• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keselamatan Kesehatan Kerja K3 docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keselamatan Kesehatan Kerja K3 docx"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ketika sedang melakukan pekerjaan, seorang pekerja kadang dtimpa bencana yang mengakibatkan cacat, baik sementara maupun seumur hidup. Kecelakaan di tempat kerja hampir sering terjadi di negara kita. Derajat kesehatan kerja juga mengalami kondisi yang memprihatinkan. Faktanya, para pekerja kelas menengah ke bawah umumnya menderita kurang gizi seperti Kurang Energi Protein (KEP), anemia serta sering menderita penyakit infeksi. Sedangkan para pekerja kelas menengah ke atas, pada umumnya terjadi kegemukan atau obesitas. Masalah gizi pada pekerja merupakan akibat langsung dari kurangnya makanan yang tidak sesuai dengan beban kerja atau jenis pekerjaannya.1

Tingginya tingkat kecelakaan kerja dan rendahnya derajat kesehatan pekerja di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:2

Pertama, minimnya kesadaran dan keenganan pihak perusahaan untuk menerapkan K3 dalam lingkungan kerja. Kedua, tidak adanya sanksi hukum yang berat bagi perusahaan yang melanggar standar K3 yang ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, sumber daya manusia (SDM) pekerja yang kurang terampil mengoperasikan peraltan kerja. Keempat, sikap dan perilaku pekerja yang enggan menggunakan alat keselamatan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kelima, kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang tidak kondusif. Keenam, fasilitas K3 yang tidak memadai. Ketujuh, alat-alat atau fasilitas peralatan kerja yang digunakan sudah tidak aman lagi dan tidak memenuhi standar K3 nasional. Kedelapan, faktor kelalaian pengawasan internal perusahaan dan penegakan hukum K3 yang sangat lemah. Kesembilan, pemilik perusahaan masih terjebak pada

1 Pusat Kesehatan Kerja, Departemen Kesehatan RI (Dalam buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Konradus Danggur; hal. 2)

(2)

paradigma berpikir salah, bahwa pencegahan keselamatan kerja dan penyakit akibat kerja merupakan komponen biaya dan bukan investasi.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

2.2. Landasan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.2.1. UU No. 12 Tahun 1948

a. Menyangkut Pekerjaan Anak dan Orang Muda

 Pasal 2 : anak tidak boleh menjalankan pekerjaan.qa

 Pasal 4 ayat (1) : orang muda tidak boleh melakukan pekerjaan

pada malam hari, kecuali pekerjaan itu berhubungan dengan kepentingan dan kesejahteraan umum (ayat 2)

 Pasal 6 ayat (1) : orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan

yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya.

b. Menyangkut Pekerjaan Orang Wanita

 Pasal 7 ayat (1) : orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan

pada malam hari.

 Pasal 8 ayat (1) : orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan

(4)

 Pasal 9 ayat (1) : orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan

yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamtannya.

c. Mengenai waktu kerja dan waktu istirahat

 Pasal 10 ayat (1) : buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih

dari 7 jam/hari dan 40 jam/minggu.

 Pasal 10 ayat (3) : tiap minggu harus diadakan sedikit-dikitnya satu

hari istirahat

 Pasal 11 : buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan pada hari raya

(baca: libur) yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, kecuali jika pekerjaan itu menurut sifatnya harus dijalankan terus pada hari raya.

d. Mengenai tempat kerja dan perumahan buruh

Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa tempat kerja dan perumahan buruh yang disediakan oleh majikan harus memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan.

2.2.2. UU No. 14 Tahun 1969

Secara tersurat perlindungan buruh/ pekerja dapat disimak dalam pasal 9 dan 10 UU No. 14 tahun 1969.

 Pasal 9 : setiap buruh/pekerja berhak mendapat perlindungan atas

keselamatan, kesehatan. Pemeliharaan moril kerja, serta perlakuan sesuai dengan harkat, martabat manusia dan moral agama.

 Pasal 10 : pemerintah membina perlindungan kerja yang

mencakup: norma kesehatan kerja dan higene perusahaan, norma kerja, pemberian ganti rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja.

2.2.3. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

(5)

konsep K3 berlaku untuk setiap tempat kerja3 yang di dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu; pertama, adanya usaha yang bersifat ekonomis maupun sosial.

Kedua, adanya buruh/pekerja yang bekerja secara terus-menerus ataupun sewaktu-waktu. Ketiga, adanya sumber bahaya atau resiko yang berhubungan dengan pekerjaan dan tempat kerja.

Ruang lingkup UU No. 1 tahun 1970 mencakup jaminan keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.4

2.2.4. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

Pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja (ayat 2). Karena itu, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja (ayat 3).5

Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai Alat Pelindung Diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

3 Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Yang termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubungan dengan tempat kerja tersebut (pasal 1 ayat 1)

4 Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 tahun 1970

(6)

2.2.5. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak material, cuti sampai dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah :

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang

Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi

 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas

Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida

 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan

Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan

 Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul

Akibat Hubungan Kerja

2.3. Kewajiban dan Hak dari tenaga kerja berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja6

Menurut pasal 12 UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, kewajiban dan hak tenaga kerja adalah sebagai berikut :

 Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai

pengawas atau ahli keselamatan kerja

 Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan

 Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan

kesehatan yang diwajibkan

 Meminta pada pengusaha agar melaksanakan semua syarat

keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan

 Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat

keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan

(7)

lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.

2.4. Tugas pengurus/pengawas dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja7 Pengurus/Pengawas merupakan orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. Berdasarkan pasal 8, 9, 11 dan 14 Undang - Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pengurus bertanggung jawab untuk :

 Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik

dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat - sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

 Memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,

secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.

 Menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :

 Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul

dalam tempat kerjanya.

 Semua pengamanan dan alat - alat perlindungan yang

diharuskan dalam semua tempat kerjanya.

 Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

 Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan

pekerjaannya

 Bertanggung jawab dalam pencegahan kecelakaan dan

pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan.

 Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang

dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

 Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya,

semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai

(8)

undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja

2.5. Syarat-Syarat Keselamatan Kerja

Adapun syarat-syarat keselamatan kerja Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Bab III Pasal 3, antara lain :

a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.

i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

(9)

l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;

n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;

o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;

q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

2.6. Pelaksanaan K3 di Beberapa Bidang Usaha dan Lingkungan Kerja8

2.6.1. K3 pada sektor Transportasi 2.6.1.1. Transportasi Darat

Transportasi darat merupakan unit kerja di lingkungan transportasi yang paling sering mengalami kecelakaan. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian dan UU No. 14 tahun 1992 tentang Lalu-lintas Angkatan Jalan.

2.6.1.2. Transportasi Laut

Laut merupakan jalur transportasi yang sangat besar selain trasportasi darat, karena relatif murah dan aman sehingga membuat jalur transportasi ini semakin ramai. Aturan mengenai keselamatan di dalam transpotasi ini, misalnya; UU No. 12 tahun 1948, UU No. 21 tahun 1992 Tentang Pelayaran dan PP No. 21 tahun 2002 tentang Perkapalan.

Pasal 2 UU No. 12 tahun 1948, menyatakan bahwa anak di bawah umur 12 tahun tidak boleh menjalankan pekerjaan di kapal, kecuali bila ia

(10)

bekerja di bawah pengawasan ayahnya atau seorang keluarga sampai dengan derajat ketiga.

2.6.1.3. Transportasi Udara

Dalam dunia penerbangan, aturan mengenai keselamatan diatur dalam UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 No. 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3481.

2.6.2. K3 pada Sektor Pertambangan dan Migas

 Mijn Politie Reglement (MPR) No. 341 tahun 1930

Misalnya, Pasal 170 ayat (1), orang yang mengemudikan mesin angkat atau pemberi isyarat pada sumur tambang, tidak boleh dipekerjakan lebih lama dari delapan jam per hari

 UU No. 12 tahun 1948

Misalnya, ayat (5) menyatakan bahwa anak laki-laki yang belum mencapai umur 16 tahun dan wanita tidak boleh dipekerjakan pada memuat dan membongkar kurungan/tempat mengangkut galian

 UU No. 11 tahun 1967

 PP No. 19 tahun 1973

2.6.3. K3 Pada Sektor Industri

Upaya perlindungan buruh di sektor Industri diatur melalui PP No. 18 tahun 1999 jo PP No. 25 tahun 1999 tentang B3 (bahan beracun dan berbahaya)

2.6.4. K3 di Lingkungan Perkantoran

Ada dua hal penting harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan pelaksanaan K3 di lingkungan perkantoran, yaitu kondisi indoor dan outdoor, yang mencakup konstruksi gedung, kualitas udara, kualitas pencahayaan, jaringan elektrik dan komunikasi, kontrol terhadap kebisingan, tata ruang dan letak, hygene dan sanitasi, dan penggunaan komputer.

2.7. Hubungan K3 Dengan Produktivitas9

Produktivitas perusahaan sangat ditentukan oleh SDM, selain karena kemajuan teknologi. Namun, peningkatan produksi secara langsung maupun

(11)

tidak langsung selalu diikuti dengan permasalahan yang berkaitan dengan K3. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya:

 Adanya kemungkinan penambahan peralatan, tuntutan kapasitas

peralatan dan satuan kerja yang lebih besar.

 Memperluas lokasi kerja sehingga menambah sarana sistem

Faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, sehingga mengakibatkan menurunnya produktivitas pekerja.

Produktivitas kerja akan meningkat jika didukung oleh lingkungan kerja tanpa kecelakaan, pelayanan kesehatan yang baik bagi pekerja (melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), dan adanyan manajemen resiko.

2.8. Perlindungan Kerja

2.8.1. Perlindungan Sosial atau KesehatanKerja

Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruh ”semaunya” tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai hak asasi.

(12)

umum” (Publiek-rechtelijk) dengan sanksi pidana. Hal ini disebabkan beberapa alasan berikut : Ibid, hal 80

 Aturan-aturan yang termuat di dalamnya bukan bermaksud

melindungi kepentingan seorang saja, melainkan bersifat aturan bermasyarakat.

 Pekerja/buruhIndonesia umumnya belum mempunyai

pengertian atau kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri.

Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan ”dalam suatu hubungan kerja” menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan hubungan kerja dengan pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU No 13 Tahun 2003.

2.8.2. Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan.

Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah.

 Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja

akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan perhatian pda pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.

 Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam

perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial.

 Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya

(13)

untuk mensejahterakan masyrakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas. Ibid, hal 84

Dasar pembicaraan masalah keselamatan kerja ini sampai sekarang adalah UU No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Namun, sebagian besar peraturan pelaksanaan undang-undang ini belum ada sehingga beberapa peraturan warisan Hindia Belanda masih dijadikan pedoman dalam pelaksanaan keselamatan kerja di perusahaan. Peraturan warisan Hindia Belanda itu dalah sebagai berikut : Ibid, hal 8

 Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah,

terakhir dengan S. 1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan dengan Peraturan Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan ini menatur tentang keselamatan dan keamanan di dalam pabrik atau tempat bekerja.

 Stoom Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap

1930.

 Loodwit Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan

pemakaian timah putih kering.

2.8.3. Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial

Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.

Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

(14)

3.1. Kesimpulan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu modal utama kesejahteraan tenaga kerja secara keseluruhan dan kestabilan perusahaan. Karena itu, setiap pekerja berhak atas keselamatan dan kesehatan kerja sebagai modal yang asasi untuk dapat menjalankan aktivitasa yang produktif dan perusahaan wajib melaksanakan program K3 secara konsisten sesuai dengan standar yang berlaku. Sebab, para pekerja baik di sektor swasta maupun pemerintah, sektor formal maupun informal pada hakekatnya merupakan jantungnya organisasi dan motornya produktivitas.

Kesehatana dan Keselamatan Kerja (K3) mempunyai tujuan pokok dalam upaya memajukan dan mengembangkan proses industrialisasi, terutama dalam mewujudkan kesehatan dan keselamatan pekerja.

Oleh karena pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja diperlukan aturan khusus mengenai hal itu. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur hal ini adalah UU No. 14 Tahun 1969, Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU No. 12 Tahun 1948

(15)

Danggur, Konradus. 2006. Keselamatan dan Keseahatan Kerja. Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya

Referensi

Dokumen terkait

Sesungguhnya konsep retail seperti apa yang diterapkan dalam bisnis took buku gramedia ini, diferensiasi apa yang took gramedia punya yang menjadikan dia besar

Lhaksmita Anandari, S.Pd., Ed.M.. Psiko Bel

Sebelum penjurian, semua karya peserta yang masuk akan diperiksa oleh panitia penyelenggara pada tanggal 30-31 Agustus2016, untuk memastikan bahwa materi atau dokumen yang

Jadi ada satu koperasi di Kampung Kembang Kuning tetapi sudah tidak berjalan lagi, maka dari ini saya dan teman-teman bisa sebagai jembatan dalam membangun

(1) Kepada Wajib Pajak yang telah memperoleh persetujuan Bupati Kepala Daerah untuk melakukan pembayaran pajak secara angsuran, harus dilakukan secara teratur dan

Sistem skoring NEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 7 (tujuh) parameter fisiologis yaitu tekanan darah sistolik, nadi, suhu, saturasi oksigen, kebutuhan alat bantu O 2

Kadang-kadang saluran empedu tidak terlihat jelas pada pemeriksaan USG untuk menentukan letak obstruksi, karena bagian distal saluran empedu sukar terlihat pada

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi