• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Semarang, Desember 2007 BKKBN Provinsi Jawa Tengah K e p a l a, Pristy Waluyo Pembina Utama Madya NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Semarang, Desember 2007 BKKBN Provinsi Jawa Tengah K e p a l a, Pristy Waluyo Pembina Utama Madya NIP"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah Swt, karena atas limpahan rahmat dan Karunia-Nya, maka Buku Profil Keluarga Berencana dan Kependudukan Jawa Tengah tahun 2007 telah dapat diselesaikan.

Buku Profil ini merupakan sarana penyebarluasan data dan informasi Program KB Nasional di Jawa Tengah yang meliputi aspek : 1). Kependudukan, 2). Program KB/KR, 3). Program KRR, 4). Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga dan 5). Program Penguatan dan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas dalam kurun waktu tahun 2006–2007 dengan gambaran kondisi Kabupaten/Kota se Jawa Tengah.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini, kami mengucapkan banyak terima kasih, kami harapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan penerbitan selanjutnya.

Semarang, Desember 2007

BKKBN Provinsi Jawa Tengah

K e p a l a,

Pristy Waluyo

Pembina Utama Madya

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Program Keluarga Berencana Nasional difokuskan kepada peningkatan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran, memperkecil angka kematian dan peningkatan kualitas program keluarga berencana. Untuk mendukung kebijakan tersebut diperlukan empat elemen utama yaitu pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian program KB Nasional mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan SDM, disamping program pendidikan dan kesehatan. Program KB Nasional secara makro berfungsi untuk mengendalikan kelahiran dan secara mikro bertujuan untuk membantu keluarga dan individu untuk mewujudkan keluarga-keluarga yang berkualitas.

Selama ini program KB Nasional telah banyak mengubah struktur kependudukan, tidak saja dalam arti menurunkan tingkat kelahiran dan laju pertumbuhan penduduk, namun juga mengubah pandangan hidup penduduk terhadap nilai anak serta kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Tingkat kelahiran wanita usia subur di Jawa Tengah tahun 1971 sebesar 5,33 telah turun terus menerus setiap tahun sehingga menjadi 2,19 pada tahun 2006 (Analisa Hasil Susenas 2006), sedangkan angka nasional adalah 5,61 pada tahun 1971 dan menjadi 2,4 pada tahun 2005.

(3)

Laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah telah turun pula dari tahun 1971 sebesar 1,74 menjadi 0,84 pada tahun 2000 sedangkan angka nasional pada tahun 1971 sebesar 2,34 turun menjadi 2,3 pada tahun 2003. Penurunan angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk Jawa Tengah dari tahun ketahun selalu dibawah angka nasional.

Memasuki dekade tahun 2005-2006 ternyata Jawa Tengah mulai menghadapi tantangan yang cukup berat. Hasil pengolahan data Susenas tahun 2006, fertilitas Jawa Tengah belum ada penurunan, yaitu masih berkisar pada angka 2,19. Angka partisipasi masyarakat dalam KB ada kenaikan dari 61,32 % menjadi 62,10 %. Disamping itu masih terjadi perbedaan yang mencolok dalam hal tingkat kelahiran antar wilayah maupun antar golongan sosial ekonomi dalam masyarakat Jawa Tengah .

Kondisi kependudukan yang ada baik dalam arti jumlah, dan kualitas serta persebaran membuat tantangan pembangunan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia utamanya masyarakat Jawa Tengah saat ini dan kedepan menjadi semakin berat.

Sangatlah wajar apabila komitmen untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk perlu terus dibangun, dijaga, dibina dan ditingkatkan, karena apabila gagal dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk, maka akan membawa implikasi tekanan sosial ekonomi yang semakin berat lagi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(4)

Mengacu pada Keppres No. 3 tahun 2001 dan PP No. 8 tahun 2003, semenjak tahun 2004 sebagian urusan kewenangan pengelolaan Program KB nasional telah diserahkan dari pemerintah ke pemerintah Kabupaten / Kota, disertai penyerahan P3D. Dengan di otonomikan sebagian urusan pengelolaan KB tersebut, sebenarnyalah merupakan peluang bagi pemerintah Kabupaten/Kota untuk lebih dapat mempercepat keberhasilan pelaksanaan program KB diwilayahnya, karena semakin didekatkan pelayanannya dengan masyarakat serta ada keleluasaan dalam pengelolaannya.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tersedianya data dan informasi dari aspek Kependudukan dan Keluarga Berencana tahun 2006 dan 2007

2. Tujuan Khusus

a. Tersedianya data dan informasi kependudukan,

b. Tersedianya data dan informasi dari aspek Program KB/KR,

c. Tersedianya data dan informasi dari aspek Program KRR,

d. Tersedianya data dan informasi dari aspek program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga,

e. Tersedianya data dan informasi dari aspek Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas

(5)

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Profil KB dan Kependudukan ini meliputi : 1. Aspek Kependudukan

a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk b. Laju Pertumbuhan Penduduk c. Komposisi Penduduk

d. Rasio Jenis Kelamin

e. Rasio Ketergantungan / DR f. Rasio Anak terhadap Perempuan g. Angka Kelahiran Total (TFR) 2. Aspek Program KB

a. Program KB - KR

a.1. Perkembangan PUS

a.2. Perkembangan Peserta KB Baru a.3. Perkembangan Perserta KB Aktif a.3. PUS Bukan Peserta KB / Unmetneed b. Program KRR

b.1. Ratio jumlah Kecamatan dengan jumlah Pusat Informasi Kesehatan Reproduksi

b.2. Rata-rata jumlah Pendidik Sebaya dengan PIK-KRR

b.3. Rata-rata jml Konselor sebaya dg PIK-KRR c. Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga

c.1. Rasio jumlah RW dengan jumlah BKB c.2. Rasio jumlah Desa dengan jumlah BKR

(6)

c.3. Rasio jumlah Desa dengan jumlah BKL c.4. Rasio jumlah BLK dengan jumlah Kecamatan c.4. Prosentase jumlah anggota UPPKS Pra S dan KS I

yang berusaha

d. Aspek Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas

d.1. Ratio Desa dengan PPKBD

d.2. Ratio RW/Dusun dengan Sub PPKBD d.3. Ratio RT dengan Kelompok KB d.4. Perkembangan Tahapan Keluarga

(7)

BAB II

GAMBARAN UMUM JAWA TENGAH A. Peta Provinsi Jawa Tengah

D IY S E M A R A N G K A B .S M G C ILA C A P S A LA T IG A K E N D A L B A T A N G D E M A K K U D U S JE P A R A P A T I R E M B A N G B LO R A G R O B O G A N S R A G E N B O Y O LA L I K LA T E N S U K O H A R JO W O N O G IR I K A R A N G A N Y A R S U R A K A R T A M A G E L A N G K A B .M A G E LA N G T E M A N G G U N G W O N O S O B O B A N J A R N E G A R A P E K A LO N G A N K A B . P E K A LO N G A N P E M A LA N G K A B . T E G A L T E G A L B REB ES B A N Y U M A S K E B U M E N P U R B A L IN G G A P U R W O R E J O Wilayah Administrasi 1. Kabupaten : 29 2. Kota : 6 3. Kecamatan : 568 4. Desa/Kelurahan : 8.573 5. RW : 48.628 6. RT : 201.014 Sumber : Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2007

(8)

B. Letak, Batas Wilayah dan Luas Wilayah

Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur.

Letaknya antara 5040’ dan 80 30’ Lintang Selatan dan antara 1080 30’ dan 1110 30’ Bujur Timur ( termasuk Pulau karimunjawa ). Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 263 Km dan dari Utara ke Selatan 226 km ( tidak termauk Pulau Karimunjawa ) dengan batas – batas wilayah :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Provinsi DIY dan Laut Indonesia Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat

Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur

Kondisi Jawa Tengah tahun 2007 secara administratif terbagai menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Jumlah Kecamatan 568, Desa/Kelurahan 8.573, Dusun/RW 48.628 dan jumlah RT 201.014.

Luas wilayah tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 % dari luas Pulau Jawa ( 1,70 % dari luas Indonesia ). Luas yang ada terdiri dari 996 ribu hektar ( 30,61% ) lahan sawah dan 2,26 juta hektar ( 69,39%) bukan lahan sawah (tanah kering)

(9)

C. Keadaan Iklim

Menurut stasiun Klimatologi Klas I Semarang, suhu udara rata-rata di Jawa Tengah tahun 2006 berkisar antara 240C sampai dengan 290C. Tempat – tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata – rata relatif tinggi. Untuk kelembaban udara rata – rata bervariasi, dari 75 persen sampai dengan 92 persen. Curah hujan tertinggi tercatat di Sempor Kebumen, sebesar 3.586 mm dan hari hujan terbanyak tercatat di Stasiun Meteorologi Cilacap sebesar 234 hari.

D. Jumlah Penduduk dan Kepadatan

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi besar di Indonesia dan merupakan penyangga utama dalam pembangunan nasional khususnya dalam pelaksanaan Program KB Nasional, artinya kegagalan atau keberhasilan Provinsi Jawa Tengah akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan tingkat nasional.

Berdasarkan hasil Susenas 2006, jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2006 tercatat sebesar 32.177.730 jiwa, terdiri dari 16.054.473 laki-laki dan 16.132.257 perempuan (Tabel 1).

(10)

Tabel.1

Jumlah dan kepadatan penduduk Jawa Tengah

Tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, 2001, 2003 2004, 2005, 2006 Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Seluruhnya Perkotaan % Penduduk Perkotaan Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1961 1971 1980 1990 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 18.407.471 21.865.263 25.367.344 28.515.737 30.924.164 31.063.818 31.691.866 32.052.840 32.397.431 32.908.850 32.177.730 1.852.820 2.345.190 4.756.007 7.693.490 12.166.426 12.632.605 13.477.112 12.822.282 13.368.756 13.774.558 13.504.066 10,07 10,73 18,75 26,98 39,34 40,67 42,63 40,00 41,26 41,86 41,97 534 634 735 876 950 955 974 985 995 1.011 989 Sumber : - BPS Hasil SP 1961 - BPS Hasil SP 1971 - BPS Hasil SP 1980 - BPS Hasil SP 1990 - BPS Hasil SP 2000

- BPS Jateng, Hasil Pengolahan Susenas 2001-2006

Kabupaten Brebes merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak diantara 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, yakni 1.765.564 jiwa atau 5,49 % dari total penduduk Jawa Tengah.

Sedangkan Kota Magelang dan Salatiga merupakan dua daerah yang berpenduduk tidak lebih dari 200 ribu jiwa, masing sebesar 129,92 ribu dan 171,25 ribu jiwa.

Sejalan dengan semakin bertambahnya penduduk Jawa Tengah, kepadatan penduduk juga semakin tinggi.

(11)

Kepadatan penduduk merupakan indikator untuk melihat keseimbangan persebaran penduduk dengan luas wilayah.

Wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi umumnya dihadapkan pada berbagai masalah lingkungan, perumahan, kesehatan dan masalah sosial lainnya. Pada tahun 2006, kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 989 jiwa setiap kilometer persegi. Angka ini sedikit menurun dibandingkan tahun 2005 yang tercatat sebesar 1.011 jiwa setiap kilometer persegi. Daerah dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota Surakarta dengan kepadatan 11.649 jiwa setiap kilometernya, sedangkan yang terendah adalah Kab. Blora dengan tingkat kepadatan 462 jiwa setiap kilometernya.

E. Laju Pertumbuhan Penduduk ( LPP )

Provinsi Jawa Tengah dalam 4 dekade terakhir mengalami penurunan laju pertumbuhan penduduk dari 1,74 % ( periode 1961-1971 ) menjadi 0,84 % ( periode 1990-2000) dan pada tahun 2000-2005 menjadi 0,42. Penurunan ini tidak dapat dipungkiri sebagai akibat turunnya angka fertilitas yang cukup tinggi. ( Tabel 2 )

Dengan penurunan angka fertilitas yang signifikan, diperkirakan laju pertumbuhan penduduk pada periode berikutnya akan terus turun. Diperkirakan laju pertumbuhan pada periode 2000-2005 sebesar 0,42 % dan pada periode 2005-2010 diperkirakan menjadi 0,36%.

(12)

Tabel. 2

Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk Jawa Tengah

Tahun Jumlah Penduduk Periode LPP ( % )

1961 1971 1980 1990 2000 2010 18.407.471 21.865.263 25.367.344 28.515.737 30.924.164 32.451.600 xxxx 1961-1971 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2005 xxxx 1.74 1.68 1.18 0.84 0.42 Sumber : - BPS Hasil SP 1961 - BPS Hasil SP 1971 - BPS Hasil SP 1980 - BPS Hasil SP 1990 - BPS Hasil SP 2000 - BPS Hasil Proyeksi F. Komposisi Penduduk

Struktur umur penduduk Jawa Tengah mengalami transisi menuju ke struktur penduduk usia tua. Kondisi ini terlihat dari perubahan komposisi penduduk menurut kelompok umur dari tahun 2005 ke tahun 2006.

Jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2006 sebesar 32.177.730 jiwa, kalau dilihat berdasarkan kelompok umur menunjukkan kelompok umur 0 – 14 tahun sebanyak 8.361.499 (25,99 %), kelompok umur 15 – 64 tahun 21.535.031 (66,92 %) dan 65 tahun keatas 2.281.200 (7,09%)

(13)

Kedepan diharapkan proporsi kelompok umur 0-14 tahun mengalami penurunan dan berpindah ke kelompok 15-64 tahun. Proporsi umur 0-14 tahun tersebut jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2005) sebesar 27,07 %, berarti mengalami penurunan 1,08 %. Sedangkan kelompok umur 15-64 tahun naik dari 65,16 % menjadi 66,92 % (naik 1,76 %) dan umur 65 tahun keatas naik dari 6,77 % menjadi 7,09 % (naik 0,32 %).

Tabel. 3

Prosentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Jawa Tengah Tahun 2005-2006

Pok Umur 2005 Laki2 Prempuan L+P 2006 Laki2 Prempuan L+P 0-14 15–64 65 + 27,92 65,83 6,25 26,23 65,48 7,29 27,07 65,16 6,77 26,60 66,85 6,55 25,37 67,00 7,63 25,99 66,92 7,09 Jateng 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : Hasil Pengolahan Susenas 2006 BPS

Berdasarkan jenis kelamin, tahun 2006 penduduk laki-laki yang berumur 0 sampai dengan 14 tahun tercatat 26,60 %, lebih tinggi dibanding penduduk perempuan muda yang tercatat 25,37 %. Kondisi sebaliknya terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun dan usia produktif, dimana persentase penduduk laki-laki lebih rendah dibanding penduduk perempuan.

G. Rasio Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi (Susenas) tahun 2006, di Jawa Tengah jumlah penduduk perempuan lebih

(14)

banyak dibandingkan laki-laki, yakni 16,05 juta jiwa berbanding 16,12 juta jiwa. Dengan nilai rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 99,6, hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata pada tahun 2006 di Jawa Tengah terdapat 996 orang laki-laki untuk setiap 1000 orang perempuan.

Kondisi dimana penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki di Jawa Tengah tercatat sejak tahun 1971.

Grafik. 1. Penduduk Laki-laki dibanding perempuan Jawa Tengah Tahun 2005, 2006

0 5000000 10000000 15000000 Laki-laki 16368724 16054473 Perempuan 16540126 16123257 2005 2006

Sumber : Analisa Hasil Susenas 2005-2006- BPS Jateng

H. Rasio Ketergantungan

Salah satu indikator kependudukan lainnya yang mengalami perubahan sebagai akibat terjadinya perubahan struktur penduduk menurut umur adalah angka rasio ketergantungan. Angka ini diartikan sebagai banyaknya penduduk non produktif (usia 0-14 th dan 65 th keatas) yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun).

(15)

Secara fungsional, indikator ini dari tahun ke tahun cenderung semakin kecil sebagai akibat turunnya jumlah penduduk usia muda dan naiknya jumlah penduduk usia produktif.

Tabel 4

Rasio Ketergantungan Penduduk Jawa Tengah

Tahun 1971, 1980, 1990, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004 dan 2005,2006

Tahun Rasio Ketergantungan

Muda Tua Total 1971 1980 1990 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 80,81 70,19 58,87 44,40 44,46 43,66 41,87 42,60 40,92 38,83 4,97 6,28 7,76 9,06 9,74 9,76 9,76 9,98 10,24 10,59 85,78 76,48 66,63 53,44 54,20 53,42 51,63 52,57 51,15 49,42 Sumber : - BPS Hasil SP 1971 - BPS Hasil SP 1980 - BPS Hasil SP 1990 - BPS Hasil SP 2000

- BPS Analisa Hasil Susenas 2001 - 2006

Secara total di Jawa Tengah angka ketergantungan pada tahun 1971 masih tercatat 85,78, namun pada tahun 2006 sudah menjadi 49,42. Penurunan angka rasio ketergantungan lebih dipengaruhi turunnya angka rasio ketergantungan penduduk muda 80,81 (th 1971) menjadi 38,83 (th 2006). Sebaliknya terjadi kenaikan pada angka ketergantungan penduduk tua dari 4,97 (th 1971) menjadi 10,59 (th 2006)

(16)

I. Rasio Anak – Wanita

Rasio anak terhadap perempuan ( Child Women Ratio / CWR ) di Jawa Tengah tahun 2006 tercatat sebesar 128,94 yang berarti bahwa setiap 1.000 perempuan terdapat balita sebanyak 129. Selama periode tahun 1971-2000 angka ini terus mengalami penurunan dimana rasio anak terhadap perempuan tercatat sebesar 632,82 (1971) 550,50 (1980) 430,83 (1990) dan 296,81 (2000).

Penurunan angka rasio anak terhadap perempuan di atas memberikan indikasi adanya penurunan terhadap tingkat kelahiran. Tahun 2006 berdasarkan daerah tempat tinggal terlihat bahwa rasio anak terhadap perempuan di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding di perkotaan, yakni 133,54 berbanding 123,01.

Tabel 5

Rasio Anak Terhadap Perempuan Tahun 2001, 2002, 2003, 2004 dan 2005 Tahun C W R 2001 2002 2003 2004 2005 2006 321,07 314,41 291,59 312,53 144,29 128,94 Sumber :

(17)

J. Angka Kelahiran Total

Turunnya fertilitas di Jawa Tengah terlihat dari turunnya angka kelahiran total / total fertility rate dari 5,33 (berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971) menjadi 2,58 (Supas 1995). Turunnya angka kelahiran ini tidak dapat dipungkiri merupakan hasil kerja keras dari semua pihak dan dukungan dari masyarakat terutama kaum wanitanya untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui Program KB Nasional. Selain itu, program transmigrasi yang mendapat sambutan positip dari seluruh masyarakat Jawa Tengah juga menyebabkan penurunan laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003, estimasi angka kelahiran total Jawa Tengah sebesar 2,1 (periode survey 3 tahun sekali), hal ini menunjukkan bahwa estimasi angka kelahiran total Jawa Tengah lebih rendah bila dibandingkan dengan estimasi angka kelahiran total nasional 2,6.

(18)

Grafik. 2. Estimasi Angka Kelahiran Total Jawa Tengah 1971, 1975, 1980, 1985, 1990, 1995, 2000, 2005, 2006 2.19 2.19 2.18 2.03 2.2 2.25 2.07 4.37 4.91 5.33 0 1 2 3 4 5 6 TFR 5.33 4.91 4.37 2.07 2.25 2.2 2.03 2.18 2.19 2.19 1971 1975 1980 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Sumber :

Hasil perhitungan SUSENAS dengan Metode Rele Hanya gambaran kasar, karena sampel tidak memadai

(19)

BAB III

PELAKSANAAN PROGRAM KB NASIONAL DI JAWA TENGAH

Sasaran program KB Nasional Provinsi Jawa Tengah (RPJM 2004–2009) adalah : 1) menurunnya laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 0,80% per tahun, 2) menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,10 per wanita usia subur, 3) menurunnya PUS yang ingin ber KB namun tidak terlayani (unmet-need) menjadi 5%, 4) meningkatnya peserta KB pria menjadi 4,5 %, 5) meningkatnya usia kawin pertama perempuan menjadi 23 tahun, 6) meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak, remaja, lansia dan lingkungan, 7) meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif, 8) meningkatnya jumlah institusi masyarakat yang aktif dalam menyelenggarakan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

Sedangkan program pokok yang dilaksanakan pada era sebelum dan era desentralisasi tidak ada perubahan yang mendasar. Penyerahan P3D ke pemerintah Kab/Kota, diharapkan pemerintah Kab/Kota lebih leluasa dan fleksibel serta mendapat otoritas dalam pengelolaan dan penyelenggarakan pelayanan program KB sesuai dengan kondisi wilayahnya. Semangat penyerahan sebagian urusan KB ke pemerintah Kab/Kota adalah dalam rangka mendekatkan pelayanan ke masyarakat, sehingga setiap dinamika tuntutan pelayanan masyarakat dapat cepat dan tepat diakomodasi oleh pemerintah setempat.

(20)

Harapannya masyarakat mendapatkan akses pelayanan KB yang lebih bermutu dan merata.

A. Visi dan Misi 1. Visi

Selaras dengan filosofi BKKBN yang sejak awal diarahkan untuk menggerakkan peran serta masyarakat dalam KB, maka BKKBN telah menetapkan Visi yang baru, yaitu :

”Seluruh Keluarga Ikut KB”. Visi tersebut merupakan kondisi ideal yang ingin dan harus diupayakan dicapai melalui pengelolaan program KB Nasional. Melalui visi ini BKKBN dan SKPD KB Kabupaten/Kota diharapkan dapat menjadi inspirator, fasilitator, dan penggerak program KB nasional, sehingga dimasa depan seluruh keluarga Indonesia menerima ide Keluarga Berencana.

2. Misi

Sedangkan Misi yang diemban tidak lain adalah :

”Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”.

Misi tersebut merupakan semangat luhur yang menjadi dasar dan menjiwai setiap upaya dalam mewujudkan Visi melalui pengelolaan program KB Nasional.

3. Strategi Dasar (Grand Strategy)

Selanjutnya untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, telah dirumuskan lima strategi dasar yang dimaksudkan untuk memberikan daya ungkit yang besar bagi program

(21)

KB nasional sehingga kinerja program dapat meningkat dan sasaran RPJM Nasional dapat tercapai, yaitu:

Strategi Dasar Pertama : Menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam program KB, dengan sasaran :

1) Setiap desa/kelurahan memiliki tokoh agama/tokoh masyarakat yang melakukan advokasi dan komunikasi edukasi (KIE) KB;

2) Setiap desa kelurahan memiliki Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD) yang berperan aktif sebagai fasilitator KB desa;

3) Seuluruh desa / kelurahan, terutama didaerah tertinggal, terpencil dan perbatasan, mendapatkan pelayanan KB bermutu;

4) Setiap Kecamatan memiliki Pusat Informasi & Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) yang aktif;

5) Seluruh tempat pelayanan KB memberikan promosi dan konseling kesehatan reproduksi.

Strategi Dasar Kedua : Menata kembali pengelolaan program KB, dengan sasaran:

1) Seluruh unit kerja BKKBN harus menerapkan pengelolaan program KB yang terintegrasi dengan ”outcome” yang jelas;

(22)

3) Setiap BKKBN Provinsi mencapai sasaran program KB diwilayah masing-masing;

4) Pengelolaan program KB disetiap provinsi harus mendapat fasilitasi, advokasi, dan supervisi dari BKKBN Pusat

5) Setiap tingkatan wilayah memiliki jejaring kerja yang aktif dengan mitra kerja;

6) Setiap kabupaten/kota memiliki Dinas KB yang dikukuhkan melalui Peraturan Daerah (Perda);

Strategi Dasar Ketiga : Memperkuat Sumber Daya

Manusia (SDM) Operasional program KB, dengan

sasaran :

1) Setiap desa/kelurahan harus dilayani oleh tenaga PLKB/PKB yang terlatih;

2) Setiap Kecamatan memiliki tenaga pengelola KB;

3) Seluruh petugas KB memenuhi standar kompetensi dengan jumlah yang memadai;

Strategi Dasar Keempat : Meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pelayanan KB,

dengan sasaran :

1) Seluruh keluarga yang memiliki Balita menjadi anggota aktif Bina Keluarga Balita (BKB);

2) Setiap keluarga pra sejahtera dan sejahtera I anggota UPPKS memiliki usaha ekonomi produksif;

3) Setiap kecamatan memiliki kelompok percontohan Bina Keluarga Remaja (BKR);

(23)

4) Setiap Kabupaten/Kota memiliki kelompok percontohan Bina Lingkungan Keluarga.

Strategi Dasar Kelima : Meningkatkan pembiayaan program KB, dengan sasaran :

1) Program KB diharapkan memperoleh prioritas penganggaran dari Pemerintah Pusat dan Daerah;

2) Terciptanya sistem jaminan pembiayaan program KB, terutama bagi rakyat miskin dan rentan;

3) Disetiap kecamatan tersedia alat/obat kontrasepsi swasta dengan harga yang terjangkau.

Berbagai sasaran yang mempunyai ”leverage” yang tinggi serta ingin dicapai dari masing-masing strategi dasar yang telah dirumuskan kedalam 21 sasaran tersebut, diharapkan secara bertahap dapat dicapai pada akhir tahun 2009.

4. Langkah-langkah Strategis

Dalam rangka menjalankan arah kebijakan baru Program KB Nasional, berbagai langkah sedang dan akan ditempuh adalah sebagai berikut:

a. Membangunan dan membina kesepakatan bersama tentang Visi, Misi dan Strategi Dasar Pogram KB, telah diawali dengan pertemuan koordinasi (Pra Rakerda) dengan jaringan mitra kerja tingkat provinsi, baik dari unsur lembaga pemerintah, LSOM, Swasta dan

(24)

Perguruhan Tinggi pada tanggal 27 Februari 2007 dan dilanjutkan pertemuan koordinasi dengan SKPD-KB Kabupaten/Kota tanggal 27 Februari 2007, dengan tujuan memberikan informasi tentang perkembangan atau refleksi 3 tahun pelaksanaan program KB di Jawa Tengah, sekaligus membangun kesepakatan tentang perubahan arah kebijakan program melalui sosialisasi Visi, Misi dan Strategi Dasar program KB tahun 2007- 2009.

b. Langkah berikutnya adalah melalui Rakerda tanggal 12 Maret 2007 di Solo yang menghadirkan Bupati/Walikota, Ketua DPRD dan mitra kerja terkait baik dari Kabupaten/Kota maupun dari Provinsi, dimana Rakerda tersebut ditinjau langsung oleh Bapak Gubernur Jateng sampai selesai. Selanjutnya akan terus dibangun dan dibina melalui berbagai forum dan media yang tersedia.

c. Membangun dan membina komitmen bersama tentang strategisnya program KB nasional bagi pembangunan daerah.

d. Komitmen kepada Bupati/Walikota dan DPRD untuk menempatkan program KB nasional sebagai prioritas strategis pembangunan daerah, dan mencantumkan dalam dokumen perencanaan dan pelaksanaan pembangunan baik jangka panjang, pendek, dan tahunan ,serta ditetapkan dalam Perda.

(25)

e. Komitmen Bupati/Walikota dan DPRD untuk memberikan dukungan kesinambungan pelaksanaan program KB didaerahnya melalui penyiapan dan pembinaan kelembagaan yang efektif, dukungan tenaga program yang kompeten, dukungan sarana dan prasarana program, sistem manajemen yang efektif dan dukungan pembiayaan program yang mencukupi f. Membangun dan membina jaringan kemitraan. Potensi

jaringan kemitraan KB baik lembaga pemerintah, LSOM, Swasta dan Perguruan tinggi akan dioptimalkan, utamanya melalui optimalisasi perannya dalam mendukung sasaran dalam 5 Strategi Dasar Program KB yang telah ditetapkan.

g. Melakukan fasilitasi, advokasi dan supervisi serta pemantauan, secara terus menerus dan ber-kesinambungan BKKBN beserta jaringan mitra kerja, akan melakukan fasilitasi, advokasi, supervisi dan monitoring & evaluasi terutama kepada SKPD – KB Kabupaten/Kota agar sasaran-sasaran program yang telah ditetapkan bersama dapat dicapai.

h. Mengkaji peraturan perundangan-undangan yang ada. BKKBN beserta mitra kerja terkait akan selalu mencermati dan mengkaji peraturan perundangan yang ada baik peraturan pemerintah pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota terutama yang dapat menghambat pelaksanaan program KB dilapangan, untuk selanjutnya diupayakan solusinya.

(26)

i. Memberikan penghargaan, dalam rangka meningkatkan semangat dan komitmen bagi pelaksanaan program KB nasional, maka pemerintah melalui BKKBN telah dan akan terus memberikan dan mengembangkan berbagai penghargaan untuk berbagai lapisan pelaksana dan pengelola program, baik organisasi atau individu, diberbagai tingkatan wilayah.

B. Pokok – pokok Program KB Nasional

Ada 4 program pokok yang diharapkan tetap dilanjutkan oleh pemerintah Kab/Kota yaitu 1) Program KB-KR, 2) Program Kesehatan Reproduksi Remaja, 3) Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga, 4) Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas.

1. Program KB & Kesehatan Reproduksi.

Program ini ditujukan untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang berkualitas, membantu keluarga dalam mencegah kehamilan yang belum / tidak lagi diinginkan, menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak, meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, meningkatkan partisipasi, kesertaan dan tanggungjawab pria dalam praktek keluarga

(27)

berencana, dan mempromosikan hak dan kesehatan reproduksi.

a. Perkembangan Pasangan Usia Subur (PUS).

Pasangan Usia Subur ( PUS ) yang merupakan sasaran langsung Program KB jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya sebagaimana terlihat dalam grafik 3. Grafik. 3 Perkembangan PUS 2006 - 2007 5000000 5500000 6000000 6500000 PUS 6185410 6248972 2006 2007

Sumber : Umpan Balik PKBN 2006-2007

Bila dicermati peningkatan jumlah PUS ini sebagai dampak kelahiran tinggi dekade tahun 1970-1980

b. Pencapaian Peserta KB baru.

Di Jawa Tengah pada tahun 2006 dapat diajak dan dilayani peserta KB baru 709.250 (103,99 % dari PPM)) dan tahun 2007 sebanyak 746,710 (104,93%) sebagaimana grafik. 4 dan grafik. 5 dibawah.

(28)

Grafik. 4

Pencapaian Peserta KB Baru Dibanding PPM tahun 2006-2007 500000 550000 600000 650000 700000 750000 PPM 681994 711600 PB 709250 746701 2006 2007

Sumber : Umpan Balik PKBN 2006-2007

Grafik. 5

Prosentase Percapaian PB dibanding PPM tahun 2006-2007

0 25 50 75 100 125 PB 104 104.93 2006 2007

Sumber : Umpan Balik PKBN 2006-2007

c. Perkembangan Peserta KB Aktif ( PA )

Peserta KB Aktif adalah peserta KB yang saat waktu pencatatan dan pelaporan masih memakai kontrasepsi. Perkembangan Peserta KB aktif tahun 2006 dan tahun 2007 adalah sebagaimana grafik dibawah ini.

(29)

Grafik. 6 Perkembangan jumlah PA 2006-2007 4000000 4300000 4600000 4900000 PA 4778608 4861221 2006 2007

Sumber : Umpan Balik PKBN 2006-2007

Grafik. 7

Prosentase PA dibanding PUS Tahun 2006-2007 0 25 50 75 100 PA/PUS 77.26 77.79 2006 2007

Sumber : Umpan Balik PKBN 2006-2007

Dari dua grafik tersebut diatas terlihat bahwa pencapaian Peserta KB Aktif dari tahun 2006 ketahun 2007 memang kecil, karena prosentase PUS yang ikut KB di Jawa Tengah telah cukup tinggi, yaitu setiap 100 PUS rata-rata 65 s/d 80 ikut KB. Kondisi ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi Jawa Tengah, karena harus memelihara peserta KB aktif dalam jumlah yang besar agar tidak dropout, tetapi bersamaan itu juga

(30)

harus melayani PUS baru sekitar 1 jutaan yang ingin ber KB dalam rangka mengatur kehamilannya.

Sedangkan pelayanan peserta KB pria cukup lambat perkembangannya, karena memang disatu pihak keterbatasan ragam pilihan alat kontrasepsi untuk pria, tetapi juga yang utama hambatan sosial budaya. Pencapaian peserta KB Aktif Pria tahun 2006 sampai dengan tahun 2007 sebagaimana grafik dibawah ini.

Grafik. 8

Perkembangan Jumlah Peserta KB Aktif Pria Tahun 2006 s/d 2007 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 PA Pria 124083 128776 2006 2007

Sumber : Umpan Balik PKBN 2006-2007

Dari tabel tersebut terlihat jumlah peserta KB aktif pria hanya bergerak dari 100 ribu s/d 130 ribu. Upaya penyuluhan selama ini belum membuahkan hasil yang signifikan. Alat kontrasepsi yang tersedia hanya kondom dan Medis Operasi Pria, dimana sosialisasi kedua alat tersebut dari aspek sosial budaya belum terakomodir secara optimal. Dilihat dari prosentase

(31)

kesertaan pria ber KB dibanding keseluruhan peserta KB terlihat seperti grafik dibawah.

Grafik. 9

Perkembangan Prosentase Peserta KB Aktif Pria Tahun 2006-2007 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 PA Pria 2.6 2.65 2006 2007

Sumber : Umpak Balik PKBN 2006-2007

Dari tabel tersebut terlihat secara prosentase memang meningkat dari 2,6 % menjadi 2,65 %, dimana angka ini ternyata lebih besar dibanding pencapaian nasional yang hanya sekitar 1,3 %.

d. PUS bukan Peserta KB

PUS bukan peserta KB adalah PUS yang tidak sedang ber-KB yang sangat potensial untuk diajak ber-KB, tediri dari hamil, ingin anak segera, ingin anak ditunda dan tidak ingin anak lagi.

(32)

Grafik. 10

Perkembangan Jumlah PUS Bukan Peserta KB Tahun 2006 s/d 2007 0 300000 600000 900000 1200000 1500000 Pus Bkn KB 1433861 1387751 2006 2007

Sumber : Umpak Balik PKBN 2006-2007

2. Program Kesehatan Reproduksi Remaja

Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan derajat kesehatan reproduksi remaja dalam rangka mewujudkan keluarga yang sejahtera dan meningkatkan kualitas generasi mendatang. Program KRR akan sangat membantu dalam penanganan remaja, khususnya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, khususnya dalam mengetahui dan mendalami sistem proses maupun fungsi reproduksi yang benar dan bertanggung jawab, atau reproduksi yang sehat.

(33)

Grafik. 11

Perkembangan PIK KRR, PS dan KS Tahun 2006 s/d 2007 0 100 200 300 400 500 PIKKR 147 532 PS 481 308 KS 410 249 2006 2007

Sumber : Seksi KRR Bid. KB-KR

3. Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga melalui pendekatan siklus hidup mulai janin dalam kandungan sampai lanjut usia. Program ini merupakan program yang melibatkan partisipasi masyarakat dan atau keluarga, dengan konsep pemberdayaan keluarga.

Program Pemberdayaan Keluarga telah dilakukan melalui berbagai kegiatan, yang di Jawa Tengah dikenal dengan Catur Bina, yaitu Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL), Bina Lingkungan Keluarga (BLK). Sedangkan ketahanan ekonomi keluarga dengan Bina Ekonomi Keluarga (BEK) atau selama ini dikenal dengan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).

(34)

Kondisi pekembangan Catur Bina di Jawa Tengah sebagaimana grafik dibawah :

a. Bina Keluarga Balita (BKB)

Grafik. 12

Perkembangan Bina Keluarga Balita ( BKB ) Tahun 2006 - 2007 5000 10000 15000 20000 25000 BKB 20688 18780 2006 2007

Sumber : Seksi PKKPKLK Bid. KS-PK

b. Bina Keluarga Remaja (BKR)

Grafik. 13

Perkembangan Bina Keluarga Remaja ( BKR ) Tahun 2006 - 2007 1000 4000 7000 BKL 6617 6756 2006 2007

(35)

c. Bina Keluarga Lansia (BKL)

Grafik. 14

Perkembangan Bina Keluarga Lansia ( BKL ) Tahun 2006 - 2007 1000 4000 7000 BKR 13365 7224 2006 2007

Sumber : Seksi PKKPKLK Bid. KS-PK

d. Bina Ekonomi Keluarga atau UPPKS

Grafik. 15

Perkembangan Bina Ekonomi Keluarga (UPPKS) Tahun 2006 - 2007 10000 30000 50000 70000 UPKS 72752 62197 2006 2007

(36)

e. Bina Lingkungan Keluarga (BLK)

Grafik. 16

Perkembangan Bina Lingkungan Keluarga (BLK) Tahun 2006 - 2007 100 200 300 400 500 600 700 BKR 594 606 2006 2007

Sumber : Seksi PKKPKLK Bid. KS-PK

4. Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas

Program ini diarahkan untuk meningkatkan kemandirian sekaligus meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan Kependudukan dan Keluarga Berencana / Kesehatan Reproduksi serta Pemberdayaan Keluarga, terutama yang diselenggarakan oleh masyarakat, dan juga dimaksudkan untuk meningkatkan mutu kinerja para pengelola dan pelaksana di lapangan.

(37)

Grafik. 17 Perkembangan PPKBD Tahun 2006 - 2007 0 2000 4000 6000 8000 10000 PPKBD 8636 8634 2006 2007

Sumber : Seksi IPM Bid. KS-PK

Grafik. 18 Perkembangan Sub PPKBD Tahun 2006 - 2007 0 20000 40000 60000 Sub PPKBD 50142 50795 2006 2007

(38)

Grafik. 19 Perkembangan Kelompok KB Tahun 2006 - 2007 150000 160000 170000 180000 190000 200000 Pok KB 193038 193911 2006 2007

(39)

BAB IV

PENCAPAIAN PROGRAM KB NASIONAL DI JAWA TENGAH

A. Program KB – KR

1. Pasangan Usia Subur (PUS)

Program Usia Subur (PUS) yang merupakan sasaran langsung program KB, jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2006 jumlah PUS sebesar 6.185.410 dan pada tahun 2007 menjadi 6.248.972

Tabel. 6

Perkembangan Jumlah PUS

Tahun Jumlah PUS 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 5.728937 5.772.970 5.918.295 6.016.964 6.108.103 6.185.410 6.248.972

Pus tersebut diharapkan semakin banyak yang berpartisipasi dalam pemakaian kontrasepsi.

2. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemakaian Kontrasepsi (Peserta KB)

2.1. Peserta KB Baru

Peserta KB baru diaktifkan setelah peserta KB yang menggunakan kontrasepsi untuk pertama kalinya atau setelah melahirkan / keguguran. Dalam upaya

(40)

mengajak PUS untuk menjadi perserta KB, melibatkan berbagai unsur terkait antara lain Kader, PLKB, maupun tenaga medis. Pada tahun 2007 jumlah peserta KB Baru yang berhasil diperoleh sebanyak 746.701 atau 104,93% dari PPM 711.600, dengan rincian hormonal 688.117 (92,15%) dan non hormonal 58.584 (7,85%).

Pencapaian Perserta KB Baru tertinggi adalah Kab. Jepara 132,29 % dan terendah Kab. Kudus 71,45 % dari PPM masing-masing Kab/Kota.

Jika dibanding tahun sebelumnya (2006) pencapaian diatas lebih besar. Pencapaian PB tahun 2006 sebanyak 709.250 atau 104 % dari PPM 681.994. Dari jumlah peserta KB baru sebanyak 746.701 (2007) yang mendapatkan pelayanan swasta sebesar 372.605 atau 49,90%, sedangkan peserta KB baru pria sebanyak 21.465 (2,87%).

Peserta KB baru tahun 2007 yang mendapatkan pelayanan Askeskin sebesar 171.632 (22,29%), lebih besar dibandng tahun 2006 sebanyak 31.612 (4,46%) 2.2. Peserta KB Aktif

Peserta KB yang menggunakan kontrasepsi secara terus menerus adalah yang diharapkan. Untuk itu PUS yang berhasil dibina pada tahun 2006 mencapai 4.778.608 (77.26%) dari PUS sejumlah 6.185.410, lebih tinggi dibanding tahun 2007 (4.861.221) atau

(41)

77,79%, sedangkan peserta KB aktif pria 2,60% (2006) dan 2,65% (2007).

2.3. PUS Bukan Peserta KB

Sampai dengan akhir bulan Desember 2007 PUS bukan peserta KB sebesar 1.387.751 dengan rincian : - Hamil : 200.651

- IAS : 411.933 - IAT : 334.886 - TIA : 440.281

Jumlah diatas lebih kecil dibanding tahun 2006 sebesar 1.408.802

B. Program Kesehatan Reproduksi Remaja

Perkembangan pelaksanaan program KRR di Jawa Tengah, dari tahun ketahun terus meningkat, pada tahun 2006 telah terbentuk Pusat Informasi Konseling dan Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) sebanyak 147. Tahun 2007 meningkat menjadi 532, bila dibandingkan dengan jumlah kecamatan PIK-KRR tersebut baru mencapai 93,66%. Sedangkan keberadaan Pendidik Sebaya ( PS ) sebanyak 308 (481 th 2006 ) dan Konselor Sebaya (KS) 249 (410 th 2006), jadi rata-rata keberadaan PS dan KS di PIK-KRR kurang dari 1 (satu) orang.

Klasifikasi PIK-KRR sebanyak 532 pada tahun 2007 dapat dirinci sbb:

(42)

- Tahap tumbuh : 515

- Tahap tegak : 15

- Tahap tegar : 2

Keberadaan PIK-KRR tersebut terdapat pada basis : - Sekolah umum/keagamaan : 169

- Organisasi keagamaan : 74 - LMS/organisasi kepemudaan : 289

C. Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga

Program ini diarahkan pada upaya pemberdayaan ekonomi keluarga serta meningkatkan ketahanan keluarga dari mulai balita hingga lansia.

1. Pembinaan Ketahanan Keluarga.

Disamping pemberdayaan secara ekonomi, keluarga juga mendapat perhatian dalam pembinaan mental, khususnya dalam membentuk keluarga sejahtera. Upaya tersebut dilakukan melalui program pembinaan ketahanan antara lain dengan membangun :

- Bina Keluarga Balita (BKB) - Bina Keluarga Remaja (BKR) - Bina Keluarga Lansia (BKL) - Bina Lingkungan Keluarga (BLK) 1.1. Bina Keluarga Balita

Program ini diarahkan pada keluarga-keluarga yang memiliki Balita diberikan pengetahuan dan

(43)

ketrampilan dalam membina tumbuh kembangkan anak, sehingga dapat berkembang sesuai tahapannya.

Pembinaan tersebut dilakukan dengan pembentukan kelompok Bina Keluarga Balita, disetiap wilayah RW. Pada tahun 2006, telah terbentuk 20.688 kelompok BKB di Jawa Tengah, jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007 (18.780). Jika dibandingkan dengan tingkat wilayah (RW), tahun 2006 baru 42,31 % dari seluruh RW (48.892), sedang pada tahun 2007 ada 18.780 BKB dari 48.628 RW (38,60 %) Penurunan tersebut erat kaitannya dengan semakin kecilnya keluarga yang memiliki Balita, yang berarti berhenti dari kegiatan tersebut.

1.2. Bina Keluarga Remaja.

Analog dengan Keluarga Balita, perbedaan terletak pada anggota keluarga yang dimiliki, BKR diberikan kepada keluarga-keluarga yang memiliki anggota berusia remaja. Keluarga dibimbing dan dibina bagaimana memperlakukan remaja yang merupakan usia transisi dari Balita ke Remaja/ Dewasa.

Jumlah kelompok BKR pada tahun 2006 tercatat 6.617 atau lebih kecil dibanding kondisi tahun 2007 (6.756).

Anggota yang aktif mengikuti kegiatan pada tahun 2007 ada 343.659 kelompok. Rata-rata setiap kelompok beranggotakan 51 keluarga, sedangkan keberadaan BKR 6.756 tersebut dibanding jumlah

(44)

desa 8.573 mencapai 78,81 %, jadi belum setiap desa tumbuh BKR.

1.3. Bina Keluarga Lansia

Sesuai dengan hasil Analisa Hasil Susenas tahun 2006, jumlah penduduk berusia lansia (>65) terus meningkat, tahun 2005 berjumlah 2.228.703 dibanding tahun 2006 (2.281.200). Jumlah yang terus meningkat tersebut mendorong keluarga untuk dapat memberikan perlakuan yang tepat dalam keluarganya, sehingga para lansia benar-benar memperoleh kebahagiaan diusia tuanya. Untuk itu peran kelompok Bina Keluarga Lansia sangat diharapkan untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan tentang penanganan Lansia. Pembinaan dilakukan melalui program kelompok BKL yang jumlahnya menurun menjadi 7.224 (2007) dari 13.365 (2006). Sedangkan jumlah anggotanya tahun 2007 mencapai 328.770 atau rata-rata 46 keluarga setiap kelompok. Dikaitkan dengan jumlah desa (8.573) sudah mencapai 84,26 %.

1.4. Bina Lingkungan Keluarga

Mulai tahun 2004 di Jawa Tengah dibentuk model upaya Pembinaan Kualitas Lingkungan Keluarga (PKLK) di lapangan melalui kelompok Bina Lingkungan Keluarga, dengan dasar pembentukan SK Gubernur Jateng No. 400/24/2005 tertanggal 21 April 2005. Diharapkan sampai dengan tahun akhir 2006 disetiap kecamatan telah dibentuk minimal 1

(45)

(satu) kelompok BLK disetiap kecamatan dan tahun 2009 ada 2 kelompok BLK percontohan disetiap kecamatan. Tahun 2005 BLK ada 60 dan tahun 2006 sudah ada 594 kelompok dan tahun 2007 berkembang menjadi 606, yang sudah mencapai 106,70 % dibanding jumlah kecamatan

2. Pemberdayaan Ekonomi Keluarga

Keluarga-keluarga Kukesra para akseptor dalam upaya meningkatkan ekonomi keluarga melalui kegiatan kelompok yang dinamakan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Jumlah kelompok ini tersebar di seluruh pelosok Jawa Tengah yang pada tahun 2006 berjumlah 75.752 kelompok dengan jumlah anggota 2.063.679, yang berusaha 1.026.539 (47,74%). Sedangkan pada tahun 2007 jumlah kelompok UPPKS 62.197 dengan anggota 2.645.380. Jumlah keluarga Pra S dan KS I yang menjadi anggota kelompok UPPKS sebanyak 3.084.886 (53,79%) dari total keluarga yang menjadi anggota sejumlah 5.734.905. Sedangkan jumlah anggota UPPKS dari keluarga Pra S dan KS I sebanyak 1.214.448 yang berusaha sebesar 717.767 (59,10%).

3. Penggunaan Bantuan Modal

Dalam upaya memberikan dorongan kepada para keluarga yang tergabung dalam UPPKS, pemerintah memberikan bantuan modal berupa program kredit usaha

(46)

keluarga sejahtera, dengan tujuan meningkatkan kegiatan usahanya yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kesejahteraan anggotanya.

Sampai dengan bulan Desember tahun 2007, jumlah anggota yang memanfaatkan bantuan modal sebanyak 814.106 atau 47,44 % dari seluruh anggota sebanyak 1.716.164.

D. Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas

Program ini diarahkan untuk meningkatkan kemandirian sekaligus meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan Kependudukan dan Keluarga Berencana / Kesehatan Reproduksi serta Pemberdayaan Keluarga, terutama yang diselenggarakan oleh masyarakat, dan juga dimaksudkan untuk meningkatkan mutu kinerja para pengelola dan pelaksana di lapangan. Program ini juga bertujuan untuk penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas kinerja, termasuk dalam pengembangan kebijakan pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang kuat dan terintegrasi.

1. Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) Keberadaannya sangat strategis dalam operasional di lini lapangan, melalui kader-kader inilah pelaksanaan program KB di desa digerakan secara intensif.

Tahun 2006 jumlah PPKBD 8.836, tahun 2007 sedikit menurun menjadi 8.634. Prosentasenya bila dibanding

(47)

dengan jumlah desa 8.573 adalah sebesar 100,71%, jadi disetiap desa sudah ada 1 PPKBD.

2. Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD)

Institusi pengelola program KB yang mempunyai fungsi dan tujuan sama seperti PPKBD yaitu Sub PPKBD tetapi keberadaannya diwilayah yang lebih rendah (RW). Jumlah Sub PKBD tahun 2006 sebanyak 50.142, tahun 2007 meningkat menjadi 50.795. Jika diprosentase dengan RW sejumlah 48.628 adalah 95,73 %, maka hampir disetiap RW sudah ada 1 Sub PPKBD.

3. Kelompok Peserta KB (Pok KB)

Para peserta KB membentuk kelompok paguyuban ditingkat RT untuk membantu pemerintah dalam KIE terhadap masyarakat, karena mereka memiliki pengalaman yang baik sebagai peserta KB di wilayahnya, PUS yang belum ber-KB diharap lebih mudah diajak aktif dalam ber KB dengan memberikan motivasi dilingkungannya.

Jumlah Pok KB tahun 2006 sekitar 193.038 dan meningkat pada tahun 2007 menjadi 193.911 dengan jumlah RT sebanyak 201.014, bila diprosentasekan adalah 96,47 %, jadi hampir di semua RT sudah ada Pok KB.

(48)

4. Tahapan Keluarga

Jumlah keluarga Jawa Tengah tahun 2007 berdasarkan hasil pendataan keluarga berjumlah 9,109,422 atau lebih besar dibanding tahun 2006 sebesar 8,935,754, berarti ada kenaikan 173.668, yang merupakan keluarga pendatang (pindahan dari daerah lain) maupun keluarga baru. Dari hasil pendataan keluarga tahun 2007, kalau diperhatikan setiap daerah, terlihat Kabupaten Brebes merupakan daerah dengan jumlah keluarga terbanyak yaitu 488,423 (5.36%), dan paling sedikit Kota Magelang berjumlah 31,831 (0.35%).

Jumlah KK tersebut menurut tahapan terbagi menjadi 5 tahapan : Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga sejahtera I, Keluarga Sejahtera II, Keluarga Sejahtera III dan Keluarga Sejahtera III Plus.

Tabel. 7

Jumlah KK Berdasarkan Tahapan

TAHUN % No Tahapan 2006 2007 2006 2007 Kel Pra S KS. I KS. II KS. III KS. III+ 3,198,596 1,768,473 1,857,339 1,786,631 324,715 3,138,808 1,709,963 1,944,991 1,972,391 343,269 35.80 19.79 20.79 19.99 3.63 34.46 18.77 21.35 21.65 3.77 1 2 3 4 5 Jumlah 8,935,754 9,109,442 100 100

(49)

3.1. Keluarga Pra Sejahtera

Keluarga ini merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, jumlahnya pada tahun lalu (2006) sebanyak 3,198,596 (35,80%), mengalami sedikit penurunan pada tahun 2007 menjadi 3,138,808 (34,46%).

Tabel. 8

Jumlah Keluarga Pra KS Tahun 2006-2007 Phisik % No Tahapan 2006 2007 2006 2007 1. K PRA S 3.198.596 3.138.808 35,80 34,46 3.2. Keluarga Sejahtera I

Tahun 2006 Jawa Tengah terdapat Keluarga Sejahtera I sebanyak 1.768.473 KK atau 19,79%, ada penurunan pada tahun 2007 menjadi 1.709.963 (18,77%).

Daerah dengan kondisi diatas (tahun 2007) rata-rata diatas Provinsi ada 13 Kab/Kota (37,14%), daerah dibawah rata-rata Provinsi 22 Kab/Kota (62,86%). Daerah paling tinggi Kota Tegal (25,71%) dan terendah Kab. Rembang (7,20%).

(50)

Tabel.9

Jumlah Keluarga Sejahtera I Jateng Tahun 2006-2007 Phisik % No Tahapan 2006 2007 2006 2007 1 KS.I 1.768.473 1.709.963 19,79 18,77 3.3. Keluarga Sejahtera II

Jumlah Keluarga Sejahtera Tahap II (KS II) pada tahun 2007 :1.944.991 atau 21,35% dari seluruh KK di Jateng, dengan posisi 17 daerah (48.57%) diatas rata-rata Provinsi dan selisihnya 51.43 % masih dibawah Provinsi.

Tabel.10

Jumlah Keluarga Sejahtera II Jateng Tahun 2006-2007

Phisik % No Tahapan

2006 2007 2006 2007

1 KS.II 1.857.339 1.944.991 20,79 21,35

3.4. Keluarga Sejahtera III

Keluarga dengan tahapan seperti ini adalah yang diharapkan, karena tingkat kesejahteraan cukup baik dengan memiliki kesempatan kepedulian

(51)

terhadap keluarga-keluarga dengan tahapan dibawahnya. Jumlah keluarga ini pada tahun 2007 sebanyak 1.972.391 (21,65%) dari seluruh KK.

3.5. Keluarga Sejahtera III Plus (+)

Keluarga ini merupakan keluarga ideal, dimana dari 23 indikator dapat dipenuhi semuanya, jumlah tahun 2007 masih belum banyak baru, sebesar 343.269 KK atau 3,77% dari seluruh KK di Jateng yang mencapai 9.109.442. Namun demikian kondisi tersebut cukup baik menunjukkan adanya peningkatan sebesar 18.554 KK dari posisi tahun 2006 sebesar 324.715 KK.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut sub kelompok maka sub kelompok dengan andil inflasi tertinggi pada kelompok makanan jadi adalah sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol yang

Di dalam LAKIP ini disajikan target dan capaian kinerja Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 yang meliputi kinerja atas 10 (sepuluh) sasaran program pembangunan

a) Bappeda Provinsi Maluku berkewajiban untuk mengimplementasikan pecapaian tujuan, sasaran, program dan kegiatan yang telah dirumuskan dalam Rencana Kerja Bappeda

Tujuan Stratejik merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan Misi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun. Dengan

29 Kegiatan Pemeliharaan Rutin/Berkala Peralatan Kantor dan Rumah Tangga Sekretariat Badan Ketahanan Pangan. Peningkatan pelayanan publik, penyelenggaraan tata kelola pemerintahan

Angka Kematian Ibu Maternal pada tahun 2011 adalah 3 orang dari 4037 jumlah kelahiran hidup, kasus kematian ibu di Kabupaten Aceh Tengah didapat dari kematian ibu hamil dan

Tabel 13 : Jumlah Penduduk yang Memanfaatkan Sarana Puskesmas dan Rumah Sakit menurut Kabupaten/Kota Propinsi Riau Tahun 2004.. Tabel 14 : Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan

maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kemajuan kinerja Bakorwil Madiun tahun 2016 dalam menjalankan tugas koordinasi, fasilitasi, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan