• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Agroklimatologi Klasif Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Agroklimatologi Klasif Indonesia"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ACARA IV

KLASIFIKASI IKLIM UNTUK BIDANG PERTANIAN

Oleh :

NIM :

Rombongan : 1 Kelompok : 4

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

GAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(2)

A. TUJUAN

Tujuan praktikum acara VI adalah :

1. Menetapkan kelas iklim suatu daerah berdasarkan data curah hujan suatu stasiun cuaca menurut Schmidth-Ferguson dan menurut Oldeman.

2. Menetapkan keadaan iklim berdasarkan kelas iklim menurut Schmidth-Ferguson dan menurut Oldeman.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan terdiri atas data curah hujan 10 tahun beberapa stasiun cuaca (data dibagikan pada saat praktikum). Alat yang digunakan adalah mesin hitung (kalkulator).

C. PROSEDUR KERJA

1. Klasifikasi iklim menurut Schmidth-Ferguson

a. Data curah hujan bulanan menurut bulan (Januari-Desember) dan tahun (tahun ke 1-10) disusun.

b. Ditentukan nilai bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) setiap tahun. c. Kriteria bulan basah >100 mm dan bulan kering antara 60 dan 100 mm

kemudian bulan basah dan bulan kering ditentukan.

(3)

e. Nilai Q ditentukan dengan menghitung nilai nisbah rata-rata jumlah bulan kering atau rata-rata jumlah bulan basa.

f. Setelah itu, kelas iklim ditentukan untuk membuat segitiga Schmidth-Ferguson kemudian keadaan iklim ditetapkan.

2. Klasifikasi iklim menurut Oldeman

a. Data curah hujan bulanan menurut bulan(Januari-Desember) dan tahun (tahun ke 1-10).

b. Curah hujan bulanan bulan Januari samapai Desember dijumlahkan kemudian dihitung rata-ratanya.

c. Bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) ditentukan. Apabila curah hujan bulanan >200 mm sebagai bulan basah dan bila curah hujan bulanan <100 mm sebagai bulan kering.

d. Periode bulan basah dan periode bulan kering ditentukan secara berurutan. e. Tipe iklim utama (A atau B atau C atau D atau E) ditentukan oleh jumlah

periode bulan basah berurutan sedangkan sub-divisi iklim (1 atau atau atau 4) ditentukan oleh periode bulan kering berurutan.

f. Table 1 pada data curah hujan digunakan untuk menentukan tipe itama iklim dan subdivisi iklim.

(4)

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

(Terlampir)

2. Pembahasan

Berdasarkan data pada tabel curah hujan beberapa wilayah di Indonesia, daerah Melolo, Nusa Tenggara Timur memiliki BB= 0 dan BK= 8 sehingga zona agroklimatnya adalah E4. Singaraja memiliki BB= 3 dan BK= 7 sehingga zona agroklimatnya adalah D4. Rembang, Jawa Tengah memiliki BB= 2 dan BK= 5 sehingga zona agroklimatnya adalah E3. Mojokerto memiliki BB= 4 dan BK= 6 sehinngga zona agroklimatnya adalah D3. Madiun memiliki BB= 5 dan BK=5 sehingga zona agroklimatnya adalah C3.

Donggala, Sulawesi Tengah memiliki BB= 1 dan BK= 3 sehingga zona agroklimatnya adalah E2. Tanjung Karang, Sumatera Selatan memiliki BB= 4 dan BK= 3 sehingga zona agroklimatnya adalah D2. Surakarta memiliki BB= 6 dan BK=4 sehingga zona agroklimatnya adalah C3. Banyumas memiliki BB= 7 dan BK= 3 sehingga zona agroklimatnya adalah B2. Tanjung Balai, Sumatera Utara memiliki BB= 1 dan BK= 2 sehingga zona agroklimatnya adalah E2.

(5)

agroklimatnya adalah C1. Lahat, Sumatera Selatan memiliki BB= 8 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatnya adalah B1. Pontianak memiliki BB= 11 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatnya adalah A1. Palu, Sulawesi Tengah memiliki BB= 0 dan BK= 12 sehingga zona agroklimatnya adalah E4.

Daerah Seribu Dolok, Sumatera memiliki BB= 1 dan BK= 2 sehingga zona agroklimatnya adalah E2. Ujunga Pandang memiliki BB= 4 dan BK= 6 sehingga zona agroklimatnya adalah D3. Ambon memiliki BB= 6 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatnya adalah C1. Polewali memiliki BB= 3 dan BK= 2 sehingga zona agroklimatnya adalah D2. Kutacana memiliki BB= 4 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatnya adalah D1. Sikikalang memiliki BB= 4 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatna adalah C1.

Berdasarkan tabel 1 curah hujan bulanan selama 10 tahun di daerah Banjarnegara, memiliki zona agroklimat B2 dengan BB= 8 dan BK= 3 berdasarkan metode menurut Oldeman. Jika menggunakan metode menurut Schmidth-Ferguson, zona agroklimatnya adalah A yaitu daerah sangat basah dengan nilai sebesar 30,68 %.

(6)

Berdasarkan tabel 3 curah hujan bulanan selama 10 tahun di daerah Bukateja, memiliki zona agroklimat B2 dengan nilai BB= 8 dan BK=2 berdasarkan metode menurut Oldeman. Jika menggunakan metode menurut Schmidth-Ferguson, zona agroklimatnya adalah B yaitu daerah basah dengan jumlah nilai sebesar 35,71 %.

Berdasarkan tabel 4 curah hujan bulanan selama 10 tahun di daerah Wanadadi, memiliki zona agroklimat B2 dengan nilai BB= 8 dan BK= 2 berdasarkan metode menurut Oldeman. Jika menggunakan metode menurut Schmidth-Ferguson, zona agroklimatnya adalah A yaitu daerah sangat basah dengan jumlah nilai sebesar 24,44 %.

Berdasarkan tabel 5 curah hujan bulanan selama 10 tahun di daerah Krikil, memiliki zona agroklimat C3 dengan nilai BB= 6 dan BK= 4 berdasarkan metode menurut Oldeman. Jika menggunakan metode menurut Schmidth-Ferguson, zona agroklimatnya adalah B yaitu daerah basah dengan jumlah nilai sebesar 36,36 %.

Iklim adalah perpaduan dari semua unsur dalam satu gabungan yang berasal dari proses iklim terkait. Factor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim. Akan tetapi, kriteria yang dipakai untuk membedakan jenis iklim sebaiknya mencerminkan iklim itu sendiri (Tjasyono, 2004).

(7)

Thornthwaite (1933) menyatakan bahwa klasifikasi iklim adalah menetapkan pemerian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif, terutama air dan panas. Unsur lain seperti angina, sinar matahari atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan tertentu (Tjasyono, 2004).

Schmidth dan Ferguson (1951) menentukan jenis iklim di Indonesia berdasarkan perhitungan jumlah bulan kerin dan bulan basah. Mereka memperoleh delapan jenis iklim dari iklim basah sampai kering. Kemudian Oldeman (1975) juga memakai unsur iklim curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim di Indonesia. Metode Oldeman lebih menekankan pada bidang pertanian, karenanya sering disebut klasifikasi iklim pertanian (Tjasyono, 2004).

a. Sistem klasifikasi Schmidth-Ferguson

Penggolongan iklim menurut Schmidth-Ferguson menggunakan prinsip bulan kering dan bulan basah seperti pada penggolongan menurut Mohr. Bulan basah yaitu bulan yang menerima curah hujan lebih dari 100 mm, bulan kering yaitu bulan yang menerima curah hujan kurang dari 60 mm. dengan cara diambil data curah hujan untuk 10 tahun, kemudian tiap bulan dijumlahkan dan dirata-rata, setelah itu ditentukan bulan basah dan bulan keringnya (Kertasapoetra, 2004).

(8)

diambil rata-ratanya. Periode pengamatan yang diikutsertakan di dalam perhitungan jumlah bulan kering dan basah adalah dari tahun 1921 sampai 1940, stasiun hujan yang datanya kurang dari 10 tahun dihilangkan. Untuk menentukan jenis iklimnya, Schmidth dan Ferguson menggunakan harga perbandingan Q yang didefinisikan sebagai :

Q =

Dari harga Q yang ditentukan oleh persamaan di atas, kemudian Schmidth dan Ferguson menentukan jenis iklimnya yang ditandai dengan iklim A sampai H, sebagai berikut :

Tipe Iklim Keterangan Kriteria (%) Ciri Vegetasi A Sangat basah 0≤ Q < 0,143 Hutan hujan tropis B Basah 0,143 ≤Q < 0,333 Hutan hujan tropis C Agak basah 0,333 ≤Q < 0,600 Vegetasi hutan rimba D Sedang 0,600 ≤ Q < 1,000 Hutan musim

E Agak kering 1,000 ≤ Q < 1,670 Hutan sabana F Kering 1,670 ≤ Q < 3,000 Hutan sabana G Sangat kering 3,000 ≤ Q < 7,000 Padang ilalang H Luar biasa kering 7,000 ≤ Q Padang ilalang

(9)

Seperti halnya metode Schmidth-Ferguson, metode Oldeman hanya memakai unsur curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim. Dalam metode ini, bulan basah didefinisikan sebagai bulan yang mempunyai jumlah curah hujan sekurang-kurangnya 200 mm.

Oldeman dkk (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan, sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm per bulan. Dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75 % maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan. Maka menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan kering apabila curah hujan bulamam lebih kecil dari 100 mm.

Oldeman membagi daerah agroklimat utama, yaitu :

A : jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan.

B : jika terdapat 7 – 9 bulan basah berurutan.

C : jika terdapat 5 – 6 bulan basah berurutan.

D : jika terdapat 3 – 4 bulan basah berurutan.

(10)

Sumber : Oldeman dkk (1980).

Gambar diatas menunjukkan bahwa Oldeman membagi 5 daerah agroklimat berdasarkan kebutuhan air, :

a. A1 bulan basah > 9 bulan berurutan

(11)

m. E4 terdapat < 3 bulan basah berurutan > 6 bulan kering

(12)

E. KESIMPULAN

1. Curah hujan bulanan selama 10 tahun pada beberapa daerah di Indonesia berbeda-beda tergantung jumlah nilai bulan basah dan bulan keringnya. 2. Menurut metode Oldeman, daerah Banjarnegara, Klampok, Bukateja dan

Wanadadi memiliki zona agroklimat yang sama yaitu B2, sedangkan daerah Krikil memiliki zona agroklimat C3.

3. Menurut metode Schmidth-Ferguson daerah Banjarnegara dan Wanadadi merupakan daerah yang sangat basah. Sedangkan daerah Klampok, Krikil dan Bukateja merupakan daerah basah.

4. Menurut metode penggolongan iklim menurut Oldeman suatu buan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm sedangkan yang dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.

5. Menurut metode penggolongan iklim Schmidth-Ferguson, bulan basah yaitu bulan yang menerima curah hujan lebih besar dari 100 mm sedangkan bulan kering yaitu bulan yang menerima curah hujan kurang dari 60 mm.

(13)
(14)

DAFTAR PUSTAKA

Handoko, Ahmad. 1994. Penerimaan Radiasi Surya di Permukaan Bumi Sangat Bervariasi Menurut Tempat dan Waktu. Balai Pustaka. Jakarta.

Kertasapoetra, A. G. 2004. Klimatologi. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Leimeheriwa, Samuel. 2002. Pengembangan Komoditas Pertanian Berdasarkan Pendekatan Iklim. IPB Press. Bogor

Oldeman, R. L., I. Las dan Muladi. 1980. The Agro-Climate Maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya and Bali West and East Nusa

Tenggara Contrib. Centre. Res. Inst. Agrc. Bogor.

Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. ITB Press. Bandung.

Gambar

Gambar diatas menunjukkan bahwa Oldeman membagi 5 daerah

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan polibag pada penelitian ini menyebabkan keterbatasan ruang dalam polibag, akar tanaman jagung manis yang terus tumbuh lebih panjang dibandingkan cabai merah

Kalman Filter bekerja dengan cara memisahkan noise dari data asli dan dari segi teori Kalman Filter lebih baik dalam menangani eror dari output sensor sehingga

Peneliti memandang ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada karyawan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Wonosobo untuk dapat menyelesaikan skripsi

Landasan ontologis sebagaimana dimaksud dalam penelitian ini, oleh karenanya adalah landasan yang berkaitan dengan asumsi suatu ideologi tentang realitas yang menjadi pijakan

Arah Kebijakan : Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan Dan Budaya Sehat Masyarakat - Belum terpenuhinya Standar RS Kelas B Non Pendidikan Khususnya SDM, dan

Sumberdaya peternakan di kabupaten Tasikmalaya untuk komoditas ternak ruminansia pada jenis ternak sapi potong dan kerbau populasinya menyebar di wilayah selatan sebagai

Dengan adanya perancangan audio visual menggunakan video tutorial untuk mata kuliah Audio Visual, diharapkan dapat membantu mahasiswa maupun dosen dalam kegiatan

Segenap dosen Prodi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang telah memberikan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis