ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Upaya mengatasi konflik social untuk mencegah disintegrasi Bangsa”
Makalah ini berisikan tentang berbagai upaya mengatasi konflik social yang
tengah terjadi di tengah-tengah masyarakat guna mencegah terjadinya disintegrasi
Bangsa Indonesia atau yang lebih khususnya membahas peran factor-faktor
penyebab terjadinya konflik, agar kedepannya dapat meminimalisir terjadinya konflik
yang mengancam perpecahan dalam masyarakat Indonesia. Diharapkan Makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua, khususnya bagi
mahasiswa/mahasiswi Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Kami menyadari bahwa ,makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapakan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta memberi dukungan berupa moril maupun materi‟il sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Surabaya, Juni 2012
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...ii
DAFTAR ISI ...iii
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 1
2. KAJIAN TEORI ... 2
2.1. Definisi Konflik... 2
2.1.1. Konflik Menurut Robbin... 2
2.1.2. Konflik Menurut Stoner dan Freeman ... 3
2.1.3. Konflik Menurut Myers ... 4
2.1.4. Konflik Menurut Peneliti Lainnya ... 4
2.2. Definisi Konflik Sosial ... 5
2.3. Definisi Disintegrasi ... 5
3. PEMBAHASAN... 7
3.1. Kondisi Indonesia Saat Ini ... 7
3.1.1. Fenomena Disintegrasi Bangsa ... 7
3.1.2. Ancaman Disintegrasi Bangsa. ... 8
3.1.3. Bahaya Disintegrasi ... 10
3.1.4. Konflik-konflik Pacsa Reformasi ... 11
3.2. Faktor Disintegrasi Bangsa ... 12
3.3. Kondisi Indonesia yang Diharapkan ... 13
3.4. Upaya Mencegah Disintegrasi ... 15
3.4.1. Kebijakan Penanggulangan ... 16
3.4.2. Strategi Penanggulangan ... 16
3.4.3. Upaya Penanggulangan ... 17
4. PENUTUP ... 18
4.1. Kesimpulan... 18
4.2. Saran ... 18
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Potensi disintegrasi bangsa di Indonesia sangatlah besar, hal ini dapat dilihat
dari banyaknya permasalahan kompleks yang terjadi dan apabila tidak dicari solusi
pemecahannya akan berdampak pada meningkatnya eskalasi konflik menjadi upaya
memisahkan diri dari NKRI. Kondisi ini dipengaruhi pula dengan menurunnya rasa
nasionalisme yang ada didalam masyarakat dan dapat berkembang menjadi konflik
yang berkepanjangan yang akhirnya mengarah kepada disintegrasi bangsa, apabila
tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mencegah dan
menanggulanginya sampai pada akar permasalahannya secara tuntas maka akan
menjadi masalah yang berkepanjangan.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam merumuskan kebijakan, upaya dan strategi dalam menanggulangi dan
mencegah ancaman disintegrasi bangsa maka perlu mengetahui karakteristik
penyebab terjadinya ancaman disintegasi bangsa yang terjadi saat-saat ini. Maka
dapat dianalisa melalui beberapa faktor diantaranya sebagai berikut :
1. Membangun moral dengan penanaman nasionalisme.
2. Pencegahan dan penanggulanga n ancaman disintegrasi bangsa.
3. Ancaman disintegrasi bangsa.
4. Konflik-konflik pacsa reformasi.
5. Stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis serta mendukung integrasi
bangsa.
6. Menegakkan peraturan hukum yang berlaku.
2
2. KAJIAN TEORI
2.1. Definisi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri
yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam
interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai
sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
2.1.1. Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The
Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat
meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan
organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi
tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan
bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus
dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan
irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi
yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan
kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi
3 2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar
terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu
yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti
terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu,
konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong
peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan
sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh
kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung
mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini
disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi
cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh
karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat
minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok
tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
2.1.2. Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian,
yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View) :
1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik
dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan
mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan
oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi.
Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak
faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai,
dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai
tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai
4 2.1.3. Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers,
1993:234)
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk
yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik
karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau
organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan,
agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata
kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari
tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik
yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik
haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa
konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi
logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan
bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat
sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan
organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam
organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus
dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut,
misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
2.1.4. Konflik Menurut Peneliti Lainnya
1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini
dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus
mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik
mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi
yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi
yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama
untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik
(1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga
diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan,
5 tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai „perang dingin‟ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata
yang mengandung amarah.
2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber
pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa
konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu
kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk,
tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan
pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara
menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang
akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila
sewaktu – waktu terjadi kembali.
2.2. Definisi Konflik Sosial
Konflik social adalah pertentangan yang terjadi dalam masyarakat. Menurut
Robert M. Z. Lawang, konflik social merupakan alat untuk memperoleh hal-hal yang
langka, seperti status, kekuasaan, dan sebagainya. Konflik sosial terjadi antar
individu, antar kelompok, antar ras, dan antar budaya. Konflik social merupakan
fenomena social yang mewarnai kehidupan masyarakat. Perubahan social akibat
modernisasi sering kali diikuti oleh timbulnya konflik social. Proses reformasi yang
sedang berjalan di Indonesia ternyata diwarnai oleh konflik social. Konflik social
menyebabkan kehidupan masyarakat menjadi kacau. Oleh karena itu, konflik social
harus segera diatasi agar tidak meluas dan mengancam disintegrasi social.
2.3. Definisi Disintegrasi
Kita tahu saat ini persoalan integrasi bangsa mengancam dimana-mana mulai
dari Sabang sampai Marauke. Hal itu terlihat dari munculnya gerakan-gerakan
separatis di berbagai wilayah serta banyaknya konflik baik itu antara agama maupun
budaya. Banyak diantaranya yang merasa tak percaya dengan kepemimpinan
negaranya sendiri, bahkan beberapa diantara mereka ingin membebaskan diri dari
belengu ketidakadilan dari pemerintah saat ini. Sejumlah elit politik hanya berdiam
6 pribadinya sendiri. Disintegrasi merupakan suatu keadaan yang terpecah belah dari
kesatuan yang utuh menjadi terpisah-pisah.
Disintegrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan
tidak bersatu padu atau keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau
7
3. PEMBAHASAN
3.1.
Kondisi Indonesia Saat Ini
Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung potensi
kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras dan etnis
golongan, Hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi
timbulnya konflik sosial. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik akhir-akhir
ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang bernuasa
SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI
akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan, apabila kondisi ini tidak
dimanage dengan baik akhirnya akan berdampak pada disintegrasi bangsa.
Masalah disintegrasi bangsa merupakan salah satu prioritas pokok dalam
program kerja kabinet gotong royong. Permasalahan ini sangat kompleks sebagai
akibat akumulasi permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan
tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka
akan menjadi problem yang berkepanjangan.
Bentuk-bentuk pengumpulan massa yang dapat menciptakan konflik horizontal
maupun konflik vertikal harus dapat diantisipasi guna mendapatkan solusi tepat dan
dapat meredam segala bentuk konflik yang terjadi. Kepemimpinan dari tingkat elit
politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan untuk
menanggulangi konflik pada skala dini.
Upaya mengatasi disintegrasi bangsa perlu diketahui terlebih dahulu
karakteristik proses terjadinya disintegrasi secara komprehensif serta dapat
menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pada tahap selanjutnya. Keutuhan
NKRI merupakan suatu perwujudan dari kehendak seluruh komponen bangsa
diwujudkan secara optimal dengan mempertimbangkan seluruh faktor-faktor yang
berpengaruh secara terpadu, meliputi upaya-upaya yang dipandang dari aspek asta
gatra.
3.1.1. Fenomena Disintegrasi Bangsa
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering berangkat
8 perlakuan pemerintah terhadap wilayah atau kelompok minoritas seperti masalah
otonomi daerah, keadilan sosial, keseimbangan pembangunan, pemerataan dan
hal-hal yang sejenis.
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air dewasa ini
yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang reformasi
yang tengah berjalan menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas baru.
Segala hal yang terkait dengan Orde Baru termasuk format politik dan
paradigmanya dihujat dan dibongkar. Bermunculan pula aliansi ideologi dan politik
yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai politik baru. Seiring dengan itu lahir
sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih
luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin menambah problem, manakala
diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan segala
permasalahannya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan
yang tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada
daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya
berlimpah/berlebih, sehingga daerah tersebut mampu menyelenggarakan
pemerintahan sendiri dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Selain itu disintegrasi bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan politik
dewasa ini. Dalam kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari statemen
politik para elit maupun pimpinan nasional yang sering mempengaruhi sendi-sendi
kehidupan bangsa sebagai akibat masih kentalnya bentuk-bentuk primodialisme
sempit dari kelompok, golongan, kedaerahan bahkan agama. Hal ini menunjukkan
bahwa para elit politik secara sadar maupun tidak sadar telah memprovokasi
masyarakat. Keterbatasan tingkat intelektual sebagian besar masyarakat Indonesia
sangat mudah terpengaruh oleh ucapan-ucapan para elitnya sehingga dengan
mudah terpicu untuk bertindak yang menjurus kearah terjadinya kerusuhan maupun
konflik antar kelompok atau golongan.
3.1.2. Ancaman Disintegrasi Bangsa.
Akhir-akhir ini juga sering terjadi konflik-konflik kecil di daerah, seperti di
Tarakan, Kalimantan Timur, dan juga yang masih sering terjadi kerusuhan di Ambon.
Konflik-konflik terjadi karena perbedaan suku maupun agama. Bangsa ini rasanya
9 tidak segera sadar. Bangsa ini masih terlalu lemah untuk mengikat tali persatuan
dan kesatuan dari Sabang sampai Merauke.
Apalagi sekarang ini memasuki era globalisasi, dimana jalinan informasi dan
komunikasi sudah saling terbuka di seluruh dunia. Kehadiran globalisasi memang
membawa dampak yang baik juga terhadap kehidupan kita, karena kita sekarang
lebih bisa berinteraksi dan mendapat lebih banyak ilmu pengetahuan dari bangsa
lain sehingga kita tidak terpuruk dalam keterbelakangan. Namun dampak negatif
yang ditimbulkan juga besar sekali untuk memicu terjadinya disintegrasi suatu
bangsa.
Beberapa dampak negative dari globalisasi:
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat
membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan
berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut
terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam
negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola,
Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap
produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme
masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri
sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya
barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan
miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal
tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang
dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di
kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat.
Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kehilangan
kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala
yang muncul dalam kehidupan sehari- hari generasi muda sekarang.
Dari cara berpakaian, banyak remaja-remaja yang berdandan seperti selebritis
yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan
10 berpakaian tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Tak
ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih
suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak
remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang
sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa
batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Khususnya bagi anak muda internet sudah
menjadi kebutuhan sehari-hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita
memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, maka akan mendapat
kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan
tidak semestinya. Misalnya untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet
saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap
masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan
menggunakan handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan
santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena
globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak
sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan
tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh tersebut tidak dihentikan, moral generasi bangsa
menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya
dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap
budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi
muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak
memiliki rasa nasionalisme? Bukankah hal itu berakibat pada disintegrasi bangsa?
Karena tidak adanya kepuasan terhadap milik bangsa sendiri.
3.1.3. Bahaya Disintegrasi
Nampaknya, nasionalisme yang melambangkan jati diri bangsa Indonesisa
yang selama ini demikian kukuh, kini mulai memperlihatkan keruntuhan. Asas
persamaan digerogoti oleh ketidakadilan pengalokasian kekayaan yang tak
berimbang antara pusat dan daerah selama ini.
Menurut Aristoteles, persoalan asas kesejahteraan yang terlalu diumbar,
11 yang diakibatkan oleh para pelaku politik yang tidak lagi bersikap netral. Meskipun
barangkali filosof politik klasik Aristoteles dianggap usang, namun bila dlihat dalam
konteks masa kini, orientasinya tetap bisa dijadikan sebagai acuan. Paling tidak
untuk melihat sebab-sebab munculnya disintegrasi bangsa. Maka menyikapi
berbagai kasus dan tuntutan yang mengemuka dari berbagai daerah sudah barang
tentu diperlukan konsekuensi politik dan legitimasi bukan janji-janji sebagaimana
yang dikhawatirkan oleh banyak kalangan.
Legitimasi diperlukan tidak saja untuk menjaga stabilitas tetapi juga menjamin
adanyan perubahan nyata dan konkret yang dapat dirahasiakan langsung oleh
warga terhadap tuntutan dan keinginan mereka. Namun, bagaimanapun juga kita
tetap mesti berupaya agar tuntutan terhadap pemisahan dari kesatuan RI dapat
diurungkan. Dalam hal ini diperlukan kejernihan pikiran, kelapangan dada dan
kerendahan hati untuk merenungkan kembali makna kesatuan dan persatuan,
sekaligus menyikapi secara arif dan bijak terhadap berbagai kasus dari tuntutan
berbagai daerah, Aceh khususnya.
3.1.4. Konflik-konflik Pacsa Reformasi
Secara sadar kita harus mengakui bahwa pasca reformasi telah terjadi
ancaman disintegrasi bangsa yang mencakup lima wilayah.
1. Kekerasan memisahkan diri di Timor-Timor setelah jajak pendapat tahun
1999 yang pada akhirnya lepas dari NKRI, di Aceh sebelum perundingan
Helsinki dan beberapa kasus di Papua.
2. Kekerasan komunal berskala besar, baik antar agama, intra agama, dan antar
etnis yang terjadi Kalimatan Barat, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Kalimatan
Tengah.
3. Kekerasan yang terjadi dalam skala kota dan berlansung beberapa hari
seperti peristiwa Mei 1998, huru-hara anti Cina di Tasikmalaya, Banjarmasin,
Situbondo dan Makassar.
4. Kekerasan sosial akibat main hakim sendiri seperti pertikaian antar desa dan
pembunuhan dukun santet di Jawa Timur 1998.
5. Kekerasan yang terkait dengan terorisme seperti yang terjadi di Bali dan
12 Semua itu belum termasuk konflik kekerasan yang diakibatkan Pilkada dan issu
pemekaran yang menggunakan rakyat sebagi objek kepentingan politik kekuasaan
para elit politik baik lokal maupun nasional.
3.2.
Faktor Disintegrasi Bangsa
1. Geografi. Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak
yang sangat strategis untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain
itu juga memiliki berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap
timbulnya disintegrasi bangsa. Dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut
memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan kondisi alamnya yang juga
sangat berbeda-beda pula menyebabkan munculnya kerawanan sosial yang
disebabkan oleh perbedaan daerah misalnya daerah yang kaya akan sumber
kekayaan alamnya dengan daerah yang kering tidak memiliki kekayaan alam
dimana sumber kehidupan sehari-hari hanya disubsidi dari pemerintah dan
daerah lain atau tergantung dari daerah lain.
2. Demografi. Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata,
sempitnya lahan pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan
pekerjaan, telah mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinankarena
rendahnya tingkat pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih
rendah yang menyebabkan sulitnya kemampuan bersaing dan mudah
dipengaruhi oleh tokoh elit politik/intelektual untuk mendukung kepentingan
pribadi atau golongan.
3. Kekayaan Alam. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati
maupun non hayati akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara
Industri, walaupun belum secara keseluruhan dapat digali dan di kembangkan
secara optimal namun potensi ini perlu didayagunakan dan dipelihara
sebaik-baiknya untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam peran sertanya
secara berkeadilan guna mendukung kepentingan perekonomian nasional.
4. Ideologi Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam
penghayatan dan pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan
nilai-nilai dasar Pancasila, bahkan saat ini sering diperdebatkan. Ideologi
pancasila cenderung tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu
yang mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa batas, demikian
13 5. Politik, berbagai masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh
bangsa Indonesia saat ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem
multi partai, pemisahan TNI dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI,
sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan
secara tuntas karena berbagai masalah pokok inilah yang paling rawan dengan
konflik sosial berkepanjangan yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya
disintegrasi bangsa.
6. Ekonomi, sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang
dapat pemberdayakan sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta
bentuk-bentuk kemitraan dan kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan
terhadap KKN. Hal ini dihadapkan dengan krisis moneter yang
berkepanjangan, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan meningkatnya
tingkat pengangguran serta terbatasnya lahan mata pencaharian yang layak.
7. Sosial Budaya, kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan
yang tinggi dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang
mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra
warga masyarakat yang terjadi adalah konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan
membesar bila masing-masing mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa
memperhatikan yang lain.
8. Pertahanan dan Keamanan, bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara
yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam
negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring dengan perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan komunikasi. Serta
sarana dan prasarana pendukung di dalam pengamanan bentuk ancaman
yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya.
3.3.
Kondisi Indonesia yang Diharapkan
Kondisi NKRI secara nyata harus diakui oleh setiap warga negara bila ditinjau
dari kondisi geografi, demografi, dan kondisi sosial yang ada akan terlihat bahwa
pluralitas, suku, agama, ras dan antar golongan dijadikan pangkal penyebab konflik
atau kekerasan massal, tidak bisa diterima begitu saja.
Pemberlakuan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun
14 Indonesia namun berpotensi untuk terciptanya sikap fanatisme primodialisme yang
sempit, sektarianisme dan supranasionalisme. Kondisi ini terjadi karena tidak semua
masyarakat mengetahui tujuan pemberlakuan otonomi daerah bagi sebuah negara
kesatuan RI.
PILKADA dan pertarungan elit politik yang diimplementasikan kedalam bentuk
penggalangan massa, dengan alasan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat,
namun sarat dengan kepentingan pribadi atau politik yang pada akhirnya dapat
menciptakan konflik horizontal maupun vertikal, dalam penyelesaiannya tidak pernah
tuntas.
Kepemimpinan (leadership) dari tingkat elit politik nasional hingga
kepemimpinan daerah, sangat menentukan dalam rangka meredam konflik yang
terjadi saat ini. Sedangkan peredaman konflik pada skala kejadiannya memerlukan
tingkat profesionalisme dari seluruh aparat hukum dan instansi terkait secara
terpadu dan tidak berpihak pada sebelah pihak.
Kemerosotan moral generasi muda dapat dikurangi dengan cara menanamkan
rasa nasionalisme sejak usia dini. Rasa nasionalisme tersebut dapat diterapkan
dengan sering memperdengarkan lagu nasional, memperingati hari kemerdekaan
dan hari besar nasional, memperkenalkan gambar-gambar pahlawan pejuang
kemerdekaan, mengajak ziarah ke taman makam pahlawan, dan penayangan film
sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Membentuk moral dengan menanamkan nasionalisme penting karena dapat
mendorong generasi muda untuk menghargai arti kemerdekaan dengan hal-hal yang
positif, dan agar timbul kesadaran akan persatuan dan kesatuan bangsa sehingga
secara moral mereka terdorong untuk berbuat baik. Dalam membangun moral
dengan penanaman nasionalisme diperlukan kerja sama dan saling bahu membahu
antara semua pihak, yaitu lembaga pendidikan, keluarga, masyarakat dan
pemerintah. Semua pihak hendaknya bisa menjadi contoh teladan bagi siswa
sebagai generasi penerus pembangunan.
Faktor utama perekat persatuan bangsa adalah kebhinekaan budaya Indonesia
dan bukan manjadi halangan untuk mewujudkan persatuan bangsa. Justru dengan
adanya budaya yang beraneka ragam tersebut seharusnya dapat menjadikan warga
15 dan serasi. Oleh sebab itu perlu selalu disadari dan dipahami bersama bahwa
bangsa Indonesia ini memang bentuk dari suku-suku bangsa yang memiliki budaya
yang beraneka ragam. Langkah utama yang perlu ditempuh dalam rangka
membangun kehidupan bagi bangsa Indonesia di masa depan adalah menggunakan konsepsi kemandirian lokal, yaitu “pendekatan kebudayaan” sebagai bagian utama dari strategi pembangunan masyarakat dan bangsa. Implementasi pendekatan
kebudayaan dalam pembangunan bangsa diyakini akan dapat menumbuhkan
kebanggan pada setiap anak bangsa terhadap diri dan budayanya dan pada
gilirannya akan menumbuhkan pula toleransi dan pengertian akan keberadaan
budaya lainnya.
3.4.
Upaya Mencegah Disintegrasi
Indonesia akan disintegrasi atau tidak pasti akan menimbulkan pro dan kontra
yang disebabkan dari sudut pandang mana yang digunakan. Reformasi sudah
berjalan kurang lebih 10 tahun, apa yan telah didapat, bahkan rakyat kecil sudah
mulai menilai bahwa kehidupan di masa Orde Baru lebih baik bila dibandingkan
dengan saat ini. Pandapat rakyat tersebut terjadi karena hanya dilihat dari sudut
pandang harga kebutuhan pokok sehari-hari dan itu tidak salah karena hanya satu
hal tersebut yang ada dibenak mereka. Kemudian ada kelompok masyarakat yang
selalu menuntut kebebasan, dan oleh kelompok yang lain dikatakan sudah
keblabasan. Kemudian timbul kembali pertanyaan apa itu reformasi? Yang jelas
bangsa Indonesia semua menginginkan kehidupan yang lebih baik melalui reformasi
setelah hidup di era Orde Baru.
Dengan demikian bangsa ini sudah mendekati disintegrasi kalau tidak memiliki
pegangan. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh bangsa dan negara ini
dalam upaya untuk bangkit kembali, yaitu :
1. Pancasila dan UUD1945 harus digemakan lagi sampai ke rakyat yang paling
bawah, dalam rangka pemahaman dan penghayatan.
2. GBHN yang pernah ada yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
membangun bangsa dan negara perlu dihidupkan kembali.
3. Para tokoh dan elit bangsa harus dapat memberi contoh dan menjadi cintoh
rakyat, jangan selalu berkelahi dan saling caci maki hanya untuk kepentingan
16 4. Budaya bangsa yang adi luhung hendaknya diangkat untuk diingat dan
dilaksanakan oleh bangsa ini yaitu budaya saling hormat menghormati.
5. TNI dan POLRI harus segera dibangun dengan tahapan yang jelas yang
ditentukan oleh DPR. Jangan ada lagi curiga atau mencurigai antar unsur
bangsa ini karena keselamatan bangsa dan negara sudah terancam.
3.4.1. Kebijakan Penanggulangan
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi
nasional adalah sebagai berikut :
1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak
untuk bersatu.
2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak
untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang
menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam
aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan
bagi semua pihak, semua wilayah.
5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan
yang arif dan efektif.
3.4.2. Strategi Penanggulangan
Adapun strategi yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa
antara lain :
1. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat
Indonesia.
2. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada
setiap kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
3. Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha
pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya.
4. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi
butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan
17 5. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
6. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri
dalam memerangi separatis.
7. Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk
menggunakan kekuatan massa.
3.4.3. Upaya Penanggulangan
Dari hasil analisis diperlukan suatu upaya pembinaan yang efektif dan berhasil,
diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat guna memperkukuh
integrasi nasional antara lain :
1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak
untuk bersatu.
2. Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun
consensus.
3. Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang
menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam
aspek kehidupan dan pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi
semua pihak, semua wilayah.
5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpi nan
18
4. PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Dari hasil analisis penelitian tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Disintegrasi bangsa, separatisme merupakan permasalahan kompleks, akibat
akumulasi permasalahan politik, ekonomi dan keamanan yang saling tumpang
tindih sehingga perlu penanganan khusus dengan pendekatan yang arif serta
mengutamakan aspek hukum, keadilan, sosial budaya.
2. Pemberlakuan Otonomi Daerah merupakan implikasi positif bagi masa depan
daerah di Indonesia namun juga berpotensi untuk menciptakan mengentalnya
heterogental dibidang SARA.
3. Pertarungan elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan massa
yang dapat menciptakan konflik horizintal maupun vertical harus dapat
diantisipasi.
4. Kepemimpinan dari elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat
menentukan meredamnya konflik pada skala dini. Namun pada skala kejadian
diperlukan profesionalisme aparat kemanan secara terpadu.
5. Efek global, regional dengan faham demokrasi yang bergulir saat ini perlu
diantisipasi dengan penghayatan wawasan kebangsaan melalui edukasi dan
sosialisasi.
4.2. Saran
Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijakan dan strategi
pertahanan serta upaya-upaya apa yang akan ditempuh, maka disarankan beberapa
langkah sebagai berikut :
a. Pemerintah perlu mengadakan kajian secara akademik dan terus menerus
agar didapatkan suatu rumusan bahwa nasionalisme yang berbasis multi
kultural dapat dijadikan ajaran untuk mengelola setiap perbedaan agar muncul
pengakuan secara sadar/tanpa paksaan dari setiap warga negara atas
kemejemukan dengan segala perbedaannya.
b. Setiap pemimpin dari tingkat desa sampai dengan tingkat tertinggi , dalam
membuat aturan atau kebijakan haruslah dapat memenuhi keterwakilan semua
19 c. Setiap warga negara agar memiliki kepatuhan terhadap semua aturan dan
tatanan yang berlaku, kalau perlu diambil sumpah seperti halnya setiap prajurit
yang akan menjadi anggota TNI dan tata cara penyumpahan diatur dengan
Undang-undang.
Sebaiknya diadakan suatu konsensus nasional yang berisi pernyataan bahwa
setiap warga negara Indonesia cinta damai, persatuan dan kesatuan dan rela
berkorban untuk mementingkan kepentingan nasional diatas kepentingan
pribadi atau golongan.
d. Menghimbau para musisi agar mau menciptakan suatu karya musik atau
lagu-lagu yang mengobarkan rasa cinta tanah air dan bangga menjadi Bangsa
Indonesia. Berdasarkan pengalaman sejarah telah membuktikan betapa
dahsyatnya sebuah lagu mempunyai pengaruh terhadap para pejuang
kemerdekaan dimasa lalu.
e. Pendidikan jangka panjang harus memperkenalkan tentang perbedaan umat
manusia dan kemajemukan budaya bangsa Indonesia dari tingkat sekolah
yang terendah sampai yang tertinggi secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.
f. Perlu dihimbau semua insan jurnalistik/pers dengan memperkenalkan rasa
nasionalisme diatas segalanya bagi keutuhan NKRI, sehingga dapat
memposisikan diri dalam keikutsertaan meredam konflik dan bukannya
memperbesar melalui berita-berita yang berdampak kebencian dan prsangka
buruk bagi setiap warga negara.
g. Menumbuhkan rasa nasionalisme yang mulai luntur, jika perlu mungkin dibuat
semacam deklarasi Nasional oleh pemerintah dengan tekad memelihara
keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI. Suatu deklarasi yang tepat akan
dapat menjadi pemicu tumbuhnya rasa nasionalisme.
h. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa nasionalisme sebangsa dan setanah air
dalam NKRI, harus dicari lagi terobosan lain yang dimana tugas dan fungsinya
minimal sama dengan BP-7 yang telah dibubarkan namun tidak bersifat
doktriner karena berdasarkan hasil penelitian didaerah, masyarakat masih
menghendaki adanya semacam penataran atau yang sejenis tentang
20
DAFTAR PUSTAKA
http://yudhislibra.wordpress.com/2010/11/16/pencegahan-dan-
penanggulangan-ancaman-disintegrasi-bangsa-sebagai-rasa-persatuan-indonesia-atas-dasar-bhinneka-tunggal-ika/
http://argamakmur.wordpress.com/cara-mengatasi-agar-tidak-terjadi-integrasi-suatu-bangsa/
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
http://febriirawanto.blogspot.com/2011/02/pengertian-bentuk-faktor-dan-dampak.html
http://www.scribd.com/doc/47720288/PENGERTIAN-KONFLIK-SOSIAL http://sarahayu9.blogspot.com/2011/04/pengertian-integrasi.html
http://www.scribd.com/pqarana/d/86754993 -Makalah-disintegrasi-bangsa http://www.tutorialto.com/lainnya/1028-pengertian-disintegrasi.html
http://ayobukasaja.blogspot.com/2011/08/makalah-pendidikan-kewarganegaraan.html