Yannes Putra Simanullang 1206209394 Tugas Hukum dan Hak Asasi Manusia
Hak Turut Serta dalam Pemerintahan
Pasal 43
1. Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
3. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan. Contoh:
Diskriminasi yang terjadi bagi para penyandang gangguan jiwa dan ingatan dalam UU Pilkada.
JAKARTA, Indonesia — Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan yang mengizinkan penyandang gangguan jiwa dan ingatan untuk menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada), pada Kamis, 13 Oktober.
Permohonan tersebut diajukan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA PENCA). Ketiga lembaga ini menggugat Pasal 57 ayat 3 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal tersebut berbunyi, "Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya."
Menurut Fadli, kalimat tersebut mengancam hak seseorang untuk dapat mengikuti pilkada. Selama ini, menurut Fadli, penyandang gangguan mental masih mendapat perlakuan diskriminatif dari masyarakat. Mereka dianggap tidak mampu membuat keputusan sendiri; termasuk memilih pemimpin.Pertimbangan ini menjadi satu langkah maju dalam penghapusan diskriminasi terhadap pengidap gangguan mental atau ingatan di Indonesia. Sebab, bila tidak, sekitar 6 persen atau total 14 juta orang Indonesia yang terancam kehilangan hak memilihnya. Analisis: Sesuai pasal 43 Undang Undang No. 39 Tahun 1999 ini jelas dikatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk “ dipilih dan memilih” sehingga siapa pun tanpa terkecuali dapat berpartisipasi dalam pemerintahan. Akan tetapi pada kasus diskriminasi para penyandang
gangguan jiwa dan hilang ingatan ini, terjadi pengeneralisiran semua penyandang gangguan jiwa dan hilang ingatan dengan cara memukul rata semuanya tidak boleh mengikuti atau ikut dalam pesta rakyat (Daerah/Umum). Hal ini jelas telah bertentangan dengan ketentuan pasal 43 ini. Sehingga pada putusan MK nya mengabulkan sebagian yang mana penyandang gangguan jiwa dan hilang ingatan tetap dapat memilih dengan syarat syarat tertentu sesuai dengan pertimbangan ilmu psikologis dan kejiwaan. Akan tetapi pada pasal ini dikecualikan tekhusus pada kata
“dipilih” untuk para penyandang gangguan jiwa dan hilang ingatan. Sehingga mereka tidak dapat dipilih ataupun mencalonkan diri sebagai pejabat pemerintahan. Ini bukanlah sebuah
pelanggaran HAM, melainkan pertimbangan kelayakan seorang pejabat pemerintahan. Diskriminasi SARA dalam pemilihan langsung
Tionghoa dan Agama Kristen merupakan minoritas dan dirasa tidak layak memimpin DKI Jakarta karena hal tersebut.
Analisis: Penolakan terhadap Ahok dalam pencalonan dirinya di DKI Jakarta merupakan salah satu bentuk diskriminasi yang melanggar ketentuan pasal 43 ini. Yang mana pada pasal ini jelas dikatakan setiap warga negara dan tidak ada disebutkan mengenai suku , agama , ras dan antar golongan yang dapat dipilih ataupun memilih. Setiap pihak berhak ikut serta dalam pemerintahan termasuk untuk dipilih dan memilih.
Pasal 44
Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Contoh:
Kepolisian Daerah Khusus Ibukota Jakarta melarang aksi 122 atau demonstrasi pada Sabtu, 11 Februari 2017 mendatang. Polisi siapkan tindakan tegas bagi yang ngotot untuk menggelar unjuk rasa.
"Polda Metro Jaya menegaskan kembali bahwa kegiatan turun ke jalan pada tanggal 11 Februari dilarang," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, Rabu, 8 Februari 2017.
Sejumlah organisasi massa berencana menggelar unjuk rasa 112 sebagai lanjutan dua aksi sebelumnya 411 dan 212. Isu yang dibawa adalah seputar penodaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama.
untuk menjaga ketenangan Pilkada DKI Jakarta yang memasuki masa tenang dari tanggal 8 hingga 14 februari. Sehingga hal ini bukanlah bentuk pelanggarana atas hak berpendapat warga negara melainkan untuk menjaga ketenangan dan mengikuti ketentuan perundang-undangan. Dugaan kasus makar menimpa beberapa orang aktivis, entertainer serta politisi
Para pelaku dugaan makar yang ditangkap oleh kepolisian di tempat masing-masing dirasa para pengacara para pihak merupakan tindakan pelanggaran HAM tentang membatasan hak