• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Sosiologi Pembangunan Melepas De

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Sosiologi Pembangunan Melepas De"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

MELEPAS DETERMINISME NEGARA ASING DENGAN

PEMBANGUNAN DAERAH PERBATASAN

OLEH:

Mukhammad Fatkhullah

NIM. 071114035

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Sosiologi pembangunan merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus

ditempuh seluruh mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Sosiologi setelah

menempuh mata kuliah lain yang yang mengharuskan untuk melakukan prosedur

penulisan ilmiah. Dalam pelaksanaannya, mata kuliah ini adalah salah satu tempat

untuk melatih para mahasiswa dalam melakukan penelitian baik melatih tentang

bagaimana cara menggali data dan referensi, juga menyajikannya melalui

keterampilan menulis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa

menyelesaikan makalah dengan judul “Melepas Determinisme Negara Asing

dengan Pembangunan Daerah Perbatasan”.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna

dalam penyusunan makalah ini. Oleh sebab itu, penulis mengharap kritik dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak guna kesempurnaan pembuatan

makalah selanjutnya.

Surabaya, 27 Desember 2014

Hormat Kami, .

(3)

DAFTAR ISI

………..……….Kata Pengantar ... 2

……….Daftar Isi ... 3

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 4

1.2 Lampiran Jurnal ... 6

1.3 Tujuan Penulisan Makalah ... 7

1.4 Manfaat Penulisan Makalah ... 7

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Daerah Perbatasan dalam Konteks Pembangunan Nasional ... 8

2.2 Tipe-tipe Daerah Perbatasan ... 10

2.3 Permasalahan Daerah Perbatasan... 11

BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Pentingnya Daerah Perbatasan Negara Indonesia ... 13

3.2 Determinisme Negara Asing di Berbagai Aspek ... 14

3.3 Memasuki Era Asean Economic Community 2015 ... 16

3.4 Pemuda Sekarang dan di Masa Mendatang ... 17

3.5 Membangun Kekuatan Baru di Daerah Perbatasan ... 18

3.6 Strategi Pembangunan di Daerah Perbatasan... 19

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan. ... 22

4.2 Saran ... 22

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Saat ini, model pembangunan yang dinilai mampu merepresentasikan kaidah dan tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah model pembangunan yang menjadikan manusia sebagai subyek, bukan lagi menjadi obyek pembangunan. Model pembangunan dengan konsep ‘peple oriented’ inilah yang dinilai mampu membawa sebuah perubahan pada bangsa dan mendorong masyarakat untuk bertransformasi dalam berbagai aspek kehidupannya menjadi lebih baik. Sejalan dengan berakhirnya era pembangunanisme yang di prakarsai oleh rezim Soeharto, sistem pemerintahan dan manajemen Negara pun ikut berubah. Dari yang semula

sentralisasi menjadi desentralisasi. Dalam pengertian ini, pembangunan kea rah people oriented sebenarnya sudah mulai diwacanakan, bahkan telah dilakukan.

Namun, jika melihat progress dan perkembangan yang ada sepertinya pemikiran tersebut berkembang sangat lambat.

Oleh karena itulah, usaha-usaha pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah lokal maupun pemerintah pusat menunjukan gejala-gejala dan karakteristik khusus yang tak jauh berbeda dengan aktor di era rezim Soeharto yang menggunakan paradigma pembangunanism sebagai dasar untuk bertransformasi bersama. Akibatnya, ketertinggalan dan ketimpangan di berbagai daerah kerap terjadi dan semakin melebar. Membuat jurang di antara kelompok-kelompok masyarakat yang saling menaruh curiga yang pada gilirannya membuat situasi dan kondisi sosial politik di Indonesia menjadi kian memburuk dan tegang.

(5)

yang kurang diperhatikan. Pada pengertian ini, letak paradigma pembangunanisme sangat terlihat dala prosesnya pembangunan hanya difokuskan pada kota atau profinsi tertentu saja. Sedangkan, kota dan provinsi lain di luar daeah jangkauan pembangunan menjadi sangat tertinggal atau bahkan bisa dikatakan belum pernah mendapatkan sentuhan dari pembangunan itu sendiri.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-Nasional 2004-2009) telah menetapkan arah dan pengembangan wilayah Perbatasan Negara sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta

meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Paradigma baru, pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah dengan mengubah arah

kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking

menjadi outward looking sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan wilayah Perbatasan Negara menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dengan tidak meninggalkan pendekatan keamanan (security approach). Sedangkan program pengembangan wilayah perbatasan (RPJM Nasional 2004-2009), bertujuan untuk : (a) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Disamping itu permasalahan perbatasan juga dihadapkan pada permasalahan keamanan seperti separatisme dan maraknya kegiatan-kegiatan ilegal. Namun, dalam praktiknya usaha pemerintah seolah terhenti pada pembuatan undang-undang saja tanpa adanya realisasi undang-undang itu sendiri.

Untuk itulah isu pemerataan pembangunan sebenarnya menjadi tantangan utama dalam kajian dan wacana pembangunan di masa seperti sekarang ini. Tak

(6)

akan bergabung dengan ASEAN Community dimana kegiatan perdagangan di kawasan ASEAN akan semakin bebas tanpa ada hambatan, quota, dan pajak yang tinggil. Hal ini merupakan sebuah kesempatan emas, namun juga buah simalakama bagi Indonesia yang tidak siap untuk menghadapinya dan masih terkungkung dengan persoalan seputar pengangguran, kesenjangan, kriminalitas, dan pemerataan pembangunan yang tak kunjung usai.

Daerah dan wilayah perbatasan, sebagai batas yang menghubungkan Indonesia dengan Negara-negara tetangga jika kita kaitkan dengan problema terbaru seputar ASEAN Community, maka menjadi potensi yang amat besar untuk membuka ekspansi pasar. Pada pengertian ini, kerjasama lintas-batas antar Negara sangatlah memungkinkan terjadi dalam regional perbatasan. Oleh karena itu,

wilayah perbatasan merupakan batas pertama dimana perubahan baik dalam struktur ekonomi, budaya, dan politik dimulai jika dikaitkan dengan faktor

perubahan dar luar yaitu pengaruh Negara lain. Namun, faktanya pembangunan justru mengesampingkan masyarakat perbatasan dengan potensi yang luar biasa ini. Alih-alih menjadi kekuatan dengan berbagai usaha lintas-batas antar Negara, masyarakat perbatasan justru menjadi bulan-bulanan dan berbagai kegiatannya sangatlah tergantung dari kegiatan dan aktivitas Negara tetangga. Hal ini, tentu sungguh ironis, manakala ketergantungan tersebut tak hanya dari faktor ekonomi, namun juga mental masyarakat. Mulai dari mata uang, hingga pekerjaan semuanya tergantung dari Negara tetangga. Aibatnya, semangat dan identitas ke-Indonesiaan mereka pun mulai luntur dan memudar. Oleh karena itu, pembangunan di daerah perbatasan selayaknya mulai saat ini harus digalakkan. Pasalnya tak hanya akan kehilangan potensi yang amat sangat besar, Negara juga akan merugi dan dilanda krisis ketidakpercayaan masyarakat kepada Negara dan melabel Negara telah gagal dalam mengayomi semua elemen masyarakat khususnya mereka yang tinggal di daerah perbatasan yang sama sekali tidak pernah merasakan manfaat pembangunan dari tangan pemerintah pusat.

1.2Rumusan Masalah

(7)

1. Seberapa pentingkah perbatasan Negara itu?

2. Masalah seperti apakah yang muncul di daerah perbatasan Negara?

3. Bagaimana solusi dan strategi jitu untuk mencegah dan menyelesaikan masalah di perbatasan Negara dalam konteks pembangunan nasional?

4. Bagaimana peran serta pemuda dalam menangani masalah yang ada khususnya ketidakmerataan pembangunan di perbatasan Negara?

1.3Tujuan Penulisan Makalah

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui pentingnya wilayah perbatasan Negara berupa potensi ekonomi, sosial, dan budaya, terutama jika dikaitkan dengan kondisi perdagangan bebas ASEAN yang diselenggarakan pada tahun 2015

mendatang.

2. Mengetahui masalah-masalah dan kebutuhan mendasar yang ada di daerah perbatasan Negara secara komprehensif.

3. Menemukan solusi dan strategi jitu untuk mencegah dan menyelesaikan masalah di perbatasan Negara dalam konteks pembangunan nasional.

4. Mengetahui peran serta pemuda dalam menangani masalah yang ada khususnya ketidakmerataan pembangunan di wilayah perbatasan Negara.

1.4Manfaat Penulisan Makalah

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini antara lain:

1. Bagi penulis: dapat menambah wawasan mengenai pentingnya, potensi, dan usaha pembangunan di wilayah perbatasan Negara Indonesia.

(8)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1Daerah Perbatasan Dalam Konteks Pembangunan Nasional

Pada hakekatnya pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan Nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan Nasional dilaksanakan secara terencana, menyeluruh,

terpadu, terarah, bertahap, dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan kemampuan Nasional, dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan

sederajat dengan bangsa lain yang telah maju. Pembangunan Nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pebangunan, dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang sehingga akan saling mengisi, saling melengkapi dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan Nasional.

(9)

untuk mencapai pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia sebagai pemantapan perwujudan Wawasan Nusantara.

Dalam rangka pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah, telah diupayakan pelaksanaan Otonomi Daerah (Otoda) dengan mempertimbangkan kemampuan pembangunan daerah yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan pembangunan masih diperlukan perhatian yang lebih besar khususnya kepada daerah yang terbelakang, daerah yang padat dan daerah yang sangat kurang penduduknya, daerah transmigrasi, daerah terpencil dan daerah perbatasan, serta daerah yang memiliki ciri khas seperti daerah tertentu di KTI. Hal tersebut sudah tercantum sejak masih diberlakukannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan

Nasional, dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkelanjutan, berhasil guna dan berdaya guna, pada tiap tingkat pemerintahan. Pelaksanaan pembangunan daerah

diupayakan sesuai dengan potensi dan prioritas daerah yang bersangkutan.

Pada umumnya terdapat kecenderungan bahwa daerah yang telah berkembang menjadi pusat pelayanan (misalnya daerah perkotaan), akan menyerap lebih banyak investasi dan intervensi pembangunan. Pertumbuhan suatu wilayah akan saling terkait dengan perkembangan fasilitas pelayanan, disebabkan pertumbuhan wilayah membutuhkan dukungan pengadaan dan perluasan pelayanan. Ketersediaan pelayanan di suatu wilayah tersebut pada gilirannya akan menstimulir pertumbuhan wilayah. Hal ini disebabkan kebijaksanaan pembangunan wilayah berjalan bersama-sama dengan perwujudan pelayanan sosial, ekonomi, dan infrastruktur wilayah lainnya.

(10)

1. Pertumbuhan daerah perbatasan cenderung lambat, dan

2. Daerah perbatasan cenderung kurang mampu berkembang secara optimal karena keterbatasan antara lain:

a. lahan pada umumnya marginal,

b. jauh dari pusat kegiatan, dan

c. investasi dan intervensi dari luar sangat terbatas.

2.2Tipe-tipe Daerah Perbatasan

Wilayah perbatasan merupakan wilayah pertemuan antara dua wilayah administrasi, namun sumberdaya alam (natural resources) dan masyarakatnya bisa menjadi bagian komplementer pada satu satuan sistem fungsional bagi pengembangan wilayah yang didukung Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bappeda Provinsi D.I Yogyakarta bekerjasama dengan Lembaga Penelitian P4N

UGM tahun 1993, wilayah perbatasan dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) tipe (Listiyah M, 1996), yaitu:

1. Wilayah buntu, dicirikan oleh: (1) posisi pada ujung jaringan atau bahkan belum terjangkau oleh sistem jaringan yang merangkai tempat tersebut dengan pusat pelayanan hirarkhi terendah dalam sistem wilayah yang membawahinya atau dengan perkotaan lain; (2) terletak pada lahan marginal karena sifat geologi wilayahnya (seperti: morfologi, lereng, batuan, dan tanah); (3) kepadatan penduduk rendah; dan (4) proyek pengembangan sangat terbatas karena faktor ekologis;

(11)

3. Wilayah perbatasan kontak tinggi, dicirikan oleh: (1) posisi antar wilayah utama; (2) intensitas kegiatan ekonomi pada satu sisi atau pada kedua sisi pembatas; (3) kepadatan penduduk relatif tinggi; dan (4) terdapat aglomerasi penduduk dan pusat pelayanan yang melayani kebutuhan penduduk pada kedua sisi perbatasan.

2.3Permasalahan Daerah Perbatasan

Beberapa permasalahan yang secara umum dijumpai di daerah perbatasan meliputi:

1. Sering timbul permasalahan dalam hal kebijaksanaan yang harus diterapkan;

2. Terdapat kecenderungan tumbuh lebih lambat (untuk tipe wilayah

perbatasan a dan b);

3. Benturan dua kepentingan berbeda antar dua wilayah; dan

4. Belum ada kesatuan dalam perencanaan wilayah perbatasan itu sendiri yang menimbulkan ketidakserasian persepsi dan aspirasi pembangunan, yang kemudian akan berakibat pada ketidakserasian program-program pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah di daerah perbatasan tersebut.

(12)

dibandingkan dengan desa-desa di sekitarnya. Beberapa faktor penyebab lambatnya pertumbuhan desa-desa di daerah perbatasan diantaranya:

1. Belum ditemu-kenalinya secara mendalam dan menyeluruh mengenai potensi sosial-ekonomi masyarakat di daerah perbatasan, yang pada dasarnya merupakan faktor pendukung ketahanan masyarakat di wilayah perbatasan tersebut;

2. Lemahnya kemampuan pelayanan sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan dibandingkan dengan jumlah penduduk yang harus dilayani; dan

3. Kurang terdistribusinya secara merata pelayanan sosial dan ekonomi di wilayah perbatasan dilihat atas dasar lokasi atau agihan keruangan (spatial distribution).

Di samping faktor-faktor tersebut, lambatnya perkembangan daerah-daerah

(13)

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1Pentingnya Daerah Perbatasan Negara Indonesia

Dalam berbagai studi-studi yang pernah dilakukan, daerah perbatasan mempunyai potensi strategis untuk menunjang pembangunan dalam suatu Negara. Misalnya, seperti hasil temuan Smallbone yang mengungkapkan bahwa usaha-usaha koperasi dan kewirausaan di Negara-negara Eropa memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian dan pembangunan khususnya bidang sosio kultural di kawasan perbatasan yang ditunjang oleh kebijakan pemerintah. Selanjutnya, hasil studi yang dilakukan oleh Uiboupin dkk menunjukkan adanya indicator keberhasilan pembangunan dalam kegiatan-kegiatan kerjasama yang

dilakukan oleh antar Negara di kawasan lintas batas. Artinya pada pengertian ini, pembangunan dikatakan berhasil oleh Uiboupin dkk ketika dalam skala tertentu

masyarakat tak hanya melakukan kegiatan ekonomi satu arah, namun juga dua arah timbal balik yang menghasilkan keuntungan. Tak hanya itu, banyak sekali temuan-temuan lain menunjukkan betapa pentingnya daerah perbatasan sehingga mengabaikan daerah perbatasan adalah sebuah kesalahan utama dalam melakukan pembangunan, sebaliknya memberikan perhatian penuh dan terfokus adalah salah satu cara untuk memaksimalkan potensi dari kegiatan pembangunan khususnya di daerah perbatasan itu sendiri.

(14)

sangat rawan terjadi tindak illegal logging dimana penyebabnya adalah beberapa patok tapal batas Indonesia dan negara tetangga, yaitu Malaysia, rusak dimakan waktu serta hilang atau terkubur oleh alam.

Tidak dipungkiri daerah perbatasan memiliki nilai strategis dan seluruh pilar komponen bangsa hendaknya bersatu padu dengan visi dan misi untuk membangun daerah perbatasan dan seluruh petinggi negeri memahami dan mengerti serta tahu akan pentingnya daerah perbatasan sebagai pondasi untuk menopang wilayah yang bersebelahan dengan Negara tetangga. Bahkan seminar mengenai daerah perbatasan sudah berulang kali akan tetapi belum kelihatan greget realisasinya. Sebagai contoh daerah perbatasan Kalimantan dan Malaysia dimana masalah frontier ekonomi yang menjadi kendala berporos pada dibutuhkannya anggaran

yang besar untuk membangun perekonomian penduduk daerah perbatasan, sementara kehidupan penduduk negara tetangga perekonomiannya jauh lebih baik.

Dari berbagai persoalan yang muncul seperti illegal logging, human trafficking maupun penyerobotan wilayah ini, maka melahirkan persepsi bahwa wilayah perbatasan adalah rawan dan rentan terhadap konflik dan pelanggaran hukum tanpa memperhatikan persoalan-persoalan lain. Sebagai akibatnya wilayah perbatasan selalu didefinisikan dan dipahami secara hitam putih dengan cap negatif. Hal ini merupakan satu sisi dari realita perbatasan yang jauh lebih kompleks dan berwarna.

3.2Determinisme Negara Asing di Berbagai Aspek

Hingga saat ini, ketidakmerataan pembangunan membuat daerah perbatasan seolah tergantung oleh berbagai kegiatan dan aktivitas dari Negara tetangga. Mulai dari kegiatan ekonomi, pendidikan, hingga kegiatan mendasar seperti pemenuhan kebutuhan pokok. Salah satu contoh yang bisa dilihat ialah ketika kita berbicara mengenai mata uang. Di daerah perbatasanm, sangat ironis bahwa mata uang Negara asing lebih dikenal daripada mata uang Negara sendiri.1 Faktanya, interaksi

yang dilakukan masyarakat dalam kesehariannya memang tak lepas dari peran Negara tetangga. Sehingga tak jarang interaksi pemerintah yang lebih minim

(15)

membuat mereka seolah dicampakkan dan diabaikan oleh pemerintah mereka sendiri, baik pemerintah daerah apalagi pemerintah pusat.

Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian secara proporsional. Kondisi ini terbukti dari kurangnya sarana prasarana pengamanan daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal ini telah menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan seperti, perubahan batas-batas wilayah, penyelundupan barang dan jasa serta kejahatan trans nasional (transnational crimes). Kondisi umum daerah perbatasan dilihat dari aspek pancagatra yaitu:

1. Aspek Ideologi, Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain seperti paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia.

2. Aspek Politik, Kehidupan sosial ekonomi di daerah perbatasan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang ke-rawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, terutama apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa.

3. Aspek Ekonomi, Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Maka tidak jarang daerah perbatasan sebagai pintu masuk atau tempat transit pelaku kejahatan dan teroris. Daerah perbatasan merupakan daerah tertinggal disebabkan antara lain:

a. Lokasinya yang relatif terisolir (terpencil) dengan tingkat aksesibilitas yang rendah.

(16)

c. Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal).

d. Langkanya informasi tentang pemerintah dan masyarakat di daerah perbatasan (blank spot).

4. Aspek Sosial Budaya, Akibat globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, teknologi informasi, dan komunikasi, dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat daerah perbatasan cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan intensitas hubungan lebih besar dan kehidupan ekonominya sangat tergantung dengan negara tetangga. dan hal ini dapat merusak ketahanan nasional; mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai

yang terkandung dalam Pancasila.

5. Aspek Pertahanan dan Keamanan, Daerah perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien. Seluruh bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada di daerah perbatasan apabila tidak dikelola dengan baik akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, di tingkat regional maupun internasional baik secara langsung dan tidak langsung.

3.3Memasuki Era Asean Economic Community 2015

(17)

Dalam pelaksanaan AEC, negara-negara ASEAN harus memegang teguh prinsip pasar terbuka dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar. Dengan kata lain, konsekuensi diberlakukannya AEC adalah liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan tenaga terampil secara bebas dan tanpa hambatan tarif dan nontarif. Rencana pemberlakuan AEC tersebut dicantumkan dalam Piagam ASEAN yang disahkan pada 2007. Pada tahun tersebut pula disepakati bahwa pencapaian AEC akan dipercepat dari 2020 menjadi 2015. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Council) yang tercantum dalam lampiran I Piagam ASEAN. Itulah dasar hukum yang mengesahkan terbentuknya ASEAN Economic Community. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi AEC 2015, antara peluang dan ancaman. Siap atau tidak siap sudah tidak perlu

diperdebatkan lagi karena AEC sudah menjadi keputusan dan ketetapan politik yang harus dihadapi semua negara ASEAN.

Keberadaan Asean Economic Community ini, memberikan gambaran tentang urgensi pembangunan di daerah perbatasan.

3.4Pemuda Sekarang dan di Masa Mendatang

Salah satu senjata pamungkas untuk melancarkan proses pembangunan adalah dengan menggunakan sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia semaksimal mungkin. Saat ini yang bisa dilihat dari Indonesia jika kita meninjau kembali bonus demografi yang akan diterima Indonesia dalam beberapa tahun mendatang mengindikasikan betapa besarnya potensi dan peran pemuda untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan nantinya.

(18)

mendatang dapat menjadi kekuatan, namun juga dapat menjadi beban yang teramat berat bagi pemerintah ketika pembangunan terus menerus berjalan secara pincang dan memperparah jurang kesenjangan antar elemen masyarakat.

3.5Membangun Kekuatan Baru di Daerah Perbatasan

Dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan kekuatan pemuda di masa mendatang, diharapkan dapat membangun sebuah kekuatan baru dan menuai hasil pembangunan yang benar-benar diorientasikan untuk masyarakat.

Namun demikian, segala pihak dan elemen masyarakat hendaknya merasa pembangunan daerah perbatasan adalah kewajiban yang harus direalisasikan bersama. Pihak Pemda merencanakan melalui survei, studi kelayakan dalam merencanakan pembangunan prioritas apa yang harus didahulukan dan hendaknya harus sinkron antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat termasuk pemecahan

dan jalan keluarnya, karena tanpa adanya kerjasama yang harmonis, tidak mungkin akan tercipta kesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan masalah daerah perbatasan. TNI sendiri telah berusaha dengan keras menjaga wilayah perbatasan khususnya sepanjang kawasan perbatasan Kaltim dan Kalbar dengan negara Malaysia telah dibangun 41 pos serta ditempatkan sejumlah personil TNI guna pengamanan dan memperkecil kemungkinan pelanggaran terhadap kedaulatan perbatasan Indonesia. Walaupun dalam pelaksanaan tugasnya, personel TNI tanpa didukung sarana dan prasarana yang memadahi semisal kendaraan khusus untuk patroli, sedangkan tiap pos jaraknya bisa mencapai lebih dari 50 Km. Jadi “seelit” apapun pasukan TNI yang ditugaskan dengan beban tugas yang sangat berat dimana harus melalui hutan belantara, maka akan terasa sulit dan diluar kemampuan untuk menghadapi gangguan keamanan yang muncul pada wilayah perbatasan.

(19)

sendiri adalah dapat diwujudkan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan perekonomian masyarakat, sehingga seluruhnya bermuara kepada peningkatan pertahanan kita. Terlebih bila sentra-sentra ekonomi melalui kegiatan pemda diteruskan dengan bimbingan kepada masyarakat sebagai petani plasma, sehingga melalui pembangunan sabuk pengaman serta pembangunan sentra-sentra ekonomi masyarakat sekitar perbatasan maka pertahanan secara otomatis akan meningkat dan terwujud kokohnya pertahanan nasional di daerah perbatasan.

Bilamana negara belum mampu membangun sabuk pengaman, maka dapat ditemukan alternatif lain seperti melibatkan pengusaha pribumi dengan kompensasi dari negara dengan pembebasan lahan kanan kiri sabuk pengaman serta pelebaran tertentu yang kemudian dapat diambil hasil hutannya dan dikompensasikan dalam

bentuk jalan, yang selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai perkebunan sekaligus diarahkan kepada masyarakat setempat dalam hal pengelolaannya melalui

pembinaan yang intensif sebagai petani-petani plasma.

3.6Strategi Pembangunan di Daerah Perbatasan

Untuk mengatasi permasalahan di daerah perbatasan, tidak dapat dilepaskan dengan pembangunan pertanian dan daerah perdesaan secara umum. Dalam upaya mengurangi kesenjangan perkembangan antar wilayah, RPJM Nasional 2004 – 2009 telah menggariskan bahwa sasaran pembangunan yang dilakukan adalah meningkatkan peran perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, meningkatkan pembangunan pada daerah-daerah terbelakang dan tertinggal, meningkatkan perkembangan wilayah yang didorong oleh daya saing kawasan dan produk-produk unggulan daerah, serta meningkatkan keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan memperhatikan keserasian pemanfaatan ruang dan penatagunaan tanah.

(20)

masyarakat perdesaan ke sumber daya-sumber daya produktif, pelayanan publik dan pasar; meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan melalui peningkatan kwalitas penduduknya, penguatan kelembagaan dan modal sosial masyarakat perdesaan; meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan serta meminimalkan risiko kerentanan; serta mengembangkan praktek-praktek budidaya pertanian dan usaha non pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Sedangkan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah dilakukan dengan:

1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh yang selama ini masih belum berkembang secara optimal, sehingga dapat menjadi motor penggerak bagi wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’ yang sinergis;

2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah-wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain;

3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan Negara tetangga, baik dengan menggunakan pendekatan pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan (prosperity approach) maupun keamanan (security approach);

4. Menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu ‘sistem pembangunan perkotaan nasional;’

(21)

6. Mengoperasionalisasikan ’Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hirarki perencanaan (Nasional, Pulau, Provinsi, RTRW-Kabupaten/Kota) sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah.

Untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah langkah prioritas jangka pendek yang dilakukan menitik beratkan pada percepatan pembangunan infrastruktur, yang dilakukan antara lain dengan:

1. Penyediaan sarana irigasi, air bersih, dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih;

2. Pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga terutama daerah terisolasi dan tertinggal;

(22)

BAB 4 PENUTUP

4.1Kesimpulan

Pemerataan pembangunan sebenarnya menjadi tantangan utama dalam kajian dan wacana pembangunan di masa seperti sekarang ini. Dalam konteks kekinian, pembangunan di daerah perbatasan memiliki urgensi yang tinggi terutama jika kita kaitkan dengan ASEAN Economic Community. Kedepannya, dengan bantuan dan peran pemuda pemerataan pembangunan diharapkan dapat tercapai, sehingga dapat menekan kesenjangan yang terus melebar. Berbagai usaha-usaha yang dapat ditempuh untuk membangun daerah perbatasan dengan potensi yang begitu besar antara lain:

1. Penyediaan sarana irigasi, air bersih, dan sanitasi dasar terutama

daerah-daerah langka sumber air bersih;

2. Pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga terutama daerah terisolasi dan tertinggal;

3. Redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK)

4.2Saran/Rekomendasi

1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh yang selama ini masih belum berkembang secara optimal, sehingga dapat menjadi motor penggerak bagi wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’ yang sinergis;

(23)

3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan Negara tetangga, baik dengan menggunakan pendekatan pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan (prosperity approach) maupun keamanan (security approach);

4. Menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu ‘sistem pembangunan perkotaan nasional;’

5. Meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi yang berada di wilayah perdesaan dengan yang berada di perkotaan;

6. Mengoperasionalisasikan ’Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hirarki

(24)

Daftar Pustaka

Afrizal. Membangun Sumber Daya Manusia Kawasan Perbatasan (Prespektif Pemberdayaan Pemuda) di Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Perbatasan Universitas Maritim Raja Ali Haji, 24 Oktober 2013.

Budiantara, Aziz. Pengembangan Wilayah Perbatasan Sebagai Upaya Pemerataan Pembangunan Wilayah di Indonesia. Jurnal SMARTek, Vol. 8, No. 1, Pebruari 2010: 72 – 8.

Mufizar (dkk). Pembangunan Sosial Masyarakat Perbatasan di Kecamatan Sajingan Besar Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal PMIS-UNTAN-PSS-2012.

Smallbone, David (dkk). Business on the Edge: Cross-Border Cooperation in the

Context of EU Enlargement. Socio-Economic Sciences and Humanities Research Journal, Desember 2008.

Uiboupin, Janek. Cross Border Cooperation and Economic Development in Border Regions of Western Ukraine. Electronic Publications of Pan-European Institute Journal, September 2007.

_________. Meningkatkan Bela Negara Masyarakat Perbatasan guna Mendukung Pembangunan Nasional dalam Rangka Menjaga Keutuhan NKRI. Jurnal Kajian Lemhannas, Edisi 15 Mei 2013.

___________________________________

http://www.antarakaltim.com/print/7193/warga-perbatasan-sebatik-gunakan-dua-mata-uang, terakhir diakses 20 Desember 2014.

http://ikbalumhar.wordpress.com/2014/07/11/siap-tidak-siap-harus-siap-indonesia-menuju-asean-economic-community-aec-2015/, terakhir diakses 20

Desember 2014.

Referensi

Dokumen terkait