• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Wilayah Sektor Pertanian di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Wilayah Sektor Pertanian di"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN WILAYAH SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Pengembangan Wilayah yang dibina oleh Bapak Ardyanto Tanjung

oleh Uzlifatil Jannah

140721604412

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN GEOGRAFI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1LATAR BELAKANG

Wilayah/daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik ditinjau dari sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, letak geografis sosial budayanya,

maupun resources lainnya, dengan perkotaan lain, ada potensi yang dimiliki suatu daerah, tetapi tidak dimiliki daerah lain. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mengharuskan setiap daerah membangun berdasarkan pendekatan wilayah dan melakukan kerja sama antardaerah dengan prinsip saling menguntungkan.

Sehubungan dengan hal tersebut langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan wilayah bukan saja harus memperhatikan potensi yang ada di wilayahnya, tetapi juga harus memperhatikan potensi-potensi yang ada di daerah lainnya.

Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah khususnya di Kota Malang dilatarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan Penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi,

perkembangan/perluasan jaringan komunikasi-transportasi dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut akan membawa perubahan terhadap bentuk keruangan di wilayah yang bersangkutan, baik secara fisik maupun non fisik, sebagai wadah kegiatan manusia di dalamnya. Perubahan tersebut apabila tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan perkembangan yang tidak terarah dan penurunan kualitas pemanfaatan ruang.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarka latar belakang di atas diambil rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana keruangan Kota Malang?

2. Bagaimana biofisik ekosistem Kota Malang? 3. Bagaimana sosiala ekonomi Kota Malang? 4. Bagaimana sosial budaya Kota Malang? 5. Bagaimana sosial politik kota Malang?

(3)

BAB II

TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH 1. Teori Von Thunen

Von Thunen mengemukakan bahwa lokasi sebagai variable terikat yang mempengaruhi variable bebasnya seperti urban growth, perekonomian, politik, bahkan budaya masyarakat (gaya hidup). Teori ini dilandasi oleh pengamatannya terhadap daerah tempatnya tinggal yang merupakan lahan pertanian. Inti dari teori Von Thunen adalah teori lokasi pertanian yang menitikberatkan pada 2 hal utama tentang pola keruangan pertanian yaitu:

- Jarak lokasi pertanian ke pasar

- Sifat produk pertanian (keawetan, harga, beban angkut).

Dari teori tersebut disimpulkan bahwa harga sewa lahan pertanian nilainya tergantung tata guna lahannya. Lahan yang berada di dekat pusat kota akan lebih mahal di bandingkan lahan yang jauh dari pusat kota karena jarak yang makin jauh dari pusat kota/kegiatan, akan meningkatkan biaya transportasi. Model Teori Lokasi Pertanian Von Thunen membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi.

2. Alfred Weber

Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar, Weber

(4)

menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa lingkaran yang dinamakan isodapan (isodapane).

3. Christaller

Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Bunyi teori Christaller adalah Jika persebaran penduduk dan daya belinya sama baiknya dengan bentang alam, sumber dayanya, dan fasilitas tranportasinya, semuanya sama/seragam, lalu pusat-pusat pemukiman mennyediakan layanan yang sama, menunjukkan fungsi yang serupa, dan melayani area yang sama besar, maka hal tersebut akan membentuk kesamaan jarak antara satu pusat pemukiman dengan pusat pemukiman lainnya.

Konsep Teori Christaller

 Range (jangkauan)

 Jarak yang perlu ditempuh untuk mendapatkan kebutuhannya.

 Threshold (ambang penduduk) Jumlah minimal penduduk untuk dapat mendukung suatu penawaran jasa.

Central place yang menyediakan barang dan jasa untuk wilayah

disekelilingnya membentuk sebuah hierarki. Makin tinggi tingkat barang dan jasa, makin besar range-nya dari penduduk di tempat kecil. Christaller berasumsi pada homogenitas karakter fisik dan homogenitas karakteristik penduduk. Christaller menggunakan bentuk hexagon untuk menggambarkan wilayah-wilayah yang saling bersambungan. Lingkaran yang mencerminkan wilayah yang saling bertindih lalu dibelah dua dengan garis lurus. Sehingga dapat dipilih lokasi yang paling efisien. Sehingga dengan membayangkan hexagonal-hexagonal tersebut tercipatalah hierarki pemukiman dan wilayah pasaran.

Berikut ini asumsi – asumsi Christaller dalam penyusunan teorinya. - Konsumen menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat

dinyatakan dalam biaya dan waktu

(5)

- Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa.

- Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya.·

- Wilayah tersebut adalah suatu dataran yang rata, mempunyai ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata.

Teori tempat pusat memiliki elemen dasar yang terdiri dari : fungsi sentral, yakni adanya suatu tempat pusat yang dibentuk oleh fungsi yang besifat memusat karena fungsi (barang/jasa) hanya ada pada beberapa titik tertentu saja. Threshold (batas ambang) adalah jumlah penduduk tertentu yang mendukung keberadaan fungsi tertentu. Fungsi dalam hal ini yaitu kelancaran dan keseimbangan suplai barang. Jumlah yang dimaksud dapat meliputi beberapa puluh keluarga bagi satu atau beberapa ratus keluarga bagi suatu pasar harian. Kalau jumlah itu di bawah jumlah tertentu/ambang, maka pelayanan menjadi mahal dan kurang efisien; sebaliknya bila meningkat di atas jumlah ambang pelayanan akan menjadi kurang baik dan kurang efektif. Bila kegiatan itu menyangkut jual beli maka jumlah penduduk di bawah ambang akan mengakibatkan rugi dan terancam tutup; sebaliknya bila di atas ambang maka akan memperoleh untung dan mengundang entry serta dalam jangka waktu tertentu mempertajam persaingan.

Kemudian range yakni jarak di mana penduduk masih mau untuk melakukan perjalanan untuk mendapatkan pelayanan atau fungsi tertentu. Lebih jauh dari jarak ini orang akan mencari tempat lain yang lebih dekat untuk memenuhi kebutuhannya akan jasa yang sama. Dari elemen dasar tersebut muncullah sebuah pola, yaitu pola heksagonal. Pola heksagonal yaitu pusat-pusat membentuk segitiga pelayanan yang jika digabungkan akan membentuk pola heksagonal yang merupakan wilayah pelayanan yang dianggap optimum.

(6)

 topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat

pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan;

 kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi

primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.

 Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota,

jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller ini merupakan suatu sistem geometri yang menjelaskan model area perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi yang dinamakan range dan threshold.

(a) Prinsip pasar (marketing principle) k=3 : pusat pelayanan bagi daerah sekitarnya,

seperti pasar, sering disebut kasus pasar optimal. Dinamakan K=3 (K3), karena suatu kegiatan di tempat pusat akan melayani 3 tempat pusat untuk fungsi di bawahnya yaitu 1 tempat pusat sendiri di tambah 2 tempat pusat hirarki di bawahnya.

(b) Prinsip lalu lintas (traffic principle) k=4 : bagaimana meminumkan jarak

penduduk untuk mendapatkan pelayanan fungsi di tempat pusat. Bersifat linier, karena tempat pusat berada pada titik tengah dari setiap sisi heksagon. Sehingga daerah tersebut dan daerah sekitarnya yang terpengaruh senantiasa memberikan kemungkinan jalur lalu lintas paling efisien, sering disebut situasi lalu lintas yang optimum. Teori ini disebut sebagai k=4 karena 1 empat pusat melayani empat tempat pusat lain; 1 pada tempat pusatnya itu sendiri dan 3 dari tempat pusat lain. (c) Prinsip administrasi (administrative principle) k=7 : wilayah ini mempengaruhi

wilayahnya sendiri dan seluruh bagian wilayah – wilayah tetangganya, prinsip utamanya adanya kemudahan dalam rentang kendali pengawasan pemerintahan, sehingga sering disebut situasi administrative optimum dimana keenam pusat hirarki di bawahnya berada pada batas wilayah pelayanan hirarki di atasnya.

(7)

tersebar di dalam wilayah membentuk pola segi enam, yang secara teori bisa memberikan keuntungan optimal pada kegiatan tersebut. Tempat – tempat pusat tersebut yakni sebagai suatu tempat yang menyediakan barang dan jasa-jasa bagi penduduk daerah belakangnya.

Elemen – elemen tempat pusat yakni range (jangkauan), threshold, dan fungsi sentral Ketiga elemen itu yang mempengaruhi terbentuknya tempat pusat dan luasan pasar baik pelayanan barang maupun jasa pada suatu wilayah. Teori tempat pusat merupakan teori mengenai hubungan fungsional antara satu tempat pusat dan wilayah sekelilingnya. Juga merupakan dukungan penduduk mengenai fungsi tertentu.

Christaller tidak mendasar pada jangkauan wilayah pasar, dan meiliki hirarki – hirarki dalam pola heksagonalnya. Luas wilayah pasar juga tidak tergantung pada barang yang diproduksi.

4. Teori Kerucut Permintaan

Teori Lokasi dari August Losch melihat persoalan dari sisi permintaan (pasar), berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari sisi penawaran (produksi). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.

5. Teori Kutub Pertumbuhan

Perroux (1955) telah mengembangkan konsep kutub pertumbuhan (pole de croissance / pole de development / growth pole). Menurutnya petumbuhan ataupun pembangunan tidak dilakukan di seluruh ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat atau lokasi tertentu yang disebut kutub pertumbuhan. Secara esensial teori kutub pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses pertubuhan

(8)

suatu kompleks industri, yang berkelompok di sekitar industri kunci. Industri kunci adalah industri yang mempunyai dampak berantai ke depan (forward linkage) yang kuat.

6. Teori Kutub Pembangunan yan Teralokasi

Boudeville (1961) telah menampilkan teori kutub pembangunan yang terlokalisasikan (localized poles of development). Mengikuti pendapat Perroux, ia mengidentifikasikan kutub pertumbuhan wilayah sebagai seperangkat

industri-industri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong pertumbuhan lebih lanjut perkembangan ekonomi melalui wilayah pengaruhnya (H. W. Richardon, 1972, 85). Ia mengemukaan aspek kutub fungsional, tetapi dalam bukunya The Problem of Regional Economic Planning, ia memberikan pula perhatian pada aspek geografis. Teori Boudeville dapat dianggap sebagai pelengkap terhadap teori-teori tempat sentral, yang diketengahkan oleh Crhristaller (1933) dan kemudian diperluas oleh Losch (1940), atau dapat dikatakan bahwa teori Boudeville telah menjembatani terhadap teori-teori spasial yang terdahulu, yang menekuni persoalan-persoalan organisasi kegiatan-kegiatan manusia pada tata ruang. Dalam hubungan ini perlu dijelaskan mengenai aspek-aspek geografis dan regional serta hubungan

komplementer antara teori Boudeville dengan teori-teori tempat sentral dan teori kutub pertumbuhan.

Teori Boudeville berusaha menjelaskan mengenai impak pembangunan dari adanya kutub-kutub pembangunan yang terlokalisasikan pada tata ruang geografis, sedangkan teori lokasi berusaha untuk menerangkan dimana kutub-kutub

(9)

Teori tempat sentral dan khususnya mengenai saling ketergantungan fungsional yang diformulasikan oleh Christaller tanpa memperhitungkan adanya hambatan-hambatan geografis-spasial, adalah merupakan titik permulaan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai impak pembangunan pada suatu pusat tertentu atau pada pusat-pusat lainnya dan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pusat-pusat serta pengendalian pertumbuhan kota. Ditinjau dari segi lain terdapat kekurangan-kekurangan yaitu tempat sentral tidak menjelaskan gejala-gejala pembangunan. Teori tempat sentral dikategorisasikan sebagai teori statis, yang hanya menjelaskan adanya pola pusat-pusat tertentu dan tidak membahas adanya perubahan-perubahan pola tertentu. Teori Boudeville merupakan teori kutub pertumbuhan yang telah dimodifikasikan dan dapat digunakan untuk menganalisis gejala-gejala dinamis tersebut.

Untuk memahami komplementaris hubungan-hubungan antara teori tempat sentral dan teori Boudeville dijumpai beberapa kesulitan. Teori tempat sentral (Christaller dan Losch) bersifat deduktif dan merupakan teori keseimbangan statis yang berkenaan dengan prinsip-prinsip pada tingkat perusahaan dan hubungan-hubungan antar perusahaan. Sedangkan teori Boudeville adalah berdasarkan teori pembangunan dinamis yang menggunakan cara induktif dan berkenan dengan tingkat industri-industri dan besaran makro. Teori tempat sentral hanya menjelaskan

mengenai pengelompokan pada tata ruang geografis, di lain pihak teori Boudeville berusaha menjelaskan secara simultan mengenai tata ruang fungsional (secara abstrak) dan tata ruang geografis (secara rill), yaitu menjelaskan

perubahan-perubahan pada tata ruang fungsional ke dalam tata ruang geografis. Sedangkan teori kutub pertumbuhan Perroux merupakan alat yang ampuh untuk menjelaskan

(10)

Pengelompokan pada tata ruang geografis telah diperlihatkan dalam model tempat sentral. Selanjutnya oleh Boudeville pengelompokan ini diterapkan pada pembangunan dalam arti fungsional, sedangkan difusi (penghamburan) pembangunan pada tata ruang geografis diterapkan pada pembangunan dalam tata ruang melalui tipe transformasi.

Untuk menjelaskan difusi dorongan-dorongan pembangunan diantara kutub-kutub yang terjadi dalam kerangkan dasar dinamis diperlakukan pendekatan teoretik baru. Dalam hubungan ini hipotesis Hirscham (dampak tetesan ke bawah dan dampak polarisasi atau trickling down effect and polarization effect) dan Myrdal (dampak penyabaran dan dampak pengurasan atau spread effect and backwash effect). C. Myrdal (1976, 56-65) tentang peristiwa-peristiwa geografis dan penyebaran

pertumbuhan ekonomi memberikan sumbangan yang bermanfaat, karena keduanya berusaha menggabungkan sejauh mungkin pengaruh penyebaran pertumbuhan dilihat dari aspek ekonomi. Teori Hirschamn dan teori Myrdal menelusuri pula dimensi geografis walaupun hanya secara tidak langsung.

Teori Boudeville merupakan alat yang ampuh untuk menjelaskan tidak hanya mengenai pengelompokan geografis semata-mata, akan tetapi juga mengenai

peristiwa-peristiwa geografis dan transmisi pembangunan di antara pengelompokan-pengelompokan yang bersangkutan. Dalam aplikasi teori dan konsep kutub

pertumbuhan dalam konteks geografis dan regional, nampaknya pendapat

Boudenville dan konsep Perroux tidak searah. Perroux menganggap tata ruang secara abstrak, yang menekankan karakteristik-karakteristik regional tata ruang ekonomi. Menurut Boudeville menekankan pada tata ruang ekonomi tidak dapat dipisahkan dari tata ruang geografis, dalam mengembangkan pemikirannya lebih lanjut

Boudeville menekankan pada tata ruang polarisasi. Tata ruang polarisasi dikaji dalam pengertian ketergantungan antara berbagai elemen yang terdapat di dalamnya.

Konsep ini erat berkaitan dengan pengertian hirarki, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai landasan untuk studi pusat-pusat kota dan saling

(11)

Persoalan pertama merupakan salah satu usaha mengarahkan pengaruh-pengaruh pembangunan dari instalasi-instalasi yang didirikan pada unit-unit di wilayah terbelakang tersebut ke tempat-tempat tertentu disekitarnya. Unit-unit inti yang dimaksud merupakan merupakan mata rantai dalam tata ruang fungsional dan tata ruang geografis, yang menunjang masuknya inovasi dari luar dan perubahan-perubahan pembangunan melalui (dampak berantai ke belakang dan dampak berantai ke depan atau backward linkage and forward linkage sehingga difusi internal dapat dipercepat.

Persoalan kedua pada dasarnya merupakan usaha pemilihan lokasi yang tepat atau cocok untuk pendirian perusahaan-perusahaan industri dan jasa. Lokasi-lokasi tersebut merupakan bagian-bagian dari kutub-kutub pembangunan. Pengaruh-pengaruhnya didistribusikan pada sistem pusat-pusat dalam tata ruang geografis. Peristiwa-peristiwa geografis semacam ini memberikan sumbangan pada usaha-usaha untuk memperbaiki susunan geografis secara efisien.

7. Teori Trickling Down Dan Teori Backwash

Trickling Down Effects adalah perkembangan dan perluasan pembagian pendapatan dengan menunjukkan bahwa pola pembangunan yang diterapkan di wilayah miskin di negara berkembang dirasa tidak berhasil memecahkan masalah pengangguran, kemiskinan dan pembagian pendapatan yang tidak merata, baik di dalam negara berkembang masing maupun antara negara maju dengan negara berkembang.

(12)

8. Teori Masukan Transportasi

Walter Isard (1956) mengembangkan logika teori dasar Weber dengan menempatkan teori tersebut dalam konteks analisis substitusi sehingga menjadi alat peramal yang tangguh (robust) namun sederhana. Seperti Weber, Isard menyadari bahwa biaya transpor merupakan determinan utama untuk menentukan lokasi suatu industri, akan tetapi bukan satu-satunya. Ia membahas gejala aglomerasi terutama di kota-kota besar. Ia adalah salah satu ahli ekonomi yang menaruh perhatian besar pada masalah perkotaan, telah mengetengahkan pentingnya penghematan urbanisasi, yang merupakan salah satu manfaat dari aglomerasi.

Pendekatan Isard menggunakan asumsi bahwa lokasi dapat terjadi di titik-titik sepanjang garis yang menghubungkan sumber bahan baku dengan pasar, jika bahan baku setempat adalah murni. Sehingga terdapat dua variabel yaitu jarak dari pasar dan jarak sumber bahan baku. Hubungan kedua variabel tersebut dapat diplotkan dalam bentuk grafik di mana garis yang menghubungkan antara sumber bahan baku dan pasar adalah tempat kedudukan titik-titik kombinasi antara bahan baku dan pasar yang bersifat substitusi (Gambar 3.6). apabila ditambah lagi satu varriabel baru yaitu penggunaan bahan baku kedua ke dalam input produksi, maka terdapat tiga set hubungan substitusi.

Alasan mengapa istilah satu variabel dibuat tetap, hanyalah untuk mempermudah pembuatan grafik dua dimensi. Penyelesaian masalah dalam

penentuan lokasi dapat dilihat secara bertahap melalui pasangan-pasangan dua sudut dari segitiga tersebut. Titik biaya terendah diperoleh dengan mengidentifikasikan titik di mana jarak tempuh total adalah terendah di setiap pasangan garis transformasi sehingga jarak parsial dapat digunakan untuk menentukan beberapa substitusi lokasi yang paling rendah.

Sumbangan pemikiran Isard lainnya adalah ia telah memasukkan analisis kompleks industri (industrial complex). Suatu industri kompleks didefinisikan sebagai suatu perangkat kegiatan-kegiatan pada suatu lokasi spesifik yang

(13)

mereka melyani sendiri perdagangan yang meliputi daerah yang luas (Richardson, 1972).

Meskipun suatu kompleks industri tidak mempunyai suatu industri pendorong seperti dalama teori kutub pertumbuhan, akan tetapi kompleks industri memberikan perhatian sama pentingnya pada keuntungan-keuntungan aglomerasi atau konsentrasi tersebut akan menimbulkan keuntungan-keuntungan, yaitu penghematan skala, penghematan lokalisasi dan penghematan aglomerasi.

Penghematan skala, secara teknis berkenaan dengan struktur masukan suatu perusahaan atau industri. Produksi dengan skala besar berarti dapat membagi beban biaya-biaya tetap pada unit-unit yang terdapat dalam sistem produksi, dengan demikian unit biaya produksi dapat ditekan lebih rendah, sehingga perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Hal ini dapat dipertanggungjawabkan hanya pada lokasi-lokasi yang melayani pasar yang luas atau penduduk dalam jumlah besar.

9. Teori Hoover

E.M. Hoover (1948) menekankan pula pentingnya peranan biaya transport dalam pemilihan lokasi indutri. Hoover membedakan biaya transport yaitu biaya transport bahan baku yang selanjutnya disebut procurement cost dan biaya transport produk akhir yang disebut sebagai distribution cost. Jumlah procurement

cost ditambah distribution cost sama dengan total transfer cost. Disamping itu

Hoover mengintroduksikan modelnya tentang korelasi tingkat biaya transport dan jarak yang ditempuh menurut bebarapa sarana transportasi seperti truk, kereta api dan kapal laut.

(14)

Jika bahan baku dan produk akhir diangkut oleh lebih dari satu jenis sarana angkutan, maka maka lokasi industri optimum yang menguntungkan terletak pada lokasi di antara sumber bahan baku dan pasar yaitu pada titik pindah muat atau transshipment point. Lokasi pada sumber bahan baku dan lokasi pasar ternyata kurang menguntungkan. Pada umumnya titik pindah muat itu merupakan pusat-pusat jasa distribusi yang berbentuk kota-kota besar yang merupakan pusat perdagangan dimana terdapat fasilitas angkutan jalan raya yang menghubungkan dari atau ke daerah belakangnya, serta memiliki pula fasilitas transportasi laut yang

menghubungkan ke pelabuhan yang terletak di lain daerah.

Pemilihan lokasi yang menguntungkan di titik pindah muat ataupun mendekati pasar akan mendorong berkelompoknya industri dan berbagai kegiatan usaha di daerah-daerah perkotaan atau pusat-pusat jasa distribusi atau simpul-simpul jasa distribusi akan menikmati berbagai kemudahan yang diartikan sebagai

kesempatan untuk memenuhi berbagai kebutuhan untuk melakukan kegiatan usaha. Semakin tinggi tingkat kemudahan pada suatu tempat, berarti semakin kuat daya tariknya mengundang berbagai kegiatan industri untuk datang ke tempat tersebut, atau terjadi kecenderungan aglomerasi.

10.Teori Pusat Pertumbuhan

Pemikiran dasar dari titik pertumbuhan adalah bahwa kegiatan ekonomi di dalam suatu wilayah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah titik-titik lokal. Di dalam suatu wilayah, arus polarisasi akan bergravitasi ke arah titik-titik lokal dengan kepadatan yang semakin berkurang karena faktor jarak. Hal ini ditandai dengan adanya distribusi penduduk secara spasial tersusun dalam sistem pusat hierarki dan hubungan fungsional. Teori ini menjelaskan prinsip-prinsip konsentrasi dan

(15)

BAB III METODOLOGI

Pada makalah ini metode yang digunakan adalah Studi pustaka bedasarkan sumber-sumber referensi pengembangan wilayah kota Malang. Sumber data yang didapatkan yaitu dari data skunder melalui Studi Pustaka. Sumber Referensi berkaitan dengan keadaan fisik, Sosial, Ekonomi, Budaya, dan yang dapat mendukung

(16)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Ruang Kota Malang

Apabila dilihat dari kondisi fisik Kota Malang maka potensi-potensi yang dimiliki oleh Kota Malang dilihat dari segi tanah, air dan udara adalah sebagai berikut:

• Potensi Tanah

Dilihat dari kondisi tanah yang ada di wilayah Kota Malang antara lain : Kondisi tanah di bagian selatan yang merupakan dataran tinggi yang cukup luas sehingga cocok untuk digunakan untuk kawasan terbangun. Bagian tengah yang merupakan pusat kota, dimana mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi. Karena mempunyai nilai ekonomi tinggi, menyebabkan adanya kecenderungan peralihan fungsi dari perumahan menjadi perdagangan. Bagian utara yang juga merupakan kawasan yang relatif kosong, sehingga potensial untuk perkembangan peruntukan fasilitas. Bagian barat yang juga merupakan kawasan yang relatif kosong, dimana pada saat ini cenderung mengalami perkembangan penggunaan tanah untuk

perumahan karena adanya beberapa kawasan pendidikan khususnya perguruan tinggi. Bagian timur yang juga merupakan dataran tinggi dengan kondisi tanah yang kurang subur, sehingga potensial untuk perumahan.

• Potensi Udara

Potensi yang dimiliki oleh Kota Malang dilihat dari segi udara yakni bahwa Kota Malang mempunyai udara yang sejuk kering sehingga memungkinkan untuk dijadikan tempat peristrirahatan, tempat berwisata, tempat

(17)

Sedangkan dari sisi air maka potensi yang dimiliki yaitu di Kota Malang dialiri/dilewati oleh tiga buah sungai yaitu Sungai Brantas, Sungai Amprong dan Sungai Bango, sehingga sungai-sungai ini dapat digunakan sebagai saluran irigasi dan untuk drainese kota, dan juga sebagai pendukung penyediaan air bersih/minum, wisata dan olah raga air pada masa mendatang. Selain itu Kota Malang dekat dengan sumber air (sumber air Wendit), sehingga mudah didalam pelayanan air bersih. Pada kawasan tertentu yang tidak terlayani PDAM, bisa menggunakan sumur (air

permukaan relatif dangkal). Untuk sistem drainase yang ada di Kota Malang relatif bagus. Hal ini disebabkan karena faktor topografi yang relatif berbukit, sehingga memudahkan dalam hal pembuangan.

4.2 Biofisik Ekosistem Kota Malang

Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kota Malang terletak ditengah- tengah wilayah Kabupaten Malang.Secara astronomis Kota Malang terletak pada posisi 112.06o– 112.07oBujur Timur, 7.06o– 8.02o

1. Lintang Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut:

2. Sebelah Utara : Kec. Singosari dan Kec. Karangploso Kab. Malang 3. Sebelah Timur : Kec. Pakis dan Kec. Tumpang Kab Malang

4. Sebelah Selatan: Kec. Tajinan dan Kec. Pakisaji Kab. Malang Sebelah Barat : Kec. Wagir dan Kec. Dau Kab Malang.

Luas wilayah Kota Malang adalah 110,06 km2 dan terbagi dalam lima

(18)

km2 atau 20,5 % dari total Kota Malang.

Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2007 tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 22,9oC sampai 24,1oC. Suhu maksimum mencapai 31,8oC dan suhu minimum 19,0oC. Rata-rata kelembaban udara berkisar 79% - 85%, dengan

kelembaban maksimum 99% dan minimum mencapai 37%. Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang mengikuti perubahan putaran dua iklim, musim hujan dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karang Ploso,curah hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Februari, Maret, dan April. Bulan Juni dan September curah hujan relatif rendah. Kecepatan angin maksimum terjadi di bulan Agustus, September dan Juni.

Keadaan tanah di wilayah Kota Malang antara lain :

a. Bagian selatan termasuk dataran tinggi yang cukup luas,cocok untuk industri b. Bagian utara termasuk dataran tinggi yang subur, cocok untuk pertanian c. Bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang subur

d. Bagian barat merupakan dataran tinggi yangf amat luas menjadi daerah pendidikan

Jenis tanah di wilayah Kota Malang ada 4 macam, antara lain : a) Alluvial kelabu kehitaman dengan luas 6,930,267 Ha.

Terbentuk oleh bahan alluvial dan koluvial. Topografinya datar sampai sedikit bergelombang di daerah dataran, daerah cekung dan daerah aliran sungai. Tekstur tanahnya liat dan berpasir. Konsistensi teguh (lembab) plastik bila basah dan keras bila kering. Kepekaan erosinya besar.

(19)

b) Tanah Litosol

Terbentuk oleh batuan beku,sedimen keras, bahan induknya tuff vulkan. Topografinya bergelombang. Tekstur aneka, berpasir. Konsistensi teguh (Lembab), lekat/lengket bila basah dan keras bila kering. Kepekaan erosi besar, kandungan organic rendah. Permeabilitas beraneka. Persebaran tanah ini terdapat di wilayah Kedungkadang.

c) Mediteran coklat dengan luas 1.225.160 Ha.

Bahan induknya terbentuk oleh batu kapur keras, batuan sedimen dan tuf volkan basa. Topografinya berombak hingga berbukit. Tekstur tanahnya lempung hingga liat. Konsistensi gembur hingga teguh. Struktur gumpal hingga gumpal bersudut. Kepekaan erosi besar Kandungan unsur hara tergantung dari bahan induk umumnya relatif tinggi kadarnya. Permeabilitas sedang. Kepekaan erosi besar hingga sedang, dan persebarannya. di Klojen, Sukun dan Lowokwaru.

d) Asosiasi andosol coklat dan grey humus dengan luas 1.765,160 Ha Terbentuk oleh abu dan tuff vulcano, topografinya datar,

bergelombang melandai dan berbukit. Tekstur tanah lempung hingga debu,liat menurun. Konsistensi gembur, licin rasanya dijari. Struktur tanah, makin kebawah agak gumpal. Kepekaan erosi besar baik terhadap erosi air, angin. Kandungan mineral tanah sedang. Permeabilitas sedang dan persebarannya di daerah Lowokwaru dan Sukun.

(20)

4.3 Sosial Ekonomi Kota Malang

Sebagai daerah yang mempunyai peran sebagai pengatur arus barang dan jasa, maka jelas Kota Malang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan produk regional bruto (PDRB) yang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 1994/1995 mengalami kenaikan dari tahun 1993/1994 sebesar 8,22 % , pada tahun 1995/1996 juga mengalami kenaikan sebesar 8,63%, dan pada tahun 1996/1997 mengalami kenaikan sebesar 8,81%.

Dilihat dari PDRB ini maka Kota Malang secara ekonomi mempunyai potensi di sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor industri pengolahan dan sektor jasa. Hal itu perlu didukung oleh keberadaan produk unggulan. Produk unggulan disini adalah industri kecil dan industri rumah tangga yang memiliki prospek untuk berkembang yang ada di suatu kawasan. Produk unggulan ini juga bisa menjadi ciri khas tersendiri pada setiap kawasan itu.

4.4 Sosil Budaya Kota Malang

Di Kota Malang daerah yang teridentifikasi memiliki Benda Cagar Budaya (BCB) yang perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaanya antara lain terdapat pada : kawasan Kayu Tangan dan Gunung-gunung. Terkait dengan BCB ini untuk

pengembangan lebih lanjut mengenai keberadaan BCB di Kota Malang perlu adanya studi tersendiri dan kelayakan mengenai perlindungan dan pelestariaanya terutama pada 3 tahapan

(1). eksporasi atau penelitian

(2). Preservasi, konservasi, dan restorasi

(3). pemanfaatan BCB atau situs yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa lepas. Kawasan sosio cultural di Kota Malang meliputi Kawasan Kayutangan, Kawasan Alun-alun Tugu, dan Koridor Jl. Semeru-Jl. Ijen.

(21)

adalah sebuah kesenian kuno yang usianya lebih tua dari keberadaan Kota Apel ini. Topeng ini pun sudah diperkenalkan sejak zaman kerajaan Gajayana kala itu. Para

pemahat Topeng Malangan sudah turun temurun sampai sekarang, walaupun jumlahnya tidak terlalu melonjak banyak. Pada jaman dulu apresiasi pada Topeng Malang ini diwujudkan dengan bentuk pertunjukan saat ada acara tertentu seperti pernikahan, selamatan, dan hiburan pejabat tinggi kala itu.

Topeng Malang sedikit berbeda dengan topeng yang ada di Indonesia, dimana corak khas dari pahatan kayu yang lebih kearah realis serta menggambarkan karakter wajah seseorang. Ada banyak ragam dari jenis Topeng Malang yang dibuat seperti karakter jahat, baik, gurauan, sedih, kecantikan, ketampanan, bahkan sampai karakter yang sifatnya tidak teratur. Sajian ini nantinya dikolaborasikan dengan tatanan rias dan pakaian untuk memainkan sebuah pewayangan atau cerita tertentu menggunakan Topeng Malang. Perkemgbangan saat ini Topeng Malang sudah dapat dinikmati dalam bentuk drama, ada yang menceritakan tentang sosial dan humoran

4.5 Sosial Politik Kota Malang

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang (disingkat DPRD Kota Malang) adalah sebuah lembaga legislatif unikameral di kota Malang, Indonesia. Dewan ini terdiri dari 45 anggota yang dipilih berdasarkan daftar terbuka dari partai dalam pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pemilihan dilakukan bersamaan dengan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah seluruh Indonesia. Pemilihan umum terakhir dilaksanakan pada 9 April 2014. Jumlah kursi untuk DPRD Kota Malang 45 kursi dimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi partai mayoritas dengan perolehan 11 kursi, disusul Partai Kebangkitan Bangsa dengan 6 kursi, dan Partai Golongan Karya dengan 5 kursi. Dewan ini berkantor dan bersidang di Gedung DPRD Kota Malang, Klojen, Malang.

Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.

(22)

 Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

 Melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daeran dan rancangan keputusan DPRD

 Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi

 Membantu pimpinan dewan untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh wali kota dan/atau masyarakat kepada DPRD

 Menerima, menampung, dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat

 Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah

 Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas persetujuan pimpinan dewan

 Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat

 Mengajukan usul kepada pimpinan dewan yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi

 Memberikan laporan tertulis kepada pimpinan dewan tentang hasil pelaksanaan tugas komisi

DPRD Kota Malang terdapat 4 (empat) komisi, yaitu Komisi A yang membidangi Pemerintahan; Komisi B yang membidangi Perekonomian & Keuangan; Komisi C yang membidangi Pembangunan; dan Komisi D yang membidangi Kesejahteraan Rakyat.

4.6 RTRW Kota Malang 2010-2030

Penyusunan RTRW Kota dilakukan dengan berazaskan kaidah-kaidah perencanaan seperti keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian dan kesinambungan dalam lingkup kota dan kaitannya dengan propinsi dan

(23)

RTRW Kota harus berlandaskan azas keterpaduan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan kerberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan hukum, kepastian hukum dan keadilan serta akuntabilitas.

Sedangkan maksud dari dari kegiatan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang 2009-2029 adalah tersedianya kajian Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang 2009-2029 serta tersusunnya Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2009-2029.

(24)

penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penataan ruang kawasan strategis kota, dan penataan ruang kawasan strategis kota. RTRW Kota Malang berfungsi sebagai berikut:

1. Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah.

2. Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota. 3. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan antar wilayah kota/kabupaten

dan antar kawasan serta keserasian antar sektor.

4. Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta.

5. Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan. 6. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang.

7. Sebagai dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala sedang sampai skala besar.

Dalam suatu ruang wilayah, pembentukan struktur ruang dilakukan dengan menata hierarki kota yang ada secara efesien. Berdasarkan hasil analisa tentang struktur wilayah, Kota Malang dibagi menjadi Pusat sdan Sub Pusat kota. Tingkatan Pusat dan Sub Pusat perkotaan tersebut dibentuk oleh perkembangan dan

pertumbuhan kota itu sendiri. Sedangkan perkembangan dan pertumbuhan kota dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Keadaan fisik tanah yang meliputi topografi, sungai, geologi, kemampuan tanah dan sebagainya.

2. Jumlah dan perkembangan penduduk.

3. Kegiatan masyarakat, baik itu volume maupun manusia. 4. Kelengkapan fasilitas, utilitas, dan sarana infrastruktur kota.

Adanya hierarki kota berarti ada keterkaitan suatu kota dengan kota lainnya. Kota yang memiliki hierarki lebih tinggi maka akan lebih besar pengaruh

(25)

mengalami pergeseran ke arah Klojen, untuk itu terjadi perubahan pusat kota dari IIIA menjadi II sebagai pusat pelayanan Kota Malang. Maka upaya pembentukan pusat kota Malang yang telah mengalami pergeseran perlu ditingkatkan dan

direalisasikan. Terlepas dari semua itu maka hierarki Pusat dan Sub Pusat perkotaan di Kota Malang sampai dengan saat ini adalah sebagai berikut;

1. Pusat Kota Malang tetap berada di Kecamatan Klojen yaitu di Kawasan Alun-alun dan sekitarnya.

2. Pusat BWK Malang Tengah (Pusat Kota) berada di Kecamatan Klojen yaitu di Kawasan Alun-alun dan sekitarnya.

3. Pusat BWK Malang Utara berada di Kecamatan Lowokwaru yaitu di Kawasan sekitar Universitas Islam Malang (Unisma), Pasar Dinoyo, dan sekitarnya.

4. Pusat BWK Malang Timur Laut berada di sebagian wilayah Kecamatan Blimbing yaitu di Kawasan sekitar Pasar Blimbing dan sekitarnya. 5. Pusat BWK Malang Timur berada sebagian wilayah Kecamatan

Kedungkandang yaitu di Kawasan sekitar Perumahan Sawojajar dan sekitarnya.

6. Pusat BWK Malang Tenggara berada di sebagian wilayah Kecamatan Sukun dan sebagian wilayah Kecamatan Kedungkandang yaitu di Kawasan sekitar Pasar Gadang dan sekitarnya.

7. Pusat BWK Malang Barat berada di sebagian wilayah Kecamatan Sukun yaitu di Kawasan sekitar Universitas Merdeka, Plaza Dieng, dan sekitarnya.

(26)

permukaan air laut. Sementara suhu udara antara 21 derajat sampai dengan 36 derajat dengan kelembaban nisbi berkisar antara 2000 sampai dengan 3000 mm.

Secara administratif, Kecamatan Kedungkandang di sebelah utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Sedangkan di sebelah barat, kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Klojen dan Kecamatan Sukun Kota Malang. Sementara itu, sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang. Lalu, di sebelah timur,

kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Tumpang dan Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang.

Kota Malang dari tahun ke tahun jumlah lahan pertaniannya terus berkurang, khususnya di Kecamatan Kedungkandang. Hal ini disebabkan oleh semakin

banyaknya perumahan, pertokoan, dan perkantoran yang dibangun di lahan pertanian yang terbilang produktif. Banyaknya jalan kampung dan halaman yang diaspal juga membuat daerah resapan air di wilayah kecamatan ini berkurang dan tidak dapat menyerap air hujan. Maka tak heran di beberapa titik di Kecamatan Kedungkandang dilanda banjir.

Pada umumnya mata pencaharian penduduk Kota Malang berada pada sektor pertanian. Hingga saat ini sektor pertanian berperan penting dalam meningkatkan perekonomian warga. Tetapi pengalihan fungsi lahan tetap saja terjadi di Kecamatan Kedungkandang dan sekitarnya. hal tersebut terjadi dikarenakan adanya

pengembangan di sektor lainnya, seperti sektor industri, sektor wisata, dan perumahan. Jika pengalihan fungsi lahan ini terus terjadi dan tidak diberhentikan akan berdampak pada kondisi ekonomi, tata ruang pertanian, dan prioritas pembangunan pertanian wilayah dan nasional.

Pencehagan alih fungsi lahan dapat dijalankan dengan mengembangkan lahan pertanian yang ada dan memperluas lahan tersebut. Pencegahan tersebut dapat

(27)

A. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah yang dibuat harus pro rakyat,artinya kebijakan tersebut benar-benar memperhatikan kepentingan rakyat, sehingga rakyat merasa nyaman hidup dengan keluarganya maupun selalu mau memperhatikan ajakan pemerintah untuk menyukseskan pembangunan, tidak mudah tergoda adanya hasrat untuk mengkonversi tanah pertanian. Kebijakan yang tidak berat sebelah contohnya yangmenyangkut perimbangan perolehan anggaran dari pusat harusproporsional dapat ditinjau dari aspek potensi sumberdaya (alam, energy, manusia) potensi rasa keamanan, potensi kualitas SDMnya, potensi geografis wilayah, potensi rawan bencana, potensi pengembangan IPTEKnya, potensipengembangan infrastruktur ekonomi (pasar, sarana prasarana

transportasi, komunikasi dll.) Kebijakan disini benar-benar untuk rakyat, artinya bukan hanya untuk kalangan pengusaha atau pegawai saja.

B. Instrumen Hukum

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal

(1) Mencabut sekaligus mengganti peraturan perrundang-undangan yang tidak sesuai kondisi kebutuhan petani serta dengan mencantumkan sangsi yang tegas dan berat bagi pelanggarnya.

(2) Penerapan pengendalian secara ketat khususnya tentangperijinan perubahan alih fungsi lahan pertanian danpengelolaannya harus sesuai RTRW.

(3) Menerapkan sangsi yangtegas dan berat bagi pelanggarnya misal pelanggaran RTRW.

(4) Memberikan sangsi yang jauh lebih berat bagi pelanggarnya dari kalangan aparat pemerintah penegak hukum antara lain yang menyangkut perijinan, perubahan status tanah.

(28)

yang menyangkut setiap pengambilan keputusan, khususnya yang menyangkut kebutuhan petani.

C. Instrumen Ekonomi

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal pembuatan:

(1) Kebijakan yang menyangkut jaminan kestabilan harga dan keberadaan stok barang kebutuhan petani.

(2) Kebijakan yang menyangkut jaminan kestabilan system distribusi (penyaluran) barang kebutuhan petani.

(3) Kebijakan yang menyangkut jaminan social tenaga kerja asuransi kerugian hasil pertanian sepertti gagal panen atau anjloknya harga, asuransi

kecelakaankerja pertanian, asuransi pendidikan keluarga petani, asuransikesehatan keluarga petani.

(4) Kebijakan yang menyangkut pemberian insentif setiap panen hasil

pertanian bagi petani penggarap atau buruh tani dan pemberian desinsentif bagi pihak yang berminat dalam alih fungsi lahan pertanian.

(5) Kebijakan yang menyangkut pemberian keringanan pajakkhususnya sarana produksi pertanian dan penjualan hasilpertanian dalam negeri. D. Instrumen Sosial dan Politik

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal pembuatan

(1) Kebijakan pemasyarakatan dan upayanya pemakaian kembali produk alam Indonesia , khususnya produk pertanian ke semua lapisan (seluruh

masyarakat).

(2) Kebijakan pemasyarakaranbahaya dan pencegahannya dalam pembuatan dan pemakaianproduk yang merugikan kehidupan petani beserta

keluarganyabahkan dapat merusak lingkungan.

(3) Pemeloporan secara proaktif gerakan penghijauan setiap jengkal tanah oleh pemerintahdan tokoh lembaga swadaya masyarakat.

(4) Pemeloporangerakan secara pro aktif dan pembentukan satgas sadarlingkungan dimulai dari AT hingga ke pusat.

(29)

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal penerapan:

(1) Pemberian pendidikan bermoral bangsa Indonesia, ilmu, ketrampilan dan seni yang memadai dan efektif tentang pengelolaan usaha pertanian yang prospektif yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati bagi konsumen. (2) Pemberian ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang sesuai dan

terjangkau oleh kemampuan petani seperti budidaya tanaman hias, sayuran, dan sebagainya di lahan sempit.

(30)

BAB V PENUTUP KESIMPULAN

Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kota Malang terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Malang. Di Kota Malang daerah yang teridentifikasi memiliki Benda Cagar Budaya (BCB) yang perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaanya.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2009-2029 menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah,

penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota, mewujudkan keterpaduan,

keterkaitan dan keseimbangan antar sektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penataan ruang kawasan strategis kota, dan penataan ruang kawasan strategis kota.

(31)

SARAN

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Hendy. 2016. RTRW Kota Malang, (online).

(http://masuksini.info/berita/rtrw-kota-malang-2010-2030), diakses 13 april 2016

Anonim. 2014. Rencana Sistem dan Fungsi Perwilayahan, (online)

(https://kimkotamalang.wordpress.com/rencana-sistem-dan-fungsi-perwilayahan/), diakses 13 April 2016

Dwi, Ichwan, 2010. Potensi Kota Malang, (online),

(http://one-geo.blogspot.co.id/2010/01/rtrw-kota-malang-potensi.html), diakses 11 April 2016

Purnomo, Doni. 2012. Teori Lokasi, (online)

(http://pinterdw.blogspot.co.id/2012/01/teori-lokasi.html), diakses 12 April 2016

Agustin, Dara. 2015. Teori-teoti Pengembangan Wilayah, (online)

(http://darapuspaagustin.blogspot.co.id/2015/10/teori-teori-perkembangan-wilayah.html), diakses 12 April 2016

Pamungkas, Triyanto. 2014. Teori Perencanaan Wilayah, (online),

(http://triyantopamungkas0.blogspot.co.id/2014/05/teori-perencanaan-wilayah.html), diakses 12 April 2016

Anonim. (online)

(https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat_Daerah_Kota_Mal ang), diakses 15 April 2016

Akaibara, 2015. Profil Kecamatan Kedungkandang, (online),

(http://ngalam.co/2015/12/30/profil-kecamatan-kedungkandang-malang/), diakses 20 April 2016

Wati, Dian. 2015. Pengalihan Funsi Lahan Pertaanian di Kota Malang, (online), (https://www.academia.edu/10141247/PENGALIHAN_FUNGSI_LAHAN_P ERTANIAN_DI_KOTA_MALANG), diakses 20 April 2016

Anonim. RTRW Kota Malang. File PDF

Referensi

Dokumen terkait

Komoditi pertanian basis yang menjadi prioritas pengembangan utama adalah komoditi pertanian yang mampu memenuhi kebutuhan di wilayahnya dan dapat diekspor ke

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar. Judul : Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian. Ke Non Pertanian Untuk

Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat dilihat dari pendapatan perkapita masyarakat yang mengalami peningkatan secara terus menerus (dalam

Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG PENETAPAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PADA WILAYAH YANG

Untuk membantu menjelaskan se- cara lebih mendalam mengenai pengaruh perbedaan luas lahan pertanian terhadap ketimpangan antar wilayah pada sektor pertanian di Kabupaten

diketahui bahwa subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian menjadi prioritas pengembangan pertama di Kabupaten Wonogiri, subsektor tersebut merupakan

Opsi strategi yang ditawarkan berdasarkan skala prioritas untuk pembangunan wilayah perbatasan di Kabupaten Aceh Besar adalah (1) Melakukan optimalisasi lahan pertanian dengan

Salah sebab turunnya sektor pertanian yaitu perubahan tata guna lahan pertanian. Sektor pertanian yang mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi