• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS GEBANG KECAMATAN GEBANG TAHUN 2018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS GEBANG KECAMATAN GEBANG TAHUN 2018 SKRIPSI"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS GEBANG KECAMATAN GEBANG

TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

SITI MASITAH NIM : 141000108

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS GEBANG KECAMATAN GEBANG

TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SITI MASITAH NIM : 141000108

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

PUSKESMAS GEBANG KECAMATAN GEBANG TAHUN 2018‟ beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakkan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yangsecara tertulis diacu dalam naskah ini disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2018

Siti Masitah

(4)
(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI Ketua : dr. Fauzi, SKM

Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes.

2. Putri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M. M.P.H.

(6)

bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Berdasarkan data peserta KB baru di Kecamatan Gebang tahun 2014-2017 mengalami penurunan. Hal ini menunjukkn adanya adanya hambatan atau kendala yang terjadi dilapangan sehingga terjadinya penurunan peserta KB baru. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan implementasi program keluarga berencana di Puskesmas Gebang Kecamatan Gebang Tahun 2018. Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap informan agar diketahui secara jelas dan mendalam tentang implementasi program keluarga berencana di Puskesmas Gebang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi program keluarga berencana di Puskesmas Gebang belum optimal. Hal ini dilihat dari tenaga PLKB yang ada di Kecamatan Gebang hanya ada 3 orang sedangkan terdapat 11 desa binaan yang harus mereka tangani sehingga beban kerja PLKB yang banyak tentunya akan mempengaruhi pelaksanaan program KB menjadi kurang maksimal. Sarana dan prasarana yang ada di puskesmas sudah memadai tetapi ketersediaan alat kontrasepsi terkadang tidak tersedia. Perencanaan belum berjalan dengan baik dan tidak adanya perencanaan khusus untuk program KB yang di Dinas Kesehatan maupun di Puskesmas.

Pelaksanaan program KB di Puskesmas Gebang belum berjalan dengan maksimal.

Penyuluhan yang dilakukan belum merata di setiap wilayah kerja dan konseling yang tidak efektif serta adanya program PKH sehingga masyarakat tidak khawatir jika mereka tidak ber-KB. Dalam pengawasan, pencatatan dan pelaporan sudah dilakukan dengan baik dan berjenjang sampai ke tingkat 2. Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan perlunya kerjasama yang baik antara instansi yang berkaitan dengan pelaksanaan program KB di Kecamatan Gebang agar peserta KB dapat meningkat.

Kata kunci : Implementasi, Program KB, Puskesmas

(7)

prosperous that became the basis for the realization of a prosperous society through the control the birth of population growth and control of Indonesia.

Based on the data of the participants in the new KB Corypha 2014-2017 year decline. This shows that there is the existence of barriers or obstacles that occur in field so that decline participants new KB. Research objectives to describe the implementation of family planning programs at Puskesmas Gebang sub district of Gebang Year 2018. This type of research uses qualitative approach method in- depth interviews with informants against so that known clearly and in depth about the implementation of family planning programs at Puskesmas Gebang. The results of this research show that the implementation of family planning programs at Puskesmas Gebang not optimal. It is seen from the existing PLKB in Gebang there are only 3 people while there are 11 villages built they should handle so that the workload a lot PLKB surely will affect the implementation of programs KB became less maximum. Existing facilities and infrastructure in the health centers are already adequate but the availability of contraceptives is sometimes not available. The planning has not been going well and the absence of a special planning program for the health service in KB and in the clinic. The implementation of the program KB in Puskesmas Gebang hasn't run with the maximum. The extension carried out has not been evenly distributed in each of the work areas and ineffective counseling as well as the existence of the program so that people not worry PKH if they don't KB. In surveillance, record keeping and reporting already done well and cascading up to level 2.Based on the research results, it is expected the need for good cooperation between agencies with regard to the implementation of the program in the Gebang KB so that participants can rise KB.

Key words: Implementation, Program KB, Puskesmas

(8)

rahmat dan nikmat berupa kesehatan, kekuatan, serta kesabaran dan anugerah berlimpah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS GEBANG KECAMATAN GEBANG TAHUN 2018”.

Skripsi ini disusun dalam memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih sangat jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan dari berbagai hal. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi kebaikan isi skripsi ini.

Dalam penulisan ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, kritik dan saran, motivasi, bantuan serta dukungan moril maupun material dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam- dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes, selaku ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

4. dr. Fauzi, S.K.M, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

(9)

5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

8. Seluruh Dosen dan staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Kepala Puskesmas dan seluruh pegawai Puskesmas Gebang yang telah membantu dan memberikan arahan kepada penulis selama menjalani penelitian skripsi di Puskesmas Gebang.

10. Penanggung jawab KUPT KB dan PP Kecamatan Gebang yang telah membantu dan memberikan arahan kepada penulis selama menjalani penelitian.

(10)

terputus untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penelitian ini masih banyak kekurangan dalam penyususnan dan materinya dalam penelitian skripsi ini. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik dan saran yang mendukung untuk kesempurnaan skripsi. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermanfaat bagi pembaca terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2018

Penulis

(11)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

HALAMAN PENGESAHAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR ISTILAH xiii

RIWAYAT HIDUP xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 8

Tujuan Penelitian 8

Tujuan Umum 8

Tujuan Khusus 8

Manfaat Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 10

Sejarah Keluarga Berencana 10

Program Keluarga 15

Definisi Keluarga Berencana 15

Tujuan Keluarga Berencana 15

Sasaran Program KB 16

Arah Kebijakan dan Strategi Nasional dalam Pembangunan

Kependudukan dan Keluarga Berencana 16

Ruang Lingkup Program KB 18

Pelayanan Keluarga Berencana 19

Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Program KB 20 Pendokumentasian Pelayanan Keluarga Berencana 22 Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan KB 22

Kontrasepsi 25

Pengertian Kontrasepsi 25

Pembagian Cara Kontrasepsi 25

Puskesmas 37

Pengertian Puskesmas 37

Tujuan Puskesmas 37

Fungsi dan Wewenang Puskesmas 38 Pelaksanaan KB di Puskesmas 41

(12)

Kerangka Berfikir 45

METODE PENELITIAN 47

Jenis Penelitian 47

Lokasi dan Waktu Penelitian 47

Lokasi Penelitian 47

Waktu Penelitian 47

Informan Penelitian 47

Metode Pengambilan Data 48

Triangulasi 48

Metode Analisa Data 48

Instrumen Pengambilan Data 49

HASIL DAN PEMBAHASAN 50

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 50

Geografi 50

Demografi 50

Tenaga Kesehatan 51

Sarana Pelayanan Kesehatan 51

Karakteristik Informan 51

Analisis Komponen Input 53

Masukan (input) 53

Analisis Komponen proses 59

Proses (process 59

Analisis Komponen Keluaran (output) 77

KESIMPULAN DAN SARAN 74

Kesimpulan 74

Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 77

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

1. Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas

Gebang Tahun 2017 50

2. Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Gebang Tahun 2017 51 3. Data Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja

Puskesmas Gebang Tahun 2017 51

4. Karakteristik Informan 52

(14)

1 Kerangka Berfikir 45

(15)

1 Pedoman Wawancara 81

2 Surat Permohonan Izin Penelitian 95

3 Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan 96

4 Surat Izin Penelitian BKKBN 97

5 Surat Keterangan Selesai Penelitian 98

6 Matriks Pernyataan Informan 99

7 Dokumentasi Penelitian 120

(16)

ASFR Age Spesific Fertility Rates

BKKBN Badan Kependudukan Keluarga Berecana Nasional CPR Contraceptive Prevalence Rate

IUD Intra Uterine Device KB Keluarga Berencana Kemenkes Kementerian Kesehatan LPP Laju Pertumbuhan Penduduk

MKJP Metode Kontrasepsi Jangka Panjang MOW Metode Operasi Wanita

PKH Program Harapan Keluarga

PLKB Petugas Lapangan Keluarga Berencana Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat

PUS Pasangan Usia Subur TFR Total Fertility Rate

UKM Upaya Kesehatan Masyarakat UKP Upaya Kesehatan Perseorangan WHO World Health Organisation

(17)

Kolam pada tanggal 30 Januari 1997. Penulis beragama Islam, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Suprianto dan Ibu Wartini.

Pendidikan formal dimulai di RA Al-Hidayah Simpang Kolam Luar tahun 2002. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 050765 Gebang tahun 2002-2008, Sekolah menengah pertama di MTs Teladan Pekan Gebang tahun 2008-2011, sekolah menengah atas di MAN 2 Tanjung Pura tahun 2011-2014, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Oktober 2018

Siti Masitah

(18)

Pendahuluan

Latar Belakang

Jumlah penduduk yang besar disuatu negara mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Permasalahan inilah yang sedang dihadapi Indonesia.

Tahun 2014 jumlah penduduk indonesia adalah keempat terbanyak didunia setelah Cina, India, Amerika Serikat yaitu sekitar 250 juta jiwa (BKKBN, 2016).

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di Indonesia adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki- laki dan 118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun dan berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan, yaitu sebanyak sebanyak 255.461.700 orang (Badan Pusat Statistik, 2015).

Laju pertumbuhan penduduk yang tidak dapat dikendalikan dapat mengakibatkan pemanasan global, kerusakan lingkungan, kemiskinan,

meningkatnya kebutuhan pangan, energi, dan air. Salah satu cara untuk menekan laju pertumbuhan ini adalah dengan program Keluarga Berencana (KB).

Membludaknya pertumbuhan penduduk membuat pemerintah lebih berusaha untuk menggalakan program KB agar dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk (BKKBN, 2011).

Program KB menurut Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, melalui promosi perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak

(19)

reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara- cara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak (Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan sasaran program KB dan Target RPJMN 2015-2019 antara lain: (1) Menurunnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), (2) Menurunnya angka kelahiran total (TFR) per WUS (15 - 49 tahun), (3) Meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR) dengan tujuan utama untuk menguatkan akses pelayanan KB dan KR yang merata dan berkualitas, (4) Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) dengan tujuan untuk peningkatan pembinaan peserta KB, baik menggunakan MKJP maupun Non – MKJP, (5) Menurunnya angka kelahiran pada remaja usia 15 -19 tahun (ASFR 15 – 19 tahun) dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi, (6) Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15 - 49 tahun). maka Pemerintah dituntut dapat memberikan pelayanan KB yang berkualitas. Pemberian pelayanan KB yang berkualitas diharapkan dapat meningkatkan kesertaan KB MKJP maupun Non – MKJP (BKKBN, 2015).

Berdasarkan profil kesehatan (2014) pencapaian peserta KB aktif di Indonesia mencapai 35.202.908 peserta dimana peserta KB aktif yang

menggunakan KB suntikan 16.734.917 (47,54%), pil sebesar 8.300.362 (23,58%), kondom 1.110.341 (3,15%), implant sebesar 3.680.816 (10,46), MOP 241.642

(20)

(0,69%), MOW 1.238.749 (3,52%), IUD 3.89.081 (11,07%) dan pencapaian peserta KB baru 7.761.961 peserta dengan jumlah PUS 47.019.002 jiwa (Kemenkes, 2014).

Pada tahun 2015 pencapaian peserta KB aktif di Indonesia mencapai 35.795.560 peserta dimana peserta KB aktif yang menggunakan KB suntikan sebesar 17.104.340 (47,78%), pil sebesar 8.447.972 (23,60%), kondom sebesar 1.131.373 (3,16%), implant 3.788.149 (10,73%), MOP sebesar 234.205 (0,65%), MOW sebesar 1.249.364 (3,49%), IUD sebesar 3.840.158 (10,73%) dan

pencapaian peserta KB baru 6.414.311 mengalami penurunan padahal jumlah PUS bertambah yaitu 47.665.874 jiwa (Kemenkes, 2015).

Pada tahun 2016 pencapaian peserta KB aktif di Indonesia mencapai 36.306.662 peserta dan peserta KB dimana peserta KB aktif yang menggunakan KB suntikan sebesar 17.414.144 (47,96%), pil sebesar 8.280.823 (22,81%), implan sebesar 4.067.699 (11,20%), MOP sebesar 233.935 (0,64%), MOW sebesar 1.285.991 (3,54%) dan pencapaian peserta KB baru mengalami

peningkatan hanya sedikit yaitu menjadi 6.663.156 peserta padahal jumlah PUS sudah mencapai 48.536.690 jiwa dan berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan non MKJP masih tinggi dibandingkan dengan penggunaan MKJP (Kemenkes, 2016).

Berdasarkan profil kesehatan (2014) peserta KB aktif Sumatera Utara 1.525.388 (69,29%) dengan pencapaian MKJP 470.036 (32,00%), Non MKJP 1.507.388 (68,00%) dan pencapaian peserta KB baru 419.691 (19,06%) dengan jumlah PUS 2.201.509. Pada tahun 2015 peserta KB aktif Sumatera Utara mengalami penurunan yaitu 1.528.779 (62,28%) dengan pencapaian MKJP

(21)

477.240 (31,22%). Non MKJP 1.051.539 (68,69%) padahal jumlah PUS mengalami kenaikan yaitu 2.206.808 jiwa dan pencapaian KB baru 289.741 (13,13%). Pada tahun 2016 peserta KB aktif Sumatera Utara 1.636.590 (71,63%) dengan pencapaian MKJP 526.330 (32,16%), Non MKJP 1.120.260 (67,84%) dan pencapaian peserta KB baru 350.481 (15,13%) dengan jumlah PUS 2.284.821.

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan non MKJP di Provinsi Sumatera utara masih tinggi dibandingkan dengan penggunaan MKJP (Kemenkes, 2014, 2015, 2016).

Berdasarkan data di Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan

Perempuan (BKBPP) Kabupaten Langkat tahun 2016 pencapaian peserta KB aktif yaitu 137.192 dengan pencapaian MKJP 34.395 (25,02%) dan non MKJP

103.072(74,98%), sedangkan pencapaian peserta KB baru yaitu 27.712 dengan pencapaian MKJP3.287 (13,7%) dan non MKJP20.734 (86,3%) dengan total Pasangan Usia Subur (PUS) lapangan yaitu 201.065. pencapaian MKJP yang rendah menyebabkan kegagalan lebih banyak, maka dari itu program keluarga berencana nasional di Indonesia lebih di arahkan kepada pemakaian MKJP.

Kecamatan Gebang adalah salah satu dari 23 kecamatan yang berada di Kabupaten Langkat. Pada tahun 2016 Kecamatan Gebang merupakan kecamatan dengan persentase peserta KB aktif terendah no 7 dari 23 kecamatan di Kabupaten Langkat. Kecamatan yang termasuk dalam kecamatan terendah dengan persentase peserta KB aktif yaitu (1) Kecamatan Pematang Jaya sebesar 1.929 (63,85%) dengan jumlah PUS keseluruhan 3021, (2) Kecamatan Pangkalan Susu sebesar 6.232 (64,39%) dengan jumlah PUS keseluruhan 9.678, (3) Kecamatan Babalan sebesar 6.039 (64,74%) dengan jumlah PUS keseluruhan 9.328, (4) Kecamatan

(22)

Kutambaru sebesar 2.166 (66,66%) dengan keseluruhan PUS 3.249, (5) Kecamatan Stabat 10.504 (66,68%) dengan keseluruhan PUS 15.753, (6) Kecamatan Secanggang 9.294 (66,90%) dengan jumlah PUS 13.892, dan (7) Kecamatan Gebang sebesar 6.963 (67,34%) dengan keseluruhan PUS 10.336.

Sedangkan persentase Peserta KB baru Kecamatan Gebang merupakan kecamatan terendah no 2 di Kabupaten Langkat. Kecamatan yang termasuk dalam kecamatan terendah dengan persentase peserta KB aktif yaitu (1) Kecamatan Selesai sebesar 736 (6,01%) dengan jumlah PUS 12.245, (2) Kecamatan Gebang sebesar 839 (8,12%) dengan jumlah PUS 1.0336, dan (3) Kecamatan Wampu sebesar 760 (8,90%) dengan jumlah PUS 8.539 (BKBPP Kabupaten Langkat, 2016).

Berdasarkan data peserta KB baru di Kecamatan Gebang pada tahun 2014 adalah 1632 (15,85%) dengan jumlah PUS 10.297, pada tahun 2015 peserta KB baru mengalami penurunan yaitu 839 (8,12%) padahal jumlah PUS meningkat yaitu 10.336, Sedangkan pada tahun 2016 peserta KB baru relatif tetap tidak ada peningkatan sama sekali yaitu 839 (8,12%) dengan jumlah PUS 10.336 (Profil Kesehatan Puskesmas Gebang, 2014, 2015, 2016).

Berdasarakan data di Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Langkat (2017) pencapaian peserta KB Baru di Puskesmas Gebang pada bulan Januari-Agustus adalah 769 (7,4%) dengan jumlah PUS 10.336. Dilihat dari data tersebut maka bisa dikatakan terjadi penurunan peserta KB baru di Puskesmas Gebang tahun 2017.

Menurut pusat penelitian dan pengembangan KB dan keluarga sejahtera badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP di wilayah Sumatera adalah variabel jumlah

(23)

anak masih hidup, lama menikah, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, tahapan keluarga dan tujuan ber-KB dan penggunaan MKJP yang relatif masih rendah di kalangan wanita PUS pada masing-masing wilayah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor sosial, demografi, ekonomi dan sarana, serta faktor yang berkaitan dengan kualitas pelayanan MKJP, melalui analisis data sekunder dari hasil pemantauan PUS melalui Mini Survei Tahun 2011 (BKKBN, 2011).

Berdasarkan profil Puskesmas Gebang Tahun 2016 Kecamatan Gebang merupakan Kecamatan yang memiliki mayoritas suku Jawa, Melayu dan Simalungun/Tapanuli. PUS di Kecamatan Gebang kebanyakan umur 30 tahun keatas dan memiliki jumlah anak yang tidak tentu. Hasil wawancara awal, warga di Kecamatan Gebang menganggap KB tidak terlalu penting dan berbagai faktor sosial dan budaya seperti “banyak anak banyak rejeki dan anak itu pemberian Tuhan”.

Puskesmas Gebang merupakan Puskesmas rawat jalan yang memiliki tempat strategis sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah. Puskesmas ini memiliki 1 penanggung jawab program KB dan memiliki bidan desa disetiap desa, memiliki ketersediaan obat/alat kontrasepsi seperti implant, suntik,pil/tablet yang disediakan oleh BKBPP Kabupaten Langkat.

Puskesmas memiliki kegiatan dalam gedung dan luar gedung.

Berdasarkan survei awal dan wawancara dengan penanggung jawab program KB di Puskesmas Gebang pada tanggal 28 Februari 2018 bahwa di Puskesmas melayani KB di dalam gedung dan di luar gedung. Adapun hambatan- hambatan diasumsikan yaitu pelaksaan pelayanan KB di dalam gedung melayani untuk pemasangan alat kontrasepsi dan konseling kepada peserta KB jika mereka

(24)

bertanya saja tidak ada konseling khusus, karena puskesmas menganggap masyarakat sudah paham untuk apa ber- KB, sedangkan di luar gedung melakukan penyuluhan bila ada program atau pelayanan khusus dari tingkat II misalnya adanya pelayanan KB mandiri. Saat ini petugas lebih sering melayani diluar gedung, namun sarana prasarananya kurang memadai maka capaian peserta KB yang ditargetkan tidak sesuai karena sebagian warga ingin ber-KB tidak jadi ber-KB karena sarana yang tidak memadai.

Menurut Muttaqin (2016) yaitu tentang implementasi program keluarga berencana di Kelurahan Jawa Kecamatan Samarainda Ulu Kota Samarinda bahwa penentu keberhasilan program keluarga berencana adalah peran petugas keluarga berencana yang merupakan ujung tombak penentu keberhasilan program KB dalam memberikan penyuluhan dan konseling kepada masyarakat tentang pentingnya ber KB. Serta keikutsertaan pasangan usia subur untuk menjadi akseptor KB, dan pemahaman mereka tentang berbagai macam alat kontrasepsi yang ada dan cocok untuk mereka.

Menurut Utari (2015) yaitu tentang implementasi program keluarga berencana di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat hal yang dapat memengaruhi menurunnya peserta KB yaitu kurangnya

penyuluhan ke masyarakat, sehingga menimbulkan keengganan untuk ber KB dan kurangnya pengetahuan tentang ber KB, kurangnya PLKB menimbulkan kinerja petugas menjadi kurang baik dan kurangnya koordinasi antara SKPD Kecamatan atau Kabupaten/Kota.

Berdasarkan uraian - uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui

(25)

bagaimana implementasi program KB yang ada di Puskesmas Gebang Kecamatan Gebang.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana implementasi program KB di Puskesmas Gebang Kecamatan Gebang Tahun 2018.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi program KB di Puskesmas Gebang Kecamatan Gebang Tahun 2018.

Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis komponen input yaitu Sumber Daya Manusia (SDM), sarana prasarana dan peralatan dalam implementasi program KB di wilayah kerja Puskesmas Gebang.

2. Untuk menganalisis komponen process yaitu perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dalam implementasi program KB di wilayah kerja Puskesmas Gebang.

3. Untuk menganalisis komponen output yaitu hasil yang dihasilkan dari proses implementasi program KB di wilayah kerja Puskesmas Gebang.

Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan informasi kepada stakeholder yang bertanggung jawab tentang progam KB di Puskesmas Gebang.

(26)

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian masukan dan pertimbangan untuk memperbaiki program pelaksanaan KB di Puskemas Gebang.

3. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian yang berhubungan dengan implementasi program KB.

(27)

Tinjauan Pustaka

Sejarah Keluarga Berencana

Upaya keluarga berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok orang- orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris. Hal tersebut sejalan dengan ditinggalkannya cara-cara mengatur kehamilan secara tradisional dan mulai digunakannya alat-alat kontrasepsi yang memenuhi syarat medis, maka dimulailah usaha-usaha keluarga berencana di abad modern, dengan tujuan dan sasaran yang lebih luas, tidak terbatas pada upaya mewujudkan kesehatan ibu dan anak dengan cara membatasi kehamilan/kelahiran saja (Meilani dkk, 2010).

Di Inggris terkenal Marie Stopes (1880-1950) yang mengajurkan pengaturan kehamilan dikalangan keluarga buruh. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger (1883-1966) yang dengan program “birth control”-nya merupakan pelopor KB modern. Pada tahun Margareth Sanger meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF). Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan keluarga berencana di selururh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan cabang-cabang IPPF tersebut (Meilani dkk , 2010).

Sejalan dengan perkembangan KB di luar negeri, di Indonesia telah banyak dilakukan usaha membatasi kelahiran secara tradisional dan bersifat individual. Dalam kondisi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan di

Indonesia cukup tinggi, upaya mengatur kelahiran tersebut makin meluas terutama di kalangan dokter. Sejak tahun 1950 para ahli kandungan berusaha mencegah angka kematian yang terlalu tinggi dengan merintis Bagian Kesehatan Ibu dan

(28)

Anak (BKIA). Pada tahun 1953, sekelompok kecil masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan, khususnya dari kalangan kesehatan, memulai prakarsa kegiatan keluarga berencana. Kegiatan ini berkembang hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dalam tahun 1957 yang diresmikan oleh dr. R. Soeharto sebagai ketua, Beliau memperjuangkan terwujudnya keluarga sejahtera melalui 3 macam usaha yaitu: (1) mengatur

kehamilan/ menjarangkan kehamilan, (2) mengobati kemandulan dan (3) memberi nasehat perkawinan (Suratun dkk, 2008).

Pada Februari 1967 telah dilaksanakan Kongres pertama PKBI yang mengharapkan agar program KB dicanangkan sebagai program pemerintah.

Dengan demikian, maka pada Noveber 1968 berdirilah Lembaga Keluarga Berencana (LKBN) yang diawasi dan dibimbing oleh Menteri Negara

Kesejahteraan Rakyat, merupakan kristalisasi dan kesungguhan pemerintah dalam kebijaksanaan. Untuk selanjutnya pada tahun 1970 pengelolaan program KB dikelola oleh suatu badan independent, yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggantikan LKBN, yang

pertanggungjawabannya langsung kepada Presiden RI (Suratun dkk, 2008).

Program KB di Indonesia mengalami perkembangan pesat, ditinjau dari sudut, tujuan, ruang lingkup geografi, pendekatan, cara operasional, dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran. Jumlah anak yang dianggap ideal disinggung oleh LKBN melalui logo KB yaitu 4 anak; 2 wanita; 2 laki-laki (Suratun dkk, 2008).

Dalam Program Pembangunan Nasional tahap I (Pelita I, Priode 1969/70- 1973/74) KB disatukan dengan program kesehatan. Target demografis cukup

(29)

sederhana, yaitu mencakup jumlah akseptor 3 juta dalam 5 tahun. Dengan asumsi 600-700 ribu kelahiran dapat dicegah, khususnya di daerah yang padat penduduk yaitu pulau Jawa dan Bali. Keberhasilan Program KB pada pelita II sasaran dicanangkan menjangkau luar pulau Jawa dan Bali I. Pada Pelita III program di perluas ke seluruh Indonesia, kelompok povinsi terakhir disebut luar Jawa Bali II (Suratun dkk, 2008).

Pada periode Pelita III (1979-1984) ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab

masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu” (BKKBN, 2018).

Pada periode Pelita IV (1983-1988) muncul pendekatan baru antara lain melalui pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program (BKKBN, 2018).

Pada periode Pelita V Program KB mencanangkan gerakan KB Nasional, yaitu gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi

(30)

masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan NKKBS. Kebijaksanaan pemerintah untuk pelayanan kontrasepsi adalah:

1. Perluasan jangkauan pelayanan kontrasepsi dengan cara menyediakan sarana yang bermutu dalam jumlah yang mencukupi dan merata.

2. Pembinaan terhadap mutu pelayanan kontrasepsi dan penganyoman medis.

3. Meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi agar sesuai dengan standar pelayanan kesehatan, serta;

4. Menimbulkan kemandirian masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kontrasepsi maupun dalam mengelola pelayanan kontrasepsi.

Tahap selanjutnya program KB menjadi gerakan KB yang ditujukan terutama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dilandasi oleh Undang-Undang No 10 tahun 1992 tentang kependudukan dan keluarga sejahtera.

Tahapan yang akan dilaksanakan merupakan tahap pembinaan yang semakin teknis mewujudkan keluarga sejahtera dan berkualitas. Pada tanggal 29 Juni 1994 Presiden Soeharto mencangkan gerakan pembangunan keluarga sejahtera yang merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan ketahanan masing-masing keluarga. Sedangkan pada Pelita VI (1993-1998), fokus kegiatan diarahkan pada pelayanan keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera, yang

dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal (BKKBN, 2018).

Sejalan dengan era desentralisasi, eksistensi program dan kelembagaan keluarga berencana nasional di daerah mengalami masa-masa kritis. Sesuai

dengan Keppres Nomor 103 Tahun 2001, yang kemudian diubah menjadi Keppres

(31)

Nomor 09 Tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen menyatakan bahwa sebagian urusan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota selambat-lambatnya Desember 2003. Hal ini sejalan dengan esensi UU Nomor 22 Tahun 1999 (telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004). Dengan demikian tahun 2004 merupakan tahun pertama Keluarga Berencana Nasional dalam era desentralisasi (BKKBN, 2018).

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berimplikasi terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang tersebut mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Visi BKKBN adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan misi “mewujudkan

pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, BKKBN mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan

penyelenggaraan keluarga berencana sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 Undang-Undang tersebut di atas (BKKBN, 2018).

Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN. Pada tahun 2009, diterbitkan

(32)

Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2018).

Program Keluarga Berencana

Definisi keluarga berencana. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk :

1. Mengindari kelahiran yang tidak diinginkan.

2. Mendapatkan kelahiran yang diinginkan.

3. Mengatur interval diantara kelahiran.

4. Menentukan jumlah anak dalam keluarga (Sulistyawati, 2014).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, melalui promosi perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Tujuan keluarga berencana. Menurut UU RI No. 52 Tahun 2009, tujuan dari keluarga berencana adalah sebagai berikut :

1. Mengatur kehamilan yang diinginkan.

2. Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak.

3. Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

4. Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga berencana.

(33)

5. Mempromosikan penyusunan bayi sebagai upaya menjarangkan jarak kehamilan.

Tujuan umum KB adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan norma keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya, masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk (Purwoastuti dkk, 2015).

Tujuan khusus KB adalah meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi dan kesehatan keluarga berencana dengan cara pengaturan jarak kelahiran (Purwoastuti dkk , 2015).

Sasaran strategis program KB. Berdasarkan Sasaran strategis BKKBN 2015 - 2019 yang tertera pada Renstra BKKBN 2015-2019 sebagai berikut:

1. Menurunnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP).

2. Menurunnya angka kelahiran total (TFR) per WUS (15 - 49 tahun).

3. Meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR).

4. Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need).

5. Menurunnya angka kelahiran pada remaja usia 15 -19 tahun (ASFR 15 – 19 tahun).

6. Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15 - 49 tahun) (BKKBN, 2015).

Arah kebijakan dan strategi nasional dalam pembangunan

kependudukan dan keluarga berencana. Arah kebijakan dan strategi nasional dalam pembangunan kependudukan dan keluarga berencana yang tertera pada RPJMN 2015-2019 Buku I dan yang akan menjadi fokus dalam pelaksanaan

(34)

program kependudukan dan keluarga berencana selama lima tahun ke depan adalah:

1. Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang merata dan berkualitas.

2. Penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi yang memadai di setiap fasilitas kesehatan KB dan jejaring pelayanan, serta pendayagunaan fasilitas kesehatan untuk pelayanan KB.

3. Peningkatan pelayanan KB dengan penggunaan MKJP untuk mengurangi resiko drop-out maupun penggunaan non MKJP dengan memberikan informasi secara berkesinambungan untuk keberlangsungan kesertaan ber- KB serta pemberian pelayanan KB lanjutan dengan mempertimbangkan prinsip Rasional, Efektif dan Efisien (REE).

4. Peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas tenaga lapangan KB dan tenaga kesehatan pelayanan KB, serta penguatan lembaga di tingkat masyarakat untuk mendukung penggerakan dan penyuluhan KB.

5. Advokasi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga kepada para pembuat kebijakan, serta promosi dan penggerakan kepada masyarakat dalam penggunaan alat dan obat kontrasepsi KB.

6. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi bagi remaja melalui pendidikan, sosialisasi mengenai pentingnya Wajib Belajar 12 tahun dalam rangka pendewasaan usia perkawinan, dan peningkatan intensitas layanan KB bagi pasangan usia muda guna mencegah kelahiran di usia remaja.

(35)

7. Pembinaan ketahanan dan pemberdayaan keluarga melalui kelompok kegiatan bina keluarga dalam rangka melestarikan kesertaan ber-KB dan memberikan pengaruh kepada keluarga calon akseptor untuk ber-KB.

8. Penguatan tata kelola pembangunan kependudukan dan KB melalui penguatan landasan hukum, kelembagaan, serta data dan informasi kependudukan dan KB.

9. Penguatan bidang KKB melalui penyediaan informasi dari hasil penelitian/kajian kependudukan, keluarga berencana dan ketahanan keluarga serta peningkatan kerjasama penelitian dengan universitas terkait pengembangan program KKBPK (BKKBN, 2015).

Ruang lingkup program KB. Ruang lingkup program KB mencakup sebagai berikut:

1. Ibu

Dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran. Adapun manfaat yang diperoleh ibu adalah sebagai berikut:

a. Tercegahnya kehamilan yang berulang kali dalam jangka waktu yang telah terlalu pendek, sehingga kesehatan ibu dapat terpelihara terutama

kesehatan organ reproduksinya.

b. Meningkatkan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak dan beristirahat yang cukup karena kehadiran akan anak tersebut memang diinginkan.

2. Suami

Dengan memberikan kesempatan suami adgar dapat melakukan hal berikut.

1. Memperbaiki kesehatan fisik.

(36)

2. Mengurangi beban ekonomi keluarga yang ditanggungnya.

3. Seluruh keluarga.

Dilaksanakannya program KB dapat meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan sosial setiap anggota keluarga; dan bagi anak dapat memperoleh kesempatan yang lebih besar dalam hal pendidikan serta kasih sayang orang tuanya

(Sulistyawati, 2014).

Berikut ini merupakan komponen ruang lingkup pelayanan KB yang dapat di berikan kepada masyarakat.

1. Komunikasi informasi dan edukasi (KIE).

2. Konseling.

3. Pelayanan kontrasepsi.

4. Pelayanan infertilitas.

5. Pendidikan seksual.

6. Konsultasi pra perkawinan dan konseling perkawinan.

7. Konsultasi genetik.

8. Tes keganasan.

9. Adopsi (Setiyaninrgum dan Zulfa, 2014)

Pelayanan keluarga berencana. Pelayanan kontrasepsi saat ini dirasakan masyarakat, khususnya pasangan suami-istri, sebagai salah satu kebutuhannya.

Pelayanan kontrasepsi yang semula menjadi program pemerintah dengan orientasi pemenuhan target melalui subsidi penuh dari pemerintah, berangsur-angsur bergeser menjadi suatu gerakan masyarakat yang sadar akan kebutuhannya.

Ada lima hal penting dalam pelayanan Keluarga Berencana yang perlu diperhatikan:

(37)

1. Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada PUS yang isterinya mempunyai keadaan 4 terlalu yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun).

2. Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan isteri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber KB dengan menggunakan alat/metode kontrasepsi untuk pria.

3. Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan masing-masing metode kontrasepsi. Setiap klien berhak untuk mendapat informasi mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metode yang paling cocok bagi dirinya.

4. Memberi nasehat tentang metoda yang paling cocok sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien, untuk memudahkan klien menentukan pilihan.

5. Memberi informasi tentang kontraindikasi pemakaian berbagai metode kontrasepsi. Pelaksanaan pelayanan KB perlu melakukan skrining atau penyaringan melalui pemeriksaa fisik terhadap klien untuk memastikan bahwa tidak terdapat kontraindikasi bagi pemakaian metoda kontrasepsi yang akan dipilih. Khusus untuk tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju (informed consent) dari klien (Depkes, 2008).

Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan program KB. Menurut BKKBN dan UNFA (2005) (Pinem, 2009) dalam pelaksanaannya. Program KB masih mengalami beberapa hambatan. Faktor-faktor yang menyebabkan PUS enggan menjadi peserta KB adalah:

(38)

1. Segi pelayanan

Hingga saat ini pelayanan KB masih kurang berkualitas terbukti dari peserta KB yang berhenti menggunakan alat kontrasepsi relatif masih banyak dengan alasan efek samping, kesehatan dan kegagalan pemakaian. Kegagalan pemakaian menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan.

2. Segi ketersediaan alat kontrasepsi

Dengan kebijakan “Sistem Kafetaria” yang diterapkan BKKBN, calon peserta KB dapat memilih sendiri alat maupun metoda kontrasepsi yang sesuai keinginannya. Akibatnya terjadi drop out dengan alasan ingin ganti cara yang lebih efektif. Drop out yang paling banyak terjadi pada peserta KB pil, Suntikan atau IUD yang umumya ingin beralih ke implant. Sayangnya implant tidak tersedia di tempat pelayanan karena harganya yang relatif mahal. Akibatnya wanita PUS tidak terlindungi dari kehamilan yang tidak diinginkan.

3. Segi penyampaian konseling maupun KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)

Pada saat ini, kebijakan program lebih mengedepankan pilihan kontrasepsi yang rasional, efektif dan efisien. Tetapi pilihan konrasepsi secara rasional ini belum tersosialisasikan denga baik karena proses informed choice (membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya). Penyampaian KIE dengan baik mengenai pilihan alat kontrasepsi yang rasional, efektif dan efesienakan memberikan kebebasan, kepada calon peserta KB untuk memilih kontrasepsi yang diinginkan dengan pertimbangan yang rasional, alat kontrasepsi dengan tingkat kegagalan yang rendah dan sesuai dengan pembiayaan.

(39)

4. Hambatan budaya

Di beberapa daerah masih ada masyarakat yang akrab dengan budaya

“banyak anak banyak rejeki, tiap anak membawa rejekinya sendiri- sendiri” atau

“anak sebagai tempat bergantung di hari tua”. Selain itu, ada juga budaya yang mengharuskan keluarga memiliki anak laki-laki maupun anak perempuan dalam satu keluarga. Dengan adanya alasan budaya tersebut maka masyarakat tidak akan mau ber KB.

5. Kelompok unmet need (wanita yang sudah tidak ingin anak lagi tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi)

Penyebab adanya kelompok wanita unmet need antara lain berkaitan dengan masalah keuangan, aspek kejiwaan, medis, waktu dan biaya pelayanan, resiko kesehatan dan hambatan sosial.

6. Kelompok hard core

Kelompok hard core yaitu kelompok wanita yang tidak mau

menggunakan alat kontrasepsi baik pada saat ini maupun pada waktu yang akan datang. Kelompok ini harus didekati dengan melakukan KIE khusus. Maka masih mungkin diharapkan bersedia untuk menjadi peserta KB di masa yang akan datang (Pinem, 2009).

Pendokumentasian Pelayanan Keluarga Berencana

Pencatatan dan pelaporan pelayanan KB. Pencatatan dan Pelaporan pelayanan KB adalah suatu kegiatan mencatat dan melaporkan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh klinik KB, BPS atau tempat lainnya.

1. Penggunanaan kartu catatan pasien

(40)

a. Kartu pendaftaran klinik KB

Digunakan sebagai saranan untuk pendaftaran pertama bagi klinik KB baru pada saat didirikan dan pendaftaran ulang bagi semua klinik KB lama, dilakukan setiap akhir tahun anggaran (setiap bulan Maret). Kartu ini berisi kb yang bersangkutan.

b. Rekapitulasi kartu pendaftaran klinik KB

Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan data dan informasi tentang identitas, jumlah tenaga dan sarana klinik KB di wilayah kabupatendan kotamadya.

c. Kartu peserta KB

Digunakan sebagai media pengenal dan bukti bagi setiap peserta KB, kartu ini merupakan sasaran untuk memudahkan mencari Kartu Status Peserta KB juga berguna bagi peserta KB untuk memperoleh pelayanan ulang disemua klinik KB. Kartu ini merupakan sumber informasi bagi peserta Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) atau sub PPKBD tentang kesertaan anggota binaannya dalam ber KB.

d. Kartu status peserta KB

Dibuat untuk setiap pengunjung baru, khususnya peserta KB lama pindahan dari klinik atau tempat pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk mencatat identitas peserta pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk mencatat identitas peserta KB, hasil pemeriksaan klinik KB, kunjungan ulang dan informed consent.

e. Register klinik KB

Digunakan untuk mencatat hasil pelayanan kontrasepsi yang diberikan

(41)

kepada peserta KB pada setiap hari pelayanan dan untuk memudahkan petugas klinik KB dalam membuat pelaporan bulanan klinik KB pada akhir bulan.

f. Register alat kontrasepsi klinik KB

Digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran (mutasi) alat-alat kontrasepsi di klinik KB, dengan tujunan untuk memudahkan membuat laporan bulanan klinik KB tentang keadaan alat kontrasepsi setiap akhir bulan.

g. Laporan bulanan klinik KB

Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan kegiatan dan hasil pelayanan kontrasepsi oleh klinik KB, dokter/bidan praktik swasta (DBS) serta tempat pelayanan lainnya. Laporan ini meliputi identitas klinik KB termasuk jumlah DBS dan tempat lainnya. Juga meliputo hasil pelayanan KB, peserta ganti cara, komplikasi, kegagalan, pencabutan implant, serta persediaan alat kontrasepsi yang ada di klinik KB setiap bulan.

h. Rekapitulasi laporan bulanan klinik KB

Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan rekapitulasi kegiatan dan hasil-hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh klinik KB, dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya yang berbeda di wilayah kabupaten atau kotamadya. Laporan ini merupakan hasil

rekapitulasi dari semua laporan bulanan klinik KB yang diterima oleh BKKBN kabupaten/kotamadya yang bersangkutan.

i. Buku bantu dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya.

Digunakan sebagai sarana untuk mencatat hasil pelayanan peserta KB baru

(42)

dan pencabutan implant oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya.

j. Laporan bulanan petugas penghubung hasil pelayanan kontrasepsi oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lain formulir ini

digunakan sebagai sarana untuk mencatat dan melaporkan hasil pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya. Laporan ini dibuat oleh petugas penghubung DBS dan tempat pelayanan lainnya setiap bulan dengan cara mengambil/mencatat data atau informasi dari buku bantu dokter/bidan praktik swasta (Meilani dkk, 2010).

Kontrasepsi

Pengertian kontrasepsi. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan

konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Suratun dkk, 2008).

Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahnya sel telur oleh sel sperma (konsepsi) atau penceghan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim (Mulyani dkk, 2013).

Pembagian cara kontrasepsi. Cara atau metode kontrasepsi dibagi menjadi :

1. Metode kontrasepsi sederhana

Cara kontrasepsi sederhana adalah suatu cara yang dapat dikerjakan

(43)

sendiri oleh peserta keluarga berencana, tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu.

Hasil yang didapat diperoleh dengan cara-cara kontrasepsi ini tergantung dari pengetahuan tentang cara kerja obat, alat yang dipakai, atau cara kontrasepsi sederhana lainnya dan penggunaannya secara tertib. Ada 2 pelayanan kontrasepsi dengan metode sederhana.

a. Metode sederhana tanpa alat: Metode kalender, pantang berkala, metode suhu basal, metode lendir serviks, metode simtompermal, koitus

interuptus.

b. Metode sederhana dengan alat: kondom, Diafragma/cap, cream, jelly dan tablet atau cairan berbusa (Sulistyawati, 2014).

2. Cara kontrasepsi dengan metode modern

Cara kontrasepsi dengan metode modern yaitu kontrasepsi oral (pil), kontrasepsi dengan suntikan/injeksi, kontrasepsi dengan subkutis/implant, AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) (Sulistyawati, 2014).

3. Cara kontrasepsi dengan metode mantap

Kontrasepsi mantap merupakan suatu metode kontrasepsi permanen yang dilakukan terhada saluran telur wanita (sterilisasi) atau saluran bibit pria

(vasektomi) sehingga dapat menghalangi pertemuan ovum dan sperma dan dapat mencegah terjadinya kehamilan. Cara kontrasepsi dengan metode mantap yaitu tubekomi dan vasektomi (Sulistyawati, 2014).

Menurut Affandi (2011) alat-alat kontrasepsi yang ada dalam program KB adalah:

1. Kondom

Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari

(44)

berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintetis yang tipis, terbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung terbentuk rata. Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektifitasnya (misalnya penambahan spermisida maupun sebagai aksesoris aktivitas seksual.

a. Cara kerja kondom

Adapun cara kerja kondom menurut Affandi (2011) antara lain:

1) Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan.

2) Mencegah penularan mikroorganisme (IMS (Infeksi Menular Seksual) termasuk HBV (Hepatitis B Virus) dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khusus kondom yang terbuat dari lateks dan vinil).

b. Efektivitas kondom

Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian kondom tidak efektif karena tidak pakai secara konsisten. Secara alamiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per tahun.

c. Manfaat kondom

Manfaat kondom menurut Affandi (2011) terdiri dari 2 yaitu:

1) Kontrasepsi yang meliputi:

(45)

a) Tidak mengganggu klien.

b) Tidak mempunyai pengaruh sistematik.

c) Murah dan dapat dibeli secara umum.

d) Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus.

e) Efektif bila digunakan dengan benar.

f) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda.

g) Tidak mengganggu produksi ASI.

2) Nonkontrasepsi yang meliputi:

a) Memberikan dukungan keapada suami untuk ikut ber-KB.

b) Dapat mencegah penularan IMS.

c) Mencegah deteksi dini.

d) Membantu mencegah terjadinya kanker serviks (mengurangi iritasi bahan karsinogenik oksigen pada serviks).

e) Saling berinteraksi sesama pasangan.

f) Mencegah imuno infertilitas.

d. Keterbatasan kondom

Adapun keterbatasan kondom menurut Affandi (2011) meliputi:

1) Efektivitas tidak terlalu tinggi.

2) Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberasilan kontrasepsi.

3) Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung).

4) Pada beberapa klien bisa menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi.

5) Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual.

(46)

6) Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum.

7) Pembuangan kondom bekas mungkin menimbulkan maslaah dalam limbah 2. Pil KB

Pil dapat dipakai oleh semua ibu usia reproduksi, baik yang sudah mempunyai anak maupun belum. Pil KB salah satu kontrasepsi yang efektif dan reversibel. Pil KB harus diminum setiap hari, pada bulan-bulan pertama

pemakaian ada efek samping berupa mual dan pendarahan bercak yang tidak berbahaya dan segera hilang, namun efek samping serius jarang terjadi.

a. Jenis pil KB

Ada 2 jenis pil KB, yaitu:

1) Monofasik yaitu pil yang tersedia dalam kemasan 21 tabet mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dalam dosis sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

2) Bifasik yaitu pil yang tersedia dalam kemasan 21 tabet mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dengan dua dosis yang sberbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

3) Trifasik yaitu pil yang tersedia dalam kemasan 21 tabet mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif (Affandi, 2011).

b. Cara kerja pil KB

Cara kerja pil KB adalah sebagai berikut:

1. Menekan ovulasi.

2. Mencegah implantasi.

3. Lendir serviks mengental sehingga sulit dilalui sperma.

(47)

4. Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu (Affandi, 2011).

c. Manfaat pil KB

Adapun manfaat pil KB menurut Affandi (2011) antara lain:

1) Memiliki efektivitas yang sangat tinggi (hampir menyerupai efektivitas tubektomi), bila digunakan setiap hari (1 kehamilan per 1000 perempuan dalam tahun pertama penggunaan).

2) Resiko terhadap kesehatan sangat kecil.

3) Tidak mengganggu hubungan seksual.

4) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang (mencegah anemia), tidak nyeri haid.

5) Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih ingin menggunakannya untuk mencegah kehamilan.

6) Mudah dihentikan setiap saat.

7) Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan.

8) Dapat digunakan sebagi kontrasepsi darurat.

d. Keterbatasan pil KB

Pil KB memiliki keterbatasan antara lain:

1. Mahal dan membosankan karena diminum setiap hari.

2. Mual, tertama pada tiga bulan pertama.

3. Pendarahan bercak atau pendarahan sela, terutama tiga bulan pertama.

4. Pusing dan nyeri payudara.

5. Berat badan naik, tetapi pada wanita perempuan tertentu kenaikan berat badan justru memiliki dampak yang positif.

(48)

6. Tidak boleh diberikan kepada perempun menyusui (mengurangi ASI).

7. Datap meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan, sehingga risiko stroke, dan gangguan pembekuan darah pada vena dalam sedikit

meningkat. Pada perempuan usia >35 tahun dan merokok perlu hati-hati.

8. Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual) HBV, HIV/AIDS (Affandi, 2011).

3. Suntik KB.

Kontrasepsi suntikan merupakan alat kotrasepsi yang sangat efektif dan aman. Dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia reproduksi.

a. Jenis kontrasepsi suntikan

Jenis kontrasepsi terdiri dari 2 yaitu:

a) Depo medroksiprogen asetat (Depo Provera), mengandung 150 mg DMPA yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuskuller (di daerah bokong).

b) Depo nerotiastron enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg Noretidron Enatat, diberikan setiap 2 bulan dengan disuntik intramuskuler (Affandi, 2011).

b. Cara kerja kontrasepsi suntikan

Cara kerja suntik menurut Affandi (2011) antara lain:

1. Mencegah ovulasi dan mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan peneterasi sperma.

2. Menjadikan selaput lendir tipis dan atrofi.

3. Menghambat transportasi gamet tuba.

c. Keuntungan kontrasepsi suntikan

(49)

Keuntungan kontrasepsi suntikan meliputi:

1. Sangat efektif dan sedikit efek samping.

2. Pencegahan kehamilan jangka panjang.

3. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri.

4. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah.

5. Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.

6. Dapat digunakan oleh perempuan >35 tahun sampai perimenopause.

7. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik (Affandi, 2011)

d. Keterbatasan kontrasepsi suntikan

Kontrasepsi suntikan memiliki keterbatasan yaitu:

1. Sering ditemukan gangguan haid.

2. Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali untuk suntikan).

3. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut.

4. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering.

5. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian.

6. Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadi kerusakan/kelainan pada organ genitalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan).

7. Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang (densitas) (Affandi, 2011).

(50)

4. AKDR-IUD (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

AKDR merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif lebih efektif dan berjangka panjang.

a. Jenis AKDR

Jenis AKDR menurut Affandi (2011) ada 2, yaitu:

1) AKDR CuT-380A, kecil kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).

2) AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering).

b. Keuntungan dari AKDR/IUD

Adapun keuntungan AKDR antara lain:

1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi.

2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.

3. Metode jangka panjang.

4. Tidak memengaruhi hubungan seksual.

5. Membantu mencegah kehamilan ektopik.

6. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.

7. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, seperti pil dan suntik.

8. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.

9. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A).

10. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI seperti metode kontrasepsi hormonal.

11. Dapat di pasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).

(51)

12. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir) (Affandi, 2011).

c. Kerugian AKDR/IUD

Menurut Affandi (2011) kerugian dari penggunaan AKDR /IUD antara lain:

1) Keputihan.

2) Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan).

3) Haid lebih lama dan banyak.

4) Perdarahan (spotting) antar menstruasi.

5) Saat haid lebih sakit.

6) Merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan.

7) Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia.

8) Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar).

9) Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual) termasuk HIV/AIDS.

10) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.

11) Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas.

12) Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvis: diperlukan dalam pemasangan

13) AKDR sering kali perempuan takut selama pemasangan.

(52)

5. Implant.

Implant adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga lima tahun.

Kontrasepsi implant mekanisme kerjanya adalah menekan ovulasi membuat getah serviks menjadi kental dan membuat endometrium tidak sempat menerima hasil konsepsi.

a. Efek samping implant

Pada umumnya efek samping yang ditimbulkan implant tidak berbahaya.

Yang paling sering ditemukan adalah gangguan haid yang kejadiannya bervariasi pada setiap pemakaian, seperti pendarahan haid yang banyak atau sedikit, bahkan ada pemakaian yang tidak haid sama sekali. Keadaan ini biasanya terjadi 3-6 bulan pertama sesudah beberapa bulan kemudian. Efek sampinglain yang mungkin timbul, tetapi jarang adalah sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara tegang, perubahan selera makan dan perubahan berat badan.

b. Keuntungan implant

Adapun keuntungan implant menurut Affandi (2011) antara lain:

1. Efektifitas tinggi setelah dipasang.

2. Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun.

3. Tidak mengandung estrogen.

4. Efek kontraseptif segera berakhir setelah implantnya dikeluarkan.

5. Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah dan konstant, sehingga terhindar dari dosis awal yang tinggi.

6. Dapat mencegah terjadinya anemia.

(53)

c. Kerugian implant

Menurut Affandi (2011) kerugian implant meliputi:

1. Insersi dan pengeluaran harus dikeluarkan oleh tenaga terlatih.

2. Sering timbul perubahan pola haid.

3. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant.

4. Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.

6. Tubektomi.

Tubektomi adalah adalah metode kontrasepsiuntuk perempuan yang tidak ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan tubektomi sehingga diperlukan pemeriksaan fisik sesuai dan pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah seorang klien sesuai untuk menggunakan metode ini.

a. Keuntungan

Mempunyai efek protektif terhadap kehamilan dan Penyakit Radang Panggul (PID). Beberapa studi menunjukkan efek protektif terhadap kanker ovarium.

b. Kerugian

Walaupun jarang, tetapi dapat terjadi komplikasi tindakan pembedahan dan anastesi. Penggunaan anastesi lokal sangat mengurangi resiko terkait dengan tindakan anastesi umum (Affandi, 2011).

7. Vasektomi.

Vasektomi adalah adalah metode kontrasepsi untuk laki-laki yang tidak ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan Vasektomi sehingga diperlukan pemeriksaan fisik sesuai dan pemeriksaan tambahan lainnya untuk

(54)

memastikan apakah seorang klien sesuai untuk menggunakan metode ini.

Vasektomi adalah pilihan kontrasepsi permanent yang popular untuk banyak pasangan. Vasektomi adalah pemotongan vas deferent, yang merupakan saluran yang mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke vesikula seminalis.

a. Keuntungan

Keuntungan adalah metode permanent, efektivitas permanen,

menghilangkan kecemasan akan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, prosedur aman dan sederhana.

b. Efek samping

Tidak ada efek samping jangka pendek dan jangka panjang. Karena area pembedahan termasuk superfisial, jarang sekali menimbulkan resiko merugikan pada klien. Walaupun jarang sekali, dapat terjadi nyeri skroal dan testikular berkepanjangan (bulanan dan tahunan),. Komplikasi segera dapat berupa hematoma intraskrotal dan infeksi. Tehnik vasektomi tanpa pisau (VTP) Sangat mengurangi kejadian infeksi pasca bedah (Affandi, 2011).

Puskesmas

Pengertian puskesmas. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes 75, 2014).

Tujuan puskesmas. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang:

(55)

a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat;

b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.

c. Hidup dalam lingkungan sehat; dan

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Permenkes No. 75, 2014).

Fungsi dan wewenang puskesmas. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama meliputi :

a. Upaya kesehatan masyarakat esensial

Upaya kesehatan masyarakat esensial yang meliputi:

1) Pelayanan promosi kesehatan;

2) Pelayanan kesehatan lingkungan;

3) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;

4) Pelayanan gizi; dan

5) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

(56)

b. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan

Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.

Untuk melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKM, Puskesmas berwenang untuk:

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h. Melaksanakan pencacatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan, dan;

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respons penanggulangan

(57)

penyakit (Permenkes No. 75, 2014).

2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.

Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama dilaksanakan dalam bentuk:

1. Rawat jalan;

2. Pelayanan gawat darurat;

3. Pelayanan satu hari (one day care);

4. Home care; dan/atau

5. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.

Dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKP, Puskesmas berwenang untuk:

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan, dan bermutu;

2. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif;

3. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;

4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

Referensi

Dokumen terkait

Ti rezultati govore da bi poduzeće Naprijed trebala otvoriti profil na Instagramu radi velikog broja osoba koje posjeduju Instagram, te zbog toga što bi sa tim potezom dobili

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja di PTPNV Kebun Sei Rokan dominan adalah laki-laki 86,66% dengan rata-rata umur 38 tahun dimana dengan

Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu .” (ayat 4) Meski Ibadah berlangsung cukup lama yaitu dari pagi hingga tengan hari,

kerja, 4 minggu cuti dikarenakan penerbangan domestik sedang dibatasi oleh pemerintah. Dan pada bulan Juni sudah mulai normal kembali. Selain itu, management secara

ebagai Pegawai Negeri Sipil yang akan memimpin suatu lembaga, unit eselon IV atau perangkat daerah setingkat adalah merupakan pimpinan yang harus memiliki kecerdasan

Dalam hal ini ia dapat bergerak satu kaki , asalkan yang lain tetap di tempat nya sebagai poros kaki. Menghidupkan kaki poros diperbolehkan. Dia dapat mengubah pivot dan bergerak

Mesin bubut kayu merupakan salah satu mesin yang paling sering digunakan di bengkel atau pabrik mebel kayu. Alasannya adalah karena mesin bubut ini memiliki banyak fungsi

Karya hasil kerjasama, yaitu suatu karya merupakan kerjasama antara beberapa pengarang dengan fungsi berbeda dan tidak disebutkan siapa yang lebih berperan, misalnya diantara