• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMP"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNARUNGU) DI SLB YAYASAN BAHAGIA

KOTA TASIKMALAYA Ade Iwan Mutiudin

MB0612003

Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Mitra Kencana

Jl. RE Martadinata No. 142 Kota Tasikmalaya 46151

[email protected]

INTISARI

ABK tunarungu memiliki masalah yang menonjol pada kemampuan keterampilan sosial karena keterbatasan kemampuan mendengar mereka. Kemampuan keterampilan sosial dapat ditingkatkan dengan adanya dukungan keluarga. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan sosial ABK; tunarungu. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-eksperimen dengan desain penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi adalah 34 wali murid di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya. Metode samplingnya adalah total sampling. Variabel penelitian adalah dukungan keluarga, kemampuan keterampilan sosial ABK; Tunarungu. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Hasil penelitian menggunakan uji statistik product momen person, Analisis univariat menunjukan 21 (61.8%) responden dukungan keluarga yang baik, 13 (38.2%) responden dukungan keluarga yang kurang, dan kemampuan keterampilan sosial terdiri dari 20 (58.8%) anak mempunyai kemampuan keterampilan sosial baik dan 14 (41.2%) anak mempunyai kemampuan keterampilan sosial kurang. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial dengan nilai p-va lue 0.001 menunjukkan kekuatan tingkat hubungan korelasinya sedang dan searah berarti semakin baik dukungan keluarga maka semakin baik pula kemampuan keterampilan sosial yang dimiliki anak tunarungu. Kemampuan keterampilan sosial yang kurang pada anak tunarungu dapat diminimalisir oleh keluarga karena keluarga adalah orang yang paling dekat dan mempunyai intensitas baik untuk bersama dengan anak tunarungu.

Kata Kunci : Dukungan Keluarga, Kemampuan Keterampilan Sosial, Anak Berkebutuhan Khusus, Tunarungu

ABSTRACT

Dea f/HH has a prominent issue on their socia l skill a bilities because of their limited a bility to hear something. Socia l skill a bilities can be improved with the support of the family. The purpose of this study wa s to determine the rela tionship of fa mily support with socia l skill a bilities of dea f/HH. This resea rch wa s a type of non-experimenta l research with descriptive correla tiona l design with used cross sectional a pproach. The population wa s 34 pa rents in SLB Ya ya san Ba ha gia Kota Ta sika ma laya. The sampling method being used is tota l sa mpling. The resea rch va ria bles a re fa mily support, socia l skill a bilities of dea f/HH. Mea suring tool used is questionnaires. The sta tistic test used product momen person, Univa ria te a na lysis showed 21 (61.8%) respondents fine relationship of fa mily support, 13 (38.2%) respondents less rela tionship of family support, and socia l skill consists of 20 (58.8%) child have a fine social skill a nd 14 (41.2%) child have less socia l skill. The exa mina tion showed that there wa s a significant relationship between family support with socia l skill a bilities with the p-va lue was 0.001 indicates the correla tion relationship of moderate level a nd in the sa me direction it mea ns tha t the fine fa mily support a lso a s fines a s the socia l a bilities of dea f/HH. Socia l skill a bilities less in children with dea f/HH can be minimized by the family support because the family is the closest person and has a fine intensity together with dea f/HH children.

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

etiap keluarga pastinya mengharapkan keturunan berupa lahirnya seorang anak. Kehadiran anak dalam sebuah keluarga sangat dinantikan sekaligus menjadi harapan bagi setiap orang tua. Harapan ini tentunya bernilai positif. Sebab tidak ada satu orang tua pun yang mengharapkan anaknya menghadapi kegagalan dalam menjalani kehidupan (Safrudin Aziz, 2015).

Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Anak juga merupakan anugerah serta titipan yang diberikan kepada orang tua. Kelahiran seorang anak merupakan suatu momen yang sangat ditunggu-tunggu dalam sebuah pernikahan. Kelahiran dapat menjadi stressor besar dalam sebuah pernikahan terutama ketika kelahiran anak pertama. Dalam proses kelahiran, semua perasaan orang tua bercampur aduk antara senang, cemas, takut, khawatir serta tidak sabar menunggu kelahiran sang anak. Pada proses melahirkan berbagai resiko yang akan dialami oleh seorang ibu maupun bayinya terutama keselamatan jiwa. Namun perasaan bahagia yang seyogyanya muncul ketika seorang ibu berhasil melahirkan anak dengan selamat dapat berubah menjadi kekecewaan ketika mengetahui anak yang dilahirkan memiliki kekurangan atau berkebutuhan khusus. Kekecewaan memang merupakan perasaan yang manusiawi ketika mendapati realitas tak sebanding dengan ekspektasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Keberadaan ABK termasuk penyandang cacat secara nasional maupun sebarannya pada masing-masing provinsi belum memiliki data yang pasti. Menurut WHO, pada tahun 2015 jumlah ABK di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2010, jumlah penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk sebesar 211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah tersebut 24,45% atau 361.860 diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016 anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak usia sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat) ini terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih ada 295.250 anak

penyandang cacat (85,6%) ada di masyarakat dibawah pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Pada tahun 2009 jumlah anak penyandang cacat yang ada di Sekolah meningkat menjadi 85.645 dengan rincian di Sekolah Luar Biasa (SLB) sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif sebanyak 15.144 anak, data siswa penyandang cacat yang terdaftar di SLB mencatat 5.610 orang terdaftar di SLB Tunarungu/Tunawicara merupakan peringkat kedua setelah SLB campuran berjumlah 58.008 orang (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2010 di Jawa Barat terdapat 74.586 orang yang mengalami tunarungu dengan berbagai macam etiologi, dan Jawa Barat masuk keperingkat ke-2 terbanyak setelah Jawa Timur terdapat 78.225 orang (Sensus Penduduk, BPS, 2010).

SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya merupakan sekolah luar biasa yang berada di Jl. Taman Pahlawan No. 20 Kelurahan Cikalang Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya, dengan luas tanah 999 m2. Jumlah siswa/i Tunarungu tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 34 siswa, dan jumlah guru yang mengajar di SLB Yayasan Bahagia sebanyak 37 orang, SLB Yayasan Bahagia merupakan sekolah luar biasa pertama yang berdiri di Kota Tasikmalaya (Profil SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya, 2016).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, terhadap 9 ibu yang mempunyai anak tunarungu di SLB Yayasan Bahagia, didapatkan hasil (100%) ibu menginginkan anak yang dikandungnya lahir dengan sehat dan tak kurang apapun. sedangkan berdasarkan hasil wawancara pada 4 wali kelas, 65% wali kelas mengatakan bahwa tidak semua anak berkebutuhan khusus di kelas mereka mempunyai kemampuan keterampilan sosial yang baik.

(3)

kelahiran, terkadang orang tua menjadi saling menyalahkan karena hadirnya ABK yang bisa berakibat pada mengganggu keharmonisan keluarga. Sebagai orang tua, sebaiknya sadar bahwa setiap anak mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh mereka entah bagaimanapun keadaan anak. Menjadi orang tua dengan ABK hendaknya tak menjadi akhir dari segalanya, namun harusnya para orang tua menjadi tertantang untuk dapat memenuhi kebutuhan anak, bagaimanapun keadaannya anak merupakan anugerah dari Tuhan dalam sebuah keluarga serta Tuhan tidak akan pernah memberikan kekurangan tanpa kelebihan apapun, begitu juga pada ABK. Dukungan dari lingkungan sosial (dukungan sosial) bagi ABK sangat mempengaruhi perkembangan ABK (Efendi, 2008).

Berdasarkan uraian fakta dan masalah diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial ABK; Tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemampuan Keterampilan Sosial ABK Tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial ABK Tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran dukungan keluarga dari ABK tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya. b. Mengetahui gambaran kemampuan keterampilan sosial ABK tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

c. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial ABK tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam bidang keperawatan anak khususnya tentang pentingnya dukungan keluarga yang baik sebagai proses aplikasi teori dalam usaha peningkatan kemampuan keterampilan sosial ABK Tunarungu.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pelayanan Keperawatan dan Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai peran keluarga terhadap kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khsusus. Penelitian ini dapat menjadi evidence ba sed practice dalam ilmu keperawatan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan bidang keperawatan anak terutama mengenai dukungan keluarga bagi kemampuan keterampilan sosial ABK; tunarungu.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan serta diajukan bahan referensi bagi institusi guna menambah perbendaharaan literature perpustakaan hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus (Tunarungu) di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

c. Bagi Keluarga

Sumber informasi bagi keluarga untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial ABK; (Tunarungu).

d. Bagi Peneliti

(4)

juga menambah wawasan, sehingga menambah pengetahuan peneliti dalam melakukan penelitian.

II. TINJAUAN TEORI

A. Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah (Friedman, 1998 dalam Setiawati, 2008). Menurut Baylon & Maglaya (1978) dalam Rasmun (2009) Dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Ada hal penting (Stuart ICN, 2001 dalam Setiawati, 2008) dalam definisi keluarga : a. Keluarga adalah suatu sistem atau

unit

b. Komitmen dan keterikatan antar anggota keluarga yang meliputi kewajiban dimasa yang akan datang c. Fungsi keluarga dalam pemberian

perawatan meliputi perlindungan, pemberian nutrisi dan sosialisasi untuk seluruh anggota keluarga d. Anggota – anggota keluarga

mungkin memiliki hubungan dan tinggal bersama atau mungkin juga tidak ada hubungan dan tinggal terpisah

e. Keluarga mungkin memiliki anak atau mungkin tidak

Dalam pengetian lain, keluarga juga dapat dipahami sebagai sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling ketergantungan, saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkunganya. Menurut Megawangi dalam Sochib, keluarga sebagai sistem diartikan sebagai unit sosial dimana individu terlibat secara intim didalamnya, dibatasi oleh aturan keluarga, terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga setiap waktu (Safrudin Aziz, 2015).

2. Fungsi Keluarga

Secara substantif keluarga memiliki fungsi yang saling terkait antara fungsi satu dengan fungsi lainya. Keterkaitan itu pada prinsipnya sebagai wahana untuk mengembangkan seluruh wahana untuk mengembangkan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya dimasyarakat dengan baik serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (Safrudin Aziz, 2015). 3. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan orang tua terhadap anggota keluarga lain (Setiawati, 2008). Anggota keluarga dalam menghadapi keadaan yang berada diluar harapan yang menjadi stressor bagi keluarga melalui proses tertentu akan memungkinkan keluarga itu untuk bertahan dan beradaptasi dengan baik hingga menjadi sebuah keluarga yang relisien (Mc Cubbin, 2001 dalam Puspita, dkk, 2011) menyatakan bahwa fase adaptasi merupakan konsep sentral dari ketahanan keluarga (fa mily resiliency). Olson & De Frain (2003) mengatakan bahwa keluarga akan saling memberikan dukungan fisik, emosi dan ekonomi. Keluarga merupakan lingkungan pertama dalam memberikan proses pertumbuhan anak. Keluarga yang harmonis akan memberikan dampak positif dalam keluarga tanpa konflik ataupun tanpa dinamika.

a. Jenis dukungan

Keluarga merupakan bagian dalam kelompok sosial. Ada 5 dimensi dari dukungan sosial keluarga adalah : 1) Dukungan emosional

(5)

2) Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan merupakan suatu dukungan atau bantuan dari keluarga dalam bentuk memberikan umpan balik dan penghargaan kepada anak berkebutuhan khusus dengan menunjukan respon positif yaitu dorongan atau persetujuan terhadap gagasan/ ide atau perasaan seseorang (Bomar, 2008).

3) Dukungan instrumental

Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan penuh keluarga dalam memberikan bantuan tenaga, dana maupun menyediakan waktu untuk melayani dan mendengarkan anak berkebutuhan khusus dalam menyampaikan perasaanya (Bomar, 2008).

4) Dukungan informasi

Dukungan informasi keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan dan memberikan informasi-informasi penting yang dibutuhkan dalam upaya meningkatkan status kesehatanya (Bomar, 2008).

4. Faktor yang mempengaruhi keefektifan dukungan sosial keluarga

Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial, (Cohen & Syme, 1985 dalam Widyastuti, 2008) adalah :

1) Pemberi dukungan sosial

Dukungan lebih mempunyai makna, apabila berasal dari sumber yang sama. Hal ini akan menjalinkan keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan.

2) Jenis dukungan

Dukungan yang diberikan itu bermanfaat sesuai dengan kondisi yang terjadi, misalnya dukungan informatif yang diberikan akan lebih bermanfaat diberikan pada orang yang kekurangan pengetahuan. 3) Penerima dukungan

Penerimaan dukungan itu dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mencari dan mempertahankan dukungan yang diperoleh

4) Lamanya pemberian dukungan Lama atau singkatnya pemberian dukungan tergantung kapasitas dari pemberi dukungan dalam suatu periode tertentu

B. Keterampilan Sosial

1. Definisi Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial (socia l skills) merupakan bagian penting dari kemampuan hidup manusia. Tanpa memiliki keterampilan sosial manusia tidak dapat berinteraksi dengan orang lain yang ada dilingkungannya karena keterampilan sosial dibutuhkan dalam hidup bermasyarakat. Keterampilan sosial menurut wikipedia (2007) sebagai berikut: “Keterampilan sosial adalah keterampilan yang digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain sesuai peran dalam struktur social yang ada cara berkomunikasi tersebut diciptakan, dikomunikasikan, serta dilakaukan secara verbal dan nonverbal dalam kompleksitas sosial untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosi seseorang. Adapun proses pembelajaran keterampilan ini dinamakan sosialisasi (Wikipedia, 2007).

(6)

memilah dan mengelola informasi, mampu mempelajari hal-hal baru yang dapat memecahkan masalah sehari-hari, mampu memiliki keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, memahami, menghargai, dan mampu bekerjasama dengan orang lain yang majemuk, mampu mentranformasikan kemampuan akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat (Sjamsuddin dan Maryani, 2008).

2. Dimensi-Dimensi Keterampilan Sosial Adapun yang dimaksud dengan dimensi-dimensi keterampilan sosial dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat Syerif (dalam Gerungan, 2010) meliputi :

a. Terdapat dorongan (motif) yang sama pada individu-individu yang menyebabkan terjadinya interaksi di antaranya ke arah tujuan yang sama b. Terdapat akibat-akibat interaksi yang

berlainan terhadap individu-indiv idu yang satu dari yang lain berdasarkan reaksi-reaksi dan kecakapan-kecakapan yang berbeda-beda antara individu yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu lambat laun mulai terbentuk pembagian tugas serta struktur tugas-tugas tertentu dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan yang sama itu. Sementara itu, mulai pula terbentuk norma-norma yang khas dalam interaksi kelompok ke arah tujuannya sehingga mulai terbentuk kelompok sosial dengan ciri-ciri yang khas

c. Pembentukan dan pengasan struktur kelompok yang jelas dan terdiri atas peranan-peranan dan kedudukan hierarkis yang lambat laun berkembang dengan sendirinya dalam usaha pencapaian tujuannya; d. Terjadinya penegasan dan

peneguhan norma-norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelompok dalam merealisasikan tujuan kelompok

3. Ciri-Ciri Keterampilan Sosial

Secara lebih spesifik, Elksnin (dalam Adiyanti, 2009) mengidentifikasi keterampilan sosial dengan beberapa ciri, yaitu:

a. Perilaku interpersonal

Merupakan perilaku yang menyangkut ketrampilan yang dipergunakan selama melakukan interaksi sosial. Perilaku ini disebut juga keterampilan menjalin persahabatan, misalnya memperkenalkan diri, menawarkan bantuan, dan memberikan atau menerima pujian. Keterampilan ini kemungkinan berhubungan dengan usia dan jenis kelamin.

b. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri

Merupakan keterampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial, misalnya keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sejenisnya. Dengan kemampuan ini, anak dapat memperkirakan kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi dan dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu.

c. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis

(7)

d. Peer a cceptance

Merupakan perilaku yang berhubungan dengan penerimaan sebaya, misalnya memberi salam, memberi dan meminta informasi, mengajak teman terlibat dalam suatu aktivitas, dan dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain. e. Keterampilan komunikasi

Keterampilan komunikasi merupakan salah satu ketrampilan yang diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dapat dilihat dalam beberapa bentuk, antara lain menjadi pendengar yang responsif, mempertahankan perhatian dalam pembicaraan dan memberikan umpan balik terhadap kawan bicara.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya (Mu’tadin, 2006).

a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan suatu bentuk masyarakat kecil yang akan memberikan peran sangat penting dalam mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Dalam keluarga akan muncul suatu keterampilan sosial yang berkembang dengan nilai-nilai, norma-norma dan keterampilan kerjasama antara anak yang satu dengan anak lainnya, yaitu kemampuan mengadakan toleransi, menghargai orang lain.

b. Lingkungan sekolah

Salah satu proses perkembangan yang mempunyai peranan penting adalah sekolah, karena sekolah merupakan suatu

proses pendidikan formal yang akan dijalani anak dalam rentang kehidupannya. Di sekolah anak akan mendapatkan bimbingan, pengajaran dan latihan yang membantu dalam mengembangkan potensi dasar yang dimilikinya.

c. Lingkungan sosial budaya

Pendapat yang tak dapat disangkal adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk homo socius. Semacam makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama satu sama lainnya. Hidup dalam kebersamaan dan saling membutuhkan akan melahirkan interaksi sosial.

d. Lingkungan teman sebaya

Teman sebaya yaitu teman yang akan menjadi tempat untuk menyatukan perasaan, pemikiran motif dan tingkah laku dirinya dan orang lain yang seusianya.

5. Pentingnya Pendidikan Keterampilan Sosial

Johnson and Johnson (dalam Baradja, 2005) mengemukakan 6 arti penting dari memiliki keterampilan sosial, yaitu :

a. Perkembangan Kepribadian dan Identitas

b. Mengembangkan Kemampuan Kerja, Produktivitas, dan Kesuksesan Karir

(8)

C. Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu 1. Definisi Anak Berkebutuahan Khusus

(ABK)

Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan khusus menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya atau berada di luar standar normal yang berlaku di masyarakat. Sehingga mengalami kesulitan dalam meraih sukses baik dari segi sosial, personal, maupun aktivitas pendidikan (Bachri, 2010). Kekhususan yang mereka miliki menjadikan ABK memerlukan pendidikan dan laypanan khusus untuk mengoptimalkan potensi dalam diri mereka secara sempurna (Hallan dan Kauffman 1986, dalam Hadis, 2006).

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan dan merupakan terjemahan dari children with special need yang telah digunakan secara luas di dunia internasional. Ada beberapa istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus. antara lain anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa. 2. Tunarungu

a. Pengertian

Tunarungu adalah suatu kondisi dimana anak atau orang dewasa tidak dapat memfungsikan fungsi dengarnya untuk mempersepsi bunyi dan menggunakannya dalam berkomunikasi, hal ini diakibatkan karena adanya gangguan dalam fungsi dengar baik dalam kondisi ringan, sedang, berat dan berat sekali. Menurut Bcothroyd dalam Melinda (2013) Memberikan batasan untuk tiga istilah Tunarungu berdasarkan

seberapa jauh seseorang dapat memanfaatkan sisa pendengaran dengan atau tanpa bantuan amplifikasi oleh alat bantu mendengar sebagai berikut :

1) Kurang dengar, namun masih bisa menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicara.

2) Tuli (Dea f) adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen pada penglihatan dan perabaan.

3) Tuli total (Tota lly Dea f) adalah mereka yang sudah sama sekali tidak memiliki pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak atau mempersepsi dan mengembangkan bicara.

Ketidakmampuan dalam mendengar memunculkan pendapat umu bahwa anak tunarungu hanya tidak amampu mendengar sehingga sulit berkomunikasi secara lisan dengan orang lain. Karena pendapat itulah tunarungu dianggap sebagai gangguan ringan sekaligus kurang mendapatkan simpati dibanding jenis kecacatan berat yang dapat mengakibatka kesulitan atau bahkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari (Bambang Putranto, 2015).

b. Klasifikasi Anak Tunarungu

(9)

III.KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep yang lainnya, atau antara variable satu dengan yang lainnya. (Notoatmodjo, 2012).

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan orang tua terhadap anggota keluarga lain (Setiawati, 2008).

Keterampilan sosial adalah suatu kemampuan secara cakap yang tampak dalam tindakan, mampu mencari, memilah dan mengelola informasi, mampu mempelajari hal-hal baru yang dapat memecahkan masalah sehari-hari, mampu memiliki keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, memahami, menghargai, dan mampu bekerjasama dengan orang lain yang majemuk, mampu mentranformasikan kemampuan akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat (Sjamsuddin dan Maryani, 2008).

Secara singkat kerangka konsep peneletian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen

Variabel Dependen

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Area yang diteliti

(Setiawati, 2008).

B. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka hipotesis atau jawaban sementara dari penelitian hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus (Tunarungu) adalah sebagai berikut :

1. Ho : Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus (Tunarungu)

2. Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus (Tunarungu)

C. Definisi Operasional

Agar variabel dapat diukur dengan menggunakan instrumen atau alat ukur, maka variabel harus diberi batasan atau definisi yang operasional atau “definisi operasional variabel”. Definisi operasional ini penting dan diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel) itu konsisten atas sumber data (responden) yang satu dengan responden yang lain. Secara singkat, definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. (Notoatmodjo, 2010).

Tabel 3.1 Dukungan Keluarga :

-Dukungan Emosional -Dukungan Penghargaan -Dukungan Instrumental -Dukungan Informasi

(10)

2. Kurang

IV.METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian bentuk yang diajukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk aktivitas, karakteristik perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan antar fenomena yang satu dengan fenomena yang lainya (Sukmadinata, 2006).

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu peneliti hanya mengobservasi fenomena pada suatu titik waktu tertentu. Penelitian ini yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross sectiona l mampu

menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan antara kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross sectiona l tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya (Nurdini, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus Tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi menurut Sugiono (2007), adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya sejumlah 34 orang ibu yang mempunyai anak Tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya Tahun 2016.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Tehnik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tota l sa mpling. tota l sa mpling adalah tekhnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiono, 2007), sehingga jumlah sample yang akan diteliti oleh peneliti sebanyak 34 orang ibu yang mempunyai anak Tunarungu di Sekolah Luar Biasa Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

C. Tempat Penelitian

(11)

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 1 (satu) bulan terhitung dari bulan Juni-Juli 2016.

E. Etika Penelitian

1. Informed Consent

Langkah pertama adalah peneliti telah memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Respondennya adalah orang tua yang memiliki anak sekolah di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya, sebelum penelitian dilakukan. Tujuan informed consent adalah agar orang tua mengerti maksud dan tujuan peneliti serta mengetahui apa yang akan kita teliti dan hasil apa yang akan kita peroleh nanti. Apabila orang tua calon responden bersedia untuk dijadikan penelitian maka responden mengisi lembar persetujuan yang telah disediakan, sebaliknya jika orang tua calon responden tidak bersedia maka peneliti akan menghormati hak responden.

2. Anominity

Peneliti pada a nonimity telah merahasiakan nama responden dengan cara mengganti nama responden dengan kode responden yang diisi oleh peneliti.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Langkah ini merupakan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dan di berikan oleh orang tua anak yang bersekolah di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya, dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dengan hanya menyajikan data-data yang terkait dengan penelitian.

4. Priva cy

Peneliti pada tahap ini telah menjaga kerahasiaan data yang diberikan responden dan akan disimpan sampai 3 bulan setelah penelitian berlangsung.

5. Fa ir Trea tment

Peneliti dalam penelitian ini telah memperlakukan sama antara responden dan tidak

akan membeda-bedakan antara responden yang satu dengan yang lainnya.

6. Selp Determina tion

Peneliti telah menghargai setiap orangtua yang anaknya sekolah di sekolah luar biasa Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya untuk bebas menentukan pilihannya tanpa adanya sangsi apapun dari peneliti.

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data atau instrument penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data (Arikunto, 2007). Dalam melaksanakan penelitian tersebut proses pengumpulan data dan pengkajian data menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2010) .

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 19 pertanyaan dukungan keluarga diantaranya (dukungan emosional dari urutan no 1-8, dukungan penghargaan dari urutan no 9-12, dukungan instrumental dari urutan no 13-15 dan dukungan informasi dari urutan no 16-19), dan 10 pertanyaan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus Tunarungu, urutan no pertanyaan 1-19 adalah dukungan keluarga dan urutan no pertanyaan 20-29 adalah pertanyaan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus (Tunarungu). Pilihan jawaban menggunakan skala Likert 1-4.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu alat ukur yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi (Notoatmodjo, 2010).

(12)

= � ∑ − ∑ ∑ √ � ∑ − ∑ � ∑ − ∑

Keterangan : R: Nilai validitas

N : Jumlah responden X : Skor pertanyaan x Y : Skor total

XY : Skor pertanyaan x dikali skor total Dapat mengambil keputusan:

a. Jika r hitung > r tabel maka butir tersebut valid

b. Jika r hitung < r tabel maka butir tersebut tidak valid

Kriterianya adalah thitung positif dan thitung > ttabel maka koefisien item soal tersebut valid dan jika thitung negatif dan thitung < ttabel maka koefisien item soal tersebut tidak valid, ttabel diperoleh pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = n-2. Tingkat validitas setiap item dikonfirmasikan dengan tabel interpretasi nilai r untuk korelasi.

Uji validitas telah dilaksanakan di SLB Negeri 1 Taman Sari Kota Tasikmalaya. Uji validitas dilakukan untuk menguji kesesuaian 20 pertanyaan dukungan keluarga dan 11 pertanyan kemampuan keterampilan sosial. Uji validitas dilaksanakan dengan sampel sebanyak 10 orang, dengan tingkat kepercayaan 5% maka diperoleh r tabel sebesar 0,707. Untuk mengetahui valid atau tidaknya kuesioner, maka dibandingkan antara r hitung dengan r tabel.

Kuesioner dukungan keluarga didapatkan 1 butir pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan nomor 12 dan kuesioner kemampuan keterampilan sosial didapatkan 1 butir pertanyaan tidak valid yaitu pertanyaan no 27.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo,

2010). Uji reliabilitas yang dilakukan menggunakan Metode Koefisien Relia bilita s a lpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut:

� = [�−� ] [ −∑����22] (Arikunto, 2006) Keterangan:

α : Koefisien reliabilitas instrumen

k : Jumlah instrumen pertanyaan

∑ � : Jumlah varians dari tiap instrumen

� : Varians dari keseluruhan instrumen

Nilai reliabilitas yang ditetapkan adalah > 0,6 artinya pertanyaan dinyatakan relibel apabila nilai a lebih dari 0,6. Setelah dihitung, nilai tersebut kemudian diinterpretasikan. Jika rhitung lebih besar dari rtabel, maka instrumen penelitian tersebut dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data (reliabel).

Uji reabilitas telah dilaksanakan di SLB N 1 Tamansari sebanyak 10 orang, Setelah dihitung nilai tersebut kemudian di interpretasikan berkonsulatasi pada harga kritik product moment, r a lebih besar dari r tabel. Dengan nilai Df (degree of freedom atau derajat kebebasan) = 10-2 dan nilai alpa 5% sehingga diperoleh nilai r tabel sebesar 0,707 maka instrument peneletian tersebut dapat di percaya sebagai alat pengumpulan data.

Berdasarkan hasil uji realibilitas dengan menggunakan rumus a lpha menunjukan bahwa nilai r a untuk variabel dukngan keluarga adalah 0,978 sedangkan nilai r a untuk variabel kemampuan keterampilan sosial adalah 0,945. Sehingga semua item pertanyaan telah dinyatakan reliabel sehingga layak untuk di jadikan alat ukur penelitian.

G. Prosedur Pengumpulan Data

(13)

Langkah-langkah pengambilan data dari variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden dengan cara dikumpulkan. 2. Pengumpulan data dilaksanakan di SLB

Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

3. Pengumpulan data, saya sebagai peneliti mendapat bantuan dari Kepala sekolah dan Guru-guru SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya

4. Cara pengumpulan data tersebut yang pertama adalah mengkaji identitas secara keseluruhan pada responden, kemudian menjelaskan tujuan penelitian setelah itu langsung memberikan kuesioner kepada responden untuk di isi. 5. Dalam memberikan kuesioner kepada

responden saya dibantu oleh Guru-guru SLB Yayasan Bahagia Tasikmalaya

H. Analisis Data 1. Pengolahan Data

a. Pemeriksaan Data (Editting) b. Pemberian Kode (Coding) c. Pemindahan Data (Ta bula ting) d. Entry

e. Clea ning 2. Analisa Data

a. Analisis univariat

Analisia univariat yaitu analisis yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan dari masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat dan karakteristik responden. Analisis data dilakukan dengan cara mentabulasi data terlebih dahulu sehingga diperoleh total nilai dari semua item. Kemudian ditentukan persentasenya dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2006) :

� =� ���� x 100%

Keterangan :

P : Persentase soal yang di jawab benar

X : Jumlah soal yang dijawab benar

Xmax : Jumlah soal keseluruhan Cara penilaian untuk variabel yaitu dengan menghitung jumlah total skor jawaban pertanyaan tiap responden dengan diberi skor angka 1-4 dari gradasi positif sampai negatif, lalu dijumlahkan total yang menjawab :

Untuk pertanyaan Fa vora bel (+) : 1) Tidak Pernah (TP) : 1 2) Jarang (J) : 2 3) Sering (SR) : 3 4) Selalu (S) : 4 Untuk pertanyaan Unfa vora bel (-) :

1) Selalu (S) : 1 2) Sering (SR) : 2 3) Jarang (J) : 3

4) Tidak Pernah (TP) : 4 Untuk merumuskan fa vorable (positif) dan Unfa vorable (negatif) digunakan rumus cut of point. Rumus yang digunakan sesuai dengan distribusi data normal atau tidak. Untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal, bisa dilihat dari grafik histogram dan kurve normal, bila bentuknya menyerupai bel shape berarti berdistribusi normal atau menggunakan rumus mean dibawah ini :

(14)

Keterangan : X : Rata-rata

�̅ : Nilai tiap pengamatan n : Jumlah pengamatan ∑ : Jumlah

b. Analisis bivariat

Analisis ini merupakan analisis untuk mengetahui hubungan variabel bebas dan variabel terikat baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif (Saryono, 2008). Sebelum dilakukan analisis bivariat data terlebih dahulu diuji kenormalanya dengan menggunakan uji statistik Chie Squa re. Uji ini digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri dari atas dua atau lebih kelas dimana datanya berbentuk kategorik.

Dengan rumus Chie Square Sebagai berikut:

= ∑ �− �

Keterangan :

� = Nilai chi kuadrat

� = Frekuensi yang diharapkan

�� = Frekuensi yang diperoleh atau diamati.

Kriteria kenormalannya adalah jika χ2

hitung <χ2tabel maka data tersebut berdistribusi normal. Nilai χ2tabeladalah nilai χ2untuk taraf nyata (α) = 5% dan derajat kepercayaan (dk) = k – 3 dimana k adalah banyaknya kelas interval.

Tingkat kemaknaan hubungan dua variabel ditentukan dengan nilai α = 0,05. Jika ρ value < 0,05, berarti secara statistik membuktikan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara dua variabel. Sedangkan ρ value > 0,05 artinya secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel yang diteliti (Arikunto, 2007).

V. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Analisa Data

Dalam bab ini disajikan hasil penelitian berupa analisa univariat dan analisa bivariat dari setiap variabel yaitu dukungan keluarga sebagai variabel independen dan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu sebagai variabel dependen menggunakan tabel distribusi frekuensi dan kemudian di tabusilangkan agar mengetahui hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

a. Analisis Univariat 1) Dukungan keluarga

Hasil pengolahan data mengenai dukungan keluarga yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus tuanrungu dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini :

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Dukungan keluarga pada Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota

Tasikmalaya

No Kategori Frekuensi Persentasi %

1 Baik 21 61.8

2 Kurang 13 38.2

Jumlah 34 100

Tabel diatas, menunjukan distribusi frekuensi dukungan keluarga baik sebanyak 21 orang (61.8%), sedangkan dukungan keluarga kurang sebanyak 13 orang (38%).

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Dimensi Dukungan keluarga pada Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu di SLB Yayasan

(15)

No Elemen Persentasi %

Tabel diatas, menunjukan

distribusi frekuensi dimensi dukungan keluarga yaitu Emosional sebanyak 23.9%, Penghargaan 24.1%, Instrumental 25.5% dan Informasi 26.5%.

2) Kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu Hasil pengolahan data mengenai Kemampuan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini :

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Kemampuan Keterampilan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu di

SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya

No Kategori Frekuensi Persent asi % 1 Baik 20 58.8 2 Kurang 14 41.2

Jumlah 34 100

Tabel diatas, menunjukan distribusi frekuensi kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu baik sebanyak 20 orang (58.8%), sedangkan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu kurang sebanyak 14 orang (41.2%).

b. Analisis Bivariat

Hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini:

Tabel 5.9

Distribusi Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemampuan Keterampian Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

di SLB Yayasan Bahagia Kota

Keterampilan Sosial Jumla h

(16)

khusus tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya pada bulan Juni-Juli 2016 pada 34 responden. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan jenis pengolahan serta pengumpulan data dengan pendekatan cross sectional.

1. Pembahasan hasil penelitian a. Analisa univariat

1) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan orang tua terhadap anggota keluarga lain (Setiawati, 2008).

Dukungan keluarga terdiri dari empat elemen yaitu dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informasi, berdasarkan hasil penelitian dukungan yang diberikan keluarga yang paling tinggi adalah dukungan informasi dengan hasil 26.5%. Hubungan dukungan keluarga anak berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya termasuk kategori baik, hal ini ditunjukan dari 34 responden yang menjadi sampel penelitian 21 (61.8%) responden menunjukan bahwa dukungan keluarga termasuk kategori baik dan 13 responden (38.2%) menunjukan bahwa dukungan keluarga termasuk kategori kurang.

Peneliti berasumsi bahwa peran keluarga dalam memberikan dukungan kepada anak yang masih kurang disebabkan karena masih ada keluarga yang kurang memberikan perhatian lebih kepada anak dikarenakan kurang nya kasih sayang terhadap anak dan kurang nya memberikan penghargaan kepada anak dengan tidak menunjukan respon positif terhadap perasaan anak.

Hal ini selaras dengan teori yang diungkapkan Puspita (2011), bahwa

anggota keluarga dalam menghadapi keadaan yang berada diluar harapan yang menjadi stressor bagi keluarga melalui proses tertentu akan memungkinkan keluarga itu untuk bertahan dan beradaptasi dengan baik hingga menjadi sebuah keluarga yang relisien (Mc Cubbin, 2001 dalam Puspita, dkk, 2011) menyatakan bahwa fase adaptasi merupakan konsep sentral dari ketahanan keluarga (fa mily resiliency).

2) Kemampuan keterampilan sosial Keterampilan sosial adalah suatu kemampuan secara cakap yang tampak dalam tindakan, mampu mencari, memilah dan mengelola informasi, mampu mempelajari hal-hal baru yang dapat memecahkan masalah sehari-hari, mampu memiliki keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, memahami, menghargai, dan mampu bekerjasama dengan orang lain yang majemuk, mampu mentranformasikan kemampuan akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat (Sjamsuddin dan Maryani, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Yayasan Bahaia Kota Tasikmalaya termasuk kategori baik, hal ini ditunjukan dari 34 responden yang menjadi sampel penelitian 20 (58.8%) responden menunjukan bahwa kemampuan keterampilan sosial anak termasuk kategori baik dan 14 (41.2%) responden menunjukan bahwa kemampuan keterampilan sosial anak termasuk kategori kurang.

(17)

Hal ini selaras dengan teori yang diungkapkan Mu’tadin (2006) lingkungan keluarga merupakan suatu bentuk masyarakat kecil yang akan memberikan peran sangat penting dalam mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Dalam keluarga akan muncul suatu keterampilan sosial yang berkembang dengan nilai-nilai, norma-norma dan keterampilan kerjasama antara anak yang satu dengan anak lainnya, yaitu kemampuan mengadakan toleransi, menghargai orang lain.

b. Analisa bivariat

1) Hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu

Hasil uji statistik menunjukan p-va lue = 0,001. Nilai ini lebih rendah dari α = 0,05 sehingga hipotesis a diterima. Maka hasil uji statistik menunjukan ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

Hasil uji statistik ini menunjukan bahwa ada hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu yaitu menggambarkan bahwa dukungan keluarga yang baik menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan keterampilan sosial anak tunarungu.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Desiyani Nani (2010) mengenai pengaruh dukungan sosial terhadap kemampuan sosialisasi ABK dengan responden berjumlah masing-masing 8 orang pada usia 10-15 tahun dan usia 16-21 tahun diperoleh gambaran bahwa kemampuan sosialisasi kategori baik (87,5%), dan kategori kurang (12,5%).

Berdasarkan tabel 5.8 dapat menunjukan bahwa kurangnya

dukungan keluarga dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan keterampilan sosial anak hal ini bisa ditunjukan dari hasil penelitian 34 responden menunjukan bahwa 14 anak yang mempunyai kemampuan keterampilan sosial kurang, 4 (28.6) responden yang memiliki dukungan keluarga baik, 10 (71.4%) anak mempunyai dukungan keluaga kurang, sedangkan anak yang mendapatkan dukungan keluarga yang baik menjadikan anak mempunyai kemampuan keterampilan sosial baik menunjukan bahwa 20 anak yang mempunyai kemampuan keterampilan baik, 17 (85%) anak mendapatkan dukungan keluarga yang baik, 3 (15%) anak yang mendapatkan dukungan keluarga yang kurang.

Orang tua adalah sumber yang paling berpengaruh dalam pemberian dukungan ini, karena adanya ikatan yang erat dan memiliki hubungan darah sehingga mempunyai kedekatan secara emosi melalui pemberian motivasi, perhatian, kepedulian dan kasih sayang. Menurut strauss dan sayless dalam Kartika (2008), mengungkapkan bahwa keluarga bisa disebut faktor atau kelompok sosial yang memberikan pengaruh yang besar dan paling utama dalam kehidupan manusia. Sehingga seorang individu mendapatkan sebuah harapan baru terhadap solusi permasalahannya. Karena adanya sebuah dukungan sosial maupun moril dari dalam keluarganya.

(18)

memutuskan sesuatu secara tepat (Safrudin Aziz, 2015).

VI.SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka dengan ini peneliti mengambil simpulan sebagai berikut :

1. Distribusi frekuensi dukungan keluarga dari anak berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Yayasan Bahagia dari 34 responden adalah 21 (61.8%) responden memberikan dukungan baik.

2. Distribusi frekuensi kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Yayasan Bahagia adalah 20 (58%) anak yang mempunyai kemampuan keterampilan sosial baik. 3. Hasil uji statistic menunjukan p-va lue =

0,001. Nilai ini lebih rendah dari α = 0,05 sehingga Ha diterima. Maka hasil uji statistik menunjukan ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

B. Saran

Hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut :

1. Bagi Orang Tua

Sumber informasi bagi keluarga untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu

2. Bagi SLB Yayasan Bahagia

Bagi pihak SLB Yayasan Bahagia untuk memberikan sosialisasi terhadap keluarga yang kurang memberikan

dukungan keluarga terhadap kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu, sehingga dapat menjadi masukan dalam meningkatkan dukungan keluarga yang berdampak pada kemampuan keterampilan sosial anak tunarungu kearah yang lebih baik. 3. Bagi Institusi Pendidikan

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan serta diajukan bahan referensi bagi institusi guna menambah perbendaharaan literature perpustakaan mengenai hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya 4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya dan peneliti lain perlu mencari lebih banyak literatur sebagai pengembangan dari penelitian yang berhubungan dengan dukungan keluarga dan tingkat kemampuan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus tunarungu.

VII. DAFTAR PUSTAKA

[1] Agus Riyanto, SKM., M.Kes, (2011).

“Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan”,

Yogyakarta : Nuha Medika

[2] Asep Harwandi, (2015). Skripsi : Hubungan Dukunga n Kelua rga denga n Keja dia n Stroke pa da La nsia Hipertensi di Wila ya h Kerja UPTD Puskesma s DTP Suka ra tu Ka b upaten

Ta sikma la ya , STIKes Mitra Kencana :

Tasikmalaya

[3] Bambang Putranto, (2015). Tips Mena ngani

Siswa Ya ng Membutuhka n Perha tia n Khusus

“Tunarungu”, Yogyakarta : DIVA Press

[4] Bambang Putranto, (2015). Tips Mena ngani

Siswa ya ng Membutuhka n Perha tia n Khusus “Klasifikasi Tunarungu”, Yogyakarta : DIVA Press

[5] Bomar, (2008). Dimensi Dukunga n Sosial

(19)

[6] Diknas Jabar, (2012). Da ta Sensus Na sional Biro Pusa t Sta tistik Ta hun 2010, Jawa Barat

[7] Kementerian Kesehatan RI, (2010).

Kebera da a n Ana k Berkebutuha n Khusus Seca ra Na siona l

[8] Notoatmodjo, (2010). Metodologi Penelitian

Keseha ta n, Jakarta : PT. Rineka Cipta

[9] Safrudin Aziz, (2015). Pendidika n Kelua rga : Konsep Dan Strategi “Fungsi dan Peran

Keluarga Secara Substantif”, Yogyakarta :

Gava Medika

[10]Safrudin Aziz, (2015). Pendidika n Kelua rga :

Konsep Dan Strategi “Definisi Keluarga”,

Yogyakarta : Gava Medika

[11]Safrudin Aziz, (2015). Pendidika n Kelua rga: Konsep Da n Stra tegi, Yogyakarta : Gava Medika

[12]Sjamsuddin dan Maryani, (2008). Kema mpua n Ketera mpila n Sosia l / Socia l Skill

[13]http.//actiononhearingloss.org.uk, diakses

tanggal 15 April 2016

[14]http://digilib.unila.ac.id/3893/16/ BAB%20II.p df, Tuna rungu (Melinda , 2013), diakses tanggal 09 Mei 2016

[15] http://eprints.ung.ac.id/7173/3/2013-2-2-86201-111411119-bab2-04032014020515.pdf, diakses 14 Mei 2016

[16]http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678 9/23250/2/Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 18 April 2016

[17]http://repository.wima.ac.id/3794/2/Bab%201. pdf, diakses 15 April 2016

[18]http://riezkaratna73.blogspot.com/2013/03/defi nisi-pengertian-keterampilan-sosialsocial-skill.html, diakses 14 Mei 2016

[19]http://webcache.googleusercontent.com,

diakses 15 April 2016

[20]http://www.depkes.go.id/resources/download/p

Gambar

Tabel 5.9 Distribusi Hubungan Dukungan Keluarga

Referensi

Dokumen terkait

Adanya dukungan sosial yang tinggi pada para siswa baik yang normal maupun yang berkebutuhan khusus pada akhirnya juga dapat mempengaruhi kepercayaan diri yang

Penelitian ini diperkuat juga oleh Sofiana (2012) tentang hubungan antara stress dengan konsep diri pada penderita DM tipe 2 bahwa sebagian besar pasien

Apakah melalui penerapan media visual dapat meningkatkan proses pembelajaran matematika pada anak berkebutuhan khusus, khususnya siswa kelas VIII tunarungu di SLB

Berdasarkan hasil data wawancara pada keempat orang tua anak berkebutuhan khusus tuna grahita di Yayasan Rumah Bersama, di dapat bahwa sebagian keluarga telah menerapkan

Hubungan Pola Asuh Keluarga Dengan Parenting Stress Orang tua Anak Berkebutuhan Khusus Di SLB-Bintoro Kabupaten Jember vii + 65 halaman + 1 bagan + 8 tabel + 12

Berdasarkan tabel 10 menunjukan bahwa dari 30 lansia yang mempunyai dukungan sosial baik, lebih dari sebagian tidak mengalami ketergantungan atau mandiri yaitu sebanyak 16 orang

Anak cacat tunarungu akan mempunyai perasaan rendah diri yang berlebih, karena anak tunarungu belum mampu menerima keadaan fisiknya yang tidak sempuma dibanding dengan anak yang

Berdasarkan analisis data hubungan keluarga dengan adaptasi psikologi ibu masa nifas diperoleh sebagian besar ibu nifas dengan dukungan keluarga yang mendukung mempunyai adaptasi