• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KAIDAH ALGORITMA GENETIK DALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN KAIDAH ALGORITMA GENETIK DALAM"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KAIDAH ALGORITMA GENETIK

DALAM PEMULIHAN BAHASA DAERAH DARI DEGRADASI 1

OLEH Farid Thalib2

farid@staff.gunadarma.ac.id Mashadi Said3

mashadi@staff.gunadarma.ac.id

Abstrak

Bahasa daerah yang menjadi salah satu kekayaan bahasa Indonesia sedang mengalami degradasi penggunaannya. Kenyataan menunjukkan bahwa bahasa daerah semakin terasing dari fungsinya sebagai alat komunikasi efektif di masyarakat. Banyak generasi muda mulai malu menggunakan bahasa daerah

karena terkesan „kampungan‟. Keadaan ini mengurangi kesempatan bahasa

daerah untuk berkembang. Hal inilah yang mendasari para ahli memperkirakan bahwa banyak bahasa daerah di Indonesia akan segera punah. Keadaan ini beranalogi dengan model adaptasi biologis dalam teori evolusi yang lebih popular dengan istilah algoritma genetik. Namun, teori algoritma genetik dapat pula digunakan untuk memulihkan fungsi bahasa daerah dari degradasi. Teori algoritma genetik memiliki tiga kaidah dasar, yaitu 1) kaidah regenerasi, 2) kaidah mutasi, dan 3) kaidah persilangan. Kaidah regenerasi berarti kemampuan bahasa daerah untuk bertahan atau untuk hidup seterusnya. Kaidah mutasi bermakna bergantinya kosa kata atau kaidah tata bahasa dengan kata asing yang bermakna sama atau hampir sama. Kaidah penyilangan berarti terjadinya saling menerima dan memberi antara bahasa daerah dengan bahasa lainnya, baik dalam hal kosa kata maupun dalam hal kaidah tata bahasa. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan kaidah algoritma genetik untuk memulihkan bahasa daerah dari keadaannya yang terdegradasi pada saat ini.

Kata kunci: Pemulihan, degradasi, algoritma genetic, prinsip adaptasi biologis

1

Disajikan pada Kongres Internasional Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara, tanggal 18-20 Juli 2010.

2

Farid Thalib adalah dosen pada Program Doktor Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma, Jakarta.

3

(2)

1. Pendahuluan

Teori evolusi biologis menggambarkan perubahan yang terjadi pada mahluk hidup dalam kurun waktu yang relatif lama. Evolusi biologis mempunyai tiga kaidah utama, yaitu: regenerasi atau reproduksi, mutasi, dan persilangan. Mutasi dan persilangan termasuk jenis variasi genetik, sedangkan regenerasi termasuk jenis seleksi alam. Evolusi dapat berlangsung akibat variasi genetik dan seleksi alam. Variasi genetik dalam satu keturunan disebabkan oleh adanya mutasi gen dan persilangan gen dalam satu keturunan. Sedangkan seleksi alam terjadi berdasarkan kemampuan mahluk hidup bertahan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan (regenerasi) (David, 1989 & Heistermann, 1994).

Teori evolusi yang menjelaskan prinsip adaptasi biologis ini, dalam ilmu komputer atau informatika lebih populer dengan istilah algoritma genetik. Dalam sistem kecerdasan buatan (artificial intelligent) dan komputasi lunak (soft computing), algoritma genetik banyak digunakan dalam penyelesaian persoalan dengan metode optimasi (David, 1989).

Dalam makalah ini, diutarakan penerapan prinsip algoritma genetik untuk menjelaskan gejala kepunahan dan peluang kebertahanan bahasa dari zaman ke zaman serta tindakan pencegahannya dari kepunahan. Gejala kepunahan bahasa daerah dapat dimaknai sebagai (a) berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah dan (b) hilangnya kesinambungan makna antara bahasa daerah masa lampau dan bahasa daerah sekarang. Dalam teori algoritma genetik, berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah dapat dianalogikan dengan peluang regenerasi, sedangkan kehilangan kesinambungan makna antara bahasa daerah masa lampau dan bahasa daerah sekarang dapat dianalogikan dengan peluang variasi (perubahan) tata bahasa dan kosa kata yang meliputi mutasi dan persilangan.

Kaidah regenerasi mengukur peluang kebertahanan fungsi bahasa daerah dan peluang kepunahan bahasa daerah akibat proses seleksi alam, sedangkan kaidah mutasi dan persilangan mengukur peluang berubahnya bentuk bahasa daerah terutama perubahan bentuk tata bahasa dan lenyapnya (tertindasnya) kosa kata asli bahasa daerah,. sehingga tidak ada lagi kesinambungan makna antara hakikat bahasa daerah masa lampau dan bahasa daerah sekarang. Kasus kedua ini juga merupakan penganalogian dengan kedudukan Bahasa Indonesia dalam tataran dunia global.

2. Model Algoritma Genetik dalam Pemaknaan Kepunahan Bahasa

a. Regenerasi (seleksi alam)

(3)

dinyatakan dalam persen. Semakin besar peluang anak untuk mewarisi sifat induknya, semakin besar pula peluang sifat induk tersebut bertahan dalam kurun waktu yang relatif lama.

Kaidah regenerasi ini bisa dianalogikan dengan peluang bahasa daerah untuk bertahan atau berfungsi sebagai bahasa komunikasi di sebuah daerah. Hal ini berkaitan dengan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa percakapan dalam rumah tangga dari zaman ke zaman. Jika sebuah keluarga menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa rumah tangganya maka ada peluang bahwa bahasa daerah tersebut akan digunakan juga oleh anak (turunan) dari keluarga tersebut dalam keluarganya kelak jika si anak telah berkeluarga.

Dengan penganalogian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peluang bahasa daerah untuk tetap berfungsi sebagai bahasa komunikasi di sebuah daerah bergantung kepada keinginan atau tekad masyarakatnya (pemulihan atau revitalisasi fungsi) dan demikian sebaliknya, ada peluang degradasi fungsi bahassa daerah. Degradasi fungsi bahasa daerah mungkin disebabkan oleh (a) salah satu pimpinan keluarga berasal dari keluarga yang tidak menguasai bahasa daerah sehingga bahasa komunikasi dalam rumah tangga adalah bahasa yang disepakati oleh keluarga, (b) adanya anggapan ”kampungan” jika seseorang menggunakan bahasa daerah, (c) adanya anggapan bahwa bahasa daerah adalah bahasa suku/ras. Bahasa daerah bukanlah warisan genetik sebuah suku bangsa melainkan sarana komunikasi yang merupakan warisan masyarakat daerah yang terdiri atas beragam suku bangsa dan ras.

Salah satu acuan yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat degradasi fungsi sebuah bahasa daerah adalah pengukuran jumlah penutur bahasa daerah tersebut secara berkala dan dibandingkan dengan jumlah penduduk daerah tersebut, selanjutnya hasil pembandingan dinyatakan dalam persen.

Gambar 1 menyajikan model ideal yang memaparkan berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah di sebuah daerah dalam perjalanan waktu. Sumbu tegak menyajikan jumlah penutur dalam ukuran persen, sumbu datar menyajikan perjalanan waktu dalam ukuran tahun. Model ini disajikan dengan anggapan bahwa:

kecepatan berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah di sebuah daerah pada suatu masa sebanding dengan jumlah penuturnya pada masa itu”. (Said & Thalib, 2007).

Secara matematik, pernyataan di atas dapat ditulis dengan rumus

) exp( )

(t J0 at

J   , . . . (1)

dengan

J(t) = jumlah penutur bahasa daerah pada suatu masa (%),

Jo = jumlah penutur bahasa daerah pada masa penghitungan (waktu awal, %),

a = faktor perkurangan jumlah penutur per tahun (%), dan

(4)
(5)

b. Variasi Genetik 1 (Mutasi)

Mutasi berarti penghilangan atau penggantian salah satu unsur sifat bawaan induk oleh sifat bawaan induk lain lalu diwariskan pada generasi anak (turunan) sehingga tidak semua sifat bawaan induk diwarisi oleh anaknya (turunannya).

Kaidah mutasi ini dapat dianalogikan dengan penggantian kosa kata sebuah bahasa dengan kosa kata bahasa lain (misalnya kosa kata bahasa daerah dengan kosa kata bahasa Indonesia, kosa kata bahasa Indonesia dengan kosa kata bahasa Inggris). Selain itu, hal ini bisa juga dimaknai dengan penggantian kaidah tata bahasa sebuah bahasa dengan kaidah tata bahasa lain. Hal ini bisa menimbulkan peluang hilangnya kesinambungan makna antara bahasa masa lampau dan bahasa sekarang. Kasus ini mungkin disebebkan oleh (a) anggapan adanya ketidaksepadanan makna antara kosa kata bahasa yang dipakai dengan kosa kata bahasa lain yang menjadi sumber asal berita, (b) adanya perasaan lebih modern jika seseorang banyak menggunakan kosa kata asing atau struktur bahasa yang asing (modern atau kampungan?), dan (c) alasan pengayaan bahasa melalui penyerapan bahasa lain (penyerapan atau penindasan?). Penyerapan secara berlebihan bisa berakibat penindasan.

Contoh Mutasi dalam Bahasa Indonesia

Dalam Bahasa Indonesia, kata ”kabar” sering digantikan dengan kata

”informasi”. Kata informasi berasal dari Bahasa Latin ”informare” bentuk

verbanya, ”information” bentuk nominanya. Kata ini masuk ke Indonesia melalui

Bahasa Inggris ”information”. Kata ”information” diserap menjadi kata

”informasi” dan secara umum dalam kalimat bisa dipadankan dengan kata ”bakar”

(6)

Penggantian ini dinamakan Mutasi. Demikian halnya frekuensi penggunaan kata

”berita” semakin berkurang dandigantikan dengan kata ”informasi”.

Berikut ini disajikan contoh gejala Mutasi dalam Bahasa Indonesia yang berhasil dikumpulkan dengan menggunakan mesin cari ”google” di Internet pada tanggal 23 Juni 2010 mulai pukul 16:07. Catatan: klausa yang dicari harus diberi tanda petik. Hasil pencarian adalah

”kami memperoleh informasi” ada sebanyak 25.900 klausa,

”kami memperoleh kabar” ada sebanyak 753 klausa, dan

“kami memperoleh berita” ada sebanyak 527 klausa.

Tabel 1 Hasil pencarian melalui Internet dengan mesin cari google yang menggambarkan mutasi

No. Hasil Pencarian dengan

“google” Jumlah klausa/

Contoh persaingan penggunaan kosa kata Indoneisa dengan kosa kata asing 1 kami memperoleh informsi

kami memperoleh kabar

dalam frasa “kami memperoleh

informasi/kabar/berita”

4 Berkolaborasi dengan

Bekerja sama dengan

5 Mengedukasi masyarakat

Mendidik masyarakat

7 developer perumahan

pengembang perumahan

43.500 28.500

Kata ”pengembang” belum

tersebar luas dengan baik

8 mendownload dari internet

(7)

mengambil dari internet 29.900

9 mengupload ke internet

mengupload di internet

Contoh penyerapan kaidah bahasa asing 11 rata-rata lama studi

lama studi rata-rata

atau diserap menjadi “deviasi

“standar”

(8)

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa ada peluang mutasi atau penggantian kosa kata dan kaidah bahasa Indonesia dengan kosa kata dan kaidah bahasa asing, demikian halnya berlaku pada bahasa daerah.

c. Variasi Genetik 2 (Persilangan)

Persilangan (pindah silang) berarti pertukaran timbal balik unsur sifat bawaan antara dua induk atau lebih lalu diwariskan pada anak (turunan). Persilangan ini dapat dianalogikan dengan pertukaran kosa kata (yang sepadan) atau pertukaran kaidah bahasa antara dua bahasa yang dipakai secara bersamaan dalam sebuah masyarakat (misalnya bahasa daerah dan Bahasa Indonesia). Persilangan dalam bahasa mungkin terjadi karena (a) penguasaan bahasa yang terbatas, (b) kurang disiplin dalam berbahasa, (c) kesengajaan agar dianggap modern dan menjadi pelopor pembaruan (pelopor atau pengekor?)

Rangkuman

Kaidah Regenerasi mengukur peluang pemulihan fungsi bahasa daerah dan peluang kepunahan bahasa daerah akibat proses seleksi alam, sedangkan faktor Mutasi dan Persilangan mengukur peluang berubahnya bentuk bahasa daerah terutama perubahan bentuk tata bahasa dan lenyapnya kosa kata asli daerah sehingga tidak ada lagi kesinambungan makna antara hakikat bahasa daerah masa lampau dan bahasa daerah sekarang.

Secara garis besar prinsip adaptasi biologis dapat dibagi menjadi dua, yakni (a) regenerasi yang mewakili peluang untuk menghasilkan jumlah turunan dengan sifat yang sama dengan induknya akibat proses seleksi alam dan (b) variasi genetik, yang meliputi mutasi gen dan persilangan gen yang mewakili peluang untuk mempertahankan keaslian sifat turunan karena variasi genetik.

Analogi dengan algoritma genetik, gejala kepunahan bahasa daerah dapat diukur dengan dua parameter, yaitu (a) berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah yang dapat dianalogikan dengan Regenerasi dalam algoritma genetik dan (b) hilangnya kesinambungan makna antara bahasa daerah masa lampau dan bahasa daerah sekarang yang dapat dianalogikan dengan Variasi genetik yang meliputi Mutasi dan Persilangan.

3. Model Pengukuran Ketahanan Bahasa Daerah dengan Parameter Algoritma Genetik

(9)

mewakili peluang tergantinya sebuah kaidah bahasa dalam tata bahasa daerah dengan tata bahasa lain, dan parameter Persilangan mewakili peluang pertukaran kosa kata atau pertukaran kaidah bahasa antara sebuah bahasa daerah dengan bahasa lain yang dipakai secara bersamaan pada sebuah daerah (Bahasa Daerah dan Bahasa Indonesia).

a. Pengukuran Parameter Regenerasi

Parameter Regenerasi diukur dengan cara pengukuran jumlah penutur bahasa daerah pada suatu waktu tertentu, lalu dibandingka dengan jumlah penduduk di daerah tesebut dan dinyatakan dalam bentuk persen. Kegiatan ini dilakukan secara berkala tiap kurun waktu tertentu.

b. Pengukuran Parameter Mutasi

Pengukuran parameter Mutasi dapat dilakukan dengan cara pemilihan kosa kata serapan yang dianggap berlebihan karena sudah ada padanan katanya. Selanjutnya, dilakukan pengukuran frekuensi penggunaannya di dalam bahasa daerah. Dengan cara yang sama, dapat dilakukan pengukuran frekuensi penggunaan kaidah bahasa lain dalam bahasa daerah (pangayaan atau penindasan?).

c. Pengukuran Parameter Persilangani

Parameter persilangan juga diukur sama seperti pada parameter mutasi, selanjutnya diukur juga frekuensi penggunaan sebuah kosa kata bahasa daerah atau kaidah bahasa daerah yang dipakai dalam bahasa lain yang dipakai oleh masyarakat daerah secara bersamaan (misalnya bahasa daerah dan bahasa Indonesia).

Parameter Regenerasi mencerminkan peluang keberlanjutan (dan juga peluang kepunahan) sebuah bahasa daerah dari aspek jumlah penuturnya, sedangkan parameter Mutasi dan Persilangan mencerminkan variasi struktur bahasa daerah dalam perjalanan waktu yang menimbulkan peluang kehilangan (dan peluang kebertahanan) kesinambungan makna antara hakikat bahasa masa lampau dan bahasa sekarang.

4. Pemulihan Fungsi Bahasa Daerah Sebagai Sarana Komunikasi

Pemulihan fungsi bahasa daerah dapat dilakukan dengan cara memperbesar peluang Regenerasi dan memperkecil peluang Mutasi dan Persilangan. Hasil upaya tersebut akan menghasilkan jumlah penutur bahasa saerah yang bertambah dalam ukuran persen dari jumlah penduduk daerah tersebut dan memperkecil peluang perubahan hakikat bahasa daerah dari zaman ke zaman sehingga kesinambungan makna antara hakikat bahasa masa lampau dan bahasa sekarang tetap terpelihara. Untuk pemulihan, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu (a) penyamaan pandangan dan (b) penerapan program pemulihan fungsi bahasa daerah secara bertahap, yakni penerapan program strategis jangka panjang.

(10)

Salah satu kendala terhambatnya upaya pemulihan fungsi bahasa daerah dari gejala kepunahan adalah perbedaan pandangan tentang kebangsaan, modernisasi, dan globalisasi. Berikut ini, diutarakan beberapa pandangan tetang: nasionalisme dan bhinneka tunggal ika, bahasa daerah bukan warisan genetik, modernisasi, dan globalisasi.

(1) Nasionalisme dan Bhinneka Tunggal Ika: Kesatuan atau Persatuan? Makna nasionalisme dan negara kesatuan harus diturunkan dari dasar negara, yaitu Pancasila. Sila ke-3 berbunyi ”Persatuan Indonesia”. Persatuan berasal dari kata ”bersatu”, artinya tiap daerah dipandang sebagai subjek yang bersatu membentuk satu negara, bukan objek yang dilebur menjadi satu negara.

Selain itu, kata ”Bhinneka Tunggal Ika” pada lambang negara, berarti persatuan dalam keberagaman. Dengan demikian, perlu disadari bahwa semua bahasa daerah dan segala bentuk kearifan lokal dari berbagai daerah berkedudukan sama pada tataran nasional dan tidak dilebur menjadi satu!.

(2) Bahasa Daerah: Warisan Genetik atau Warisan Budaya?

Dalam praktiknya, sebagian orang berpandangan bahwa Bahasa Daerah adalah bahasa milik suku yang tinggal di daerah tersebut, sehingga para pendatang yang tinggal di daerah tersebut merasa bahwa suku bangsa tersebutlah yang paling bertanggung jawab untuk menjaga bahasa daerah tersebut dari kepunahan. Karena itu, perlu diupayakan munculnya kesepahaman bahwa bahasa daerah bukan warisan genetik dari suku bangsa penggunanya, bahasa daerah adalah warisan budaya dan merupakan bahasa milik masyarakat daerah yang tinggal di daerah tersebut dan bertanggung jawab secara bersama untuk menjaga kelangsungan penggunaannya.

(3) Modernisasi: Modern atau Kampungan?

Ada anggapan bahwa seorang dianggap modern jika orang tesebut suka menerima segala sesuatu yang baru dikenalnya yang datang dari luar daerahnya, termasuk bahasa atau istilah yang baru dipahaminya tanpa menyaringnya. Selanjutnya, dia meninggalkan nilai-nilai dan kearifan yang selama ini membentuk jati dirinya. Sikap menerima secara serampangan ini sesungguhnya adalah ciri masyarakat terkebelakang, atau lebih popoler dengan istilah kampungan. Salah satu ciri masyarakat modern yang sesungguhnya adalah selalu berorientasi ke masa depan dengan melihat masa sekarang dan mengambil pengalaman dari masa lampau. Artinya, manusia modern itu adalah manusia yang kritis dan tidak serta merta mengambil pengalaman-pengalaman baru tanpa kajian penyaringan terlebih dahulu (Said, 2008).

(4) Globalisasi: Melebur atau Membaur?

(11)

dengan istilah kampungan (ikut-ikutan). Ada dua model sikap menghadapi arus

globalisasi, yaitu ”Model Pembauran” dan ”Model Peleburan”. Sikap ini merupakan pilihan bagi masyrakat daerah di seluruh Nusantara, melebur atau membaur. Sikap membaur berarti bila suatu sistem bergabung dengan sistem yang lain, jatidiri sistem itu tetap melekat pada dirinya sebagai suatu kesatuan, bahkan dapat memberikan sumbangan terhadap sistem yang lain. Sikap melebur berarti bergabungnya suatu sistem dengan sistem yang lain tanpa memperhatikan keberadaan jatidirinya. Jatidirinya bukan lagi hal penting baginya. Unsur itu tertindas oleh sistem lain atau sistem yang lebih besar. Di sinilah masyrakat daerah diperhadapkan suatu pilihan, melebur atau membaur? Hal ini bisa dianalogikan dengan keberadaan bahasa daerah dan kearifan lokal pada tataran nasional dan keberadaan Bahasa Indonesia pada tataran dunia global (Said & Thalib, 2008).

b. Peningkatan Nilai Peluang Regenerasi

Peningkatan peluang regenerasi sama dengan penurunan peluang terciptanya generasi yang tidak berbahasa daerah. Program ini bisa diwujudkan melalui pengajaran bahasa daerah sejak dini di sekolah dasar melalui kurikulum muatan lokal. Jika program tersebut dijalankan dengan konsisten dan bekesinambungan maka peluang terbentuknya generasi yang menguasai bahasa daerah akan meningkat. Dengan demikian kurva regenerasi akan naik (positif), seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.

(12)

c. Penurunan Nilai Peluang Mutasi dan Persilangan

Program penurunan nilai peluang mutasi dan persilangan yang berarti penurunan peluang terjadinya variasi struktur bahasa. Hal ini akan mencegah hilangnya kesinambungan makna antara hakikat bahasa masa lampau dan bahasa sekarang. Program ini diwujudkan dengan cara pembakuan tata bahasa daerah dalam bentuk bahasa tulis.

5. Simpulan dan Saran

(13)

berkesinambungan dengan cara memperbesar peluang regenerasi melalui pendidikan bahasa secara dini dari sekolah dasar dan memperkecil peluang variasi struktur bahasa melalui pembakuan tata bahasa dan pembuatan kamus padanan kata antara kata asing dan kata bahasa yang dipakai masyarakat (bahasa daerah). Daftar Pustaka

David E. Goldberg, D. (1989). Genetic Algorithms in Search, Optimization and Machine Learning, University of Alabama, Addison-Wesley Pulishing Company, Inc.

Heistermann, J. (1994). Genetische Algorithmen, B.G. Teubner Verlagsgesellschaft, Stuttgart

Said, M. (2008). Konsep jati diri manusia Bugis: sebuah telaah falsafi tentang kearifan Bugis. Ciputat: Churia Press.

Said, M. dan Thalib, F.(2007). Model pemerkembangan bahasa-bahasa daerah Sulawesi-Selatan. Prosiding Kongres internasional I bahasa-bahasa daerah Sulawesi Selatan, Makassar, 22-25 Juli 2007.

Said, M. dan Thalib, F. (2008). Model pemertahanan budaya nusantara dalam era globalisasi: membaur atau melebur? Prosiding Seminar antara bangsa dialek-dialek Austronesia di Nusantara III. Jabatan bahasa Melayu dan Linguistik, Fakulti Sastera dan sains Sosial, Brunei Darussalam, 24-26 Januari 2008. Sugono. D. Dkk. (2003). Pengindonesiaan kata dan ungkapan asing, Pusat

Gambar

Gambar 2 menyajikan gambaran variasi kecepatan kepunahan bahasa daerah.
Tabel 1 Hasil pencarian melalui Internet dengan mesin cari google yang

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu pengocokkan dan rasio tepung biji salak : anti-solvent isopropil alkohol terbaik dalam menghasilkan ekstrak glukomanan dengan

Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) merupakan kawasan penelitian, aplikasi dan instruksi yang terkait dengan pemrograman komputer untuk melakukan sesuatu hal

Pada tahun 2018 dan 2019, kami telah menjalin hubungan yang baik dengan pihak Galeri Nasional Indonesia dan Museum Nasional Indonesia untuk memperluas dan mempermudah

Karena lensa spheris dibentuk dari dua prisma yang Karena lensa spheris dibentuk dari dua prisma yang berhimpitan maka lensa spheris mempunyai kekuatan berhimpitan maka lensa

Material serta luasan elektroda yang digunakan sangat berpengaruh terhadap gas HHO yang dihasilkan dari proses elektrolisis air sehingga material elektroda harus dipilih dari

Tarian saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik,kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep,

Gambar 4.7 Persentase kesulitan siswa dalam mempelajari Bahasa Inggris 121 Gambar 4.8 Persentase hambatan yang terjadi di dalam kelas 122 Gambar 4.9 Persentase materi

1. Melakukan Pencetakan Tagihan. Melakukan Pencetakan Kwitansi penagihan. Menyusun rencana penagihan yang selanjutnya diberikan kepada Kepala Unit Keuangan dan Penagihan