• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian - Perbandingan Tingkat Keberhasilan Kateter Fleksibel Dan Kaku Dalam Inseminasi Intrauteri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian - Perbandingan Tingkat Keberhasilan Kateter Fleksibel Dan Kaku Dalam Inseminasi Intrauteri"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Penelitian mengenai inseminasi intrauteri pertama kali dilakukan pada tahun 1962 oleh Cohen, dimana merupakan usaha yang meliputi persiapan sperma, pemantauan waktu selama preovulatorik dan induksi ovulasi dengan Human Chorionic Gonadotropin (hCG) untuk mendapatkan kehamilan, namun sejauh ini IIU tidak diklasifikasikan sebagai ART. IUI dimasukkan dalam FERT (Fertility Treatment Other Than ART).5,11,12 Tehnik ini sudah banyak digunakan karena penggunaannya mudah, tidak invasif dan murah sehingga biasanya digunakan sebagai terapi empiris untuk kasus infertilitas secara umum. The European IVF Monitoring Programme pada tahun 2004 melaporkan 98.388 kasus dilakukan IIU di 19 negara dengan 12.081 kelahiran (12,3%). Dimana 87 % melahirkan anak tunggal dan 13 % kelahiran multipel.

Walaupun sudah banyak dan umum digunakan hampir di seluruh dunia, tapi keefektifannya masih kecil pada penyebab infertilitas akibat faktor pria dan salah satu penelitian bahkan menemukan bahwa stimulasi dengan IIU tidak efektif sebagai terapi infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya walaupun ada beberapa penelitian lainnya yang menyimpulkan sebaliknya. Keadaan klinis yang dapat membuktikan keefektifan dari IIU adalah mencakup: penggunaan dari IIU, indikasi IIU, keoptimalan prosedur persiapan sperma, metode inseminasi dan waktu, untuk melindungi Luteinizing hormone (LH) prematur dan defisiensi luteal pada IIU.

13

(2)

2.2 Epidemiologi

Walaupun penggunaan IIU tidak termasuk dalam data registrasi ART, The European IVF Monitoring Programme memasukkan data siklus IIU yang menggunakan sperma suami atau donor yang dilaporkan sejak 2001.15 Data kehamilan dan kelahiran ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Gambar 1. Siklus Inseminasi Intrauteri di Eropa

Dimana perbandingan IIU, IVF dan ICSI (berurutan) yang ditunjukkan dari 17 negara sampai pada tahun 2004. Yaitu 97.180 siklus, 52,866 siklus IVF dan 93.845 siklus ICSI.

16

17

(3)

2.3 Indikasi

Pengobatan dengan IIU dapat meningkatkan angka keberhasilan kehamilan pada pasangan infertil dengan menambah banyaknya sperma yang motil mencapai tempat fertilisasi. Dengan penggunaan kateter pada IIU dapat menghindarkan faktor lendir serviks yang abnormal saat prosedur IIU.

Inseminasi intrauteri diindikasikan pada hampir semua kasus infertilitas, antara lain:

17

1. Faktor ovulasi

18

Faktor ini sering terjadi pada setiap wanita. Sekitar 25 % dari seluruh kasus infertilitas.

2. Faktor tuba

Karena fungsi dari tuba adalah sebagai tempat fertilisasi, maka pada wanita harus dipastikan bahwa saluran tuba dalam batas normal, sehingga pemeriksaan tuba menjadi pemeriksaan rutin yang wajib dilakukan pada kasus infertilitas. Sekitar 35 % kasus infertilitas disebabkan oleh faktor tuba. Pemeriksaan HSG (Histerosalpingogram) salah satu pemeriksaan yang mudah dan sering dilakukan oleh ahli. Jika ditemukan kedua tuba falopi non paten, maka IIU menjadi kontraindikasi.

3. Faktor pria

Sekitar 40 % dari pasangan infertil disebabkan oleh faktor ini. Sehingga analisis sperma harus dilakukan.

4. Faktor umur

(4)

tahun merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan IIU.19 Hendin dkk tahun 2000 juga mendapatkan hasil yang sama dimana dari 533 siklus IIU diperoleh usia pasangan wanita < 38 tahun yang menjalani program IIU didapatkan angka kehamilan yang lebih tinggi.

5. Faktor uterus

9

Faktor uterus juga dapat menyebabkan infertilitas. Kelainan seperti endometriosis, mioma atau polip uterus dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infertilitas. Histeroskopi sekarang ini menjadi salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menentukan kelainan di uterus.

6. Faktor peritoneum

Infertilitas akibat kelainan peritoneum adalah terdapat kelainan pada peritoneum seperti adhesi (perlengketan) atau pun endometriosis. Laparaskopi dapat digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya endometriosis atau perlengketan yang terjadi di kavum abdomen.

7. Unexplained infertility

(5)

2.4 Kontraindikasi

Yang dimaksud dengan kontraindikasi adalah keadaan yang tidak dianjurkan untuk dilakukan IIU karena angka keberhasilannya rendah, seperti:

• Tuba non paten bilateral atau patologi tuba lainnya, seperti hidrosalfing

bilateral berat atau kerusakan tuba bilateral sehingga menghalangi terjadinya fertilisasi.

18

• Parameter semen abnormal berat seperti oligospermia dengan kuantitas

sperma di bawah 1 juta sperma motil atau morfologi sperma yang buruk sehingga sperma tidak bisa sampai ke tuba untuk proses fertilisasi.

• Kelainan genetik suami.

• Massa di pelvis yang dapat mengurangi diameter tuba sehingga mengganggu

fertilisasi.

• Wanita usia tua.

• Kontraindikasi hamil.

• Dalam terapi kemoterapi dan radioterapi.

• Kegagalan berulang inseminasi.

2.5 Prosedur IIU Dan Metode Inseminasi

2.5.1 Persiapan Semen

(6)

dipakai paling sering ialah dengan cara sentrifugasi spermatozoa di dalam medium kultur atau gradien berdasarkan densitas diikuti dengan resuspensi pada media kultur yang tersedia. Belum ada penelitian yang dapat menentukan metode terbaik dalam pemilihan sperma yang motil untuk digunakan dalam ART atau IVF.

2.5.2 Kualitas Dan Kuantitas Sperma

19

Banyak literatur yang mencari batas spermatozoa motil yang digunakan pada IIU baik morfologi sperma atau jumlah spermatozoa yang motil pada contoh semen atau jumlah spermatozoa yang motil pada sediaan inseminasi. Berdasarkan penelitian retrospektif dengan 893 siklus IIU yang dilakukan oleh Khalil dkk tahun 2001 didapatkan banyaknya sperma motil yang digunakan dalam IIU lebih dari 2 juta sperma berhubungan dengan peningkatan keberhasilan IIU. Demikian juga penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Stone dkk tahun 1999 dimana dari 3200 siklus IIU selama 6 tahun, didapatkan jumlah sperma motil yang digunakan dalam IIU sebanyak lebih dari 2 juta sperma merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan IIU.

2.6. Stimulasi Ovarium

16,20

(7)

Obat-obatan yang digunakan untuk stimulasi ovarium dapat diberikan dalam bentuk oral, yaitu klomifen sitrat dan penghambat aromatase, dan dapat juga digunakan secara injeksi, misalnya gonadotropin, dalam bentuk human Menopausal Gonadotropin (hMG), Follicle Stimulazing Hormone urine (u-FSH) atau FSH-recombinant (r-FSH) dimana hasilnya yaitu didapatkan 2-4 folikel dengan diameter 17-18 mm, kadar estradiol 150-250 pg/ml dan tebal endometrium 9 mm dengan gambaran trilaminar.

2.6.1. Stimulasi Ovarium Dengan Klomifen Sitrat

5,21

Klomifen sitrat dengan dosis 50-100 mg diberikan selama 5 hari mulai dari hari ke-3 sampai hari ke-7. Pasien diberikan instruksi untuk melakukan pemeriksaan LH urine secara serial mulai hari ke 11-12. Bila positif, prosedur dilaksanakan esok harinya.

2.6.2. Stimulasi Ovarium Dengan Injeksi Folikel Stimulate Hormone (FSH)

21,22

Penentuan dosis awal FSH tergantung beberapa hal, antara lain usia wanita dan respon ovarium sebelumnya. Secara umum, untuk stimulasi ovarium siklus pertama dibutuhkan dosis awal FSH 75-150 IU. Dengan bertambahnya usia, terutama pada usia lebih dari 40 tahun yang diasumsikan telah terjadi penurunan cadangan ovarium, dosis awal sebaiknya dinaikkan menjadi 225-300 IU.

2.7 Pemilihan Kateter

21,22

(8)

kontrol stimulasi induksi.23 Namun prosedur IIU dengan menggunakan kateter untuk memasukkan sperma yang telah dicuci melewati barier mukus serviks ke dalam kavum uterus dan meningkatkan konsentrasi sperma untuk fertilisasi sehingga angka kehamilan per siklus meningkat. Banyak variasi kateter yang sering digunakan pada inseminasi dan transfer embrio. Kateter inseminasi dibedakan berdasarkan diameter, ujung terbuka bagian distal dan konsistensi. Pengaruh dari konsistensi dari kateter telah diteliti dengan berdasarkan hipotesa bahwa kateter ujung lunak lebih sedikit menyebabkan kerusakan endometrium dan membatasi kontraksi yang dapat mengeluarkan embrio setelah transfer embrio atau sperma pada prosedur inseminasi intrauteri. Angka rata-rata kehamilan per siklus meningkat setelah transfer embrio dengan kateter ujung lembut dibandingkan dengan kateter kaku berdasarkan beberapa penelitian acak.24,25

Adapun beberapa syarat kateter yang mungkin mempengaruhi keberhasilan IIU, antara lain:

Namun sebaliknya, dampak pemilihan kateter pada program IIU jarang diteliti. Beberapa penelitian membandingkan perbedaan kateter IIU, tetapi desain penelitiannya hanya bersifat observasional, retrospektif atau prospektif, sedikit dengan penelitian acak.

1. Mudah digunakan

(9)

3. Ujung kateter inseminasi harus cukup kecil untuk meminimalisasi refluks dari material inseminasi (Lavie 1997)

Penelitian pertama oleh Lavie dkk tahun 1997 yang dilakukan secara prospektif namun bukan penelitian secara acak, dari 102 siklus IIU dinilai efek dari kateter pada gambaran endometrium tiga lapis dan angka kehamilan rata-rata per siklus.Total kerusakan endometrium sangat rendah pada kelompok kateter lunak (12,5 %) dibandingkan dengan kelompok kateter keras (50%). Sedangkan angka kehamilan pada kedua kelompok sama.

Penelitian yang menggunakan sampel yang lebih besar, Smith dkk pada tahun 2002 dengan penelitian acaknya menyimpulkan angka kehamilan rata-rata per siklus sama pada kelompok kateter ujung lunak (16%) dan kelompok ujung keras (18%) namun tidak bermakna secara statistika dengan nilai p=0.61.

26

Teraporn dkk tahun 2003 melaporkan bahwa dari 239 siklus IIU yang dilakukan didapatkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistika dari keberhasilan inseminasi baik dari kateter kaku dan fleksibel dengan nilai p= 0,714.

27

Miller dkk tahun 2005 secara prospektif dan penelitian acak dengan 100 pasien. Tidak ada perbedaan bermakna pada angka kehamilan rata-rata per siklus pada kelompok dengan ujung lunak dan ujung keras.

8

Penelitian lainnya yang dilakukan Fancsovits dkk tahun 2005 yang melakukan inseminasi intrauteri pada 251 pasien dengan kateter fleksibel dan kaku mendapat hasil yang sama dengan lainnya, dimana kelompok kateter

(10)

tomcat terdapat 33 kehamilan dari 127 inseminasi sedangkan 34 kehamilan pada kelompok kateter Wallace ( 9,7% % berbanding 10,4, berurutan ).

Jenis Kateter Inseminasi

28

1. Kateter kaku (Rigid Catheter) 2. Kateter fleksibel (Flexible Catheter)

2.7.1 Kateter Inseminasi Kaku

Jenis kateter kaku:

1. Kateter inseminasi Tomcat (Kendall Sovereign, Mansfield, MA, USA) Kateter semi kaku, dengan satu lumen. Panjangnya sekitar 11,4 cm, 3,5 French (fr) dan desain dengan ujungnya terbuka. Dapat dimodulasi mengikuti bentuk uterus.

2. Kanula Makler (Sefi Medical Instruments, Haifa, Israel)

9

(11)

2.7.2 Kateter Inseminasi Fleksibel

Jenis kateter fleksibel:

1. Kateter Inseminasi Wallace (Smith Medical)

Kateter lunak, fleksibel, dengan dua lumen yang berguna untuk sistem co-axial. Kateter bagian dalam panjangnya 18 cm, dengan ujung membulat dan dilengkapi dengan sisi bilateral yang menyebar yang berguna untuk mencegah kontaminasi dan menghalangi sperma keluar saat dilakukannya inseminasi. Mempunyai bagian luar yang fleksibel.

2. Kateter inseminasi Cook (Cook Women’s Health, Spencer, IN, Amerika Serikat)

Kateter ini juga lunak, fleksibel, dua lumen, memiliki sistem co-axial. Kateter bagian dalam panjangnya 19 cm dengan ujung membulat. Bagian luar sama dengan kateter Wallace.

3. Kateter Inseminasi Gynetics (Gynetics Medical Products, Hamont-Achel, Belgia)

Kateter ini lunak, fleksibel, dua lumen, dan sistem co-aksial. Panjangnya 20,6 cm dengan ujung membulat. Sebagai tambahan, sama dengan kateter Wallace, kateter ini menggunakan dua ujung lateral di bagian distal untuk distribusi sperma ke intrauteri. Bagian luarnya lebih padat dan tebal untuk pasien dengan sulit memasukkan ke serviksnya.

2.8 Cara Inseminasi

(12)

dengan kateter fleksibel atau kaku, tanpa atau dengan pemantauan menggunakan ultrasonografi (USG). Untuk semen yang dibekukan, IIU lebih baik daripada intra Cervical insemination (ICI). Penggunaan kateter inseminasi juga mempunyai pengaruh terhadap angka kehamilan. Lavie dkk memperkirakan bahwa gambaran tiga lapis endometrium, yang umumnya menjadi tanda untuk dilakukan inseminasi, mengganggu setengah dari jumlah pasien yang menjalani inseminasi menggunakan kateter kaku. Gambaran gangguan ini dilihat dari adanya trauma pada endometrium. Dari penemuan ini menunjukkan bahwa dengan kateter fleksibel, angka kehamilan akan lebih tinggi dibandingkan dengan kateter kaku.

2.9 Waktu Inseminasi

9

Inseminasi dapat dilakukan di waktu yang berbeda sekitar ovulasi dan dapat dilakukan sekali atau berulang. Sebagian besar penelitian, inseminasi dilakukan 32-36 jam setelah pemberian hCG. Inseminasi sebaiknya dilakukan pada sekitar ovulasi karena sangatlah penting untuk keberhasilan IIU.27 Penelitian sistematik menemukan tidak ada perbedaan angka kehamilan perpasangan yang dilakukan inseminasi dua kali atau satu kali.

2.10 Metode

29

(13)

wanita menerima klomifen sitrat 100 mg per hari untuk 5 hari dimulai dari hari ke 2 siklus menstruasi. Pada regimen kombinasi klomifen sitrat dengan HMG/rFSH, dosis harian klomifen sitrat 100 mg diberikan hari ke 3 sampai hari ke 7, diikuti dengan 75 IU HMG atau 70 IU rFSH per hari dari siklus 8-10 siklus menstruasi. Pada regimen yang menerima HMG/rFSH, dosis harian 150-225 IU HMG atau 100-150 IU rFSH diberikan dimulai dari hari ke 3 siklus menstruasi sampai salah satu folikel mencapai diameter 17 mm atau lebih. Ultrasonografi transvaginal dilakukan untuk mengukur diameter folikel. Jika rerata diameter folikel sudah sampai 17 mm, 5000 IU human chorionic gonadotropin disuntikkan secara intramuskular. IIU direncanakan 38-40 jam setelah pemberian HCG.

(14)

Gambar 2. Prosedur Inseminasi Intrauteri

2.11. Komplikasi

31

Komplikasi jarang terjadi pada inseminasi intrauteri. Komplikasi yang sering terjadi lebih sering terjadi pasca inseminasi, sedangkan keluhan pasien saat proses inseminasi jarang ditemukan. Komplikasinya antara lain:

a. Kram perut

32

Keluhan ini terjadi sekitar 5% dari seluruh pasien yang menjalani inseminasi intrauteri. Beberapa kemungkinan yang menyebabkan kram perut, antara lain:

- Kateter yang dimasukkan ke dalam uterus dikenal sebagai benda asing di dalam tubuh sehingga menyebabkan refleks kram alami.

- Kerusakan dari sebagian kecil endometrium saat insersi kateter menyebabkan pelepasan prostaglandin. Gejala biasanya terlihat 2 sampai 4 jam pasca inseminasi.

(15)

Kram perut ini bukan merupakan suatu masalah yang serius. Pengobatannya biasa diberikan asetaminofen atau aspirin. Dan hal ini tidak memicu terjadinya infeksi.

Teraporn dkk tahun 2003 dengan 239 siklus inseminasi intrauteri yang dilakukan didapatkan tidak ada perbedaan dalam kesulitan prosedur insersi kateter yang signifikan pada kelompok kateter kaku dan fleksibel (16.4% dan 17.1% berturut-turut, p=0.886 ), begitu juga halnya dengan dilatasi serviks tidak bermakna secara statistika (1.7% dan 1.6%, berurutan, p=0.953). Sama halnya dengan ketidaknyamanan saat prosedur pada kedua kelompok dimana pada kelompok kateter kaku 29,3 % dan kateter fleksibel 26,8 % dengan nilai p=0.882.

b. Perdarahan Ringan

8

Biasanya terjadi 1 % dari seluruh inseminasi. Perdarahan terjadi akibat iritasi pada kelenjar servikal akibat insersi kateter saat menuju kavum uteri. biasanya terjadi saat insersi kateter dan menghilang dengan sendirinya.

c. Gangguan saluran cerna

Mual dan diare ringan terjadi 0,05 % dari seluruh pasien inseminasi. Adanya prostaglandin biasanya yang menyebabkan keluhan ini dan terjadi beberapa jam setelah prosedur.

d. Infeksi pelvis

(16)

perawatan dan pemberian antibiotika. Infeksi dapat menyebabkan adanya bekas luka yang permanen pada tuba falopi dan jaringan sekitar, yang dapat membuat pasien menjadi infertil.

Infeksi terjadi karena barrier mukus serviks yang normal rusak saat insersi kateter dan bakteri agresif yang ada pada mukus serviks atau pada sperma yang dimasukkan ke dalam kavum uteri. Ini sering terjadi pada pasien yang mempunyai riwayat infeksi. Gejala yang muncul pada infeksi pelvis seperti demam, nyeri pada serviks atau saat sedang berhubungan. Gejala muncul beberapa hari atau minggu pasca inseminasi.

e. Reaksi Alergi

(17)

2.12. Kerangka Teori

Inseminasi

Hamil Kateter

Fleksibel Kaku

Trauma Endometrium Refluks Kualitas Sperma

Stimulasi Ovarium Penyebab

Infertilitas

Gambar

Gambar 1. Siklus Inseminasi Intrauteri di Eropa
Gambar 2. Prosedur Inseminasi Intrauteri31

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu peneliti ingin mengkaji lebih dalam pengaruh diberikannya pelatihan berpikir positif pada santri PPTQ Nurul Furqon yang berstatus mahasiswa dalam meningkatkan efikasi

Memberikan informasi mengenai masalah pengaruh urin sapi terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas bawang merah ( Alium ascalonicum L.) Untuk meningkatkan

Oleh karena itu, feromon seks berpeluang untuk dikembangkan pada areal yang lebih luas, terutama pada sentra produksi bawang merah dan endemis serangan hama ulat

Distribusi frekuensi kualitas dokumentasi dari aspek pengkajian No Aspek yang dinilai f % 1 Mencatat data yang dikaji. sesuai dengan pedoman

Tari Andun, dari Bengkulu Selatan ini merupakan sebuah tarian guna menyambut para tamu yang dihormati5.

Upaya Menghindar dari penyekatan dan lebih memilih penyatuan dua kutub itu bisa disebut sebagai langkah awal untuk membagun kembali konsep fikih moderat, fikih yang bukan hanya

Dalam penelitian ini, dibatasi hanya pada analisa hasil kekasaran permukaan (finish surface) pada kayu merawan serta tekstur permukaan kayu (surface texture) setelah di

Pada peristiwa di atas, pada saat pelarutan, terjadi kenaikan suhu, hal tersebut berarti suhu sistem lebih tinggi dari suhu lingkungan dan akan terjadi proses perpindahan kalor