• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN " THYPOID "

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN " THYPOID ""

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN THYPOID/DHF Oleh: Dara Mustika, 110600466

A. Definisi

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Bruner and Sudart, 2001). Demam thypoid adalah infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000)

B. Anatomi Fisiologi 1. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).

2. usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

3. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

4. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. Diagram ileum dan organ-organ yang berhubungan.

5. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

6. Usus Buntu (sekum)

(2)

herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

7. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

8. Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus

C. Etiologi

Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.

D. Manifestasi Klinis

Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal ( gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas )

· Perasaan tidak enak badan · Nyeri kepala

· Pusing · Diare · Anoreksia · Batuk · Nyeri otot

· Muncul gejala klinis yang lain

(3)

berangsur-angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan, gangguan pada kesadaran, kesadaran yaitu apatis-samnolen. Gejala lain ”RESEOLA” ( bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit ) ( Kapita selekta, kedokteran, jilid 2 ).

E. Komplikasi

Komplikasi intestinal 1) Perdarahan usus 2) Perporasi usus 3) Ilius paralitik

Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis. 4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :

hepatitis, kolesistitis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis. 7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis

perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia. F. Pengkajian

1. Keluhan Utama

Biasanya klien datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada hubungannya dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan atau makanan.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium, mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau lesu.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau penyakit gastrointestinal lainnya.

(4)

Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah) dan keluarga biasanya cemas.

e. Riwayat sosial ekonomi

Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.

f. Kebiasaan sehari-hari

Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum sakit dan saat sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan dan perawatan pasien, biasanya mencakup :

- Nutrisi - Eliminasi

- Pola istirahat/ tidur - Pola kebersihan 3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum

Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.

a) Kepala dan leher

Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

b) Dada dan abdomen

Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.

c) Sistem respirasi

Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.

d) Sistem kardiovaskuler

Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh. e) Sistem integument

Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat. f) Sistem eliminasi

Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.

g) Sistem muskuloskolesal

Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan. h) Sistem endokrin

Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil. i) Sistem persyarafan

(5)

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut Corwin (2000) antara lain:

1. Pemeriksaan Leukosit

Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi berguna untuk febris typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.

3. Biakan Darah

Bila biakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menutup kemungkinan akan terjadi febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

a) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

c) Vaksinasi di masa lampau.

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

d) Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

4. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

(6)

· Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

· Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Pada orang normal, aglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10 sedangkan aglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160.

1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika H 1/800 dan O 1/400. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

H. Asuhan Keperawatan

Masalah keperawatan yang mungkin muncul:

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

anoreksia

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.

4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).

Intervensi dan Implementasi

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhi Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.

Kriteria hasil : Terjadi penurunan suhu tubuh Intervensi:

- Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.

- Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat

R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.

- Batasi pengunjung

R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas. - Observasi TTV tiap 4 jam sekali

R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien

- Anjurkan pasien untuk banyak minum

R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

- Memberikan kompres hangat

R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh

(7)

R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

anoreksia

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat

- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan

Intervensi:

- Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi

R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.

- Timbang berat badan klien setiap 2 hari.

R/ untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan. - Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat. R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan. - Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.

R/ untuk menghindari mual dan muntah.

- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral. R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest

Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal. Kriteria hasil : - Kebutuhan personal terpenuhi

- Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh. - Memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi. Intervensi:

- Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan. (missal. Miring kanan, miring kiri).

R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.

- Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum). R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi. - Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.

R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas. - Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang

R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah)

(8)

- Wajah tidak nampak pucat Intervensi

- Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga. R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.

- Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan. R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan. - Anjurkan pasien untuk banyak minum

R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan. - Observasi kelancaran tetesan infus.

R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya udem. - Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).

R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

I. Terapi Medis

Penatalaksanaan terapi demam tifoid, penggunaan antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran bakteri. Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diber ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.

Kloramfenikol (Chloromycetin) Mengikat 50S ribosomal subunit-bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis protein. Efektif terhadap bakteri gram negatif dan gram positif. Sejak diperkenalkan pada 1948, telah terbukti sangat efektif untuk seluruh dunia demam enterik. Untuk strain sensitif, masih paling banyak digunakan antibiotik untuk mengobati demam tifoid. Pada tahun 1960, S typh i strain dengan plasmid-mediated resistensi terhadap kloramfenikol mulai muncul dan kemudian menjadi tersebar luas di negara-negara endemik di Amerika dan Asia Tenggara, menyoroti kebutuhan untuk agen alternatif.

Menghasilkan peningkatan yang cepat dalam kondisi umum pasien, diikuti oleh penurunan suhu badan sampai yg normal dalam 3-5 d. Mengurangi preantibiotic era fatalitas kasus tarif dari 10% -15% menjadi -4% 1%. Cures sekitar 90% pasien.

(9)

rute harus digunakan pada awalnya. IM rute harus dihindari karena dapat menyebabkan darah tidak memuaskan, menunda penurunan suhu badan sampai yg normal.

Amoksisilin (Trimox, Amoxil, Biomox) Mengganggu sintesis dinding sel

mucopeptides selama multiplikasi aktif, sehingga aktivitas bakterisidal terhadap bakteri rentan. Setidaknya seefektif kloramfenikol dalam percepatan penurunan suhu badan sampai yg normal dan tingkat kambuh.

Trimetoprim dan sulfametoksazol (Bactrim DS, Septra) Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic. Aktivitas antibakteri TMP-SMZ termasuk patogen saluran kemih biasa, kecuali Pseudomonas aeruginosa. Sama efektifnya dengan kloramfenikol dalam penurunan suhu badan sampai yg normal dan tingkat kambuh.

Ciprofloxacin (Cipro) Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonad, streptokokus, MRSA, Staphylococcus epidermidis, dan sebagian gram negatif organisme namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan, akibatnya, pertumbuhan.

Sefotaksim (Claforan) Penangkapan dinding sel bakteri sintesis, yang menghambat pertumbuhan bakteri. Generasi ketiga sefalosporin dengan spektrum gram negatif. Lebih rendah efikasi terhadap organisme gram positif. Sangat baik dalam kegiatan vitro

terhadap S typhi dan salmonella lain dan memiliki khasiat yang dapat diterima pada demam tifoid.

Azitromisin (Zithromax) Dapat diberikan pada infeksi mikroba ringan sampai sedang.

Ceftriaxone (Rocephin) Generasi ketiga sefalosporin dengan spektrum luas gram negatif aktivitas terhadap organisme gram positif; aktivitas in vitro terhadap S typhi dan salmonella lainnya.

Cefoperazone (Cefobid) Generasi ketiga sefalosporin dengan spektrum gram negatif. Lebih rendah efikasi terhadap organisme gram positif.

Ofloksasin (Floxin) Suatu asam turunan piridin karboksilat dengan spektrum luas efek bakterisidal.

Levofloksasin (Levaquin) Untuk infeksi pseudomonas dan infeksi karena resistan terhadap organisme gram negatif.

Kortikosteroid Deksametason dapat mengurangi kemungkinan kematian pada kasus demam tifoid berat rumit oleh delirium, obtundation, stupor, koma, atau syok jika bakteri meningitis telah definitif dikesampingkan oleh penelitian cairan cerebrospinal.

Deksametason (Decadron) Pemberian dosis tinggi deksametason mengurangi mortalitas pada pasien dengan demam tifoid berat tanpa meningkatnya insiden komplikasi, menyatakan pembawa, atau kambuh antara korban.

Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta. Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta. Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.

Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta.

(10)

Brunners & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan, Edisi 8, Penerbit EGC, Jakarta.

Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan

pendokumentasian Tujuan Perawatan Pasien, Edisi III, EGC, Jakarta.

Evelyn C., Pearce, (2002), Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Nursalam, (2001), Proses Dokumentasi Keperawatan, Edisi I, Salemba Medika, Jakarta.

Pengertian Demam Tipoid. Diambil tanggal 8 Juni

2012 http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html

Definisi Typoid. Diambil pada tanggal 8 Juni 2012. Asuhan Keperawatan dengan Demam Tipoid. Diambil

tanggal 9 Juni 2012. http://denfirman.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-typoid.html

Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan. Diambil pada tanggal 9 Juni

2012.

http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pencernaan-manusia/

Sudoyo, Aru W., (2006) , Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Edisi IV, Jilid III, FKUI, Jakarta.

Tarwono, Wartonah, (2004), Kebutuhan Dasar Manusi dan Proses Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

PATOFISIOLOGIS Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang.

Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan

selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak

menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang

Referensi

Dokumen terkait

DENGAN MENGGUNAKAN CLASSIFICATION SHIFTING : PENGUJIAN CORE EARNINGS DAN EXTRAORDINARY ITEMS.. (STUDI EMPIRIS DI

Implikasinya adalah dalam hal pendapatan cukup kecil, akan terjadi semacam penundaan biaya depresiasi atau “tahun gemuk menutup tahun kurus.” Sekali depresiasi telah di program

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui total biaya perencanaan bahan dan upah kerja serta total biaya pelaksanaan bahan dan upah pada rangkaian pekerjaan

Fardlu ain jika obyek yang ditekuninya adalah hal-hal yang harus diketahui seorang muslim secara personal dalam menegakkan agamanya, pemurnian amal semata untuk Allah,

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja yang tinggi ada di Kabupaten Banjarnegara, dengan TPAK sebesar 82,65%, sedangkan penduduk yang memiliki TPAK rendah adalah

melakukan ekspansi usaha melalui skema kredit. Dampak

Kebijakan otonomi daerah yang berimplikasi pada munculnya konsep desentralisasi di bidang pendidikan sejak beberapa tahun terakhir semakin memberikan legitimasi kuat

(1) Subbagrenmin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf a bertugas menyusun perencanaan program kerja dan anggaran, manajemen Sarpras, personel, dan kinerja,