kurang memahami terhadap Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Kekayaan Sumber Daya Alam hanya dapat dikelola oleh negara untuk memajukan perekonomian bangsa dan kemakmuran rakyatnya. Sanksi dalam melakukan pertambangan ilegal sangatlah tegas, yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara. Jika ingin melakukan usaha pertambangan harus mempunyai IUP yaitu Izin Usaha Pertambangan yang harus memenuhi beberapa syarat yang tertera di dalamnya. Alasan terjadinya pertambangan liar ada beberapa faktor, diantaranya faktor sosial, hukum dan ekonomi. Pendirian pertambangan ilegal dapat berdampak merugikan negara, pertambangan liar yang dilakukan tanpa izin tidak terkena kewajiban membayar pajak, sehingga menurut perhitungan kerugian Negara atas tidak terpungutnya pajak dari PETI diperkirakan mencapai Rp 315,1 milyar/tahun.

Kata Kunci : Lingkungan, Pertambangan, Pencemaran

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara normatif, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, lingkungan hidup diartikan sebagai “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mepengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya”.

Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor, yaitu : a. Jenis dan jumlah tiap-tiap jenis unsur lingkungan hidup;

b. Hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup itu; c. Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup;

(2)

Unsur-unsur tersebut di atas yang mempengaruhi sifat-sifat lingkungan hidup tidak merupakan unsur yang terlepas satu sama lain, dalam arti unsur-unsur itu mempunyai pola hubungan tertentu yang bersifat tetap dan teratur serta saling mempengaruhi, selain itu Negara. juga berkewajiban menjaga dan mengelola lingkungan hidup serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebaik mungkin.1

Hak Negara atas menguasai atas bumi, air dan kekayaan alam merupakan dasar cita-cita para pendiri Negara “the founding fathers” di awal kemerdekaan yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai tujuan Negara, “...untuk memajukan kesejahteraan umum...”.

Dengan tujuan Negara yang sedemikian itu dapat terwujudkan dengan adanyya pengaturan, pengelolaan dari Negara dengan hak yang ada padanya yaitu “hak menguasai oleh negara” tadi terhadap sumber daya alam yang ada di Negara ini yang merupakan Karunia dari Tuhan Yang Maha Esa.

Hak Bangsa dalam tata jenjang hierarkhi penguasaan hak atas tanah merupakan hak tertinggi yang dimiliki unsur kepunyaan dan kewenangan untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan. Maka, segala kewenangan pada hak bangsa dapat diartikan seluruh rakyat Indonesia sepanjang masa yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia dari generasi terdahulu, sekarang dan yang akan datang.2

Salah satu yang membuat kita lupa selama ini adalah pemahaman terhadap Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”3 Tetapi pada zaman modern yang

semakin mendesak perekonomian rakyat, banyak yang melakukuka penambangan ilegal guna memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa memikirkan kerusakan dan dampak lingkungan yang terjadi dikemudian hari. Seperti yang dilakukan penambang emas ilegal yang terjadi di Pekanbaru, tepatnya di Desa Pintu Gobang Kari, Kecamatan Kuantan Tengah. Penambang ilegal ini telah melakukan penambangan emas disepanjang aliran sungai Kuantan, yang menyebabkan kerusakan lingkungan diisepanjang aliran sungai.

Sebagai masyarakat hukum, tidak sepantasnya melakukan penambangan ilegal yang berdampak rusaknya lingkungan alam sekitar yang mempengaruhi ekosistem yang ada di dalamnya, selain itu melakukan penambangan tanpa memeri informasi dan persetujuan yang legal kepada pemerinah yang berwenang.

Kewajiban memelihara lingkungan hidup diatur dalam pasal 6 ayat (1) dan (2), menyatakan dalam ayat (1) bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Ayat (2) menyatakan bahwa,

1 Elvany Izza, Ayu dan Mahrus, Ali. 2014. Hukum Pidana Lingkungan.

Yogyakarta. UII Press. hlm. 1-2.

2 Ariefianto agung, Harry. 2015. Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Industri. Semarang: Unnes Law Jurnal. Vol. 4, No. 1. hlm. 96.

(3)

setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberi informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.4

B. KRONOLIGI KASUS

PEKANBARU, KOMPAS – Jajaran Kepolisian Resor Kuantan Singingi, Riau, semakin gencar melakukan operasi penambamgan emas taanpa izin disepanjang aliran Sungai Kuantan. Dalam dua bulan terakhir, sampai 16 Desember, 19 orang dinyatakan sebagai tersangka kasus penambangan liar dan perusakan lingkungan.

“Sejak enam bulan menjabat, saya sudah mengimbau dan sosialisasi kepada masyarakat yang terlibat dalam penambangan. Namun, kegiatan ilegal di lapangan tidak juga berhenti. Akhirnya, sejak dua bulan yang lalu, kami terpaksa melakukan penindakan tegas agar lingkungan tidak semakin rusak,“ kata Kepala Polres Kuantan Singingi Ajun Komisaris Besar Dasuki Herlambang saat dihubungi dari Pekanbaru, Jumat (16/12).

Kasus terbaru penangkapan tersangka penambangan tanpa izin, kata Dasuki, terjadi Kamis (15/12) siang. Satuan Reserse Kriminal Polres Kuansing mengamankan dua pelaku di lokasi Desa Pintu Gobang Kari, Kecamatan Kuantan Tengah.

“Dua tersangka terbaru ini berasal dari Pati, Jawa Tengah. Mereka adalah Ta (30) dan AC (25). Sebelum berangkat menambang di Kuantan Singingi, keduanya bekerja sebagai buruh di daerah asalnya,” kata Dasuki.

Selasa (13/12), kata Dasuki, pihaknya menangkap[ dua pemodal sekaligus pembeli hasil penambangan liar di Desa Muaran Lembu, Kecamatan singingi. Keduanya, yakni An, warga Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau dan SE, warga Padang, Sumatera Barat.

Dalam penangkapan itu, polisi mengamankan barang bukti uang Rp 196 juta, emas 15 gram, dan tiga alat pompa bakar emas. Selain itu, disita juga 2 timbangan digital, 1 timbangan emas, emas 15 gram, faktur jual beli, dan 9 buku tabungan.

Menurut Dasuki, pihaknya kesulitan dalam menuntaskan masalah penambangan ilegal. Polisi seakan bekerja sendirian. Pihaknya membutuhkan sinergi dengan semua pihak, tetapi belum ada kesamaan pendapat di antara pemimpin daerah.

“Bupati sudah saya ajak untuk menyelesaikan masalah. Namun, beliau hanya berkeluh kesah dan belum berbuat,” kata Dasuki.

Penambangan liar itu, lanjutnya, sudah ada sejak tahun 2001 dan sekarang kondisi lingkungan semakin rusak. Belum ada solusi yang ditawarkan pemerintah daerah kepada warga petambang. Tindakan hukum belum mampu membuat warga meninggalkan pekerjaan ini.

Berdasarkan catatn Kompas, penambangan liar di sepanjang Sungai Kuantan tidak pernah berhenti beberapa tahun terakhir ini. Penertiban yang dilakukan hanya bersifat temporer dan tidak bersifat menyeluruh. Pola penambangan untuk menemukan emas biasanya menggunakan bahan berbahaya merkuri yang mencemari lingkungan.

Kondisi penambangan umumnya berlangsung ditengah aliran sungai dengan menggunakan rakit kayu dan dilengkapi gubuk untuk pekerja lapangan. Di atas rakit dipasang mesin pompa untuk menyedot pasir dan

4 Handoyo, Eko. 2009. Aspek Hukum Pengelolaan lingkungan Hidup. Semarang:

(4)

batuan sungai lalu mengalirkannya ke penyaringan untuk menemukan emas. Selain di aliran sungai, penambangan juga berlangsung di darat, tetapi masih di dekat sungai dengan membuat lubang sampai sedalam 5 meter.

Pada musim hujan, arus Sungai Kuantan menjadi kencang dan membahayakan jiwa.

Sementara tambang darat runtuh secara tiba-tiba.pada 18 september 2016, Novriadi (31), petambang liar di Desa Pedusunan tewas tertimbun longsor saat mencari emas. (SAH)5

C. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana tindak pidana penambangan ilegal tanpa ada perizinan ? 2. Apasaja faktor pendorong penambangan ilegal ?

3. Bagaimana dampak lingkungan yang terjadi atas penambangan ilegal ?

PEMBAHASAN

I. Tindak Pidana Penambangan Ilegal Tanpa Ada Perizinan

Melakukan Perbuatan yang Mengakibatkan Dilampauinya Baku Mutu Udara Ambien, Baku Mutu Air, Baku Mutu Air Laut, atau Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Secara normatif substansi Pasal 98 rumusan Pasal 158 berbunyi sebagai berikut :

Ketentuan pidana pelanggaran UU No 4 Tahun 2009 :

 Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

 Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung,

memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

 Setiap orang yang rnengeluarkan IUP yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).6

Sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 terdapat dalam pasal 40, yang berbunyi sebagai berikut :

1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).

5 Kompas. Sabtu 17 Desember 2016. Hlm. 5.

(5)

3. Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

4. Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima pluh juta ruppiah).7

Pelaku usaha pertambangan yang hendak memiliki IUPK Operasi Produksi sekurang-kurangnya wajib memuat :

a. Nama perusahan; b. Luas wilayah;

c. Lokasi penambangan;

d. Lokasi pengolahan dan pemurnian; e. Pengangkutan dan penjualan; f. Modal investasi;

g. Jangka waktu tahap kegiatan;

h. Penyelesaian masalah pertahanan, lingkungan hidup, termasuk reklamasi dan pascatambang;

i. Dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang; j. Jangka waktu berlakunya IUPK;

k. Perpanjangan IUPK; l. Hak dan kewajiban;

m. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;

n. Perpajakan;

o. Iuran tetap dan iuran produksi serta bagian pendapatan negara/daerah, yang terdiri atas bagi hasil dari keuntungan bersih sejak berproduksi;

p. Penyelesaian perselisihan;

q. Keselamatan dan kesehatan kerja; r. Koservasi emas;

s. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;

t. Penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik;

u. Pengembangan tenaga kerja Indonesia; v. Pengelola data emas;

w. Penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi pertambangan emas, dan

x. Divestasi saham.8

II. Faktor Pendorong Penambangan Ilegal

7 Rahmadi, Takdir. 2014. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta. Rajawali

Pers. hlm. 234.

(6)

Faktor pendorong kehadiran Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dapat dikelompokkan menjadi:

a. Faktor Sosial , yaitu :

 Keberadaan penambang tradisional oleh masyarakat setempat yang telah berlangsung secara turun - temurun.

 Hubungan yang kurang harmonis antara pertambangan

resmi/berizin dengan masyarakat setempat.

 Penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa batas.

b. Faktor Hukum, yaitu :

 Ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku dibidang pertambangan.

 Kelemahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan, yang antara lain tercermin dalam kekurang berpihakan kepada kepentingan masyarakat luas dan tidak adanya teguran terhadap pertambangan resmi/berizin yang tidak memanfaatkan wilayah usahanya (lahan tidur).

 Kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan.

c. Faktor Ekonomi, yaitu :

 Keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang

sesuai dengan tingkat keahlian/ ketrampilan masyarakat bawah.

 Kemiskinan dalam berbagai hal, miskin secara ekonomi, pengetahuan, dan ketrampilan.

 Keberadaan pihak ketiga yang memanfaatkan kemiskinanuntuk tujuan tertentu, yaitu penyandang dana (cukong), backing (oknum aparat) dan LSM.

 Krisis ekonomi berkepanjangan yang melahirkan pengangguran

terutama dari kalangan masyarakat bawah. Penemuan cadangan baru oleh perusahaan tambang resmi/ berizin.9

III. Dampak Lingkungan Yang Terjadi Atas Penambangan Ilegal

Apabila melakukan pertambangan ilegal, ada beberapa dampang negatif yang akan terjadi pada lingkungan. Diantaranya :

1. Kehilangan Penerimaan Negara

 Dengan status yang tanpa izin, maka otomatis PETI tidak terkena kewajiban untuk membayar pajak dan pungutan lainnya kepada Negara. Menurut perhitungan, kerugian Negara atas tidak terpungutnya pajak dari PETI diperkirakan mencapai Rp 315,1 milyar/tahun. Jumlah ini dipastikan akan membengkak jika memperhitungkan penerimaan negara dari sektor lain yang mendukung kegiatan PETI (multiplier effect) dan tidak dapat dipungut oleh Negara.

2. Kerusakan Lingkungan Hidup

 Pada perusahaan tambang resmi/berizin, yang notabene dibebani kewajiban untuk melaksanakan program pengelolaan lingkungan melalui AMDAL, faktor lingkungan hidup tetap menjadi masalah krusial

(7)

yang perlu mendapat pengawasan intensif, Dengan kegiatan PETI yang nyaris tanpa pengawasan, dapat dibayangkan kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Terlebih lagi, para pelaku PETI praktis tidak mengerti sama sekali tentang pentingnya pengelolaan ling-kungan hidup, sehingga lahan suburpun berubah menjadi hamparan padang pasir yang tidak dapat ditanami akibat tertimbun limbah penambangan dan pengolahan.

3. Pemborosan Sumber Daya Mineral

 Teknologi penambangan dan pengolahan yang dilakukan oleh PETI secara umum sangat sederhana, sehingga perolehannya (recovery)

sangat kecil (sekitar 40%), Baik sisa cadangan yang masih tertinggal di dalam tanah maupun limbah hasil pengolahan (tailing), yang masing-masing sebesar 60%, sangat sulit untuk ditambang atau diolah kembali karena kondisinya sudah rusak (idle resources).

Disamping itu, karena PETI hanya menambang cadangan berkadar tinggi, maka cadangan berkadar rendah menjadi tidak ekonomis untuk ditambang. Padahal jika penambangan dilakukan secara benar (good mining practice), cadangan berkadar rendah sebenarnya ekonomis untuk ditambang apabila dicampur (mixing) dengan cadangan berkadar tinggi sepanjang sesuai cut off grade yang telah ditentukan.

4. Kecelakaan Tambang

 Dari aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), kegiatan PETI telah

menimbulkan kecelakaan tambang yang memakan korban luka-luka dan meninggal dunia, serta berbagai penyakit. Memang tidak ada laporan resmi tentang jumlah korban, baik yang luka, cacat, maupun meninggal dunia, namun diperkirakan cukup banyak. Hai ini dapat diprediksi dari berita di berbagai media cetak, baik lokal maupun nasional, yang memberitakan kecelakaan tambang.

5. Pelecehan Hukum

 Kegiatan PETI telah menimbulkan preseden buruk bagi upaya penegakan dan supremasi hukum di Indonesia. Hukum memang sulit atau mustahil diberlakukan di wilayah-wilayah PETI, sebab aparat penegak hukum sendiri seringkali harus berhadapan dengan kelompok masyarakat yang “tidak mengerti hukum”, karena berbagai alasan. Dampak negatif lebih buruk yang muncul kemudian adalah keengganan pengusaha untuk berusaha sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga menutup peluang bagi Pemerintah untuk menumbuhkan sektor perekonomian secara menyeluruh. upaya mempertahankan/melindungi kepentingan masing-masing. Masyarakat bawah, yang seringkali menjadi korban dari penyandang dana (penadah) dan oknum aparat, mengakibatkan kehidupan mereka sangat rawan terhadap rnuncuinya gejolak sosial.

7. Iklim Investasi Tidak Kondusif

(8)

memberikan jaminan kepastian hukum. Dua faktor terakhir inilah yang kini tengah mengalami batu ujian di Indonesia menyusul maraknya PETI di berbagai wilayah, sebab telah mengakibatkan iklim investasi menjadi tidak kondusif dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurut hasil beberapa studi, sebelum terjadi krisis ekonomi dan politik, sudah diidentifikasi bahwa dalam segi kepastian hukum dan keamanan investasi, Indonesia dinilai lebih rendah dibanding kompetitor terdekatnya (Cina). Dengan terjadinya krisis ekonomi dan politik yang berkepanjangan, serta disusul oleh penjarahan PETI terhadap wilayah pertambangan berizin, maka dapat dipastikan Indonesia berada pada peringkat bawah sebagal negara berisiko tinggi untuk berinvestasi (high country risk).10

KESIMPULAN

Melihat banyaknya Sumber Daya Alam yang dimiliki Indonesia, makin maraknya pertambangan ilegal yang terjadi diberbagai daerah. Masyarakat tidak menyadari bahwa, melakukan pertambangan ilegal sangat dilarang oleh Pemerintah, beberapa faktor yang menyebabkan pertambangan liar diantaranya, faktor sosial, ekonomi dan hukum. Pertambangan ilegal dapat menyebabkan rusaknya lingkungan sekitar dan mengganggu keseimbangan ekosistem alam. Sumber Daya Alam hanya dapat dikuasai oleh negara, Hak Negara atas menguasai atas bumi, air dan kekayaan alam merupakan dasar cita-cita para pendiri Negara “the founding fathers” di awal kemerdekaan yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai tujuan Negara, “...untuk memajukan kesejahteraan umum...”. Dengan demikian, Pemerintah memberikan sanksi pidana yang tegas untuk masyarakat yang melakukan pertambangan ilegal yang termuat di dalam UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambanagn Mineral dan Batubara. Untuk itu, sebagai masyarakat yang dianggap Fiksi Hukum, yaitu asas yang menganggap semua orang tahu hukum (Presumptio iures de iure) dapat berfikir dua kali untuk melakukan pertambangan ilegal ataupun perilaku lainnya yang dapat berdampak pada lingkungan sekitar, dan dapat merugikan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Elvany Izza, Ayu dan Mahrus, Ali. 2014. Hukum Pidana Lingkungan.

Yogyakarta. UII Press.

Rahmadi, Takdir. 2014. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta. Rajawali Pers.

Wahanisa, Rofi. 2010. Hak Menguasai Negara AtasBumi, Air, dan Kekayaan Alam : Perspektif Konstitusi. Semarang: Jurnal Konstitusi. Vol. 2, No. 2: 153-177. Handoyo, Eko. 2009. Aspek Hukum Pengelolaan lingkungan Hidup.

Semarang: jurnal Ilmu Hukum Pandecta. Vol. 3, No. 2: 19-31.

Ariefianto agung, Harry. 2015. Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Industri. Semarang: Unnes Law Jurnal. Vol. 4, No. 1: 94-103.

Herlambang, Basuki.2016. 19 Petambang Kuantan Singingi Jadi Tersangka.

Pekanbaru. Kompas. (17 Desember 2016).

UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara.

(9)

Sari. 2015. Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dan Karakteristiknya, Dimbil dari

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat formulasi sediaan liposom yang mengandung ekstrak etanol kunyit dengan karakter yang paling baik dan mengetahui

Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika

Sistem Pengendalian Intern (SPI) entitas, baik terhadap perencanaan maupun pelaksanaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dana dekonsentrasi bidang pendidikan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran berorientasi model guided inquiry untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi

1) Lama Fermentasi / Waktu Fermentasi Faktor – faktor yang mempengaruhi fermentasi salah satunya adalah lama fermentasi. Pemilihan lama fermentasi sebagai parameter

Selain itu, media massa arus utama yang telah mengakomodir karya jurnalisme warga, juga diharapkan bisa memberikan masukan positif, agar warga yang aktif

Dari hasil eksperimen yang diperoleh terlihat bahwa white layer juga terbentuk pada proses permesinan dengan menggunakan benda kerja Austempered Ductile Iron (ADI). Tebal dan

Setelah dinyatakan bahwa return saham BBNI dan TLKM tidak normal dan memiliki dependensi, maka kemudian dapat dilakukan estimasi parameter copula dengan menggunakan