Bab 3
ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA
STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG
CIPTA KARYA
3.1 ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN
PENATAAN RUANG
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam
pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga
kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting
3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya
3.1.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun
2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang
sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan
dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam
dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025
adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan makmur”. Dalam
penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam
pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan
dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan
sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,
pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan
ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui
pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan
pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan
hidup, sumber daya air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air
minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas
pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan
dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan
sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan
sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi
bagi masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih
merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh
masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran
pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan
pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam
penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama
untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada
setiap tahapan RPJMN, yaitu: RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing
perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan
infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah
dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh
masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan
perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan
akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa
permukiman kumuh. RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya
kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
3.1.1.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional III
(2015-2019)
RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional
jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025
yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi, dan Agenda Presiden/Wakil
Presiden (Nawa Cita). RPJMN III ditetapkan melalui Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015. Arahan sesuai dengan Target
RPJMN III yang didukung Infrastruktur Bidang Cipta Karya yakni dalam
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum
dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0
persen;
2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk
Indonesia;
3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;
4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan
prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;
5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang
mendukung;
6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah
domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada
7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk
keserasiannya terhadap lingkungan
Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN
2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali
sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat
investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya
guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa;
2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen
pembangunan di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada
untuk diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global
guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi;
3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali
khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus
urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percotohan (best
practices) perwujudan kota berkelanjutan;
4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar
kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan
sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan
metropolitan;
5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat
Sasaran pembangunan perkotaan yang didukung oleh
infrastruktur permukiman bidang Cipta Karya yakni diprioritaskan pada: 5
Kawasan Metropolitan Baru, 7 Kawasan Metropolitan Eksisting, 20 Kota
Sedang, 39 Pusat Pertumbuhan Baru, 10 Kota Baru.
Gambar 3.1
Sasaran Pembangunan Perkotaan
3.1.1.3 Arah Pengembangan Wilayah Papua (RPJMN 2015 – 2019)
Wilayah Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia
dengan potensi sumber daya alam sangat besar di sektor pertambangan,
migas dan pertanian.
Komoditas sektor pertambangan dan penggalian yang paling
dominan adalah minyak, gas, emas, perak, nikel dan tembaga. Pada tahun
2013, sektor pertambangan dan penggalian sudah berkontribusi sebesar
Wilayah Papua terpusat di Provinsi Papua yang menjadi salah satu
penyumbang terbesar bagi sektor pertambangan nasional. Dengan
bertumpunya perekonomian Wilayah Papua pada sektor pertambangan dan
penggalian menyebabkan fluktuasi pada sektor ini akan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Wilayah Papua memiliki potensi gas bumi sebesar 23,91 TSCF
(Trillion Square Cubic Feet) atau sebesar 23,45 persen dari potensi
cadangan gas bumi nasional. Sementara itu, cadangan minyak bumi di
Wilayah Papua mencapai sekitar 66,73 MMSTB atau sebesar 0,91 persen
dari cadangan minyak bumi nasional yang mencapai 7.039,57 MMSTB
(Million Stock Tank Barrels/Cadangan Minyak Bumi). Cadangan gas bumi
terdapat di sekitar Teluk Bintuni. Sementara itu, cadangan migas terbesar
terdapat di sekitar Sorong, Blok Pantai Barat Sarmi, dan Semai.
Emas, perak, dan tembaga merupakan hasil tambang yang sangat
potensial untuk dikembangkan di Wilayah Papua karena memiliki lebih dari
45 persen cadangan tembaga nasional yang sebagian eksplorasi dan
pengolahannya terpusat di Timika (Kabupaten Mimika). Cadangan bijih
tembaga di Wilayah Papua diperkirakan sekitar 2,6 milliar ton. Sementara
itu, cadangan logam tembaga hanya sekitar 25 juta ton. Bahan tambang
dan galian yang menjanjikan potensi lainnya adalah bijih nikel, pasir besi,
dan emas. Bijih nikel terdapat di daerah Tanah Merah, Jayapura. Sebagian
besar dari sumber daya tersebut masih dalam indikasi dan belum
dieksploitasi. Penambangan pasir besi, bijih tembaga, dan emas berlokasi di
Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate)
dialokasikan seluas 1,2 juta Ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Produksi
Pertanian (KSPP). Empat Klaster Sentra Produksi Pertanian yang
dikembangkan yaitu: Greater Merauke, Kali Kumb, Yeinan, dan Bian di
Kabupaten Merauke. Untuk jangka menengah (kurun waktu 2015 – 2019)
diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman
pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, serta perikanan darat di
Klaster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji. Sedangkan untuk jangka
panjang (kurun waktu 2020 – 2030) diarahkan pada terbangunnya kawasan
sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan
perkebunan.
Potensi unggulan pertanian tanaman pangan di wilayah Papua
meliputi komoditi padi, palawija dan hortikultura. Tanaman palawija terdiri
dari komoditi jagung, ubi kayu, ubi jalar, buah merah kacang tanah,
kacang kedelai dan kacang hijau. Sedangkan hortikultura terdiri dari
komoditi sayur-sayuran serta buah- buahan. Berdasarkan data BPS tahun
2013, produksi tanaman pangan di Wilayah Papua terdiri dari produksi
jagung sebesar 9.107 ton dari luas panen 4.255 ha, produksi padi mencapai
199.362 ton dari luas panen 58.634 ha, produksi kedelai mencapai 5.219
ton dari luas panen sebesar 4.367 ha, produksi kacang tanah mencapai
2.693 ton dari luas panen sebesar 2.551 ha, produksi sagu sebesar 7.319
ton dari luas panen 7.608 ha, dan produksi ubi jalar mencapai 455.742 ton
dari luas panen sebesar 34.100 ha (2012), serta ubi kayu yang memiliki
Tanaman perkebunan di wilayah Pulau Papua dengan produksi
dan luas areal terbesar adalah kelapa sawit, kelapa, coklat, dan kopi.
Penyebaran untuk produksi kelapa sawit, kelapa dan kopi terbesar terdapat
di Provinsi Papua. Perkembangan perkebunan kelapa sawit cukup tinggi
karena ekspansi perkebunan sawit banyak dikembangkan di wilayah Papua.
Selain kelapa sawit, produksi perkebunan karet di Wilayah Papua secara
keseluruhan cukup besar. Produksi karet di Wilayah Papua mengalami
peningkatan selama periode 2009-2013. Pada tahun 2013, produksi karet di
Wilayah Papua mencapai 2.308 ton dengan dominasi produksi dari Provinsi
Papua sebesar 2.281 ton. Wilayah Papua juga sangat berpotensi untuk
menjadi penghasil tebu yang besar karena memiliki lahan untuk produksi
tebu terluas di luar Jawa yaitu sebesar 500.000 Ha atau 47 persen dari total
lahan tebu di luar Pulau Jawa.
Sedangkan untuk peternakan besar di Wilayah Papua, jumlah
populasi terbesar adalah babi, sapi potong, dan kambing. Sebaran populasi
ternak babi terbesar di Provinsi Papua sebesar 577.407 ekor di tahun 2012.
Secara umum, jumlah populasi untuk ternak, sebagian besar terdapat di
Provinsi Papua dibandingkan di Provinsi Papua Barat.
Potensi perikanan dan kelautan di Wilayah Pulau Papua sangat
melimpah. Wilayah Papua memiliki territorial perairan yang luas sekaligus
memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi.
Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di
Provinsi Papua sumber Pendapatan Asli Daerah. Oleh karena itu sektor ini
perkembangannya. Sebagian besar produksi perikanan terdiri dari
perikanan tangkap laut yang berada di Provinsi Papua. Selain itu terdapat
juga potensi perikanan budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring
apung dan sawah (mina padi). Sementara itu, perikanan budidaya laut
terbesar terdapat di Provinsi Papua Barat, sedangkan untuk perikanan
budidaya kolam terbesar berada di Provinsi Papua.
Selain pengembangan sektor primer, Wilayah Papua juga memiliki
beberapa potensi untuk pengembangan sektor sekunder dan tersier. Di
sektor sekunder, untuk meningkatkan nilai tambah sektor unggulan,
wilayah Papua memiliki potensi untuk didirikan industri pengolahan sektor
unggulan (industri hilir) terutama industri buah merah, kakao dan kelapa,
industri pengolahan turunan hasil pertanian dan perikanan serta industri
pertambangan, minyak dan gas. Sementara di sektor tersier, dapat
dikembangkan sektor pariwisata terutama wisata alam, bahari dan budaya
yang merupakan tujuan wisatawan mancanegara maupun wisatawan local.
a. Tema Pengembangan Wilayah Papua
Berdasarkan potensi dan keunggulan Wilayah Papua, maka tema besar
pembangunan Wilayah Papua sebagai:
Percepatan pengembangan industri berbasis komoditas lokal yang
bernilai tambah di sektor/subsektor pertanian, perkebunan,
peternakan dan kehutanan;
Percepatan pengembangan ekonomi kemaritiman melalui
Percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam melalui
pengembangan potensi sosial budaya dan keanekaragaman hayati;
Percepatan pengembangan hilirisasi industri pertambangan,
minyak, gas bumi, emas, perak, dan tembaga;
Peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan
untuk pembangunan rendah karbon; serta
Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan
masyarakat;
Pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan
berbasis wilayah kampung masyarakat adat, melalui percepatan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia Papua yang mandiri,
produktif dan berkepribadian.
b. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Papua
Tujuan pengembangan Wilayah Papua tahun 2015-2019 adalah
mendorong percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Papua
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua melalui
percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Papua dengan
menekankan keunggulan dan potensi daerah yang berbasis kesatuan
adat melalui: (a) pemenuhan kebutuhan dasar dan ketahanan hidup
yang berkelanjutan, serta pemerataan pelayanan pendidikan,
kesehatan, dan perumahan rakyat yang terjangkau, berkualitas, dan
layak, (b) pengembangan kemandirian ekonomi berkelanjutan berbasis
wilayah adat khususnya di Provinsi Papua melalui pengembangan
lokal, yaitu kakao, kopi, buah merah, karet, sagu, kelapa dalam,
kacang tanah, ubi, sayur dan buah-buahan, serta komoditas non lokal
yaitu padi, jagung, kedelai, dan tebu; pengembangan perkebunan dan
pertanian tanaman non-pangan seperti tebu, karet, dan kelapa sawit;
pengembangan peternakan yaitu sapi dan babi, Pengembangan
kemaritiman yaitu industri perikanan dan pariwisata bahari;
pengembangan potensi budaya dan lingkungan hidup, yaitu pariwisata
budaya, cagar alam dan taman nasional; dan pengembangan hilirisasi
komoditas minyak, gas bumi dan tembaga. (c) penyediaan infrastruktur
yang berorientasi pelayanan dasar masyarakat maupun peningkatan
infrastruktur yang berorientasi pengembangan investasi dan
pengembangan komoditas, serta (d) peningkatan SDM dan Ilmu dan
teknologi secara terus-menerus.
Adapun sasaran pengembangan Wilayah Papua pada tahun
2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi
Wilayah Papua, akan dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah,
termasuk diantaranya adalah pengembangan 2 kawasan ekonomi
khusus, 1 kawasan industri, pengembangan 5 kawasan adat dan
pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran
lainnya.
2. Sementara itu, untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah di
Wilayah Pulau Papua, maka akan dilakukan pembangunan daerah
terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata
pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi 9,5 persen di
tahun 2019; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di
daerah tertinggal menjadi rata-rata 22,63 persen di tahun 2019;
(c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah
tertinggal sebesar rata-rata 61,40 pada tahun 2019.
3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan
perkotaan di Papua, maka akan dilakukan optimalisasi peran 2
kota otonom berukuran sedang sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi, pusat pelayanan primer, dan hub untuk Pulau Papua
dan Maluku dalam bentuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
sekaligus sebagai pendukung pengembangan kawasan perbatasan
negara.
4. Sesuai dengan amanat UU 6/2014 tentang Desa, maka akan
dilakukan pembangunan perdesaan dengan sasaran berkurangnya
jumlah desa tertinggal sedikitnya 340 desa atau meningkatnya
jumlah desa mandiri sedikitnya 140 desa.
5. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat 4
pusat- pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman
depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman, maka
akan dikembangkan 3 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara
7. Untuk meningkatkan pelaksanaan Otonomi Daerah di Wilayah
Papua ditunjukkan dengan: (1) Meningkatnya proporsi penerimaan
pajak dan retribusi daerah sebesar 10 persen untuk propinsi dan
7 persen untuk kabupaten/kota; (2) Meningkatnya proporsi
belanja modal dalam APBD propinsi sebesar 35 persen dan untuk
Kabupaten/Kota sebesar 35 persen pada tahun 2019 serta
sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (3) Meningkatnya
jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian
(WTP) sebanyak 2 provinsi dan 20 kabupaten/kota di wilayah
Papua; (4) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan
aparatur daerah untuk jenjang S1 sebesar 50 persen dan S2-S3
sebesar 5 persen; (5) Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah
serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan
keuangan daerah di seluruh wilayah Papua sebesar 30 angkatan;
(6) Terlaksananya evaluasi otsus dan pembenahan terhadap
kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; (7)
Terlaksananya sinergi perencanaan dan penganggaran di wilayah
Papua (dengan proyek awal Provinsi Papua); (8) Meningkatnya
implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada
pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (9) Meningkatnya
persentase jumlah PTSP sebesar 40 persen; (10) Terlaksananya
koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur
sebagai wakil pemerintah; (11) terlaksananya sistem monitoring
Terlaksananya penguatan kelembagaan Badan Percepatan
Pembangunan Kawasan Papua dan Papua Barat.
8. Sasaran penanggulangan bencana di Wilayah Papua adalah
mengurangi Indeks Risiko Bencana pada 10 kabupaten/kota
sasaran (Kota Jayapura, Kota Sorong, Kota Manokwari, Kabupaten
Merauke, Sarmi, Yapen, Nabire, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan
Biak Numfor) yang memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik
yang berfungsi sebagai PKN, PKW, Kawasan Industri maupun
pusat pertumbuhan lainnya.
c. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Papua
Pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di Kawasan Papua
difokuskan pada pengembangan industri/hilirisasi berbasis komoditas
unggulan. Wilayah yang potensial untuk dijadikan sentra industri
berbasis komoditas unggulan, khususnya untuk Provinsi Papua
dengan fokus 5 Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis
Wilayah Adat yaitu:
1. KPE Saereri
Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Biak Numfor, Supiori,
Kepulauan Yapen, dan Waropen.
Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,
meliputi: perikanan laut.
Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri
2. KPE Mamta
Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Raya, Jayapura,
Keerom, Sarmi, dan Kota Jayapura.
Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,
meliputi: kelapa sawit, cokelat.
Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Kelapa
Sawit, Industri Cokelat, Industri Pariwisata Danau Sentani.
3. KPE Mee pago
Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Nabire, Paniai, Deiyai, Dogiyai,
Intan Jaya, dan Mimika.
Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,
meliputi: Sagu, Buah Merah, Ubi jalar.
Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu,
Industri Buah Merah, Industri Ubi jalar, Industri Pariwisata.
4. KPE La pago
Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Tengah, Jayawijaya,
Lanny Jaya, Nduga, Pegunungan Bintang, Tolikara, Yalimo,
Yahukimo, Puncak, dan Puncak Jaya.
Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,
meliputi: Sagu, Buah Merah, Ubi Jalar.
Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu,
Industri Buah Merah, Industri Ubi Jalar, Industri Pariwisata.
5. KPE Ha’anim
Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, dan
Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,
meliputi: Karet, Tebu, Kelapa Sawit, Padi, Perikanan, Peternakan.
Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Tebu,
Industri Kelapa Sawit, Industri Pengalengan Ikan, Industri Pangan,
Industri Peternakan.
d. Pengembangan Daerah Tertinggal Wilayah Papua
Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah
Papua difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal untuk
mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan
banyak pihak. Promosi daerah tertinggal ini juga akan mendorong
masyarakat semakin mengetahui potensi daerah tersebut dan akan
aktif dalam membantu pembangunan, upaya pemenuhan kebutuhan
dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik, serta pengembangan
perekonomian masyarakat yang berbasis potensi lokal: pengembangan
industri kecil berbasis komoditas lokal, yaitu pertanian, perkebunan,
peternakan; pengembangan ekonomi kemaritiman melalui
pengembangan industri perikanan dan parawisata bahari;
pengembangan potensi budaya dan keanekaragaman hayati melalui
parawisata budaya dan lingkungan hidup (taman nasional dan cagar
alam) yang didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah
pinggiran, seperti daerah tertinggal dan kawasan perbatasan ke pusat
Pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai
berikut:
1. Pemenuhan Pelayanan Publik Dasar
Mendukung pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk
pelayanan dasar publik di daerah tertinggal dengan prioritas
kegiatan sebagai berikut:
a. Bidang Pendidikan
b. Bidang Kesehatan
c. Bidang Energi
d. Bidang Informasi dan Telekomunikasi
e. Bidang Permukiman dan Perumahan
2. Pengembangan Ekonomi Lokal
Pengembangan kinerja perekonomian masyarakat di daerah
tertinggal dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan
karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antar kawasan.
Strategi ini meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses
permodalan, inovasi, dan pemasaran.
3. Penguatan Konektivitas dan Sislognas
Peningkatan konektivitas di Wilayah Papua difokuskan pada
pembukaan keterisolasian wilayah Pegunungan Tengah dan
perbatasan.
4. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK
Penguatan Kemampuan SDM dan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) difokuskan pada afirmasi pendidikan bagi
(OAP), serta peningkatan kapasitas aparatur di dalam pelayanan
publik dan pengelolaan keuangan.
5. Penguatan Regulasi dan Insentif
Dalam upaya menciptakan iklim yang kondusif untuk pengelolaan
hasil bumi dan energy.
6. Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan
Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan
kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan
kapasitas SDM.
7. Pengembangan Kampung
Mendukung pengembangan kampung sebagai upaya pengurangan
kesenjangan antarwilayah. Dalam proses pembangunan kedepan,
diharapkan adanya pelibatan warga kampung sebagai pemilik
tanah adat dalam perencanaan, penyelenggaran, dan evaluasi
pembangunan di daerah tertinggal.
8. Percepatan Pembangunan Provinsi Papua
Pemihakan Regulasi dan Anggaran bagi keberlanjutan
pelaksanaan program Percepatan Pembangunan Provinsi Papua
dan Papua Barat, sesuai dengan kebijakan Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua.
e. Pengembangan Daerah Perbatasan Wilayah Papua
Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Papua
difokuskan untuk meningkatkan peran kawasan perbatasan sebagai
tetangga Papua Nugini di perbatasan darat dan terhadap negara
Australia di perbatasan laut. Fokus Pengembangan Kawasan
Perbatasan di Wilayah Papua diarahkan pada pengembangan Pusat
Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di Wilayah Papua, yaitu PKSN
Jayapura, PKSN Tanah Merah, PKSN Merauke, serta serta
mempercepat pembangunan di Kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri)
tahun 2015-2019. Strategi pengembangan kawasan perbatasan
diarahkan untuk mewujudkan kemudahan aktivitas masyarakat
kawasan perbatasan dalam berhubungan dengan negara tetangga dan
menciptakan kawasan perbatasan yang berdaulat.
Tabel 3.1
3.1.1.4 Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya 2015-2019
Tujuan dan Sasaran Strategis Ditjen Cipta Karya merupakan
turunan dari visi Kementerian PUPR tahun 2015-2019, yaitu “Terwujudnya
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang Handal dalam
Mendukung Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian
Perumahan Rakyat yang handal diartikan sebagai tingkat dan kondisi
ketersediaan, keterpaduan, serta kualitas dan cakupan pelayanan
infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang produktif dan
cerdas, berkeselamatan, mendukung kesehatan masyarakat,
menyeimbangkan pembangunan, memenuhi kebutuhan dasar, serta
berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai masyarakat
yang lebih sejahtera.
Berdasarkan Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 sasaran
strategis yang fokus perhatian Ditjen Cipta Karya adalah meningkatnya
kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman di perkotaan
dan perdesaan. Adapun indikator kinerja outcome-nya Direktorat Jenderal
Cipta Karya meliputi:
1. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum
bagi masyarakat.
2. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan
permukiman yang layak.
3. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi
masyarakat
Adapun peta strategi Kementerian PU-PR dalam mewujudkan visi
Gambar 3.2
Peta Strategi Kementerian PUPR 2015-2019
Berdasarkan arahan kebijakan serta memperhatikan peluang dan
tantangan yang ada dalam pembangunan infrastruktur permukiman, maka
tujuan yang akan dicapai oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam
periode lima tahun ke depan adalah:
1. Melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan dalam
bidang Cipta Karya dengan mengedepankan prinsip keterpaduan,
inklusifitas, dan berkelanjutan.
2. Melaksanakan keterpaduan pembangunan infrastruktur permukiman
berdasarkan penataan ruang di kabupaten/kota/kawasan strategis.
3. Menyediakan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan
4. Meningkatkan kemandirian pemerintah daerah serta mendorong
kemitraan dengan masyarakat dan dunia usaha dalam
penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman.
5. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM
yang profesional dengan menerapkan prinsip good governance.
Gambar 3.3
Strategi Gerakan Nasional 100-0-100
Untuk mewujudkan sasaran strategis tersebut, maka sasaran
program Ditjen Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum
bagi masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan
pelayanan akses air minum
b. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan
permukiman yang layak, dengan indikator persentase penurunan
terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat, dengan indikator
persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi
Tabel 3.2
Sasaran Program Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya
3.1.2 Arahan Penataan Ruang
3.1.2.1 Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Papua
1. Kebijakan mewujudkan struktur ruang Pulau Papua dengan
menggunakan prinsip pusat pengembangan wilayah berbasis Kampung
Masyarakat Adat, meliputi:
a. Pengintegrasian kawasan kampung masyarakat adat dalam
pengembangan Wilayah Papua;
b. Pengembangan pusat klaster;
c. Pengembangan serta rehabilitasi prasarana dan sarana mitigasi
dan adaptasi bencana untuk mengatasi indeks kerawanan dan
d. Pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan
keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional
2. Kebijakan mewujudkan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 70
persen dari luas Pulau Papua dan kelestarian keanekaragaman hayati
kelautan dunia sebagai bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral
Triangle) meliputi:
a. Pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan
berfungsi lindung yang terdegradasi;
b. Pemertahanan kawasan hutan yang bervegetasi sesuai dengan
ekosistem dan fungsinya; dan
c. Pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki
nilai ekologis tinggi.
d. Internalisasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu
(RPDAST) yang sudah disahkan dengan Tata Ruang Wilayah yang
bersangkutan.
3. Kebijakan mewujudkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis
pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip
berkelanjutan meliputi:
a. Pengembangan kawasan Merauke sebagai pusat pertanian
tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan berbasis bisnis;
dan
b. Pengembangan kawasan minapolitan.
4. Kebijakan mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan
negara dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan
a. Percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan
pendekatan Pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan
masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup; dan
b. Pemertahanan eksistensi 9 (sembilan) PPKT sebagai titik-titik garis
pangkal Kepulauan Indonesia.
5. Kebijakan mewujudkan Kawasan Strategis Nasional (KSN) di Pulau
Papua meliputi:
a. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara di Kawasan Perbatasan Papua;
b. Pemanfaatan sumberdaya alam di Kawasan Timika secara optimal
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3.1.2.2 Strategi Penataan Ruang Wilayah Papua
1. Struktur Ruang Wilayah
a. Strategi untuk pengintegrasian kawasan Kampung Masyarakat
Adat dengan mengintegrasikan kawasan Kampung Masyarakat
Adat dalam pengembangan sentra produksi, kawasan perkotaan
nasional, serta prasarana dan sarana wilayah. Struktur perkotaan
nasional yang akan dikembangkan pada periode 2015-2019 dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
b. Strategi untuk pengembangan pusat klaster, meliputi:
Mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat
Mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional
sebagai pusat industri komoditas unggulan.
c. Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi untuk
meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional,
meliputi:
Mengembangkan dan memantapkan jaringan prasarana dan
sarana transportasi sesuai dengan kondisi dan karakteristik
kawasan;
Mengembangkan jaringan transportasi antarmoda untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah;
Mengembangkan dan meningkatkan jaringan transportasi
sungai, danau, dan penyeberangan serta bandar udara untuk
melayani angkutan keperintisan; dan
Mengembangkan jaringan jalan serta jaringan transportasi
sungai, danau, dan penyeberangan yang membuka akses
kampung masyarakat adat.
Tabel 3.3
2. Pengembangan Kawasan Lindung
a. Strategi untuk pemantapan kawasan berfungsi lindung dan
rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi,
meliputi:
Mempertahankan dan merehabilitasi fungsi ekologis kawasan
suaka alam dan pelestarian alam dengan memperhatikan
keberadaan Kampung Masyarakat Adat; dan
Mengembangkan nilai ekonomi dan jasa lingkungan pada
kawasan suaka alam dan pelestarian alam.
b. Strategi pemertahanan kawasan hutan yang bervegetasi sesuai
dengan ekosistemnya, dilakukan dengan:
Implementasi pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS);
Perlindungan mata air di Daerah Aliran Sungai (DAS)
prioritas;
Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan
hutan berbasis DAS;
Rehabilitasi hutan dan lahan di dalam Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan
mempertimbangkan morfologi tanah, curah hujan, kondisi
geologi, dan jenis tanamannya;
Mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekologis kawasan
hutan lindung dengan memperhatikan keberadaan Kampung
Mempertahankan, merehabilitasi, dan meningkatkan fungsi
kawasan peruntukan hutan untuk meningkatkan
kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat; dan
Mengendalikan alih fungsi kawasan peruntukan hutan untuk
kegiatan budi daya nonhutan.
c. Strategi pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang
memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan
kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman
hayati laut.
Mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekologis kawasan
hutan lindung dengan memperhatikan keberadaan Kampung
Masyarakat Adat;
Mempertahankan, merehabilitasi, dan meningkatkan fungsi
kawasan peruntukan hutan untuk meningkatkan
kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat; dan
Mengendalikan alih fungsi kawasan peruntukan hutan untuk
kegiatan budi daya nonhutan.
d. Strategi pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang
memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan
kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman
hayati laut.
3. Pengembangan Kawasan Budidaya
a. Strategi untuk pengembangan kawasan Merauke sebagai pusat
pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan berbasis
Mengembangkan pusat penelitian dan pengembangan
produksi hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan dan
peternakan;
Mengembangkan prasarana sumberdaya air untuk
meningkatkan luasan kawasan pertanian tanaman pangan.
b. Strategi untuk pengembangan kawasan minapolitan, meliputi
mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana yang didukung teknologi tepat guna
dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
c. Strategi perwujudan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis
pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip
berkelanjutan, dilakukan dengan:
Mengembangkan sentra pertanian tanaman pangan,
perkebunan, dan peternakan yang didukung industri
pengolahan ramah lingkungan;
Mengembangkan prasarana sumber daya air untuk
meningkatkan luasan kawasan pertanian tanaman pangan;
Mengembangkan kawasan peruntukan industri berbasis
komoditas perikanan;
Mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang
dilengkapi prasarana dan sarana dengan memperhatikan
kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat.
d. Strategi percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan
pendekatan pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan
Mempercepat pengembangan PKSN sebagai pusat
pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, simpul
transportasi, serta pusat promosi dan pemasaran ke negara
yang berbatasan;
Mengembangkan kawasan pertahanan dan keamanan negara
sebagai perwujudan kedaulatan negara.
e. Strategi untuk pemertahanan eksistensi 9 (sembilan) PPKT sebagai
titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia dengan
mengembangkan prasarana dan sarana transportasi
penyeberangan yang dapat meningkatkan akses ke PPKT.
4. Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
dikembangkan 2 (dua) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di
Pulau Papua. Strategi pengembangan KSN di Pulau Papua dapat dilihat
pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4
3.1.2.3 Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRW)
Provinsi Papua
Sistem pusat permukiman di Papua, berdasarkan Perda No 23
Tahun 2013, menetapkan:
A. Sistem Perkotaan Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional
terkait dengan wilayah Papua pada umumnya secara regional yakni PKN
Timika, Jayapura dan Merauke, PKW Biak, PKW Nabire, PKW Muting, PKW
Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW Wamena. Beberapa strategi
operasionalisasi yang diarahkan meliputi:
1. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil
pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi yang
didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu yaitu pusat
industri pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta
minyak dan gas bumi di PKN Timika.
2. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan lanjut
dan industri jasa hasil perkebunan kelapa sawit dan karet yang
berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:
a. pusat industri hilir pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan
karet di PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW
Arso, dan PKW Wamena; dan
b. pusat industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan
karet di PKW Biak, PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW
3. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil
hutan yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:
a. Pusat industri hilir pengolahan hasil hutan PKW Biak, PKW
Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW
Wamena;
b. Pusat pengolahan hasil hutan di PKW PKW Biak, PKW Nabire,
PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW
Wamena.
4. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan
industri jasa hasil pertanian tanaman pangan dilakukan di PKW Biak,
PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW
Wamena.
5. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan
industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan dilakukan di PKW
Biak, PKW Nabire, dan PKW Sarmi,.
6. Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN sebagai pusat pengembangan
ekowisata dan wisata budaya meliputi:
a. pusat pengembangan ekowisata di PKN Timika, Jayapura dan
Merauke, PKW Biak, PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW Wamena; dan
b. pusat pengembangan wisata budaya di PKN Timika, Jayapura dan
Merauke, PKW Biak, PKW Nabire, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW Wamena.
7. Pengembangan pusat kegiatan ekonomi di PKN dan PKW yang
Jayapura dan PKN Merauke, PKW Biak, PKW Nabire, PKW Muting,
PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW Wamena.
8. Pengembangan jaringan drainase di PKN dan PKW yang terintegrasi
dengan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi
pengembangan jaringan drainase di:
a. PKN Timika yang terintegrasi dengan Sungai Kamoro;
b. PKN Jayapura yang terintegrasi dengan Sungai Kali Acai dan
Sungai Klofkamp;
c. PKN Merauke yang terintegrasi dengan Sungai Maroo;
9. Penataan kawasan perkotaan yang adaptif terhadap ancaman bencana
banjir dilakukan di PKN Timika, PKN Jayapura dan PKN Merauke, PKW
Biak, PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan
PKW Wamena.
10. Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk kelestarian
lahan pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan berfungsi lindung
dilakukan di PKN Timika, PKN Jayapura dan PKN Merauke, PKW Biak,
PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW
Wamena.
B. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan
Bawahannya
Strategi operasionalisasi kawasan yang memberikan perlindungan
1. Pemertahanan luasan dan pelestarian kawasan bergambut untuk
menjaga sistem tata air alami dan ekosistem kawasan dilakukan pada
kawasan bergambut di Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori,
Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi,
Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten
Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya,
Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten
Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten
Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten
Intan Jaya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven
Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura.
2. Pemertahanan dan peningkatan fungsi kawasan resapan air,
khususnya pada hulu sungai dilakukan pada hulu Sungai.
3. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan resapan air
dilakukan pada hulu Sungai.
C. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Setempat
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan
perlindungan setempat meliputi:
1. Pengendalian perkembangan kawasan terbangun yang mengganggu
dan/atau merusak fungsi sempadan sungai dilakukan di sempadan
Sungai;
2. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau
kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c dilakukan pada:
kawasan sekitar Danau Sentani (Kabupaten Jayapura dan Kota
Jayapura), Danau Tigi (Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Paniai.
D. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam Dan Cagar Budaya
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan cagar budaya meliputi :
a. Pemertahanan kawasan cagar alam merupakan kawasan lindung
nasional dilakukan pada : Cagar Alam Cycloop (Kabupaten
Jayapura dan Kota Jayapura); Cagar alam Enarotali (kabupaten
Paniai, Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Dogiyai); cagar alam
pegunungan wayland (kabupetan Dogiyai dan Kabupaten Nabire);
cagar alam Bupul (Kabupaten Merauke); Cagar Alam Biak Utara
(Kabupaten Biak); cagar alam Yapen Tengah (Kabupaten
Kepulauan Yapen); Cagar Alam Supiori (Kabupaten Supiori);
b. Pemertahanan kawasan cagar alam dilakukan pada Cagar Alam
Wiay (Kabupaten Nabire).
c. Pemertahanan suaka margasatwa merupakan kawasan lindung
nasional meliputi : Suaka margasatwa pulau dolok (kabupaten
merauke); suaka margasatwa jayawijaya (Kabupaten yahukimo,
kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Yalimo); suaka
margasatwa Danau Bian (Kabupaten Merauke); suaka margasatwa
foja (kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom,
Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Mamberamo Tengah,
Kabupaten Pegunungan bintang, Kabupaten Puncak, Kabupaten
Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo dan
Kabupaten Yalimo); suaka margasatwa pulau Pombo (kabupaten
merauke); suaka margasatwa savan (kabupaten merauke).
d. Pemertahanan dan rehabilitasi luasan taman nasional, taman
hutan raya, dan taman wisata alam dilakukan pada: Taman
Nasional Lorentz (Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten
Jayawijaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Paniai, Kabupaten
Puncak, Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Yahukimo),
Taman Nasional Wasur (Kabupaten Merauke);
e. Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir
untuk perlindungan pantai dan kelestarian biota laut dilakukan
pada kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir
Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Kepulauan Yapen,
Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Biak Numfor,
Kabupaten Supiori, Kabupaten Asmat, Kabupaten Merauke,
Kabupaten Nabire, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi,
Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.
f. Taman nasional Lorentz sebagaimana dimaksud merupakan
kawasan lindung nasional, juga merupakan kawasan strategis
nasional, sekaligus merupakan situs warisan alam dunia oleh
g. Taman nasional laut yang merupakan kawasan lindung nasional
meliputi taman nasional laut teluk cenderawasih (Kabupaten
Nabire)
h. Kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut terdiri
atas : kawasan taman wisata alam merupakan kawasan lindung
nasional meliputi Taman wisata alam teluk youtefa (Kota
Jayapura) dan taman wisata alam anggromeos (Kabupaten Nabire);
Kawasan taman wisata alam laut meliputi taman wisata perairan
kepualaun padaido (Kabupaten Biak).
E. Kawasan Rawan Bencana Alam
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan rawan bencana
alam dilakukan dengan mengembangkan jaringan drainase yang terintegrasi
dengan sungai pada kawasan perkotaan yang rawan banjir.
1. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada
kawasan rawan bencana alam geologi dilakukan pada: kawasan rawan
gerakan tanah Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten
Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten
Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo
Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten
Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak
Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Nduga,
Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten
Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel,
Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura;
2. Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui
penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana, pembangunan prasarana
dan sarana pemantauan bencana, serta penetapan standar bangunan
gedung untuk mengurangi dampak akibat bencana alam geologi
dilakukan pada: kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Biak
Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten
Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya,
Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai,
Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo,
Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan
Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai,
Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Asmat,
Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke,
Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura; dan
3. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada
kawasan imbuhan air tanah dilakukan pada kawasan imbuhan air
tanah di CAT (Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten
Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo
Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten
Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak
Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten
Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya,
Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel,
Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura).
F. Kawasan Budi Daya Strategis Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan budi daya yang
memiliki nilai strategis nasional terdiri atas strategi operasionalisasi
perwujudan:
1. kawasan peruntukan hutan;
2. kawasan peruntukan pertanian;
3. kawasan peruntukan perikanan;
4. kawasan peruntukan pertambangan;
5. kawasan peruntukan industri;
6. kawasan peruntukan pariwisata; dan
7. kawasan peruntukan permukiman.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a meliputi:
1. Pengembangan kawasan peruntukan hutan yang didukung dengan
industry pengolahan dengan prinsip berkelanjutan dilakukan pada
kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten
Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten
Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya,
Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten
Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten
Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten
Intan Jaya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven
Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura.
2. Pemertahanan kelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan
satwa endemik kawasan dengan meningkatkan fungsi ekologis di
kawasan peruntukan hutan dilakukan pada kawasan peruntukan
hutan di Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten
Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten
Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo
Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten
Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak
Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Nduga,
Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten
Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya,
Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel,
Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura.
3. Pengendalian perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan
peruntukan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan pada kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Biak
Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya,
Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai,
Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo,
Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan
Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai,
Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Asmat,
Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke,
Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan
perikanan dilakukan di :
Pengembangan kegiatan perikanan budi daya dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada kawasan
peruntukan perikanan di Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori,
Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi,
Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten
Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya,
Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten
Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten
Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten
Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya,
Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan
pertambangan dilakukan di:
1. Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan mineral, batubara,
serta minyak dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup meliputi:
a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Biak
Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen,
Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo
Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo Tengah,
Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten
Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten
Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan
Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire,
Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi,
Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom
dan Kota Jayapura;
b. Kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten
Puncak, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang,
Kabupaten Mimika, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Paniai,
Kabupaten Intan Jaya.
2. Pengendalian perkembangan kawasan pertambangan yang mengganggu
a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Biak
Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen,
Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo
Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo Tengah,
Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten
Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten
Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan
Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire,
Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi,
Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom
dan Kota Jayapura;
b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten
Puncak, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang,
Kabupaten Mimika, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Paniai,
Kabupaten Intan Jaya; dan
3. Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pasca tambang pada kawasan
peruntukan pertambangan untuk memulihkan kualitas lingkungan
dan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
pada:
a. Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten
Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi,
Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten
Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny
Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten
Yahukimo, dan Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan
Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten
Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten
Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten
Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura; dan
b. Kabupaten Puncak, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten
Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten Deiyai,
Kabupaten Paniai, Kabupaten Intan Jaya.
Kawasan andalan terdiri atas kawasan andalan dengan sektor
unggulan kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan,
industri, dan pariwisata. Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan
andalan terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan:
1. kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan;
2. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian;
3. kawasan andalan dengan sektor unggulan perkebunan;
4. kawasan andalan dengan sektor unggulan perikanan;
5. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertambangan;
6. kawasan andalan dengan sektor unggulan industri; dan
3.1.2.4 Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Kabupaten Sarmi
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sarmi
Tahun 2013 – 2033
Penataan ruang wilayah Kabupaten bertujuan untuk mewujudkan
wilayah yang maju dan mandiri serta berdaya saing tinggi melalui
pemanfaatan sumber daya alam secara optimum berbasiskan agroindustri
yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kebijakan penataan ruang Kabupaten Deiyai, terdiri atas :
A. Pemerataan ekonomi wilayah Kabupaten
Strategi yang dilakukan dalam mencapai pemerataan ekonomi wilayah
Kabupaten meliputi:
a. mengembangkan sistem prasarana transportasi melalui
pembangunan dan peningkatan jalan penghubung antar
perdesaan dan perkotaan;
b. mengembangkan fungsi distrik sebagai simpul produksi hasil
perkebunan, industri olahan hasil hutan ikutan, peternakan dan
perikanan; dan
c. membangun dan meningkatkan sistem prasarana transportasi
darat untuk membuka aksesibilitas antar distrik dan kampung
serta sentra-sentra produksi secara terencana dan terpadu
B. Peningkatan peluang investasi;
a. mengembangkan dan mengelola sumber daya hutan yang memiliki
nilai ekonomi tinggi;
b. meningkatkan kerjasama dengan masyarakat dalam mengelola
hutan sebagai hutan kerakyatan yang produktif;
c. memberikan kepastian hukum untuk berusaha/menanamkan
modal di setiap bidang usaha;
d. memanfaatkan sumberdaya hutan bersama masyarakat untuk
menjaga kelestarian lingkungan; dan
e. membina komunitas masyarakat hutan dengan optimalisasi
potensi komunitas adat dayak untuk membangun dan
mengembangkan perkebunan dan industri olahan hasil hutan
C. Peningkatan produksi agroindustri;
Strategi yang diperlukan dalam rangka untuk peningkatan produksi
agroindustri meliputi:
a. meningkatkan produktivitas hasil perkebunan, pertanian dan
kehutanan melalui pola intensifikasi dan ekstensifikasi dengan
tetap mempertahankan ekosistem lingkungan;
b. meningkatkan dan mengembangkan kawasan agropolitan dengan
melengkapi fasilitas perdagangan pusat koleksi distribusi dan jasa
pendukung komoditas pertanian kawasan;
c. memanfaatkan lahan non produktif secara lebih bermakna bagi
peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan pendapatan
d. meningkatkan teknologi pertanian, termasuk perkebunan,
perikanan, peternakan dan kehutanan yang bernilai ekonomi
tinggi; dan
e. memperkuat pemasaran hasil pertanian.
D. Penguatan kawasan konservasi untuk kelestarian lingkungan.
Strategi yang diperlukan untuk penguatan kawasan konservasi untuk
kelestarian lingkungan meliputi:
a. memperkuat dan menetapkan kawasan lindung yang tidak boleh
dialihfungsikan;
b. menetapkan tata batas kawasan lindung dan kawasan budidaya;
c. membangun dan memelihara embung, tabat pada beberapa titik
yang terintegrasi untuk mencegah kebakaran hutan;
d. menyusun dan melaksanakan program rehabilitasi lingkungan
yang berbasis masyarakat dan kearifan lokal;
e. meningkatkan sistem pengelolaan dan pengendalian lingkungan
terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan; dan
f. menggalang kerjasama regional, nasional dan internasional dalam
rangka pemulihanfungsi kawasan lindung.
E. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
Negara.
Strategi yang diperlukan dalam peningkatan fungsi kawasan untuk
a. mengembangkan budidaya secara selektif didalam dan di sekitar
kawasanpertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan
peruntukannya.;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya
tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan
negara sebagai zona penyangga; dan
c. memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan.
Struktur Ruang Wialayah
Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Deyai meliputi pusat-pusat
kegiatan, sistem jaringan prasarana utama dan sistem jaringan prasarana
lainnya.
A. Pusat-pusat kegiatan;
Berdasar pada hasil analisa dan observasi langsung di lapangan,
diketahui bahwa perkotaan (ibukota distrik) yang terdapat di Kabupaten
Sarmi ini sebagian besar termasuk dalam kategori kota desa kecil, kecuali
perkotaan Sarmi yang sudah berkembang menjadi kota desa/keluarahan
sedang. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 dan pasal 11, Sistem
Perkotaan Nasional terdiri atas PKN (Pusat Kegiatan Nasional), PKW (Pusat
Kegiatan Wilayah) dan PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Berdasar pada pasal
Undang-undang penataan Ruang tersebut serta arahan struktur ruang
sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang merupakan kawasan perkotaan
dengan fungsi untuk melayani kegiatan dalam skala kabupaten, beberapa
kabupaten di sekitarnya dan atau beberapa kecamatan/distrik. Dan Pusat
Kegiatan Lokal Promosi di Kabupaten Sarmi diarahkan di Armopa Distrik
Bonggo. Ibukota distrik dalam rencana pusat kegiatan diarahkan menjadi
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yaitu Betaf Distrik Pantai Timur, Nengke
Distrik Pantai Timur Barat, Holmafen Dstrik Sarmi Timur, Wapomania
Distrik Sarmi Selatan, Arbais Distrik Pantai Barat dan Aurimi Distrik
Apawer Hulu.
Sedangkan untuk Pusat Pelayanan Lingkungan, terdiri atas: Pulau
Liki di Distrik Sarmi Kota, Pulau Armo di Distrik Sarmi Kota, Pulau Yamna
di Distrik Pantai Timur dan Pulau Masi-masi di Distrik Pantai Timur.
B. Potensi Pengembangan Wilayah
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Sarmi, maka pengembangan wilayah Kabupaten Sarmi dibagi dalam 3 (tiga)
Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP), yaitu SSWP Sarmi, SSWP
Bonggo dan SSWP Arbais. SSWP Sarmi terdiri dari 4 (empat) Distrik yaitu;
Distrik Sarmi Selatan, Sarmi, Sarmi Timur dan Tor Atas, SSWP Bonggo
terdiri dari 4 (empat) Distrik yaitu; Distrik Bonggo Timur, Bonggo, Pantai
Timur dan Pantai Timur Barat, dan SSWP Arbais terdiri dari 2(dua) Distrik
yaitu; Distrik Pantai Barat dan Apawer Hulu. Perlunya pembagian wilayah
pengembangan tersebut adalah dalam rangka memacu pertumbuhan
Pengembangan SSWP didasarkan pada potensi wilayah yang
dimiliki suatu daerah. SSWP Sarmi diarahkan pada pengembangan Fasilitas
pendidikan, Fasilitas perdagangan dan jasa, Fasilitas kesehatan, Fasilitas
peribadatan, Pengembangan sarana dan prasarana penunjang pariwisata
serta Pengembangan kawasan pusat olahraga dan ruang terbuka hijau
berupa taman kota. SSWP Bonggo diarahkan pada pengembangan Fasilitas
pendidikan, Fasilitas perdagangan dan jasa, Fasilitas kesehatan, Fasilitas
peribadatan, Pengembangan ruang terbuka hijau berupa taman dan jalur
hijau serta Pengembangan gudang dan terminal agribisnis. SSWP Arbais
diarahkan pada pengembangan Fasilitas pendidikan, Fasilitas perdagangan
dan jasa, Fasilitas kesehatan, Fasilitas peribadatan serta Pengembangan
ruang terbuka hijau berupa taman dan jalur hijau.
Fungsi SSWP Sarmi sebagai pusat pemerintahan kabupaten, pusat
perdagangan dan jasa, pusat fasilitas pelayanan umum, pertanian,
perikanan, pariwisata, permukiman, simpul transportasi regional, serta
sentra industri kecil dan sedang.
Fungsi SSWP Bonggo sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat
fasilitas pelayanan umum, pertanian, perikanan, pariwisata,
permukiman, simpul transportasi regional, serta sentra industri kecil.
Fungsi SSWP Arbais sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat
fasilitas pelayanan umum, pertanian, perkebunan, peternakan dan
Permukiman.
Konsep pusat-pusat pertumbuhan ini menekankan pada fakta
bahwa pembangunan tidak terjadi dimana-mana secara serentak, tetapi di
akhirnya akan menyebar melalui berbagai saluran dan mempunyai akibat
akhir pada perekonomian secara keseluruhan. Adapun penjelasan tentang
pengembangan wilayah di Kabupaten Sarmi dapat dilihat pada table 2.9.
berikut ini.
Tabel 3.5
SSWP
Fasilitas pendidikan : pengembangan pendidikan setara akademi
Fasilitas perdagangan dan jasa : pasar umum, bank, swalayan, hotel/penginapan, tempat hiburan dan jasa
Fasilitas kesehatan : rumah sakit daerah tipe C, rumah sakit swasta dan puskesmas rawat inap
Fasilitas peribadatan : masjid, gereja, pura dan lainnya
Pengembangan sarana dan prasarana penunjang pariwisata
Pengembangan kawasan pusat olahraga dan ruang terbuka hijau berupa taman kota
SSWP 2 Bonggo
Fasilitas pendidikan : pengembangan pendidikan setara SMU/SMK
Fasilitas perdagangan dan jasa : pasar umum, bank, warung/rumah makan, pasar agribisnis
Fasilitas kesehatan : puskesmas rawat inap Fasilitas peribadatan : masjid, gereja, pura
dan lainnya
Pengembangan ruang terbuka hijau berupa taman dan jalur hijau
Pengembangan gudang dan terminal agribisnis
SSWP 3 Arbais Distrik Pantai Barat Distrik Apawer Hulu
Fasilitas pendidikan : pengembangan pendidikan setara SMU/SMK
Fasilitas perdagangan dan jasa : pasar umum, warung/rumah makan, pertokoan Fasilitas kesehatan : puskesmas rawat inap Fasilitas peribadatan : masjid, gereja, pura
dan lainnya
3.1.3 Arahan Wilayah Pengembangan Strategis
Kebijakan Prioritas Direktorat Jenderal Cipta Karya sesuai Amanat
RPJMN III Tahun 2015-2019 yakni:
1. Mendukung sistem perkotaan nasional: metropolitan eksisting,
metropolitan baru, kota baru, kota sedang, dan kawasan pusat
pertumbuhan baru
2. Mendukung WPS, Pelabuhan Strategis, Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional, dan Kawasan Industri Prioritas
3. Mendukung Kawasan Perbatasan di Kawasan PLBN dan Kawasan
Permukiman Perbatasan
4. Mendukung Pengurangan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan
5. Mendukung Pembangunan SPAM Regional dan SPAM Kota Binaan
6. Mendukung Pembangunan TPA Regional dan ITF
7. Mendukung Penataan Kampung Nelayan dan Revitalisasi Kawasan
Pusaka
Gambar 3.4