• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2013 - 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2013 - 2018"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA STRATEGIS

DINAS KESEHATAN

PROVINSI JAWA BARAT

TAHUN 2013 - 2018

DINAS KESEHATAN

PROVINSI JAWA BARAT

(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1,1.. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan pada umumnya.

Pembangunan kesehatan di daerah dilaksanakan sebagai bagian tidak terpisahkan dari

pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Barat selama ini telah

memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan masyarakat. Namun demikian masih

banyak kinerja kesehatan yang harus ditingkatkan dan tantangan yang harus dihadapi

sehingga membutuhkan perencanaan secara seksama.

Masa bakti Gubernur/Wakil Gubernur berakhir pada Tahun 2013 dan selanjutnya

Gubernur/Wakil Gubernur terpilih akan menyusun Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) dengan kurun waktu 2013 – 2018, sesuai dengan ketentuan

Pasal 15 ayat (2) PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,

Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Untuk

menghindari terjadinya kekosongan hukum berkaitan dengan dokumen perencanaan jangka

menengah pada masa akhir jabatan kepala daerah, maka disusun RPJMD Transisi untuk

kurun waktu 1 (satu) tahun kedepan setelah periode RPJMD berakhir.

Pembangunan bidang kesehatan dalam kurun waktu 5 tahun menghadapi banyak tantangan

diantaranya tantangan pada era Masyarakat Ekonomi Asia (MEA), adanya perubahan sistem pembiayaan jaminan kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terjadinya pergeseran beberapa penyakit menular dan tidak menular serta masih tingginya kematian

AKI dan AKB.

1,1,1..

Pengertian Rencana Strategis OPD

Peraturan Daerah No. 25 Tahun 2013 tentang RPJMD pasal 3 menjelaskan

bahwa RPJMD merupakan pedoman penyusunan Rencana Strategis (Renstra)

Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Rencana Strategis adalah dokumen

perencanaan OPD untuk periode 5 tahun, yang memuat Visi, Misi, Tujuan,

Sasaran, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan sesuai dengan tugas dan

fungsinya dan berpedoman pada RPJM Daerah, dengan memperhatikan prinsip

prinsip good governance (partisipatif, transparan dan akuntabel).

1,1,2..

Fungsi Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Dalam Penyelenggaraan Pembangunan Daerah

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT

(3)

2

adalah sebagai pedoman dalam melaksanakan prioritas pembangunan bidang

kesehatan selama lima tahun kedepan yang mengacu pada Peraturan Gubernur

Jawa Barat Nomor 58 Tahun 2012 Tentang RPJMD Transisi Provinsi Jawa Barat

Tahun 2014 dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013

Tentang RPJMD Tahun 2013-2018, sebagai input bagi penyusunan dokumen

RPJMD dan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang merupakan dokumen internal dalam

penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat.

1,1,3..

Proses Penyusunan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat

Penyusunan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2013

- 2018 mengacu pada RPJMD Transisi Tahun 2014 dan RPJMD Pemerintah

Provinsi Jawa Barat 2013 - 2018 juga mengakomodasi kebijakan yang ada dalam

RPJMN serta ide dasar visi, misi dan strategis yang tertuang dalam dokumen

Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2010-2014.

Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2013 - 2018 disusun

melalui tahapan perencanaan partisipatif dengan mengedepankan proses

evaluasi, proyeksi dan analisis terhadap faktor - faktor internal dan eksternal yang

berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan

kesehatan di Jawa Barat.

Prinsip pendekatan perencanaan dalam menyusun Renstra Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat 2013 - 2018 adalah sebagai berikut : (1) Teknokratik yaitu dengan menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah (2) Demokratis dan partisipatif yaitu dengan melibatkan seluruh stakeholders, (3) Politik dengan melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama dengan Kepala

Daerah terpilih dan DPRD, (4) Bottom up dan Top down yaitu dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan.

Tahapan penyusunan Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sesuai

dengan Permendagri No 54 Tahun 2010 adalah sebagai berikut : Persiapan

Penyusunan Renstra, Penyusunan Rancangan Renstra, Penyusunan Rancangan

Akhir Renstra dan Penetapan Renstra.

A. Tahap Persiapan

Berupa pembentukan Tim Penyusun Renstra Dinas Kesehatan dengan SK

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat No. 050 / Kep-6888 / RKK /

2013 dan penyusunan agenda kerja Tim (Terlampir).

B. Tahapan Penyusunan Rancangan Renstra

Melalui tahapan Perumusan dan Penyajian Rancangan Renstra.

a. Tahapan Perumusan Rancangan Renstra mencakup :

(4)

3

mencakup :(1) Struktur Organisasi beserta tupoksinya (2)

Pencapaian yang telah dilaksanakan dalam Renstra Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat sebelumnya dan capaian

2009-2011, (3) aspirasi masyarakat terkait pemenuhan kebutuhan

barang publik, layanan publik dan regulasi lingkup kewenangan

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

 Pengelolaan Pendanaan Pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat, mencakup : (1) data pendapatan Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat (2) data belanja Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat (3) data pembiayaan khusus untuk UPT Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat;

2) Analisis gambaran pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat, terdiri dari : (1) analisis gambaran umum pelayanan Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat untuk mengidentifikasi potensi dan

permasalahan pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. (2)

analisis pengelolaan pendanaan pelayanan Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat. Untuk mengidentifikasi potensi dan

permasalahan khusus pada aspek pendanaan pelayanan Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat;

3) Review Renstra Kementerian Kesehatan dan Renstra Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota mencakup :

 Tujuan dan Sasaran yang akan dicapai dalam jangka waktu

pelaksanaan Renstra Kementerian Kesehatan

 Program Prioritas Kementerian Kesehatan dan target kinerja

serta lokasi program prioritas

 Tujuan dan Sasaran yang akan dicapai dalam jangka waktu pelaksanaan Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

 Program Prioritas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa

Barat dan target kinerja serta lokasi program prioritas

4) Penelaahan RTRW Provinsi Jawa Barat, mencakup :  Tujuan dan sasaran RTRW Provinsi Jawa Barat  Struktur dan Pola Ruang

 Indikasi program pemanfaatan ruang jangka menengah

5) Analisis dokumen hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

sesuai dengan pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat;

6) Perumusan Isu-isu strategis berdasarkan :

 Hasil Analisis gambaran pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat

 Hasil Review Renstra Kementerian Kesehatan dan Renstra

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

(5)

4

Strategis (KLHS)

7) Perumusan Visi dan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

berdasarkan Perumusan isu strategis

8) Perumusan Tujuan pelayanan jangka menengah Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat;

9) Perumusan sasaran pelayanan jangka menengah Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat;

10) Perumusan strategi dan kebijakan jangka menengah Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat guna mencapai target kinerja

program prioritas RPJMD Provinsi yang menjadi tugas dan fungsi

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat;

11) Perumusan Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja,

Kelompok sasaran dan pendanaan indikatif selama 5 tahun

termasuk lokasi kegiatan;

12) Perumusan indikator kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

yang mengacu pada tujuan dan sasaran RPJMD Provinsi Jawa

Barat

13) Pelaksanaan Forum OPD Provinsi Bidang Kesehatan.

b. Tahap Penyajian Renstra

Penyajian rancangan Renstra sesuai dengan sistematika pada

Permendagri No 54 Tahun 2010 tentang pelaksanaan PP No 8 tahun

2008 tentang tahapan, tatacara penyusunan dan Evaluasi Rencana

Pembangunan Daerah;

C. Tahap Penyusunan Rancangan Akhir Renstra

Melalui Tahap Verifikasi Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun

2013 -2018 :

 Bertujuan untuk menilai upaya Dinas Kesehatan dalam mempertahankan

capaian kinerja bidang pelayanan periode sebelumnya dan pada 2 tahun

terakhir, serta melaksanakan amanah yang tercantum dalam RPJMD.  Tata cara Verifikasi Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat adalah

:

(1) Penyampaian Nota Dinas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat kepada Bapeda cq Tim Penyusun RPJMD perihal

penyampaian Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun

2013 - 2018.

(2) Tahap Verifikasi Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Tahun 2013 - 2018.

(3) Tahap Penyesuaian Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

(6)

5

- 2018.

Penetapan Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 - 2018

dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat,

No.050/Kep-12133/RKK/2014, tanggal 30 Desember 2014 tentang Rencana Strategis

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 – 2018.

Gambar 1.1

Bagan Alir Penyusunan Renstra

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 – 2018

Draft 1

Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014

telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional, berlandaskan Undang-undang No. 25

Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat telah

ditetapkan dengan Peraturan Daerah No. 25 Tahun 2013 tentang RPJMD Provinsi

Jawa Barat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dari tahun 2013 - 2018 yang

memuat visi, misi dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman

kepada RPJPD dengan RPJMN.

Keterkaitan Kebijakan Kementerian Kesehatan, RPJMD Provinsi Jawa Barat,

Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (terlampir). Keterkaitan dengan

Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Renstra Kementerian Kesehatan

sedang dalam proses pengumpulan data/informasi.

1.2.

LANDASAN HUKUM

Rencana Strategis Provinsi Jawa Barat tahun 2013 - 2018 disusun berdasarkan peraturan

perundang-undangan sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 H ayat 1 tentang : Hak untuk hidup

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan

(7)

6

Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) Jo. Undang-undang No. 20 Tahun 1950

tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950

No. 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 15) sebagaimana telah

diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang No. 29 Tahun 2007 tentang

Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara

Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No.

93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4744) dan Undang-undang

No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2000 No. 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.

4010);

3. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Wabah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1996 No. 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3632);

4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1997 No. 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3671);

5. Undang-undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia (Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3796)

6. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan

Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 No. 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3851);

7. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 109);

8. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 No. 47, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 4286);

9. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4355);

10. Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

PerUndang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 53, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4389);

11. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 164, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4421);

12. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 4431);

13. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 No. 125, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan

(8)

7

Tahun 2008 No. 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4844);

14. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

No. 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4438);

15. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 150, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 4456);

16. Undang-undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

No.33,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4700);

17. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2007 No. 68, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 4725);

18. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No. 66, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 4723);

19. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 No. 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.

5062);

20. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 No. 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.

5063);

21. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 No. 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.

5072);

22. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial

(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 5256);

23. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 No. 28, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 3253);

24. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 No. 67, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3609);

25. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1996 No. 49, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3637);

26. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan

Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 No. 138, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3781);

27. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual

(9)

8

No.43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4497);

28. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 No. 140, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 4578);

29. Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

Standar Pelayanan Minimal

30. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan dan

Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Asing, Badan Usaha Asing dan Orang Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2006 No. 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4666);

31. Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No. 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4737);

32. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No. 89, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 4741);

33. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No. 112, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4761);

34. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 19,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4815);

35. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan

Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 42, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4828);

36. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 124, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 5078);

37. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 20, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 4816);

38. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,

Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 21, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 4817);

39. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 48, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4725);

40. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan

(10)

9

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4817);

41. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2010-2014;

42. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

43. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah No. 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian,

dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

44. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis

(Renstra) Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014;

45. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2003 No. 2 Seri E);

46. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan

Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 12 Seri E, Tambahan

Lembaran Daerah Nomor 1);

47. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 10 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan

Perlindungan Cacat (Lembaran Daerah Tahun 2006 No. 7 Seri E);

48. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 10 Tahun 2008 tentang Urusan

Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 9 Seri D,

Tambahan Lembaran Daerah Nomor 46);

49. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 12 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok

Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 11 Seri E,

Tambahan Lembaran Daerah Nomor 47);

50. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 21 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 20 Seri

D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 55);

51. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 21 tahun 2008 tentang Rumah Sakit Daerah

Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 22 Seri D, Tambahan

Lembaran Daerah Nomor 57);

52. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 6 Tahun 2009 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 6

Seri E);

53. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Kesehatan (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 11 Seri E)

54. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029 (Lembaran Daerah Tahun 2010

Nomor 22 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah No. 86);

55. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 24 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan

Daerah Nomor 9 tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

(11)

10

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun

2013-2018;

57. Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 79 Tahun 2010, tentang Petunjuk Pelaksanaan

Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah;

58. Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 32 Tahun 2009, tentang Tugas Pokok, Fungsi,

Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat;

1.3.

MAKSUD DAN TUJUAN

Rencana Strategis Dinas Kesehatan ini dimaksudkan untuk dapat memberikan kejelasan

arah dan sasaran Pembangunan Kesehatan di Provinsi Jawa Barat, dalam upaya

mendukung Visi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat 2013 - 2018 yaitu “Jawa Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua”

Adapun tujuan penyusunan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat adalah

:

1. Menyelaraskan Visi Misi Dinas Kesehatan dengan RPJMD Provinsi Jawa Barat

2. Menyusun strategi dan program pembangunan kesehatan di Jawa Barat

3. Mewujudkan perencanaan pembangunan kesehatan daerah secara sinergis dan terpadu

dengan tingkat pusat dan daerah kabupaten/kota serta provinsi berbatasan.

1.4

SISTEMATIKA PENULISAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.1.1. Pengertian Rencana Strategis

1.1.2. Fungsi Rencana Strategis dalam Penyelenggaraan Pembangunan Daerah 1.1.3. Proses Penyusunan Rencana Strategis

1.1.4. Keterkaitan Rencana Strategis dengan RPJMD, Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan, Rencana Strategis Kab/Kota dan Rencana Kerja 1.2. Landasan Hukum

1.3. Maksud Dan Tujuan 1.4. Sistematika Penulisan

2. GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT 2.1. Tugas, Fungsi Dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan

2.2. Sumber Daya Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2.3. Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

2.4. Tantangan Dan Peluang Pengembangan Pelayanan Dinas Kesehatan Jawa Barat

3. ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN JAWA BARAT

3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan 3.2. Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah

3.3. Telaahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan Rencana Strategis Kabupaten/Kota

(12)

11

4.1. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Jawa Barat

4.2. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Dinas Kesehatan Jawa Barat 4.3. Strategi dan Kebijakan Dinas Kesehatan Jawa Barat

5. RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

(13)

13

BAB II

GAMBARAN PELAYANAN

DINAS KESEHATAN JAWA BARAT

2.1. Tugas, Fungsi Dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Dinas Kesehatan provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008, dengan tugas dan fungsi berdasarkan Peraturan

Gubernur Jawa Barat Nomor 32 Tahun 2009, menjalankan sebagian tugas Pemerintah

Daerah Provinsi Jawa Barat.

Tugas Pokok :

Tugas Pokok Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat adalah melaksanakan urusan

pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi, dekonsentrasi dan

tugas pembantuan.

Fungsi :

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagai dimaksud, Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat mempunyai fungsi :

a. Menyelenggarakan perumusan dan penetapan kebijakan teknis urusan bidang

kesehatan;

b. Penyelenggaraan urusan kesehatan meliputi regulasi dan kebijakan kesehatan,

pelayanan kesehatan, penyehatan lingkungan dan pencegahan penyakit, serta

sumber daya kesehatan;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas-tugas kesehatan meliputi regulasi dan

kebijakan kesehatan, pelayanan kesehatan, penyehatan lingkungan dan

pencegahan penyakit, serta sumber daya kesehatan;

d. Penyelenggaraan tugas-tugas kesekretariatan;

e. Pengkoordinasian dan pembinaan UPTD

Struktur Organisasi

Dinas Kesehatan provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi

(14)

14 Gambar 2.1

Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Jawa Barat

2.2. Sumber Daya Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 dan Peraturan

Pemerintah No. 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang SOTK Organisasi Perangkat

Daerah, maka Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berdasarkan Peraturan Daerah

Provinsi Jawa Barat No. 21 Tahun 2008, telah terbentuk dan secara resmi telah

berjalan, walaupun belum lengkap dengan pengaturan UPTD.

(15)

15

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berlokasi di Jalan Pasteur No. 25 Bandung,

mencakup gedung perkantoran di Jl. Pasteur No. 25 Bandung dan 4 (empat) UPTD,

yaitu : Balai Pelatihan Kesehatan (BAPELKES) di Jl. Pasteur No. 31 Bandung, Balai

Laboratorium Kesehatan (BLK) di Jl. Sederhana No 3 – 5 Bandung, Balai Kesehatan Kerja Masyarakat(BKKM) di Jl. Rancaekek Bandung dan Balai Kesehatan Paru

Masyarakat (BKPM)di Jl. Satria No. 95 Cirebon.

Jumlah pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2013 sebanyak 575 orang

dengan sebaran pegawai sebagai berikut :

Tabel 2.1

Sebaran Sumber Daya Manusia Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

No. BAGIAN BIDANG/UPTD JUMLAH

(Orang) KETERANGAN

1. KEPALA DINAS 1 Dokter, S2

2. SEKRETARIS 1 S2 Kesehatan

3. SUBBAGIAN

a. Kepala Subbagian Perencanaan dan Program 1 Dokter

b. Kepala Subbagian Keuangan 1 S2 Kesehatan

c. Kepala Subbagian Kepegawaian dan Umum 1 S1

a. Kepala Bidang Bina Pelayanan Kesehatan 1 Dokter, S2

1. Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar &Khusus 1 S2 Kesehatan 2. Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi 1 Dokter, S2

3. Kepala Seksi Rumah Sakit 1 Dokter

4. Staf 54 - S2 = 6 orang

- S1 = 18 orang - D3 = 13 orang - SLTA = 17 orang b. Kepala Bidang Regulasi Kebijakan Kesehatan 1 S2 Kesehatan

1. Kepala Seksi Akreditasi Sarana Kesehatan 1 S1 Kesehatan 2. Kepala Seksi Akreditasi Pendayagunaan Tenaga

Kesehatan

1 S2 Kesehatan

3. Kepala Seksi Legislasi Kebijakan Kesehatan 1 Dokter, S2

4. Staf 44 - S2 = 6 orang

(16)

16

c. Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan 1 Dokter Gigi, S2

1. Kepala Seksi Farmasi, Kosalkes dan Mamin 1 Apoteker, S2 2. Kepala Seksi Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat

1 Dokter Gigi,S2

3. Kepala Seksi Teknologi dan Informasi Kesehatan 1 S2 Kesehatan

4. Staf 40 - S2 = 7 orang d. Kepala Bidang Bina Penyehatan Lingkungan dan

Pencegahan Penyakit

1 Dokter, S2

1. Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan 1 S2 Hukum Kesehatan

2. Kepala Seksi Pengendalian Penyakit 1 S2 Kesehatan

3. Kepala Seksi Pengamatan Pencegahan Penyakit dan Matra

a. Kepala BAPELKES (Balai Pelatihan Kesehatan) 1 Dokter Gigi, S2

Kepala Seksi dan Staf 47 - S2 = 8 orang

- S1 = 19 orang - SLTA = 11 orang - SLTP = 6 orang - SD = 3 orang

b. Kepala BLK (Balai Laboratorium Kesehatan) 1 Dokter Spesialis Patalogi Klinik

Kepala Seksi dan Staf 70 - S2 = 4 orang c. Kepala BKKM (Balai Kesehatan Kerja Masyarakat) 1 Apoteker, S2

Kepala Seksi dan Staf 49 - S2 = 2 d. Kepala BKPM (Balai Kesehatan Paru Masyarakat) 1 S2 Kesehatan

(17)

17

Dengan uraian : PNS di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sebanyak : 391

orang; PNS di UPTD sebanyak 228 orang, dengan rincian : Balai Pelatihan Kesehatan

(BAPELKES) : 48 orang, Balai Laboratorium Kesehatan ( BLK) : 71 orang, Balai

Kesehatan Kerja Masyarakat (BKKM) : 50 orang dan Balai Kesehatan Paru Masyarakat

(BKPM) Cirebon : 59 orang; PTT : 12 orang, TKK : 3 orang, Outsourching (Tenaga

Keamanan dan Cleaning Service) : 102 orang.

Gambaran ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang terdiri dari

Rumah Sakit, Puskesmas, Polindes, Pustu dan jejaring lainnya di Provinsi Jawa Barat

menunjukkan pertumbuhan yang bervariasi antar wilayah kabupaten. Pertumbuhan

sarana pelayanan kesehatan rujukan (rumah sakit) di Jawa Barat pada tahun 2013,

mencapai 306 buah yang tersebar di 26 kabupaten kota. Dibandingkan tahun 2012

terjadi penambahan sebanyak 34 buah. Kabupaten kota dengan jumlah rumah sakit

terbanyak adalah Kabupaten Bekasi dengan 43 RS. Sedangkan kabupaten kota yang

paling sedikit mempunyai rumah sakit adalah Kabupaten Tasikmalaya dengan 1 buah

RS. Ketersediaan jumlah tempat tidur untuk perawatan dari semua sarana rumah sakit

dan puskesmas DTP yang ada di Jawa Barat berkisar 31.362 buah. Bila mengacu

kepada ratio satu tempat tidur untuk 1000 penduduk, Provinsi Jawa Barat masih

kekurangan 11.692 buah tempat tidur.

Jumlah puskesmas di Jawa Barat saat ini mencapai 1050 buah. Dari jumlah

tersebut, 176 puskesmas merupakan puskesmas dengan tempat perawatan dan baru

210 Puskesmas yang sudah terakreditasi. Bila dibandingkan dengan standar ratio satu

puskesmas untuk tiga puluh ribu penduduk, maka satu puskesmas di Jawa Barat harus

melayani 43,6 ribu penduduk. Berarti di Provinsi Jawa Barat masih kekurangan 475

puskesmas untuk bisa mencapai satu puskesmas untuk tiga puluh ribu penduduk.

Berdasarkan wilayah administrasi terdapat beberapa wilayah kerja puskesmas.Terdapat

puskesmas dengan wilayah kerja satu kecamatan, puskesmas dengan wilayah kerja

sebagian kelurahan dalam satu kecamatan (karena satu kecamatan mempunyai dua

puskesmas) dan puskesmas dengan wilayah kerja kelurahan. Pada tahun 2013

dialokasikan 93 Pembangunan Puskesmas Poned baru di kabupaten kota, dengan

realisasi 91 buah. Sehingga jumlah Puskesmas Poned di Jawa Barat mencapai 425

buah.

Gambaran ketersediaan tenaga kesehatan di Jawa Barat pada tahun 2010 adalah,

(18)

18

(Standar 1 PKM 2 Dokter).(Data juni 2010).Sedangkan tenaga bidan di Puskesmas yang

ada 3.434 bidan dari kebutuhan bidan 3.744 (Standar 1 PKM 3 Bidan) (Data Juni

2010).Kecukupan tenaga kesehatan lainnya di Puskesmas masih

memprihatinkan.Begitu pula kondisi ketenagaan RS dengan adanya UU no 44 tentang

RS banyak RS yang tidak memenuhi persyaratan ketenagaan terutama dokter spesialis

dan subspesialis sehingga terancam di degradasi kelasnya bahkan harus ditutup karena

tidak memenuhi perijinan RS. Sampai dengan tahun 2013, dapat dilihat dari ratio tenaga

kesehatan di sarana pelayanan kesehatan, terutama di pelayanan primer. Berdasarkan

indikator sehat, ketersediaan dokter di puskesmas adalah 2 orang dokter. Ratio dokter

terhadap puskesmas di Jawa Barat baru mencapai 1.8, artinya belum semua puskesmas

di Jawa Barat mempunyai dua orang dokter.

Tabel 2.1

REKAPITULASI TENAGA KESEHATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2013

Pemenuhan dokter gigi di fasilitas puskesmas di Jawa Barat, ratio nya baru mencapai

0.7, sedangkan standarnya satu puskesmas satu orang dokter gigi. Berarti belum

semua puskesmas di Jawa Barat mempunyai dokter gigi. Berbeda dengan dokter dan

dokter gigi, maka ratio bidan dan perawat dengan puskesmas sudah melebihi standar,

yaitu 10.1 untuk bidan (standar 3) dan 12.8 untuk tenaga perawat (standar 7). Selain

(19)

19

puskesmas juga sudah mempunyai ratio diatas 1 yakni 1.2. Untuk tenaga lainya seperti

Apoteker/ Farmasi, Sanitarian dan Kesmas masih belum mencapai ratio satu.Bahkan

untuk tenaga Apoteker masih sangat rendah ratio nya, yaitu 0.08.

Pembiayaaan memegang peranan sangat penting dalam pencapaian tujuan

suatu organisasi. Demikian juga kegiatan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa

Barat memerlukan sumber dana untuk upaya pencapaian tujuan pembangunan

kesehatan di Jawa Barat. Sumber dana pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Barat

berasal dari APBN, APBD Provinsi, Hibah dan Pinjaman Luar Negeri. Total semua

sumber anggaran pembangunan kesehatan Provinsi Jawa Barat 2013 lebih kecil

dibandingkan anggaran 2012 APBD, yaitu sebesar Rp. 1,872,298,014,025. Sedangkan

anggaran tahun 2012 sebesar Rp. 1,971,537,054,157 (turun sekitar 5%). Demikan juga

dengan sumber pembiayan APBD, dibanding tahun 2012, pembiayaan kesehatan 2013

lebih rendah sekitar 8.8 %.Sedangkan untuk sumber APBN terdapat penurunan

pembiayaan sekitar 3.7% serta untuk PHLN menurun sebesar 19.7%.

Tabel 2.2

BESARAN DAN SUMBER ANGGARAN PEMBANGUNAN KESEHATAN DI PROVINSI JAWA BARAT 2012 - 2013

SUMBER Anggaran (Rp) Tahun

2012 2013

APBD 427,978,269,470 390,378,006,608

BL 172,129,178,943 75,654,839,471

BTL 47,012,506,527 46,186,661,377

BANKEU 208,836,584,000 268,536,505,760

APBN 1,516,216,645,277.0 1,459,972,401,781.5

DEKON 29,926,417,000 35,551,448,000

DAK 335,366,412,277 216,037,124,521.5

TP KB/RS 112,065,250,000 206,550,000,000

BOK (TP) 98,156,700,000 90,968,300,000

ICWRMIP/PAMSTBM (TP) 16,414,795,000

JAMKESMAS RUJUKAN 522,289,553,000 587,783,203,260 JAMKESMAS DASAR 418,412,313,000 306,667,531,000

PHLN 27,342,139,410 21,947,605,635

TOTAL 1,971,537,054,157 1,872,298,014,025

Pembiayaan kesehatan terdiri dari APBD Kabupaten/ kota APBD Provinsi

APBN Pinjaman/ Hibah Luar Negeri dan Sumber lain. Perbandingan pembiayaan

(20)

20

5% sd 10.5%. Rata alokasi anggaran APB kabkota sebesar 7.7%. Sedangkan standar

aloaksi APBD kesehatan kabupaten kota adalah 10%.

Sedangkan untuk biaya perkapita penduduk berdasarkan anggaran APBD

kesehatan kabupaten kota 2009 sd 2013 besarannya cenderung meningkat. Tahun

2013 mencapai Rp. 113.871 perkapita, lebih tinggi dibanding tahun 2009 yang hanya

mencapai Rp.48.994 perkapitanya. Berarti seelama 2009 sd 2013 terjadi peningkatan

besarnya biaya kesehatan perkapita sebesar Rp. 64.877. Dibandingkan standar WHO,

pembiayaan perkapita Jawa Barat masih belum mencapai Rp. 306.000 perkapita.

Assesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh

kemampuan pembiayaan, menurutSuseda 2009pengeluaran biaya kesehatan rata rata

perkapita penduduk Jawa Barat tahun 2009 adalah Rp 13,314,- hal ini menunjukkan

masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan

terutama rujukan, sedangkan 56,19% penduduk Jawa Barat belum mempunyai jaminan

kesehatan. Di Jawa Barat berdasarkan SK Bupati Walikota pada tahun 2010 ada

sejumlah 14.662.442 masyarakat miskin (34,76%), yang mendapatkan kuota

jamkesmas 10.700.175 maskin dan sisanya 4.314.157 adalah menjadi urusan

pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) pada tahun 2009 ada 5

Kabupaten/kota tidak mengalokasikan dana untuk masyarakat miskin dan sekitar 11

Kabupaten/Kota menyediakan dana dengan jumlah yang kurang memadai. Anggaran

Kesehatan di Kabupaten/Kota di Jawa Barat pada tahun 2012 kebanyakan masih di

bawah 5%, begitupun di Provinsi walaupun dalam UU nomor 36 tahun 2009 bahwa

anggaran kesehatan minimal 10% dari APBD diluar gaji kenyataanya pada tahun 2009

anggaran kesehatan adalah 3,7% dan tahun 2010 sebesar 4,49% dari APBD Provinsi

Jawa Barat, Tahun 2011 sebesar 8,26% terhadap anggaran pemerintah daerah.

Walupun belum mencapai target sesuai UU nomor 36 tahun 2009 bahwa anggaran

kesehatan minimal 10%, tetapi dari tahun 2009 – 2011 menunjukkan peningkatan yang significant.

2.3. Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Pembangunan Kesehatan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud derajat kesehatan

(21)

21

yang sehat, berperilaku sehat, mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta memiliki kemauan untuk mencapai

derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2004).

Indikator kesehatan yang dapat memberikan gambaran derajat kesehatan masyarakat

antara lain angka harapan hidup (AHH), angka mortalitas seperti angka kematian ibu

dan bayi serta angka morbiditas yaitu insiden atau prevalensi penyakit menular maupun

tidak menular.

Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan salah satu indikator kinerja pemerintah dalam

meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, khususnya dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.Adanya peningkatan AHH

mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan penduduk yang berarti pula

meningkatnya derajat kesehatan masyarakat suatu bangsa.

Grafik 2.1

KECENDERUNGAN ANGKA HARAPAN HIDUP (AHH) PENDUDUK DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008 SD 2013

Berdasarkan data BPS Jawa Barat, Angka Harapan Hidup (AHH) waktu lahir di Jawa

Barat pada tahun 2013 adalah 68.80 tahun. Kecenderungan AHH Provinsi Jawa Barat

dari tahun ke tahun meningkat.Dibandingkan capaian AHH tahun 2009 dengan capaian

AHH tahun 2013, AHH Provinsi Jawa Barat selama periode 2009 - 2013 meningkat

sebesar 1 poin. Rata rata kenaikan pertahunnya sebesar 0.2 poin.Dengan peningkatan

AHH 0.2 tahun setiap tahunnya.Berarti untuk meningkatkan satu tahun AHH waktu lahir

di Jawa Barat diperlukan waktu 5 tahun.

Untuk mencapai AHH yang panjang dan sehat perlu diperhatikan kondisi input ;

rata-rata usia kawin pertama, fasilitasi sanitasi dasar (fasilitas BAB dan sumber air minum

(22)

22

meliputi akses kesehatan, perilaku kesehatan (jumlah kunjungan ke puskesmas dan ke

rumah sakit serta jumlah anak yang diimunisasi).

Sistem pencatatan dan pelaporan rutin menghasilkan informasi dalam bentuk jumlah

absolut atau dengan ratio hasil perbandingan kematian dengan jumlah bayi baru lahir.

Angka Kematian Ibu (AKI) menggambarkan representative nasional dan merupakan

salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan SDKI 2007, Indonesia

telah berhasil menurunkan AKI dari 390/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992

menjadi 334/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997. Berdasarkan data Kementerian

Kesehatan Tahun 2008 AKI turun menjadi 228/100.000 kelahiran hidup. Namun

berdasarkan SDKI 2012 terjadi kenaikan AKI menjadi 359/100.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota, jumlah kematian ibu di Jawa

Barat cenderung menurun setiap tahunnya. Jumlah kematian ibu 2013 dilaporkan

sebanyak 781 kasus. Lebih rendah diibanding jumlah kematian ibu tahun 2011 dan

2012, yaitusebanyak 850 kematian dan 804kematian.

Grafik 2.2

JUMLAH KEMATIAN IBU DI JAWA BARAT TAHUN 2008 SD 2013

Indikator angka kematian bayi (AKB) merepresentatifkan skala provinsi.Berdasarkan

SDKI 2012, AKB Provinsi Jawa Barat 2012 adalah 30/1000 kelahiran

hidup.Dibandingkan AKB 2008 (38.5/1000 KH) maka terjadi penurunan sebesar 8.5

(23)

23

Grafik 2.3

JUMLAH KEMATIAN BAYI DI JAWA BARAT TAHUN 2008 SD 2013

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota, sejak 2009 – 2013 jumlah kematian bayi cenderung menurun setiap tahunnya.Kematian bayi tahun 2013

dilaporkan sebanyak 4306 kematian, menurunsekitar 16001413 kematian dibanding

jumlah kematian bayi tahun 2009. Perhitungan ratio kematian bayi dengan cara

membandingkan kematian bayi dengan jumlah bayi lahir hidup tahun 2012 sebesar

5,2 /1000 KH turun menjadi 5,0/1000 KH pada Tahun 2013 ( penurunan sebesar 0.2

point). Berdasarkan SDKI 2012 kematian bayi di Jawa Barat 30/1.000 kelahiran hidup.

Tingginya Prevalensi Gizi buruk balita merupakan salah satu faktor risiko yang

berdampak pada lemahnya sumber daya manusia di masa mendatang (lost generation).

Prevalensi gizi buruk di Provinsi Jawa Barat pada periode 2008 – 2012 menunjukan adanya kecenderungan menurun, meskipun pada tahun 2011 ke 2012 terjadi

peningkatan sebesar 0.1% dari 0.82% tahun 2011 meningkat menjadi 0.83% pada tahun

2012, dan menurun lagi pada Tahun 2013 menjadi 0.76%

Gambaran permasalahan yang berkaitan dengan beberapa penyakit yang berpengaruh

terhadap upaya pencapaian peningkatan Angka Harapan Hidup antara lain : penyakit

tidak menular dan beberapa penyakit menular lainnya yang terjadi di Jawa Barat.

Berdasarkan laporan SP3 dari Kabupaten/Kota terdapat kecenderungan terjadinya

peningkatan kejadian penyakit Hipertensi di Provinsi Jawa Barat pada 2013

dibandingkan tahun 2012.Angka kejadian Hipertensi 2013 mencapai 196 /10.000

penduduk sedangkan tahun 2012 mencapai 193.6/10.000 penduduk. Berdasarkan hasil

(24)

24

adalah 10,5% (Nasional 9,5 %). Sedangkan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil

pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 29,4 persen.Prevalensi hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.

Berdasarkan laporan SP3 dari Kabupaten/Kota gambaran umum permasalahan

Diabetes Mellitus (DM) 2013, cenderung menurun dibanding tahun 2012.Angka kejadian

Diabetes Mellitus 2013 mencapai 23.5 /10.000 penduduk sedangkan tahun 2012

mencapai 32.1/10.000 penduduk. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi DM

terdiagnosis dokter atau gejala di Jawa Barat sebesar 2,0 persen (Nasional 2,1).

Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter dan gejala, tertinggi terdapat di Kota

Bekasi (3,4%), Kota Cirebon (3,2%), dan Kab. Bandung (3,1%). Prevalensi DM pada

perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.

Berdasarlkan Riskesdas Tahun 2013, Prevalensi jantung koroner berdasar wawancara

terdiagnosis dokter sebesar 0,5 persen, dan berdasar pemeriksaan/ terdiagnosis dokter

memiliki gejala sebesar 1,6 persen. Prevalensi gagal jantung berdasarkan wawancara

terdiagnosis dokter di Jawa Barat sebesar 0,1 persen, dan yang terdiagnosis dokter atau

gejala sebesar 0,3 persen. Prevalensi stroke di Jawa Barat berdasarkan diagnosis

tenaga kesehatan sebesar 6,6 permil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau

gejala sebesar 12,0 permil.

Permasalahan penyakit menular di Jawa Barat antara lain masih tingginya dan

cenderung meningkatnya penyakit Demam Berdarah, penyakit TB Paru, HIV AIDS,

Kusta, Aids, Flu Burung, Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. angka kejadian

Malaria

Jumlah penderita penyakit DBD di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 mencapai 23.118

kasus.Lebih tinggi dibanding tahun 2012 (19.739 kasus).Demikian juga dengan risiko

kejadian DBD di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dari 45.0/100.000

penduduk menjadi 50.5/100.000 penduduk. Meskipun pada tahun 2013 di Provinsi Jawa

Barat mengalami peningkatan kejadian DBD, namun angka tersebut masih berada

dibawah standar angka kejadian 55/100.000 penduduk.

Penyakit Malaria di Provinsi Jawa Barat terfokus di daerah endemis yaitu di Kabupaten

Sukabumi, Garut, Pangandaran, dan Tasikmalaya. Sedangkan kasus yang ditemukan di

(25)

25 Index (API). Malaria di Provinsi Jawa Barat selama periode 2012-2013 relatif terkendali, yaitu dengan capaian API < 1/1000. Tahun 2012 capaian API Malaria sebesar

0.70/1000 penduduk, sedangkan tahun 2013 menurun dengan capaian API sebesar

0,62/1000 penduduk. API Malaria di daerah endemis malaria dari tahun 2012 dibanding

2013 cenderung menurun.Selama periode tahun 2012 dan 2013 API tertinggi terjadi di

Kab.Garut, yaitu dengan API 2.46/1000 tahun 2012 dan 1.5/1000 tahun 2013. API Kab.

Garut ini diatas standar API Jawa Bali yaitu 1/1000 penduduk.Sedangkan API terendah

terjadi di Kab.Tasikmalaya dengan API 0.3/1000 tahun 2012 dan 0.13/1000 tahun 2013.

Prevalensi Kusta di Provinsi Jawa Barat selama periode 2006 sd 2013 selalu berada

dibawah 1/10.000. Prevalensi tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 0.62/10.000 dan

terendah terjadi tahun 2010 yaitu 0.47/100.000.Prevalensi Kusta Jawa Barat tahun 2013

dibandingkan tahun 2012, terjadi peningkatan sebesar 0.01/10.000.Yaitu dari 0.50 tahun

2012 menjadi 0.51 pada tahun 2013. Proporsi penemuan Kusta dengan tingkat

kecacatan 2 selama periode 2010 sampai dengan 2013 Provinsi Jawa Barat selalu

berada di atas 5%. Pada proporsi penemuan Kusta dengan tingkat kecacatan 2

terendah pada tahun 2011 angkanya pun masih diatas 5%, yaitu sebesar 7.9%.

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome

(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul

karena menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Kumulatif penderita AIDS di Jawa Barat sampai tahun 2013 yaitu

sebanyak 5.001 kasus. Selama periode sepuluh tahun terakhir penemuan kasus AIDS

relatif meningkat sampai tahun 2008. Tahun 2009 sd 2012 cenderung menurun, kecuali

pada tahun 2011 terjadi peningkatan penemuan kasus. Rerata pertahun di Provinsi

Jawa Barat ditemukan kasus AIDS sebanyak 500 kasus.

Selama periode 2005-2013 kasus Flu Burung di Jawa Barat ditemukan sebanyak 52

kasus.Dengan kejadian tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan 22 kasus. Angka

kematian penyakit Flu Burung di Jawa Barat sangat tinggi. Dari 52 kasus Flu Burung

yang terjadi pada periode 2005-2013, empat puluh lima kasus diantaranya meninggal

(CFR 86.6%). Untuk dua tahun terakhir yaitu tahun 2012 dan 2013 angka kematian Flu

Burung bahkan selalu 100%. Artinya setiap kasus Flu Burung dipastikan meninggal.

(26)

26

Burung masih lemah, kasus ditemukan terlambat, kasus terlambat dibawa ke sarana

pelayanan kesehatan yang semestinya.

Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yang masih merupakan

masalah di Provinsi Jawa Barat antara lain : penyakit Diptheri, campak, dan Tetanus

Neonatorum. Permasalahan penyakit Diptheri selain karena tingkat fatalitasnya yang

tinggi, juga adanya carrier, yaitu orang yang tubuhnya terinfeksi kuman bakteri namun tidak menampakan gejala diptheri, dan sangat potensial meningkatkan risiko penularan

Diptheri. Penemuan kasus Diptheri sangat dipengaruhi oleh aktivitas surveilans aktif

kabupaten kota. Penemuan kasus Diptheri 2013 lebih tinggi satu kasus dibanding tahun

2012, yaitu dari 31 kasus pada tahun 2012 meningkat menjadi 32 kasus tahun 2013.

Deteksi KLB Campak tahun 2013 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya.

Yaitu 3 kali KLB Campak pada tahun 2012 dan 9 kali KLB Campak pada tahun 2013.

Kabupaten Garut merupakan kabupaten yang selama tahun 2012 dan 2013 konsitensi

menemukan dan melaporkan KLB Campak.Tiga kali KLB Campak tahun 2012 dan 2 kali

KLB Campak tahun 2013.Tahun 2013 kabupaten terbanyak melaporkan KLB Campak

yaitu Kabupaten Ciamis dengan frekwensi 3 kali. Kabupaten kota lain yang melaporkan

KLB Campak pada tahun 2013 adalah Kota Bekasi 2 kali, Kab. Majalengka dan

Kab.Cirebon masing-masing sebanyak 1 kali.

Penemuan kasus Tetanus Neonatorum di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013

menurun di banding tahun 2012, yaitu dari 14 kasus tahun 2012 menjadi 9 kasus pada

tahun 2013.Kabupaten dengan konsisten penemuan kasus TN selama 2 tahun

berturut-turut yaitu Kab. Cianjur, Kab. Garut, Kab. Cirebon dan Kab.Karawang.Pada tahun 2013

terdapat kabupaten dengan peningkatan penemuan kasus TN, yaitu Kabupaten Subang

dan Kota Cimahi.

Hasil pelayanan kesehatan masyarakat yang terdiri dari pelayanan kesehatan terhadap

kelompok resiko tinggi terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak , pengendalian

penyakit, SDM kesehatan, fasilitas kesehatan dan sarana prasarana.

Pelayanan antenatal bertujuan mengantarkan agar ibu hamil dapat menjalani

persalinan yang aman, dan sehat dan baik untuk ibunya maupun bayinya, , mendeteksi

dan mengantipasi secara dini kelainan kehamilan dan kelainan janin. Kecenderungan

(27)

27

86% sd 90%. Pencapaian Pelayanan kesehatan ibu hamil (K4) antara Tahun

2008-2012 berkisar antara 86% - 90%, cakupan tahun 2013 sebesar 87,02% lebih rendah

dari target (target 96%). Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Tahun

2008-2012 berkisar antara 79,3% – 89,3%. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Jawa Barat tahun 2013 baru mencapai 87,9%, masih belum dapat mencapai target

minimal persalinan oleh tenaga kesehatan 90%. Cakupan pelayanan ibu nifas (KF3)

Tahun 2008 – 2012 kecenderungan meningkat, Tahun 2008 19,1%, 2009 menjadi 54,9%, Tahun 2010 sebesar 79,6%, Tahun 2011 sebesar 82,7% Tahun 2012 naik

menjadi 87,3% dan Tahun 2013 sedikit mengalami penurunan menjadi 85,0%

Perkiraan jumlah kasus ibu hamil dengan komplikasi kebidanan adalah 20 % dari

jumlah ibu hamil.Target cakupan pelayanan ibu hamil dengan komplikasi kebidanan

adalah 71.5%. Cakupan pelayanan ibu hamil dengan komplikasi Tahun 2012 adalah

82,0% , Pada tahun 2013 sedikit menurun menjadi adalah 78.7%.

Cakupan kunjungan neonatal (KN) adalah persentase neonatal (bayi kurang dari satu

bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar minimal tiga kali dari

tenaga kesehatan yaitu 1 kali pada 6 sd 48 jam, 1 kali pada hari ke 3 sd hari ke 7 dan 1

kali pada hari ke 8 sd hari ke 28 setelah lahir.

Cakupan Kunjungan Neonatal di Jawa Barat pada tahun 2013 baru mencapai 89.6%.

Lebih rendah dibanding capaian 2012 sebesar 90.6% ( target 82%).

Perkiraan jumlah kasus neonatus dengan komplikasi adalah 15 % dari perkiraan jumlah

sasaran bayi.Target cakupan pelayanan neonatus dengan komplikasi adalah 65%.

Cakupan pelayanan neonatus dengan komplikasi Provinsi Jawa Barat tahun 2013

adalah 45.9%, lebih tinggi dibanding dengan capaian 2012 yang hanya mencapai

45.4%. Cakupan kunjungan bayi (29 hari – 11 bulan) dengan pelayanan paripurna 4 kali kunjungan Provinsi Jawa Barat tahun 2013 adalah 87.6% lebih rendah dibanding

cakupan 2012 yang mencapai 90.4% (terget 85%).

Indikator Program Gizi pada ibu hamil/ibu nifas antara lain : cakupan pemberian tablet

Fe pada ibu hamil/nifas dan pemberian vitamin A pada ibu nifas.

Anemia pada kehamilan berhubungan dengan kesakitan ibu. Anemia karena defisiensi

zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan

defisiensi zat gizi lain. Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi

(28)

28

gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya

kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa

penyembuhan dari penyakit. Cakupan pemberian tablet Fe3 di Provinsi Jawa Barat

tahun 2008 - 2012 berkisar antara 70,2% -86,5%, pada Tahun 2013 sebesar 77,9%

(Target 86%).

Vitamin A pada ibu hamil sangat penting dalam proses perkembangan embrionya,

pertumbuhan sel mata, jantung, telinga, memberikan kesehatan kulit, melawan infeksi

serta membantu pertumbuhan tulang dan metabolisme lemak. Sedangkan bagi ibu

nifas, Vitamin A dapat membantu perbaikan berbagai jaringan setelah melahirkan serta

mempertahankan penglihatan normal dan membantu ibu melawan infeksi. Pemberian

vitamin A dosis tinggi diberikan sebanyak dua kali.Pertama segera setelah melahirkan.

Kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul vitamin A yang pertama. Kemudian

diberikan pada saat masa nifas, bersamaan dengan kunjungan neonates dan pemberian

imunisasi HB pada bayinya. Cakupan pemberian vitamin A pada ibu nifas selama

periode 2008-2012 berkisar antara 66.9% sd 83.3%. dan cakupan Vitamin A tahun

2013 sebesar 84,3%.

Pelayanan kesehatan terhadap anak meliputi pengendalian penyakit, pelayanan

imunisasi dan program gizi.

Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia terutama

pada Balita. Menurut hasil Riskesdas 2007, pneumonia merupakan pembunuh nomor

dua pada Balita (13,2%) setelah diare (17,2%). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013

Insiden dan prevalensi pneumonia di Jawa Barat tahun 2013 adalah 1,9 persen

(Nasional 1,8%) dan 4,9 persen (Nasional 4,5%).

Faktor risiko yang berkontribusi terhadap insidens pneumonia tersebut antara lain gizi

kurang, ASI ekslusif rendah, polusi udara dalam ruangan, kepadatan, cakupan imunisasi

campak rendah dan BBLR. Cakupan penemuan Pneumoni di Jawa Barat selama 5

tahun (2008 sd 2012) berkisar 44.5% sampai dengan 50.9%. Cakupan tertinggi terjadi

pada tahun 2010 dengan cakupan 50.9%.Sedangkan terendah terjadi pada tahun 2011

yaitu sebesar 44.5%. Cakupan penemuan Pneumoni tahun 2013 sebesar 43,0%.

Kematian diare pada balita 75.3/100.000 dan semua umur 23.2/100.000 penduduk

semua umur (SKRT 2012).Diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13.2%) pada

semua umur dalam kelompok penyakit menular. Tujuan dari program penanggulangan

(29)

29

kejadian luar biasa (KLB) diare. Target penemuan kasus Diare adalah 10% dari jumlah

penduduk. Sedangkan cakupan pelayanan kasus diare harus mencapai 100%. Capaian

pelayanan diare Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun terakhir (2008-2012) berkisar

antara 64.10 % sd 80.20%. Sedangkan untuk cakupan pelayanan diare Provinsi Jawa

Barat tahun 2013 mencapai 100%, meningkat sekitar 36%.

Crude Detection Rate (CDR) merupakan indikator yang menggambarkan penemuan kasus baru BTA+ dan diobati disuatu wilayah dibandingkan dengan perkiraan jumlah

BTA+ di wilayah tersebut. Capaian CDR Provinsi Jawa Barat selama 3 tahun terakhir (2011-2013) cenderung mengalami penurunan, yaitu 75.3% pada tahun 2011, 71.3%

tahun 2012 dan 69.3% (data masih dalam proses validasi) pada tahun 2013. CDR

(Target 70%). Cure Rate adalah indikator yang menunjukan prosentase kasus baru BTA+ yang diobati dan sembuh setelah selasai masa pengobatan, termasuk

pengobatan ulang kasus BTA + (kategori2). Cakupan Cure Rate 2013 Provinsi Jawa Barat mencapai 80.9%. Menurun dibandingkan dengan Cakupan Cure Rate tahun 2012 yaitu sebesar 85.3%. (target Cure Rate 85%)

Program immunisasi merupakan salah satu program prioritas yang dinilai

sangat efektif untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat

penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh immunisasi (PD3I), seperti Diptheri, Pertusis, Tetanus

Neonatorum, Polio dan Campak. Indikator keberhasilan program imunisasi yaitu

cakupan DPT/HB1 (Indiaktor Akses), Campak (Indikator kualitas pelayanan) dan

pencapaian Universal Child Imunization (UCI) (indikator pemerataan). Pemerataan pelayanan imunisasi dengan indikator pencapaian UCI desa menunjukan cakupan

antara tahun 2008 – 2012 adalah 66,03% s.d 95%, dan Tahun 2013 sebesar 95,5 % (target 80 %).

Surveilans AFP merupakan pengamatan terhadap kemungkinan adanya

transmisi virus polio liar dipopulasi, dengan cara pembuktian konfirmasi virologi terhadap

2 sampel tinja penderita kasus AFP, apakah terdapat virus polio liar atau tidak. Capaian

kinerja surveilans AFP diukur dengan indikator Non Polio AFP Rate dengan target

minimal 2/100.000 anak usia<15 tahun. Non Polio AFP rate <2/100.000

mengindikasikan kemungkinan adanya transmisi virus polio liar yang tidak teridentifikasi.

Capaian indikator Non Polio AFP Rate Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun terakhir

(2008-2012) selalu mencapai target minimal yaitu 2/100.000 anak usia<15 tahun.

(30)

30

2.5/100.000. Capaian Non Polio AFP rate tahun 2013 menurun dibandingkan capaian

Non Polio AFP rate 2012 yang mencapai 2.6/100.000.

Dari aspek perilaku PHBS kondisi masyarakat Jawa Barat masih sangat memprihatinkan

dengan masih rendahnya persentase Rumah Tangga Sehat (berPHBS) yaitu sebesar

47,4% dari target 50%.

2.4 Tantangan Dan Peluang Pengembangan Pelayanan Dinas Kesehatan Jawa Barat

2.4.1 Tantangan Pembangunan Kesehatan di Jawa Barat

• SDM yang dimiliki belum sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan bimbingan, pengawasan dan pengendalian

kesehatan tingkat Provinsi.

• Belum optimalnya pemanfaatan potensi sumber daya internal maupun external dalam manajemen pembangunan kesehatan

• Akurasi dan up dating data serta informasi belum selaras dengan perubahan/kebutuhan manajemen program

• Pengelolaan sarana prasarana Dinas dan akuntabilitasnya belum optimal • Peraturan yang ada belum diimplementasikan secara optimal

• Belum optimalnya pembinaan dan penilaian terhadap sarana dan tenaga pelayanan kesehatan

• Kurangnya advokasi dan sosialisasi program kesehatan

 Peraturan perundang-undangan yang ada belum sepenuhnya dapat

melindungi aktifitas dinas dari delik-delik hukum

 Masih adanya opini negatif masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

yang berimbas terhadap Dinas Kesehatan

 Tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang prima dari masyarakat

semakin tinggi

 Globalisasi yang berimbas pada daya saing SDM kesehatan professional

dan fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta untuk

(31)

31

 Berbagai ancaman bencana (termasuk Global warming) dan krisis

ekonomi global yang berimbas pada meningkatnya kemiskinan yang

berdampak pada penurunan kesehatan masyarakat dan berkurangnya

kemampuan pemerintah untuk menyediakan dana kesehatan.

 Perubahan aturan aturan dan suprastruktur yang belum mampu

mengayomi terlaksananya pelayanan kepada masyarakat secara cepat

dan tepat.

 Munculnya beberapa penyakit baru dan belum terkendalinya penyakit

menular yang sudah ada

 Masih banyaknya penduduk Jawa Barat yang berada dibawah garis

kemiskinan yang secara tidak langsung berdampak pada kesehatan

 Tingkat pendidikan ibu (tamat SD maupun tidak tamat SD) masih tinggi

 Persentase biaya kesehatan diKabupaten/Kota yang masih rendah

 Masih lemahnya koordinasi Provinsi dengan Kabupaten/Kota

2.4.2 Peluang Pembangunan Kesehatan di Jawa Barat

 Adanya peraturan Perundangan yang mendukung dalam pembangunan

kesehatan (UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, PP 38 Tahun 2007,

Renstra kementrian kesehatan,

 Adanya Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai

Tahun 2014 secara bertahap dan seluruh penduduk memiliki jaminan

kesehatan pada Tahun 2019

 Adanya kebijakan MDGs yang menjadi komitmen nasional dan

internasional

 Adanya Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), meliputi Pos

Pelayanan Terpadu/Posyandu, Pos Kesehatan Desa/Polindes, Pos Obat

Desa, Pos Kesehatan di Pondok Pesantren/Poskestren, Asuransi

Kesehatan/Askes , Pos Upaya Kesehatan Kerja.

 Adanya kerjasama dan kemitraan dengan Perguruan Tinggi, LSM,

(32)

32

 Filosofi dasar masyarakat Jawa Barat yang tertuang dalam moto “Cageur, bageur, bener, pinter tur singer“ yang sudah lama menjadi harapan bentuk sumber daya masyarakat Jawa Barat yang di cita-citakan.  Adanya kebijakan Gubernur berupa janji politik dan Rencana Aksi

Multipihak (RAM-IP)

 Adanya Pokja lintas sektor yang didukung Pemda Jawa Barat, seperti Tim

Pembina Gizi, Komisi Penanggulangan AIDS Daerah, Tim Penggerak Usaha Kesehatan Sekolah dll. merupakan peluang lain yang bermanfaat

dalam upaya peningkatan kesehatan di Jawa Barat

 Memiliki anggaran operasional yang memadai dalam menunjang

kegiatan-kegiatan dinas (Bersumber APBD Provinsi, APBN, PHLN).  Memiliki sarana dan fasilitas perkantoran/fasilitas kerja yang memadai.  Memiliki Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur dan Produk regulasi

lainnya yang mendukung bidang kesehatan.

 Memiliki SDM yang menguasai teknologi dan metodologi manajemen dan

teknis kesehatan

 Ketersediaan obat esensial di sarana fasilitas kesehatan

 Adanya Pokja Lintas Program seperti Tim Bina Wilayah, JKN, UPM,

Kajian Teknis Perizinan Bidang Kesehatan, Koordinasi Program

(33)
(34)

70

BAB III

ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

DINAS KESEHATAN JAWA BARAT

3.1.

Identifikasi Permasalahan

Identifikasi permasalahan berdasarkan Tugas Dan Fungsi

Pelayanan

Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat menunjukkan masih banyak permasalahan

yang belum dapat teratasi dengan baik.

Permasalahan mendasar dalam pembangunan kesehatan di Jawa Barat, antara lain:

masih tingginya kejadian beberapa penyakit menular, penyakit tidak menular,

gangguan mental serta gangguan gizi. Terdapat beban ganda penyakit diluar

sasaran MDGs 2015, ancaman munculnya penyakit new emerging & re-emerging

serta Kejadian Luar Biasa (KLB) yang diakibatkan adanya perubahan perilaku

manusia dan lingkungan. Sistem Kesehatan belum sesuai dengan kebutuhan

masyarakat baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. (3)Sistem Pelayanan kesehatan

belum efektif dan efisien, masih berorientasi kepada kuratif daripada promotif &

preventif(4)Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) belum menjadi budaya di

masyarakat (5)Kualitas kesehatan lingkungan masih rendah sebagai akibat dari

pembangunan yang tidak berwawasan kesehatan(6) Sumber Daya Kesehatan

belum sesuai dengan standar untuk memenuhi pelayanan kesehatan yang prima (7)

Regulasi kesehatan perlu dilengkapi dan Sistem Informasi Kesehatan belum

terintegrasi mendukung manajemen kesehatan.

3.1.1. ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS

Perkembangan global, regional, nasional dan lokal saat ini merupakan faktor dinamis

yang mengalami perubahan serta sangat menentukan proses pembangunan di satu

daerah, termasuk di Daerah yang berbatasan langsung dengan ibukota Republik

Indonesia.

1. TINGKAT GLOBAL

o Komitmen Pemerintah Daerah terhadap pencapaian sasaran MDGs masih

belum optimal/belum sesuai dengan harapan. Hal ini ditunjukkan dengan

masih rendahnya pembiayaan yang dialokasikan oleh Pemerintah Provinsi

(35)

71

sasaran MDGs. Masalah kesehatan global gizi kurang yang diakibatkan

oleh kemiskinan, kematian ibu dan bayi yang masih tinggi, penyakit TB dan

HIV yang berpotensi terus meningkat serta kondisi lingkungan yang buruk

merupakan tantangan yang harus tetap memperoleh perhatian dalam 5

(lima) tahun kedepan.

o Strategi pembangunan pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan belum

sesuai dengan situasi kondisi epidemiologi penyakit maupun angka insiden

dan angka prevalen dari penyakit menular maupun penyakit tidak menular.

Hal ini perlu diantisipasi oleh pemerintah maupun swasta berkenaan

dengan adanya pasar bebas ASEAN. Bila hal tersebut tidak diantisipasi

akan berdampak terhadap kemungkinan rendahnya kepercayaan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah

maupun swasta.

o Pasar bebas ASEAN merupakan kebijakan yang harus diantisipasi oleh

pelaku pembangunan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

2. TINGKAT NASIONAL

o Kebijakan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional memberikan daya

dorong terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan serta

jaminan terhadap seluruh masyarakat untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan standar.

o Perkembangan politik seperti desentralisasi, demokratisasi dan politik

kesehatan. berdampak kepada kebijakan pembangunan kesehatan di

Daerah. Isu kesehatan selalu menjadi janji politik pada setiap PILKADA,

diperlukan adanya komitmen perlindungan, pemeliharaan dan perbaikan

kesehatan masyarakat, bukan hanya pelayanan pengobatan saja.

o Sinergitas dan keserasian kebijakan pembangunan kesehatan antara

pemerintah pusat , provinsi dan kabupaten/kota akan memberikan daya

dorong terhadap peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.

Kebijakan pemerintah dalam penetapan sasaran strategis

pembangunan kesehatan Tahun 2014 – 2019 dapat dan sesuai untuk

dijadikan dasar kebijakan pembangunan kesehatan di Provinsi, dan

Kabupaten/Kota.

Gambar

Gambar 1.1 Bagan Alir Penyusunan Renstra
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Jawa Barat
Tabel 2.1 Sebaran Sumber Daya Manusia
REKAPITULASI TENAGA KESEHATAN DI PROVINSI JAWA BARAT Tabel 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari perhitungan pada Tabel 4 tentang kebugaran jasmani SMPN 36 Surabaya dapat disimpulkan, siswa yang termasuk dalam kategori kurang sekali sebanyak 26

Koreksi variasi yang besarnya diambil dari hasil angka selisih thul 129 matahari dengan wasat 130 Bulan yang telah terkoreksi. Koreksi variasi yang besarnya diambil dari hasil

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari waktu terjadinya kompos antara penambahan larutan MOL nasi basi dengan kontrol,

(1) Kepada Wajib Pajak yang telah memperoleh persetujuan Bupati Kepala Daerah untuk melakukan pembayaran pajak secara angsuran, harus dilakukan secara teratur dan

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai permasalahan tersebut diatas untuk mengetahui secara

Islamic Social Reporting (variabel bebas /X) Menurut konsep etika Islam terbentuknya akuntabilitas dalam perspektif ekonomi Islam yaitu pelaporan tanggung jawab

Berbagai masalah tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang terjadi belakangan ini terutama tindak pidana yang dilakukan oleh anak, dimana dalam tahap penyidikan masih

Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk