• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapkas Obs Jaundis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapkas Obs Jaundis"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

OBSTRUKSI JAUNDICE

Oleh:

TRINYANASUNTARI MUNUSAMY

070100235

LOGAPRAGASH KANDASAMY

070100245

SUJITHA MUNAIDY

070100270

VICKNESH CHANDRASHEKARAN

070100276

SAIBANU SELVARAJAH

070100278

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

RS TEMBAKAU DELI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan petunjuk-Nya sehingga laporan kasus kepaniteraan klinik program pendidikan profesi dokter ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.

Laporan kasus ini disusun sebagai upaya integrasi pengetahuan biomedik yang didapat di bangku perkuliahan dengan kenyataan kasus yang terjadi pada pasien di rumah sakit. Diharapkan dengan penulisan laporan kasus ini, dapat dihasilkan suatu pemahaman yang utuh, integratif dan aplikatif mengenai seluk beluk penyakit yang dibahas dalam laporan kasus ini.

Laporan kasus kali ini mengangkat topic Obstruksi Jaundice, suatu penyakit yang merupakan cakupan divisi Hepatologi Ilmu Penyakit Dalam. Diharapkan dengan membahas kasus ini, diperoleh pula pemahaman yang lebih kompleks mengenai penyakit obstruksi jaundice.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus kali ini masiih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun sistematika penulisan. “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan kasus ini kedepannya nanti,

Medan, 14 April 2011

Penulis

(3)

Kata Pengantar...2 Daftar Isi...3 BAB I PENDAHULUAN...4 1.1. Latar Belakang...4 1.2. Rumusan Masalah...6 1.3. Tujuan Penulisan...6 1.4. Manfaat Penulsan...6 BAB II ISI...7 2.1. Jaundice (Ikterik)...7

2.1.1. Defenisi Jaundice (ikterik)...7

2.1.2. Klasifikasi Jaundice...7 2.2. Obstruksi Jaundice...7 2.2.1 Etiologi...7 2.2.2. Manifestasi Klinis...10 2.2.3 Patofisiologi...11 2.2.4 Diagnosa...12 2.2.5 Pemeriksaan Penunjang...14 2.2.6. Penatalaksanaan...18 2.2.7. Komplikasi...19

BAB III LAPORAN KASUS...20

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...34

4.1. Kesimpulan...34

4.2. Saran...34 DAFTAR PUSTAKA ...

BAB 1

(4)

1.1 Latar Belakang

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meninngkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis “jaune” yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mengkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg %. 1

Munculnya jaundice (ikterus) pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan, memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan. 2

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan,

(5)

adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien.3

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–glucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.4

Umumnya diagnosis ikterus obstruktif secara klinik ditegakkan dengan cara imaging. Pemeriksaan ultrasonografi mudah membedakan penyebab ikterus ekstra hepatik atau intra hepatic dengan melihat pelebaran dari saluran empedu dengan ketepatan 95%. Tindakan biopsi umumnya hanya dilakukan untuk evaluasi dari ikterus intra hepatik. Pada kasus tertentu tidak selalu mudah untuk menegakkan diagnosis ikterus obstruktif ektrahepatik atau intra hepatik. Kadang-kadang saluran empedu tidak terlihat jelas pada pemeriksaan USG untuk menentukan letak obstruksi, karena bagian distal saluran empedu sukar terlihat pada 30-50% kasus, sehingga dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi dengan tindakan biopsi hepar dalam memastikan diagnosis ikterus obstruktif ekstrahepatik.8,13-16 Berikut ini dilaporkann sebuah kasus ikterus obstruktif yang mula-mula tidak bisa ditegakkan diagnosisnya dengan imaging, tetapi kemudian akhirnya diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi.1

(6)

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah ”Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang mengalami penyakit Obstruksi Jaundice”.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis mengenai penyakit obstruksi jaundice.

2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus penyakit obstruksi jaundice pada pasien secara langsung.

3. Untuk memahami perjalanan penyakit obstruksi jaundice. 1.4. Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya : 1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit

dalam, khususnya mengenai penyakit Obstruksi jaundice.

2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topik-topik yang berkaitan dengan penyakit obstruksi jaundice.

BAB 2

(7)

2.1. Jaundice (Ikterik) 2.1.1. Definisi Jaundice

Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Jaundice (berasal dari bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.1

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien.2

2.1.2. Klasifikasi Jaundice

Klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik dan post-hepatik. Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik.2

2.2. Obstruksi Jaundice

Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau

(8)

anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu.5

Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater.6

Penyebab terjadinya jaundice obstruktif adalah adanya obstruktif post hepatik yang antara lain disebabkan oleh 6 :

1. Obstruksi dalam lumen saluran empedu * Batu

* Parasit (ascaris)

2. Kelainan di dinding saluran empedu * Atresia bawaan

* Striktur traumatic * Tumor saluran empedu

3. Penekanan saluran empedu dari luar * Tumor caput pancreas

* Tumor ampula Vateri * Pankreatitis

(9)

Penyebab dari jaundice obstruktif dibedakan menjadi 3 macam seperti yang tampak pada gambar di atas, yaitu :

1. Sering * Batu CBD

* Ca caput pancreas

* Malignant porta hepatic lymph nodes 2. Infrequent

* Ca ampuler * Pankreatitis * Liver secondaries 3. Jarang

* Benign striktur – iatrogenic, trauma * Kolangitis berulang

* Sindroma Mirizzi * Sclerosing cholangitis * Atresia bilier

(10)

* Choloedochal cyste 2.2.2. Manifestasi Klinik1,2,6

Tanda dan gejala yang timbul antara lain: * Ikterus

Hal ini disebabkan penumpukkan bilirubin terkonjugasi yang ada dalam darah yang merupakan pigmen warna empedu.

* Nyeri perut kanan atas

Nyeri yang dirasakan tergantung dari penyebab dan beratnya obstruktif. Dapat ditemui nyeri tekan pada perut kanan atas maupun kolik bilier. * Warna urin gelap (Bilirubin terkonjugasi)

Urin yang berwarna gelap karena adanya bilirubin dalam urin. * Feces seperti dempul (pucat/akholis)

Hal ini disebabkan karena adanya sumbatan aliran empedu ke usus yang mengakibatkan bilirubin di usus berkurang atau bahkan tidak ada sehingga tidak terbentuk urobilinogen yang membuat feces berwarna pucat.

* Pruritus yang menetap

Adanya pruritus menunjukkan terakumulasinya garam empedu di subkutan yang menyebabkan rasa gatal.

* Anoreksia, nausea dan penurunan berat badan

Gejala ini menunjukkan adanya gangguan pada traktus gastrointestinal. * Demam dan rigors

(11)

* Pembesaran hepar dan kandung empedu (Courvoisier sign) 2.2.3. Patofisiologi Obstruksi Jaundice

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.2

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.2

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh.3 Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu

(12)

hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.1

2.2.4. Diagnosa Obstruksi Jaundice

Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati.

1. Anamnesis

Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan pembedahan.2

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier).5

Hukum Courvoisier : “Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu kandung empedu”.

Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal.7 Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh gangguan pada sel-sel hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu.1

Diagnosa klinis untuk pemeriksaan jaundice obstruktif antara lain : 2

a. Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal = 0,1-0,3 mg/ml.

(13)

b. Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml), Normal = 0,2-0,8 mg/ml.

c. Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin (konsentrasi tinggi dalam darah).

d. Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan hati untuk mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4 mg/hari. e. Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280 mg/hari,

karena tidak mencapai usus.

f. Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke kandung empedu secara normal.

g. Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.

h. Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga menimbulkan pruritus.

i. Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan absorbsi vitamin K.

(14)

2.2.5. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium

Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 – 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial.1

(15)

Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat mencapai usus).8

2. Hematologi

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan. Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.1

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.3

3. Pencitraan1

Tujuan dibuat pencitraan adalah:

a. memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),

(16)

b. untuk menentukan level obstruksi,

c. untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,

d. memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi).

I. USG

Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.1

Pada pemeriksaan USG akan memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.1

(17)

a. Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit.

b. CT-scan : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.

c. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography) dan PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography) : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan. d. EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging

malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.

e. MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography): merupakan teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

(18)

Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.1

Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang ireversibel, namun pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan. Suplemen vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium chain trigliceride.1

Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi bakteri dengan pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan terapi pembedahan. Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada fase dini dari ikterus obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang efektif bila dilakukan pada penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya pengingkatan risiko gangguan fungsi ginjal.6

Terapi pembedahan untuk mengembalikan fungsi aliran empedu dari hepar ke duodenum adalah melakukan drenase interna yang dilakukan secara langsung dengan menyambungkan kembali saluran empedu ke usus halus. Bila hal ini tidak memungkinkan karena keadaan penderita terlalu lemah untuk dilakukan pembedahan besar, maka dalam keadaan darurat dapat dilakukan drainase eksterna dengan melakukan pemasangan pipa saluran melalui kulit ditembuskan ke hepar sampai ke saluran empedu (Percutaneous Transhepatal Drainage). Apabila keadaan penderita sudah stabil kembali, maka ppenderita harus segera dilakukan pembedahan interna (DI).6

(19)

Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah gagal ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca drenase interna sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang mempunyai risiko kematian tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang mengalami tindakan pembedahan sering mengalami komplikasi pasca operatif. Komplikasi ini berhubunga dengan endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2 mekanisme yang pertama, tidak adanya empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like” sehingga terjadi transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan tidak adanya empedu dan cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus sehingga terjadi over growth bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat menyebabkan translokasi bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme kedua, ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai “clearance of endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam sirkulasi.6

Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus obstruktif bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi optimal untuk mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan terjadinya gagal ginjal akut pada pembedahan ikterus obstruktif dengan melakukan ekspansi volume cairan dari intaseluler menuju ekstraseluler dan menurunkan terjadinya endotoksinemia.6

Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer, perdarahan gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan gagal ginjal akut (GGA).6

BAB III LAPORAN KASUS

(20)

KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIK PASIEN

No. Reg. RS : 10 09 21 Nama Lengkap : Musaid

Tanggal Lahir : 24 Juli 1947 Umur :64 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Bukit Lawang No. Telepon :

-Pekerjaan : Karyawan Status: Kawin

Pendidikan : Jenis Suku : - Agama : Islam

ANAMNESIS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Nyeri Pinggang yang hebat (+)

Deskripsi : Hal ini dialami os sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri bersifat menjalar ke seluruh regio abdomen, rasa seperti disiram air panas, bila pasien dimiringkan, satu bagian pinggang tetap merasa sakit. Nyeri juga dirasakan di regio hypogastrium.

Kuning seluruh badan (+) juga dialami oleh pasien 2 bulan yang lalu, dimulai dari mata hingga seluruh badan.

Riwayat demam (+) sejak 2 minggu lalu SMRS, demam turun dengan obat penurun panas.

Mual (+), muntah(-), batuk (-), sesak (-), nafsu makan menurun. Penurunan berat badan (+) selama 1 bulan terakhir sebanyak 3kg. Riwayat makan jamu (+), riwayat merokok (-), riwayat minum tuak (+) tapi sekarang sudah berhenti.

Dokter Muda :

Dokter : Dr. Lili. S.H. SpPD Tanggal Masuk: 09 April 2011

(21)

BAK (+) berwarna hitam,BAK tersendat-sendat (-), Jumlah volume urine 1500cc. Riwayat urin berpasir dan berdarah disangkal. BAB (-) selama satu minggu.

Riwayat hipertensi (+) selama 1 bulan ini, dengan tekanan tertinggi 170 mmHg.

RPT : Hipertensi RPO : Tidak jelas

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU

Tanggal Penyakit Tempat

Perawatan Pengobatan dan Operasi 28 Maret 2011 Cholecsystisis + Limfadenitis RS Bunda Thamrin USG

Hasil USG Abdomen atas:

Hepar: Ukuran normal, sudut tajam, tepi rata, intensitas echo parenchyma meningkat heterogen. IHBD/EHBD, V. Porta / V.Hepatica normal, tampak lesi mix ed.echo dengan internal echo yang tidak terjelas di segmen 5-6 lobus kanan hepar.

GB: Ukuran hydrops dijumpai penebalan dinding dengan double rim layer batu/sludge tidak dijumpai.

Pankreas: Ukuran dan intensitas echo parenchymal normal, tampak nodul hypoechoic ukuran 33,4x 55.7 mm di caput.

Lien: Ukuran dan intensitas echo parenchymal normal, tidak dijumpai massa/ kista/ kalsifikasi.

Ginjal kanan: Ukuran normal, intensitas echo korteks maupun batas sinus cortex normal, tidak dijumpai pelebaran system pelviocalyceal, maupun batu/kista/massa.

(22)

Ginjal kiri: Ukuran normal, intensitas echo cortex maupun batas sinus cortex normal, tidak dijumpai pelebaran system pelviocalyceal, maupun batu/kista/massa.

Kesimpulan:

:Abses hepar di segmen 5-6 lobus kanan hepar dengan Cholecsystisis.

: Massa di caput pancreas susp. Suatu limfadenitis yang tampaknya disertai obstruski extra-hepatic

: Lien atau kedua ginjal normal

Saran: CT-Scan upper abdomen dengan kontras dengan irisan tipis pada pancreas.

RIWAYAT KELUARGA

RIWAYAT PRIBADI

Riwayat Alergi Riwayat Imunisasi

Tahun Bahan/Obat Gejala Tahun Jenis Imunisasi

- - - -

(23)

Olah Raga : Tidak ada yang khusus Kebiasaan Makanan : Tidak ada yang khusus

Merokok : (-)

Minum Alkohol : (+)

Hubungan Seks : (+)

ANAMNESIS UMUM (Review of System)

Berilah Tanda Bila Abnormal dan Berikan Deskripsi

Umum : Nyeri Pinggang(+), kuning seluruh tubuh, mual(+)

Abdomen : Nyeri seluruh regio abdomen

Kulit: seluruh badan berwarna kuning Alat kelamin: tidak ada keluhan Kepala:

Tidak ada keluhan

Leher: Tidak ada keluhan

Ginjal dan Saluran Kencing: BAK berwarna hitam

Mata: sclera ikterik Hematologi: tidak ada keluhan

Telinga: Tidak ada keluhan Endokrin / Metabolik:

penurunan berat badan 3kg dalam 1 bulan

Hidung: Tidak ada keluhan Musculoskeletal:

Nyeri pinggang hebat Mulut: tidak ada keluhan

Tenggorokan: Tidak ada keluhan

Sistem saraf: Tidak ada keluhan Pernafasan : Tidak ada keluhan Emosi : Terkontrol

Jantung: Tidak ada keluhan Vaskuler : Hipertensi sejak 1 bulan DESKRIPSI UMUM

Kesan Sakit : Ringan Sedang

Berat

Gizi → BB : 75 kg TB : 170 cm

IMT =26kg/bb kesan : overweight TANDA VITAL

Kesadaran Compos Mentis Deskripsi : Komunikasi baik,

rasa awas terhadap lingkungan

(24)

baik Nadi

HR

88 x/I

88 x/i Reguler, t/v : cukup

Tekanan Darah Berbaring :

Lengan kanan : 130/70 mmHg Lengan kiri : 130/70 mmHg Duduk : Lengan kanan : 130/70 mmHg Lengan kiri : 130/70 mmHg Temperatur Aksila : 37,0°C

Pernafasan 20 x/i Deskripsi : Abdomino thorakal

KULIT : dalam batas normal

KEPALA : Kepala simetris, rambut hitam, tidak mudah rontok

LEHER: TVJ R +2 cm H20, trakea medial, pembesaran kelenjar getah bening (-), struma (-)

TELINGA DAN HIDUNG: Dalam batas normal

RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN : Dalam batas normal

MATA : Conjunctiva palpebra inferior pucat (-)/(-),

sclera ikterik (+)/(+),RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, ø 3mm

THORAX

Depan Belakang

Inspeksi Simetris Fusiformis Simetris Fusiformis

Palpasi SF Ka=ki ; kesan normal SF Ka=Ki : kesan normal

Perkusi Sonor pada kedua lapangan paru Sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi SP : Vesikuler

ST :

-SP : Vesikuler ST

(25)

:-JANTUNG

Batas Jantung Relatif : Atas : ICR III sinistra Kanan: Linea sternalis dextra Kiri : 1 cm LMCS, ICR V

Jantung : HR : 88 x/I, regular, M1 > M2, A2 > A1, P2 > P1, A2 > P2, desah (-). Gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : Simetris, membesar Palpasi : Hepar teraba 4cm BAC

Lien, dan Ren : ttb Nyeri tekan ( )

Perkusi : Timpani, pekak hati(+), pekak beralih (+) Auskultasi : Peristaltik (+) N, double sound (-) PINGGANG

Ballotement (-), tapping pain (+/+) EKSTREMITAS

Superior : oedem (-)/(-) Inferior : oedem (-)/(-)

ALAT KELAMIN : Lelaki, tidak dilakukan pemeriksaan REKTUM

Tidak dilakukan pemeriksaan NEUROLOGI :

Refleks Fisiologis (+) Normal Refleks Patologis (-) Normal

(26)

BICARA

Komunikasi baik

PEMERIKSAAN LABORATORIUM KLINIK (09/04/2011)

Darah rutin : Hb : 9,0 g/dl; Leukosit : 10,4/mm3; Ht : 26.8%; Trombosit : 334.000/mm3; MCV : 76.5fL;MCH : 25.7 ρg; MCHC : 33.6 g/dl. KGD ad Random : 125 mg/dl

Test Fungsi Ginjal : Ureum 168 mg/ dl, Creatinin 7.7 mg/dl , uric acid: 10.6 mg/dl Test Fungsi Hati : Bilirubin Total 4,28 mg/dl, Bilirubin Direk 1,56 mg/dl,

SGOT 120 U/L, SGPT 127 U/L

Urinalisa Ruangan: Tidak dilakukan pemeriksaan Faeces Rutin: Tidak dilakukan pemeriksaan

RESUME DATA DASAR (Diisi dengan Temuan Positif) Dokter Muda :

Nama Pasien : Musaid No. RM : 10 09 21

1. KELUHAN UTAMA : Nyeri kolik

1. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat PenyDahulu,Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.)

Hal ini dialami os sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri bersifat menjalar hingga ke seluruh region abdomen sampai ke hypogastrium. Ikterus bermula dari sclera dan kemudian seluruh bagian badan berwarna kuning. Riwayat demam sejak 2 bulan lalu, turun dengan obat penurun panas(+). Mual (+) dengan penurunan nafsu makan. Terjadi penurunan berat badan sebanyak 3kg dalam 1 bulan terakhir. BAK (+) berwarna hitam sebanyak 1500cc. BAB (-) selama 1 minggu. Riwayat minum alkohol

(27)
(28)

Nama Penderita: Musaid No. RM10 09 21

Rencana yang akan dilakukan masing-masing (meliputi rencana untuk diagnosis, penatalaksanaan dan edukasi)

No. Masalah Rencana Diagnosis Rencana Terapi Rencana Monitoring Rencana Edukasi

1

2

3

4

Kolik Renal ec. DD - BSK

- ISK

AKI Stad. Failure ec.DD - PGOI - HN - DN -PNC -GNC

Obs. Jaundice ec. - Ca Caput Pancreas - CBD Stone - Ca Ampulla Vateri Hepatoma ec. Hepatitis Darah rutin RFT/LFT Elektrolit Foto Thorax USG Ginjal - Tirah baring

- Diet Hati III

- IVFD Dex 5 % 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 1gr/ 12 jam

- Panso 1amp / 12 jam - Ketorolac 1 amp/ 12 jam

- Klinis

- Laboraturium Menerangkan dan menjelaskan keadaan penatalaksanaan dan komplikasi penyakit pada pasien dan keluarga.

(29)
(30)

30 09/04/2 011 10/04/2 011 Nyeri Pinggang(+), kuning seluruh tubuh, mual(+) Nyeri Pinggang(+), kuning seluruh tubuh, mual(+) Sens: CM ,TD: 130/70 mmHg Pols : 88 x/mnt, reguler t/v: cukup RR : 20 x/mnt, Temp:37°C Pemeriksaan fisik:

Mata: Sklera ikterik (+)/(+), Leher: TVJ R+2 cmH20 Thorak:

I : simetris fusiformis, P: SF ka=ki, kesan normal P: sonor kedua lap.paru A : SP : vesikuler, ST :(-) Abdomen:

I: Simetris, membesar P: Hati teraba 4cm BAC P: Undulasi (+), Shifting dullness (+) A: peristaltic (+) Normal Sens: CM TD: 130/70 mmHg Pols : 92 x/mnt, reguler t/v: cukup RR : 24 x/mnt, Temp:36,9 °C Pemeriksaan fisik:

Mata: Sklera ikterik (+)/(+) Leher: TVJ R+2 cmH20 Abdomen:

I: Simetris, Ascites, Kuning

Kolik Renal ec. DD - BSK

- ISK +

AKI Stad. Failure ec.DD - PGOI - HN - DN -PNC -GNC + Obs. Jaundice ec. - Ca Caput Pancreas - CBD Stone

- Ca Ampulla Vateri +

Hepatoma ec. Hepatitis

Kolik Renal ec. DD - BSK

- ISK +

AKI Stad. Failure ec.DD - PGOI - HN - DN -PNC -GNC + Obs. Jaundice ec. - Ca Caput Pancreas - CBD Stone

- Ca Ampulla Vateri +

Hepatoma ec. Hepatitis

- Tirah baring - Diet Hati III - IVFD Dex 5 % 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 1gr/ 12 jam - Panso 1amp / 12 jam - Ketorola c 1 amp/ 12 jam + Lactulac Syr. 3x C1 - Tirah baring - Diet Hati III - IVFD Dex 5 % 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 1gr/ 12 jam - Panso 1amp / 12 jam - Ketorola LFT Elektrolit Foto Thorax USG Ginjal LFT Elektrolit Foto Thorax USG Ginjal

(31)

DAFTAR MASALAH Nama Penderita : Musaid

No. RM

10 09 21

No. DitemukanTanggal MASALAH

Masalah

Selesai/Tanggal Terkontrol/Tanggal Tetap 1.

09 April 2011

Kolik Renal ec. DD - BSK - ISK - - 09 April 2011 2. 09 April 2011 AKI Stad. Failure ec.DD - PGOI - HN - DN -PNC -GNC - - 09 April 2011 3. 09 April 2011 Obs. Jaundice ec. - Ca Caput Pancreas - CBD Stone - Ca Ampulla Vateri - - 09 April 2011 4. 09 April 2011 Hepatoma ec. Hepatitis - = 09 April 2011

Kesimpulan dan Prognosis

Tn. Musaid, 64 tahun mengalami Obs. Jaundice ec. Ca Caput + Cholecystisis dan AKI Stad. Failure

(32)

Prognosis :

- Ad Vitam : dubia ad bonam

- Ad Functionam : dubia ad bonam - Ad Sanactionam : dubia ad bonam

VERIFIKASI Dokter Ruangan Chief of Ward Sie. Pendidikan

(33)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Secara umumnya, ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meninngkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik).Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.

4.2 Saran

Disarankan pasien dengan Obstruktif Jaundice agar sentiasa mengamalkan cara hidup yang sehat dengan memakan makanan sesuai diet untuk usia dan tidak mengkonsumsi alcohol dan rokok yang berlebihan. Pasien juga harus merujuk lebih awal lagi ke rumah sakit jika terdapat kelainan pada mereka.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322 (7278): 91–94. Available from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?

artid=1119388 [diakses pada tanggal 10 April 2011].

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

4.Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

5.Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

6.Kasper Dennis, Harrison Tinsley Randolph. 2005. Harrison Principle’s of Internal Medicine 16th. New York: Mc Graw Hills Publishing. 1880-1890

7.Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran No. 4, 1983: 29. Available From: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik.html [diakses pada tanggal 10 April 2011].

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh tersebut menunjukan bahwa inflasi, kurs dan tingkat suku bunga mampu memberikan variasi kontribusi untuk mempengaruhi Non Performing Loan yang dimiliki

Motilitas spermatozoa pada masing-masing perlakuan menurun secara perlahan-lahan dan tidak secara drastis karena tris kuning telur berfungsi sebagai penyanggah dan

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda dengan bantuan program SPSS 22 untuk mengolah data sehingga dapat diketahui seberapa besar

Industri furnitur Korea Selatan tahun 2012 bernilai 8,5 juta Won, dimana beberapa produsen furnitur ternama mengalami penurunan jumlah produksi serta kemerosotan

 Kurangnya komunikasi antara dunia usaha Indonesia dengan perwakilan perdagangan di Kanada juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi sehingga belum

Kebutuhan pengguna disusun berdasarkan informasi dari evaluasi antarmuka pengguna pertama dan hasil task analysis yang menghasilkan empat tugas utama, yaitu tugas

Kompos TKKS mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman dalam proses fotosintesis, yang pada akhirnya akan menghasilkan asimilat yang digunakan

Rekayasa Industri banyak hal yang harus dipersiapkan untuk dapat mengerjakan sebuah proyek dengan sangat baik, salah satunya adalah pelayanan dalam pengerjaan proyek..