• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas 4 SD Negeri Lemahireng 02 Kecamatan Bawen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas 4 SD Negeri Lemahireng 02 Kecamatan Bawen "

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

6

Berikut ini akan dijelaskan beberapa landasan teori tentang hakikat IPA, model pembelajaran kooperatif, metode Make A Match dan, hasil belajar.

2.1.1 Hakikat IPA

2.1.1.1 IPA dan Pembelajarannya

Ilmu pengetahuan alam adalah penyelidikan yang terorganisir untuk mencari pola atau keteraturan dalam alam. Mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran IPA di sekolah dasar mulai diajarkan di kelas rendah dengan lebih bersifat memberi pengetahuan melalui pengamatan terhadap berbagai jenis dan peran lingkungan alam serta lingkungan buatan.

Menurut Surjani Wonorahardjo (2010: 11) sains mempunyai makna merujuk ke pengetahuan yang berada dalam sistem berpikir dan konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa saja.

Menurut Abdullah Aly dan Eni Rahma (2008: 18) IPA adalah suatu pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara yang satu dengan yang lain.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan yang mengacu pada sistem konsep dimana teori penyusunannya diperoleh dengan cara yang selalu berkaitan (eksperimen, observasi dan penyimpulan)

Tujuan pembelajaran IPA menurut Asep Herry Hernawan, dkk (2008: 8.28)

bahwa “mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang

(2)

teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari”. Prinsipnya pembelajaran sains di Sekolah Dasar membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk mengetahui dan cara mengerjakan yang dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar.

Menurut Standar Isi tujuan IPA adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, tekologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Sedangkan menurut Maslichah Asy’ari, (2006: 23) yakni sebagai berikut:

a. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi, masyarakat.

b. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

c. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

(3)

e. Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaanNya.

Ruang lingkup mata pelajaran IPA untuk SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya, meliputi : cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini pembelajaran IPA yang akan diajarkan untuk peningkatan hasil belajar yaitu dengan KD 10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, banjir, abrasi, dan longsor)

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif

Menurut Davison & Kroll (dalam Asma, 2006:11) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar berbentuk kelompok kecil, sehingga siswa dapat saling berbagi ide dan bekerja secara kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik mereka.Slavin (2009:11) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem pembelajaran dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil yang berjumlah empat – enam orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

(4)

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lie (2008:53), memaparkan keunggulan cooperative learning dibandingkan dengan model pembelajaran lain (metode ceramah) adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya. 2. Meningkatkan daya ingatan siswa.

3. Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar.

4. Membantu siswa dalam mengembangkan ketrampilan berkomunikasi secara lisan.

5. Mengembangkan ketrampilan sosial siswa. 6. Meningkatkan rasa percaya diri siswa.

7. Membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.

Pembelajaran Kooperatif memiliki banyak kelebihan, namun pembelajaran kooperatif juga memiliki kekurangan antara lain:

1. Memerlukan alokasi waktu yang relatif lebih banyak, terutama jika belum terbiasa.

2. Membutuhkan kesiapan yang lebih terprogram dan sistematik.

3. Jika peserta didik belum terbiasa dan menguasai belajar kooperatif, pencapaian hasil belajar tidak akan maksimal.

Pembelajaran kooperatif memberikan efek yang posistif bagi siswa sehingga model ini efektif diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif perlu adanya perencanaan yang di dalamnya meliputi pemilihan pendekatan, pemilihan materi yang sesuai, pembentukan kelompok siswa, mengenalkan siswa pada tugas dan peran, serta merencanakan waktu dan tempat.

(5)

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Tipe atau teknik mengajar merupakan cara-cara yang digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan (Winayarti, 2010: 3). Tipe make a match, atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (Lie, 2008: 55). Tipe make a match merupakan suatu teknik pembelajaran yang memberikan tugas terstruktur kepada siswa melalui media kartu-kartu yang berisi konsep yang berbeda dengan tema-tema atau topik-topik yang sama, sehingga melalui kartu yang siswa dapatkan, maka dengan sendirinya siswa membentuk kelompok-kelompok kerja berdasarkan kecocokan konsep yang terdapat dalam kartu masing-masing, untuk menyelesaikan satu masalah dalam tema atau topik yang sama. Sehingga, melalui teknik ini, siswa mampu aktif dan bekerjsama dengan rekannya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

Menurut Hasan Fauzi Maufur (2009), Metode make a match (mencari pasangan) pertama kali dikembangkan oleh Lorna Curran (1995) dalam mencari variasi mode berpasangan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode ini cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan metode ini.

(6)

mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

Tipe make a match mengutamakan ketelitian dan kerjasama dalam menyelesaikan masalah, serta memberikan kenyamanan dalam menyelesaikan masalahnya, karena siswa mencari pasangan kelompoknya sendiri. Seperti dikatakan oleh Lie (2008: 55), bahwa salah satu keunggulan teknik make a match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Jadi make a match merupakan suatu pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi dua kelompok, satu kelompok persoalan/pernyataan dan yang satu berupa kelompok jawaban. Tugas siswa yaitu mencari pasangan kartu yang cocok dari setiap kartu yang mereka dapat. Make a match juga mengajarkan siswa untuk berpikir tepat dan cepat karena make a match mengacu pada persaingan antar kelompok siswa. Pembelajaran dengan menggunakan make a match secara tidak langsung dapat melatih kerjasama antar siswa dan juga ketelitian dimana siswa harus mencari pasangan dalam waktu yang singkat. Serangkaian pembelajaran make a match akan mempengaruhi siswa dalam berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Make a match merupakan salah satu tipe pembelajaran yang bisa dijadikan acuan oleh guru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dimana siswa saling berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Tipe make a match bisa digunakan pada semua mata pelajaran dan pada semua tingkatan umur siswa.

2.1.3.1Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Make-A Match Lorna Curran 1994 (dalam Lie, 2002: 58)adalah salah satu permainan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok sesi review, satu bagian kartu soaldan bagian lainnya kartu jawaban

(7)

3. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. 4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya (soal jawaban).

5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi point.

6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

7. Demikian untuk permainan selanjutnya seperti tersebut diatas. 8. Kesimpulan/penutup.

Adapun langkah-langkah penerapan teknik pembelajaran make a match sebagai berikut: (Miftahul Huda, 2011:135)

1. Guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa

Pada langkah ini guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa. Kemudian separuh dari jumlah kartu dibuat sebagai pertanyaan dan separuh lagi untuk jawaban dari pertanyaan. Soal disesuaikan dengan konsep yang diajarkan

2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang berisikan soal/jawaban Tugas guru adalah membagikan kartu-kartu tersebut. Baik kartu soal maupun kartu jawaban. Kartu tersebut dibuka bersama-sama.

3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang

Guru memberikan batas waktu untuk siswa memikirkan jawaban atau hal lain yang berkaitan dengan kartu yang sedang dibawa siswa.

4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya

Siswa diberi kesempatan untuk bertanya-tanya dengan temannya kartu apa yang sedang mereka bawa.

5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin atau reward.

(8)

7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

9. Guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

Pada penerapan metode Make A Match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode Make A Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002: 30) bahwa,

“Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong

royong dan kerja sama.”

Sintaks Pembelajaran Model Make A Match

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran Make A Match yang telah dipaparkan diatas maka dapat diambil kesimpulan sintaks dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah sebagai berikut : (Miftahul Huda, 2011:136)

Tabel 2.1

Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

TAHAP SINTAKS GURU

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi

- Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran

- Memberikan motivasi kepada siswa berkaitan dengan materi yang dipelajari

Tahap 2

Menyiapkan kartu

(9)

2.1.3.2Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A

Match

Kelebihan teknik make a match adalah sebagai berikut: (Sri Rejeki, 2010) a. dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun

fisik

b. karena ada unsur permainan sehingga menyenangkan

c. meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari d. dapat meningkatkan motivasi belajar siswa

e. efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi Tahap 3

Membagikan kartu

- Guru membagikan kartu kepada setiap siswa, masing-masing dapat satu kartu

- Menjelaskan cara penggunaan kartu dalam pembelajaran tersebut

Tahap 4

Belajar “ mencari pasangan”

- Guru memberikan waktu kepada siswa untuk mencari pasangan berdasarkan kartu yang dipeganngnya.

- Mengamati, memberi motivasi dan dorongan kepada siswa untuk mendapatkan pasangannya. - Memberikan poin kepada siswa yang berhasil

mendapatkan pasangannya.

- Guru membimbing siswa dalam presentasi.

- Mengumpulkan kartu, mengocoknya dan membagikan kembali kepada siswa.

Tahap 5 Kesimpulan

- Guru menghitung poin yang diperoleh siswa

- Guru memberikan penghargaan kepada upaya siswa dalam pembelajaran dan yang memperoleh poin.

(10)

f. efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar Kekurangan teknik make a match adalah

a. Jika guru tidak merancangnya dengan baik, maka banyak waktu terbuang b. Pada awal-awal penerapan teknik ini, banyak siswa yang malu bisa

berpasangan dengan lawan jenisnya

c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang kurang memperhatikan

d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.

Meskipun dalam metode pembelajaran make a match ada kekurangan namun metode make a match lebih efektif dan menyenangkan dibandingkan dengan menggunakan metode ceramah yang dipakai sebelumnya. Karena dalam metode make a match siswa lebih aktif dan metode make a match juga menggugah minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dikarenakan metode make a match juga mengandung unsur permainan. Kelemahan dari metode make a match bisa diatasi melalui persiapan yang matang dalam pengaturan waktu dan pengarahan tentang permainan pada siswa sebelum permainan dimulai.

2.1.4 Keaktifan

2.1.4.1Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti giat atau sibuk. Kata keaktifan juga bisa berarti dengan kegiatan dan kesibukan. Yang dimaksud dengan keaktifan disni adalah bahwa pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif jasmani maupun rohani.

Sardiman (2001: 98) menyatakan, bahwa belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.

(11)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan keaktifan belajar adalah mengaktifkan siswa secara fisik, namun dalam hal tersebut tidak hanya fisiknya saja tetapi juga merujuk pada kemampuan berpikir siswa, mental dan emosional peserta didik dalam proses pembelajaran.

2.1.4.2 Pentingnya Keaktifan Belajar

Keaktifan siswa merupakan salah satu prinsip utama dalam proses pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu tidak ada belajar tanpa aktifitas. Pengalaman belajar hanya dapat di peroleh jika siswa aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Seorang guru dapat menyajikan dan menyediakan bahan pelajaran, tapi siswalah yang mengolah dan mencernanya sendiri sesuai dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakangnya. Keaktifan siswa penting dalam dalam proses pembelajaran sebab pengetahuan, keterampilan dan sikap tidak dapat ditranfer begitu saja tetapi harus siswa sendiri yang mengolahnya terlebih dahulu.

Menurut E. Mulyasa (2002:32), pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik maupun sosial dalam proses pembelajaran.

Sardiman A.M (2005: 44) menyatakan, bahwa belajar mengacu pada kegiatan siswa dan menagjar mengacu pada kegiatan guru. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.

Berdasarkan pernyataan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran keaktifan di dalam kelas tidak hanya di dominasi oleh guru akan tetapi siswa diajak untuk aktif dalam proses pembelajaran dengan materi yang telah disiapka dan di sajikan oleh guru.

2.1.4.3 Pengukuran Keaktifan

(12)

Menurut Sudjana (2010 :61) keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal:

1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya 2. Terlibat dalam pemecahan masalah

3. Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya

4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan masalah

5. Melaksanakan diskusi kelompok

6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya

7. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam menyelesaikan tugas / persoalan yang dihadapinya

8. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam menyelesaikan tugas / persoalan yang dihadapinya

Dari ciri –ciri keaktifan menurut Sudjana di atas, maka dapat diambil delapan indikator :

1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

Maksud dari indikator ini adalah siswa ikut serta dalam proses pembelajaran misalnya siswa mendengarkan, memperhatikan, mencatat dan mengerjakan soal dan sebagainya.

2. Terlibat dalam pemecahan masalah

Maksud dari indikator tersebut adalah ikut aktif dalam menyelesaikan masalah yang sedang dibahas dalam kelas, misalnya ketika guru memberi masalah/ soal siswa ikut membahas

3. Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya

Maksud dari indikator tersebut adalah jika tidak memahami materi/ penjelasan dari guru hendaknya siswa melontarkan pertanyaan, baik pada guru/siswa lain.

(13)

Maksud indikator tersebut adalah berusaha mencari informasi /cara yang bisa digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah /soal.Yaitu siswa mencari informasidari buku.

5. Melaksanakan diskusi kelompok

Maksud dari indikator tersebut adalah melakukan kerja sama dengan teman diskusi untuk menyelesaikan masalah/ soal.

6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya

Maksud dari indikator tersebut adalah menilaikemampuan dirinya yaitu dengan mencoba mengerjakan soal setelah guru

menerangkan materi

7. Melatih diri dalam memecahkan soal/ masalah, yaitu siswa dapat mengerjakan soal/ permasalahan, dengan mengerjakan LKS.

Maksud dari indikator tersebut adalah dapat menyelesaikan soal/ masalah yang pernah diajarkan/ dibahas bersama. Yaitu siswa mengerjakan LKS. 8. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam

menyelesaikan tugas / persoalan yang dihadapinya.

Maksud dari indikator tersebut adalah menggunakan/ menerapkan rumus/ langkah –langkah yang telah diberikan dalam soal yang dihadapi dalam kelas.

2.1.5 Hasil belajar

2.1.5.1 Definisi Hasil belajar

Menurut Woordworth dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 41), “Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar”.

Menurut Winkel (dalam Purwanto 2009: 45), “hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah

lakunya, perubahan itu mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22).

(14)

1. Ranah Kognitif, merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. 2. Ranah Afektif, merupakan sikap dan nilai yang terdiri dari 5 jenjang

kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor, merupakan keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan yang melibatkan anggota badan/gerak fisik selama pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui proses pembelajaran, baik kemampuan secara kognitif, kemampuan secara afektif maupun kemampuan secara psikomotor.

Siswa dapat dikatakan memenuhi atau mencapai hasil belajar apabila telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh suatu lembaga tertentu. Hal ini dapat diambil dari nilai tes maupun nontes yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung.

Hasil belajar dalam penelitioan ini merupakan hasil belajar kognitif yang dapat diketahui hasilnya melalui tes tertulis setelah proses pembelajaran selesai sedangkan kemampuan afektif dan psikomotor dapat diketahui hasilnya melalui penskoran pengamatan keaktifan siswa pada saat pembelajaran.

2.1.5.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Diakui bahwa sukses atau gagalnya seorang siswa dalam mencapai prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat saja berasal dari dalam diri siswa, dan dapat pula berasal dari luar diri siswa. slameto (2003), menyebutkan ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Sementara itu Syah (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa terdiri atas tiga, yaitu faktor internal eksternl dan pendeketan belajar. Detailnya, pemikiran kedua ahli ini diuraikan berikut di bawah ini:

(15)

1. Faktor Internal

Faktor internal ini sering disebut faktor instrinsik yang meliputi kondisi fisiologi dan kondisi psikologis yang mencakup minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan lain-lain.

a. Kondisi Fisiologis Secara Umum

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar seseorang. Contoh: Orang yang ada dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang ada dalam keadaan lelah.

b. Kondisi Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak.

c. Kondisi Panca Indera

Sebagian besar yang dipelajari manusia dipelari menggunakan penglihatan dan pendengaran. Orang belajar dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru dan orang lain, mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya.

d. Intelegensi/Kecerdasan

Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk belajar dan memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi seseorang rendah bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar, jika tidak ada bantuan orang tua atau pendidik niscaya usaha belajar tidak akan berhasil. e. Bakat

(16)

dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan merupakan perpaduan taraf intelegensi.

f. Motivasi

Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus untuk mencapai cita-cita.

2. Faktor Eksternal

Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain.

a. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Lingkungan Alami

Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar pada suhu udara yang lebih panas dan pengap.

2) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya (wakilnya), walaupun yang berwujud hal yang lain langsung berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar memecahkan soal akan terganggu bila ada orang lain yang mondar-mandir di dekatnya atau keluar masuk kamar.

Kedua, menurut Syah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Faktor internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik), di antaranya:

(17)

b. Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik, diantaranya yaitu kondisi rohani peserta didik, tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi peserta didik.

2. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik), diantaranya:

a. Lingkungan sosial, seperti para guru, staff administrasi, dan teman-teman sekelas, masyarakat, tetangga, teman bermain, orangtua dan keluarga peserta didik itu sendiri.

b. Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.

3. Faktor pendekatan belajar, dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas belajar dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.

(18)

2.1.6 Hubungan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dengan Hasil Belajar

Menurut Lorna Curran (dalam Miftahul Huda, 2011:135) “dalam teknik

Make A Match siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep

atau topik dalam suasana yang menyenangkan”.

Hubungan pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran IPA, guru berusaha untuk menciptakan iklim pembelajaran yang mempermudah siswa dalam mempelajari materi IPA.Tugas guru adalah dapat menciptakan program pembelajaran yang menarik sehingga siswa mau dan senang untuk belajar IPA. Pembelajaran yang menarik dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Make A Match adalah pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat. Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. Dengan metode Make A Match yang menyenangkan akan membuat siswa termotivasi dalam belajar dan dapat berpikir cepat serta lebih mudah memahami materi yang dipelajari.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Iriana Novianti (2012). Penerapan Metode Pembelajaran Make-A Match (Mencari Pasangan) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar

(19)

dapat dilihat pada kondisi awal dengan sekor rata-rata nilai siswa 57,5, siklus I dengan rata-rata nilai 66,2, siklus II 78,5. Peningkatan hasil belajar pada kondisi awal ke siklus I sebesar 61,5% dan dari siklus I ke siklus II 88,5%. Dengan nilai maksimal siklus I 100 dan nilai minimalnya 70, dan pada siklus II dengan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui Metode Pembelajaran Kooperatif teknik Make A Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa matematika semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012 kelas V SD Negeri 05 Mulyoharjo Jepara Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara

Rahayu Sukarti (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Bandar 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014” menyimpulkan bahwa sebelum diadakan Penelitian Tindakan Kelas ini hasil belajar yang diperoleh siswa yang mengalami ketuntasan belajara dalah 17 siswa atau 37 % dari 47 siswa, kemudian setelah diadakan penelitian ini pada siklus I hasil belajar siswa meningkat menjadi 33 siswa atau 70% dan pada siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu 41 siswa atau 85% dengan nilai KKM yaitu 63. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan, siswa mulai aktif dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match serta berani mengutarakan pendapatnya dalam diskusi.

Berdasarkan hasil penelitiantersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan atau rujukan dalam pembelajaran IPA di SD, khususnya bagi guru yang mengajarkan IPA di kelas 4 SD. Dari hasil penelitian tersebut siswa menjadi lebih aktif dalam bekerja sama dan berinteraksi dengan teman-temannya. Oleh karena itu, peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match untuk meningkatkan hasil belajar di SD Negeri Lemahireng Kecamatan Bawen kelas 4 pada mata pelajaran IPA tahun pelajaran 2014/2015.

2.3 Kerangka Berikir

(20)

sudah ditetapkan. Metode pembelajaran make a match akan membuat suasana pembelajran lebih aktif dan menyenangkan.

(21)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

KONDISI AWAL

KONDISI AKHIR TINDAKAN

- Hasil belajar meningkat (mencapai KKM ≥ 70) - Indikator ketuntasan 80%

- Siswa aktif

- Kemampuan guru dalam penggunaan model

pembelajaran meningkat model pembelajaran meningkat

- Pembelajaran

monoton

- Ceramah

- Berpusat pada

guru

- Siswa pasif

Hasil belajar belum mencapaik KKM

≥ 70

Belum terjalin kerjasama antar siswa

Penerapan Model pembelajaran kooperatif tipe make a match: 1. Menyanpaikan tujuan dan motivasi

2. Menyiapkan kartu

3. Membagikan kartu

4. Belajar mencari pasangan

5. Kesipulan

Siklus I

(22)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir tersebut, hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah:

1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diduga dapat meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Lemahireng 02 Kecamatan Bawen tahun pelajaran 2014/2015.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai penelitian telah dilakukan pada siswa yang belajar melalui interpretasi dan membangun representasi dengan model yang berbeda, termasukdi SD (Russell

institutions and organizations based on Islamic values and principles could not develop.  In the absence of

No Nama Penyedia Hasil Evaluasi Administrasi 1 KAP.. Kumalahadi,Kuncara,Sugen g Pamudji

ern issues by way of trying to establish a new Qur'ànic exegesis, void of the heary classical reliance on tadition in the classical commen- taries of the Qur'àn. In

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh harapan Pelanggan, Kualitas

konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, Orang-orang konservatif memusatkan konsentrasi

Agitasi pada proses churning harus dilakukan dengan benar agar pembentukan mentega menjadi maksimal selain itu pengocokan atau penumbukan mentega tidak bisa

a) Akar Imajiner, dapat terjadi jika " nilai diskriminannya kurang dari 0 (D < 0), maka persamaan kuadrat, tidak mempunyai dua akar imajiner ". b) Determinan, yang