• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Tafsir Kelompok 2 Semester 1.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Tafsir Kelompok 2 Semester 1.doc"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN BERBASIS NILAI-NILAI KEIMANAN DAN KETAUHIDAN

TAFSIR SURAH HUD AYAT 7

Program Studi : Manajemen Pendidikan Islam

Oleh :

SITI AES SOPIAH NIM. 2170060024

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2017

(2)

Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang di pandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal sholeh, apabila tidak berakidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia. Akidah islam atau iman mengikat seseorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran islam.

Akidah islam dalam Al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut dengan amal sholeh. Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya berarti percaya atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.

Dalam perencanaan berbasis nilai-nilai keimanan dan ketauhidan yang penulis pahami dalam tema ini adalah rencana manusia dalam kehidupan dengan berbasis nilai keimanan dan ketauhidan, apa nilai-nilai keimanan dan ketauhidan, kenapa manusia harus beriman dan bertauhid, dan apa perencanaan manusia dalam hal tersebut. Untuk berbicara tentang keimanan manusia harus percaya akan adanya penciptaan langit dan bumi yaitu Allah SWT. Dan ketika manusia beriman manusia harus di tuntut untuk bertauhid berpegang keyakinan dan beribadah kepada Allah SWT. Karena di tuliskan pada Surah Hud ayat 7 manusia akan di bangkitkan (dihidupkan kembali) sesudah mati, dan akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Yang artinya Allah mempunyai tujuan atas penciptaan langit dan bumi begitupun dengan penciptaan makhluk hidup. Dalam tema ini penulis akan mengambil Surah Hud ayat 7 sebagai jawaban atas tema perencanaan berbasis nilai-nilai keimanan dan ketauhidan.

(3)

1. Bagaimana Tafsir Surah Hud ayat 7 ?

2. Apa Nilai – nilai keimanan dan ketauhidan ?

A. Surat Hud Ayat 7 Dan Terjemahannya

Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan singgasana pemerintahan-Nya (sebelum itu) terletak di atas air untuk menguji kamu, agar Dia menguji Siapakah diantara kamu yang lebih baik amalannya. Sungguh jika kamu bacakan kepada mereka: “ sesungguhya kamu akan dibangkitkan (dihidupkan kembali) sesudah mati”, tentulah semua orang kafr menjawab: “ ini tidak lain sebagai sihir yang nyata”. (Surah Hud: 7)

1. Tafsir dan Penjelasan Surat Hud Ayat 7

َوُهَو

“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa)”. Hanya Allah yang telah menjadikan langit dan bumi dalam waktu enam hari (masa). Dua masa untuk menjadikan bumi, dua masa untuk menciptakan makanan-makanannya, dan dua masa lagi untuk menciptakan langit yang tujuh. Hal ini akan dijelaskan nanti dalam surah al-Fushshilat ayat 9-10. Yang dimaksud dengan “hari” dalam ayat ini adalah masa yang hanya Allah sendiri yang mengetahui batasnya. Tentu saja pengertian hari disini tidak sama dengan pengertian hari didunia.

Ulama falak telah menetapkan bahwa hari di planet lain diluar planet bumi berbeda dengan hari dibumi, terutama tentang jangka waktunya. Hari-hari Allah menjadikan alam ini berlangsung sejak masih merupakan kabut dalam waktu beribu-ribu tahun. Seperti yang dijelaskan di dalam surah al-hajj: 47: “sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitungan kamu”.1[1]

Ada perbedaan pendapat ulama tentang makna kata ( sittati ayyam / enam hari) telah dijelaskan ketika menafsirkan ayat 54 surat al-a’raf. Dikemukakan bahwa ada ulama yang memahaminya dalam arti enam kali 24 jam walaupun ketika itu matahari bahkan alam ini belum tercipta, dengan

(4)

alasan ayat ini ditunjukkan kepada manusia dan menggunakan bahasa manusia, sedangkan manusia memahami kata sehari sama dengan 24 jam. Tetapi menurut ulama lain manusia mengenal beraneka perhitungan. Perhitungan berdasarkan kecepatan cahaya, suara, dan kecepatan detik-detik jam.2[2]

Kataماّيأأ (bentuk tunggalnya ٌم ْوأي) di dalam Alquran disebut sebanyak 23

kali dan tidak pernah berdiri sendiri. Kata tersebut selalu berada di dalam rangkaian kata-kata lainnya yang mengacu pada pengertian yang bermacam-macam. Empat kali di antaranya dihubungkan dengan kata tsalâtsun (ٌثألأث) sehingga membentuk kalimat tsalâtsatu ayyâm (ٍماّيأأ ُةأثألأث) yang berarti ‘tiga hari’. Rangkaian kata ini selanjutnya digunakan untuk menyebutkan bilangan hari shaum sebagai kafarat bagi orang yang melakukan pelanggaran (Al-Baqarah (2): 196.

Tujuh kali dihubungkan dengan kata sittatun (ٌةّتس) sehingga membentuk frasa sittatu ayyâm (ٍماّيأأ ُةّتِس), yang berarti “enam hari” seperti pada ayat-ayat di atas ditambah as-Sajadah (32): 4, dan al-Hadid (57): 4.

Selain itu, ada pula kata ayyâm (ماّيأأ) yang didahului oleh kata arba‘ah ( ٌةََأعأبْرأأ) sehingga susunan frasanya menjadi arba‘atu ayyâm (ٍماّيأأ ُةََأعأبْرأأ) yang artinya ‘empat hari’. Di dalam Alquran kata tersebut hanya disebut sekali dan digunakan untuk menyebutkan bilangan hari di dalam menentukan kadar makanan (Fushshilat [41]: 10).

Pada bagian lain, terdapat pula kata ayyâm (ماّيأأ) yang didahului oleh kata tsamâniyah (ٌةََأيِناأمأث), sehingga susunan frasanya menjadi tsamâniyatu ayyâm (ٍماّيأأ ُةأيِناأمث) yang berarti ‘delapan hari’. Kata ini hanya disebut sekali di dalam Alquran dan digunakan untuk menerangkan bilangan hari (lamanya angin topan yang menimpa kaum ‘Ad) (Al-Haqqah [69]: 7). Selain itu, masih terdapat kata ayyâm (ماّيأأ) yang diberi sifat bermacam-macam.

Bentuk tunggal dari kata ayyâm (ماّيَأ) adalah yaum (ٌم ْوََأي) yang berarti “hari”. Kata yaum (ٌم ْوأي) di dalam Alquran disebut sebanyak 365 kali.3[3] Kata ini kadang-kadang digunakan untuk menerangkan perjalanan waktu mulai dari terbit matahari sampai terbenamnya dan kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan zaman, masa, atau periode.

Sama halnya dengan kata ayyâm (ماّيأأ), kata yaum (ٌم ْوََََأي) pun penggunaannya selalu dirangkaikan dengan kata lain di dalam Alquran. Misalnya, dirangkaikan dengan kata al-âkhir (ُرََِخ ْلأا) sehingga susunannya

2[2] M. Quraish Shihab, Al-Lubaab ( Makna, Tujuan dan Pelajaran Surah-Surah Al-Quran), (Tangerang: Lentera Hati) 2012, hlm. 557.

(5)

menjadi al-yaum ul-âkhir (ُرِخلْا ُم ْوأيْلأا), yang digunakan untuk menerangkan saat mana tidak ada hari lain setelah hari akhir tersebut. Ada pula kata yaum (ٌم ْوأي) yang dirangkaikan dengan kata ad-dîn (ُنْيّدلا) sehingga menjadi yaum ad-dîn (

ِنْيّدَََلا

ُم ْوَََأي ), yang digunakan untuk menerangkan hari ketika segala amal

perbuatan manusia sewaktu hidup di dunia diperhitungkan.

Intinya bahwa kata itu dalam Alquran menyatakan waktu yang beraneka ragam: masa yang abadi dan tidak terhingga panjangnya (Al-Fatihah [1]: 4), atau 50.000 tahun (Al-Ma`arij [70]: 4), atau 1000 tahun (As-Sajadah [32]: 5, al-Hajj [22]:4), atau satu zaman (Ali Imran [3]: 140), atau satu hari (Al-Baqarah [2]: 184), atau sekejap mata (Al-Qamar [54]: 50), atau masa yang lebih singkat dari sekejap mata (An-Nahl [16]: 77), atau masa yang tidak terhingga singkatnya (Ar-Rahman [55]: 29).

Pada kelima ayat di atas ukuran lamanya ماّيأأ (bentuk tunggalnya ٌم ْوََأي) tidak dirinci. Dalam konteks ini, semua ayat-ayat di atas dikategorikan sebagai bayan ijmali.

Selanjutnya kalimat fi sittati ayyam digunakan di dalam surat lain yang turun kemudian, yaitu surat as-Sajadah: 4 (urutan ke-75 makiyyah): “Allahlah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?”

Namun pada surat ini disertai dengan penjelasan ukuran “hari”, yaitu pada ayat selanjutnya (ayat 5): “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”

Kata yaum (ٌم ْوَي) pada ayat ini dihubungkan dengan kalimat kâna miqdâruhu alfa sanah (َناَك ةَنَس َفْلَأ ُهُأاَدْقِم = ukurannya seribu tahun). Kata ini digunakan untuk menerangkan ukuran hari yang digunakan oleh Allah di dalam mengatur urusan terkait dengan langit dan bumi yang disebutkan pada ayat sebelumnya. Maka ayat ini dapat dikategorikan sebagai bayan tafshili bagi semua ayat-ayat yang menyebut kata sittatuayyam di atas.

Selain itu, penjelasan ukuran yaum kita dapatkan pula melalui surat dalam kelompok madaniyyah, yaitu surat al-Hajj [22]:47 (urutan ke-18 madaniyyah)

“Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu, adalah seperti seribu tahun dari perhitungan kalian.”

(6)

hari itu maknanya ialah enam ribu tahun. (Tafsir Ibnu Katsir tentang surat Al-Hajj 47).

Perbedaan pendapat di atas bukan berarti ada ayat-ayat al-qur’an yang saling bertentangan tetapi ini adalah isyarat tentang relatiftas waktu. Ada pelaku yang mampu menempuh jarak tertentu dalam waktu yang lebih cepat dari pelaku lain misalnya cahaya, memerlukan waktu lebih singkat dibandingkan dengan suara untuk mencapai suatu sasaran, demikian seterusnya.

Penciptaan alam dalam enam hari mengisyaratkan tentang qudrah / kekuasaan / kehendak dan ilmu serta hikmah Allah swt. Jika merujuk kepada qudrah-Nya, penciptaan alam tidak memerlukan waktu. Seperti yang dijelaskan dalam surah yasin (82): “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘jadilah! ‘ maka terjadilah ia”. Di dalam surah lain yaitu surah al-qamar (50) : “ Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata” .

Sedangkan hikmah dan ilmu-Nya menghendaki agar alam tercipta dalam “enam hari” untuk menunjukkan bahwa ketergesa-gesaan bukanlah sesuatu yang terpuji tetapi yang terpuji adalah keindahan dan kebaikan karya, serta penyesuaiannya dengan hikmah dan kemaslahatan.

َناَكَو ُهُش ْرَع ىَلَع ِءاَمْلا

Dan singgasana pemerintahan-Nya (sebelum itu) terletak di atas air” Singgasana pemerintahan-Nya sebelum Allah menciptakan langit dan bumi adalah berada di atas air. Apakah yang dimaksud dengan “’Arsy Allah” adalah singgasana pemerintahan-Nya, tempat pengendalian alam, ataukah suatu makhluk ? hanya Allah yang mengetahuinya. Karena ‘Arsy itu alam ghaib, yang tidak dapat dicapai dengan pancaindra dan tidak dapat digambarkan dengan pikiran.4[4]

Dari ayat ini dapat kita ketahui bahwa yang ada sebelum Tuhan menjadikan langit dan bumi, selain dari ‘Arsy-Nya, adalah air yang pokok bagi penciptaan semua yang hidup. Maka karenanya, kita memaknai ‘Arsy di sini bukan dengan tahta kerajaan tempat bersemayamnya raja, tetapi penciptaan dan hukum. Adapun “air” yang ada sebelum Tuhan menjadikan langit dan bumi, itulah kabut yang tersebut dalam ayat 9-10 surah Fushshilat. Teori penciptaan alam yang dikemukakan oleh teori ilmu pengetahuan sesuai dengan teori al-Qur’an, sebagaimana frman Allah yang tersebut dalam surah al-Anbiyaa’.

ْمُكَوُلْبَيِل ْمُُكيَأ ُنَس ْحَأ لَمَع

(7)

“Untuk menguji kamu, mana di antara kamu yang lebih baik amalannya”.

Allah menjadikan langit dan bumi serta segala isinya untuk menguji kamu dan supaya jelas di antara kamu, siapa yang lebih baik amalannya. Allah juga menjadikan untuk kita semua isi bumi dan menundukkannya bagi kita. Selain itu, juga menjadikan kita mempunyai kemampuan untuk menggali segala manfaat yang terdapat di bumi, tetapi juga mempunyai potensi untuk merusaknya. Maka Allah akan memberi pembalasan yang baik kepada orang yang mensyukuri nikmat-Nya dan akan mengancam orang orang kafir menjawab: “ ini tidak lain sebagai sihir yang nyata.””

Jika kamu mengatakan, hai Muhammad kepada orang-orang kafr itu: “sesungguhnya kamu akan dibangkitkan (dihidupkan lagi) sesudah mati untuk menerima pembalasan dan ganjaran amalan”, tentulah mereka menjawab: “Apa yang kau datangkan untuk menundukkan kami ke bawah agamamu itu tidak lain hanyalah sihir yang nyata yang menyihir kami.”5[5]

Menurut penjelasan Tafsir Jalalain, penciptaan alam semesta diawali pada hari ahad dan berakhir pada hari jum’at. Allah telah menciptakan bumi dalam dua hari yaitu hari Ahad dan hari Senin. Dan Dia telah menjadikan gunung-gunung yang kokoh dan kuat denga air yang banyak dan tanam-tanaman serta pohon-pohon yang banyak pula. Dan Allah telah enetapkan kadar-kadar makanan bagi manusia dan fauna. Sesungguhnya masa penciptaan selama empat hari adalah masa yang paling sempurna. Hal ini dijadikannya pada hari Selasa dan rabu.

Kemudian menuju pada penciptaan langit yang masih berupa asap yang membumbung tinggi. Allah menciptakan langit dalam dua hari yaitu hari Kamis dan Jum’at. Dan pada hari itu juga diciptakan Nabi Adam dan sesuai dengan makna ayat ini, yaitu ayat-ayat tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam hari. Dan Dia perintahkan kepada penduduk yang ada di dalamnya, yaitu taat dan beribadah kepada-Nya. Kemudian dihiasilah langit bintang-bintang yang cemerlang. Dan Allah telah menjaganya dengan meteor-meteor dari setan-setan yang mau mencuri-curi pembicaraan para malaikat. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa di dalam kerajaan-Nya.6[6]

(8)

Pendidikan tauhid adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai tauhid kepada masyarakat guna memperkuat keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Pengalaman tauhid merupakan pengalaman yang bersifat suci, maka pengalaman ini dalam kehidupan manusia akan menjadi sumber inspirasi kehidupan jiwa dan pendidikan kemanusiaan yang tinggi. Hal ini disebabkan tauhid akan mendidik jiwa setiap manusia untuk mengikhlaskan seluruh hidup dan kehidupannya hanya kepada Allah semata. Tujuan hidup hanyalah kepada Allah dan mengharap atas segala keridhaan-Nya, yang akhirnya akan membawa konsekuensi pembinaan karakter yang agung dan menjadi manusia yang suci, jujur dan teguh memegang amanah Allah. Berikut ini adalah nilai-nilai pendidikan tauhid dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari:

1) Nilai Rububiyah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Dalam kehidupan ini, manusia akan selalu merasakan berbagai manfaat dan kenikmatan yang tak terhitung dan tidak akan mampu disebutkan satu per satu. Karena hal ini menunjukkan bahwa luasanya rahmat Allah, benar-benar adanya Dia serta kebaikannya terhadap makhluknya. Semua itu akan mendorong kita untuk mengagungkan Yang Maha menciptakan dan membuatnya, mensyukurinya, senantiasa menggerakkan bibir untuk berdzikir padanya dan mengikhlaskan agama ini hanya milik Allah. Maka, implikasi nilai rububiyah dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Menjadikan manusia untuk konsisten dalam mengakui keesaan Allah sebagai Pencipta alam semesta serta mengetahui bukti-bukti tentang kebenaran seluruh ciptaannya.

 Mengingatkan manusia untuk selalu memikirkan ayat-ayat kauniyah.  Mengingatkan manusia untuk selalu memikirkan banyak nikmat dan

ciptaan Allah SWT.

2) Nilai Uluhiyah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari

6[6] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan

(9)

Tauhid uluhiyah mengandung tauhid rububiyah dan tauhid asma’wa shifat. Barangsiapa yang hanya beribadah kepada Allah dan beriman bahwa Dia-lah semata-mata yang berhak untuk disembah, maka itu menunjukkan bahwa ia beriman kepada rububiyahnya dan asma’ wa shifatnya. Maka, implikasi nilai uluhiyah dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Mampu menata diri dan niat dalam melaksanakan ibadah mahdhah (ritual) untuk ikhlas hanya kepada Allah serta melaksanakannya sesuai dengan tata cara yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

 Mampu menerapkan ibadah ‘ammah (sosial) secara adil dan bijak.

3) Nilai Asma’ wa Shifat dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Mengenal dan memahami nama-nama Allah SWT yang maha indah dan sifat-sifatnya yang Maha Sempurna merupakan pembahasan yang sangat penting dalam agama Islam, bahkan termasuk bagian paling penting dan utama dalam mewujudkan keimanan yang sempurna kepada Allah SWT. Maka, implikasi nilai asma’ wa shifat dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Konsisten dalam mengakui keesaan Allah yang memiliki asma’ (nama) dan sifat-Nya yang semuanya adalah husna (sangat baik).

 Mengingatkan manusia untuk memperbanyak dzikir disetiap saat.  Mengajarkan manusia untuk mengenal nama-nama Allah SWT yang

baik.

 Nilai Taat Kepada Allah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari

(10)

menaati segala perintah Rasulullah SAW sebagai utusannya. Maka, implikasi nilai taat kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Menjadikan manusia semakin dekat dan merasa mendapatkan pengawasan dari Allah.

 Mengajarkan kepada manusia untuk bersabar dalam menjalani realita hidup.

4) Nilai Ihsan Kepada Allah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Ihsan kepada Allah adalah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada makhluk-makhluknya. Ketika beribadah kepada Allah, dia berusaha merasakan seolah-olah melihat dan menyaksikannya. Jika seandainya tidak mampu menghadirkan hati untuk itu maka ia meyakini bahwa Allah sedang melihat atau menyaksikannya. Maka, implikasi nilai ihsan kepada Allah adalah sebagai berikut:

 Mengajarkan kepada manusia untuk selalu berhusnuzhon terhadap apa yang Allah berikan kepadanya.

 Menerima segala kehendak yang Allah berikan baik berupa takdir yang baik maupun yang buruk.

 Mengajarkan kepada manusia untuk berbuat baik bahkan yang terbaik dalam mengabdi kepada Allah.

5) Nilai Aqidah Shahihah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Aqidah shahihah memberikan peranan yang besar dalam kehidupan seseorang, karena tanpa aqidah yang benar, seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai prasangka yang lama-kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkan dirinya dari jalan hidup kebahagiaan. Tanpa aqidah yang lurus, seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh informasi yang menyesatkan keimanan. Maka, implikasi nilai aqidah shahihah dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Menjadikan manusia yang memiliki keyakinan dan komitmen yang kokoh.

(11)

 Menuntun manusia menuju kehidupan yang lebih terarah.

6) Nilai Shahihul Ibadah dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Hakikat dan landasan ibadah kepada Allah ialah cinta sempurna dan ketundukan yang sempurna kepadanya. Barangsiapa mencintai sesuatu yang tidak dipatuhinya, maka ia tidak menghamba kepadanya.

Demikian pula barangsiapa yang tunduk dan patuh kepada sesuatu yang tidak dicintainya, maka ia bukan menghamba kepadanya. Maka, implikasi nilai shahihul ibadah dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Mengajarkan manusia untuk senantiasa menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu ibadah.

 Mengikuti tata cara pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.

7) Nilai Konsekuen Syahadatain dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Syahadatain (Asyhadu anlaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasuwlullah) bukanlah sesuatu yang asing bagi setiap muslim. Bahkan lisan mereka seringkali melafalkan dua kalimat tersebut.

Namun boleh jadi banyak diantara kaum muslimin yang belum memahami kandungan makna dan hakikat syahadat tersebut. Maka, implikasi nilai konsekuen syahadatain dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Mengajarkan manusia untuk selalu konsekuensi terhadap apa yang telah ia ikrarkan kepada Allah dan rasulnya.

(12)

8) Nilai Manhaj Salaf dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim dalam memahami agamanya. Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW di dalam sunnahnya. Sedangkan Allah telah berwasiat kepada kita:

Artinya: “…..kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. An-Nisaa’: 59)

Maka, implikasi nilai manhaj salaf dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Menjadikan manusia untuk senantiasa mengikuti pemahaman para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in dalam mengambil aqidah yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

 Mengarahkan manusia untuk mengedepankan dalil naqli daripada aqli.

9) Nilai Dakwah Tauhid dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Agama Islam bila semakin jauh dari zaman kenabian sebagai sumber cahayanya, maka akan semakin besar kemungkinan seseorang akan terkontaminasi dengan berbagai penyimpangan dan syubhat sebagaimana air yang telah jauh dari sumbernya. Sudah banyak kejadian yang telah menjadi saksi akan hal ini, berapa banyak penyimpangan yang menyusup masuk ke dalam Islam dan berapa banyak pemikiran-pemikiran sesat yang tumbuh subur dan berkembang di negeri ini.

(13)

ftrah penciptaannya. Maka, implikasi nilai dakwah tauhid dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Menumbuhkan rasa kepedulian terhadap pengajaran aqidah dan tauhid.

 Menumbuhkan rasa solid untuk menyeru kepada tauhid sebelum menyatukan umat dan mengajak manusia kepada agama Islam yang benar.

 Mewujudkan manusia yang muwahhid (mengesakan Allah).

10) Nilai Ihsan Kepada Manusia dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari.

Keutamaan berbuat baik kepada sesama manusia merupakan buah keimanan yang mengantarkannya pada amal shaleh yang dimana Allah akan membalasnya dengan berbagai macam kebaikan pula. Karena hal ini akan memperkuat keimanan dan cinta akan kebaikan serta lebih mendekatkan diri kepadanya dan mengikhlaskan amalan hanya untuk Allah SWT. Maka, implikasi nilai ihsan kepada manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Menumbuhkan rasa saling tolong-menolong dalam hal kebaikan.  Mewujudkan manusia yang cinta akan kebaikan.

11) Nilai Wala’ wal Bara’ dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sehari-Hari.

Wala’ wal Bara’ dapat didefnisikan sebagai penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dicintai dan diridhai Allah serta apa yang dibenci dan dimurkai oleh Allah dalam hal perkataan, perbuatan dan kepercayaan. Maka, implikasi nilai wala’ wal bara’ dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Menumbuhkan rasa respect, solid dan loyal terhadap umat Islam dan membenci sikap orang-orang kafr yang merusak Islam.

(14)

KESIMPULAN

Dengan adanya nilai-nilai keimanan dan ketauhidan kehidupan manusia akan terarah sebagai mana mestinya, meskipun dalam surah hud ayat 7 tidak disebutkan manusia harus beriman dan bertauhid tetapi penulis pahami bahwa surah hud ayat 7 mampu menjawab kenapa manusia harus mempunyai nilai keimanan dan ketauhidan. Selain itu apabila ia berakidah islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal sholeh, apabila tidak berakidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia. Akidah islam atau iman mengikat seseorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran islam.

Kemudian ada beberapa nilai-nilai keimanan dan ketauhidan yang telah di sebutkan yaitu:

1) Nilai Rububiyah 2) Nilai Uluhiyah

3) Nilai Asma’ wa Shifat 4) Nilai Ihsan Kepada Allah 5) Nilai Aqidah Shahihah 6) Nilai Shahihul Ibadah

(15)

8) Nilai Manhaj Salaf 9) Nilai Dakwah Tauhid

10) Nilai Ihsan Kepada Manusia 11) Nilai Wala’ wal Bara’

Masing-masing nilai ada implikasinya dalam kehidupan sehari-hari dan hal tersebut mengandung nilai pendidikan. Karena dalam perencanaan kehidupan manusia mempunyai tujuan hidup untuk mengharap atas segala keridhaan-Nya, yang akhirnya akan membawa konsekuensi pembinaan karakter yang agung dan menjadi manusia yang suci, jujur, dan teguh memegang amanah Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Hasbi, Muhammad, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 3. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000

Shihab, M. Quraish, Lubaab ( Makna, Tujuan dan Pelajaran Surah-Surah Al-Quran), Tangerang: Lentera Hati, 2012

Perpustakaan Nasional RI, Ensiklopedia Mukjizat Al-Quran dan Hadits, Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009

Referensi

Dokumen terkait

Vhasiti a swi endleke swi ta tiviwa hi vavasati va tiko hinkwaro; kutani va ta langutela vanuna va vona ehansi, hikuva va ta ku: ‘Hosi Ahasawerusi ú vitanile nkosikazi Vhasiti, kambe

saran agar kiranya dalam penulisan selanjutnya penulis dapat

1) Proses Autoregressive dapat dinyatakan sebagai structural model, sehingga data runtun waktu stasioner merupakan kombinasi linear dari mean proses dan variabel error

Kecombrang (Etlingera elatior) yang merupakan hasil alam dengan kandungan saponin yang memiliki sifat menghasilkan busa adalah tumbuhan yang digunakan masyarakat Baduy untuk mandi

[r]

apresiatif terhadap berbagai ragam musik daerah Nusantara. Memainkan alat musik ritmis dan melodis. Mengekspresikan diri melalui karya seni musik. Menyanyikan lagu wajib,

Penelitian ini bertujuan menentukan persamaan yang dapat digunakan untuk mendekati pertumbuhan, kecepatan konsumsi glukosa, kecepatan produksi asam sitrat oleh

tahunan, selebaran berita, surat pembaca (di surat kabar, majalah) dan karangan di surat kabar. 27 Dengan dokumentasi, peneliti mencatat tentang sejarah Pondok