• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 2ee7260abf BAB IIIBAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENSTRA ok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 2ee7260abf BAB IIIBAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENSTRA ok"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 3

ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA

STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG

CIPTA KARYA

3.1 ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN

PENATAAN RUANG

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam

pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga

kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting

dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

3.1.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun

2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang

(2)

dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam

dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025

adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan makmur”. Dalam

penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam

pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan

dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan

terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan

sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,

pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan

ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui

pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan

hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan

maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air

minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas

pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan

sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi

dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan

sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan

sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi

bagi masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih

(3)

dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh

masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran

pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan

pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam

penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama

untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada

setiap tahapan RPJMN, yaitu: RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing

perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan

infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah

dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh

masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan

perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan

akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa

permukiman kumuh. RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya

kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

3.1.1.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional III

(2015-2019)

RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional

(4)

Presiden (Nawa Cita). RPJMN III ditetapkan melalui Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015. Arahan sesuai dengan Target

RPJMN III yang didukung Infrastruktur Bidang Cipta Karya yakni dalam

pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.

Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum

dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0

persen;

2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk

Indonesia;

3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;

4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan

prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;

5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang

mendukung;

6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah

domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada

tingkat kebutuhan dasar;

7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk

keserasiannya terhadap lingkungan

Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN

(5)

1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali

sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat

investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya

guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa;

2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen

pembangunan di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada

untuk diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global

guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi;

3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali

khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus

urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan

ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percotohan (best

practices) perwujudan kota berkelanjutan;

4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar

kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi

masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan

sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan

metropolitan;

5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat

Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).

Sasaran pembangunan perkotaan yang didukung oleh

infrastruktur permukiman bidang Cipta Karya yakni diprioritaskan pada: 5

(6)

Gambar 3.1

Sasaran Pembangunan Perkotaan

3.1.1.3 Arah Pengembangan Wilayah Papua (RPJMN 2015 – 2019)

Wilayah Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia

dengan potensi sumber daya alam sangat besar di sektor pertambangan,

migas dan pertanian.

Komoditas sektor pertambangan dan penggalian yang paling

dominan adalah minyak, gas, emas, perak, nikel dan tembaga. Pada tahun

2013, sektor pertambangan dan penggalian sudah berkontribusi sebesar

33,56 persen untuk seluruh Wilayah Papua. Kontribusi sektor tersebut di

Wilayah Papua terpusat di Provinsi Papua yang menjadi salah satu

penyumbang terbesar bagi sektor pertambangan nasional. Dengan

(7)

penggalian menyebabkan fluktuasi pada sektor ini akan sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Wilayah Papua memiliki potensi gas bumi sebesar 23,91 TSCF

(Trillion Square Cubic Feet) atau sebesar 23,45 persen dari potensi

cadangan gas bumi nasional. Sementara itu, cadangan minyak bumi di

Wilayah Papua mencapai sekitar 66,73 MMSTB atau sebesar 0,91 persen

dari cadangan minyak bumi nasional yang mencapai 7.039,57 MMSTB

(Million Stock Tank Barrels/Cadangan Minyak Bumi). Cadangan gas bumi

terdapat di sekitar Teluk Bintuni. Sementara itu, cadangan migas terbesar

terdapat di sekitar Sorong, Blok Pantai Barat Sarmi, dan Semai.

Emas, perak, dan tembaga merupakan hasil tambang yang sangat

potensial untuk dikembangkan di Wilayah Papua karena memiliki lebih dari

45 persen cadangan tembaga nasional yang sebagian eksplorasi dan

pengolahannya terpusat di Timika (Kabupaten Mimika). Cadangan bijih

tembaga di Wilayah Papua diperkirakan sekitar 2,6 milliar ton. Sementara

itu, cadangan logam tembaga hanya sekitar 25 juta ton. Bahan tambang

dan galian yang menjanjikan potensi lainnya adalah bijih nikel, pasir besi,

dan emas. Bijih nikel terdapat di daerah Tanah Merah, Jayapura. Sebagian

besar dari sumber daya tersebut masih dalam indikasi dan belum

dieksploitasi. Penambangan pasir besi, bijih tembaga, dan emas berlokasi di

tempat yang sama dengan penambangan biji tembaga di Timika.

Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate)

(8)

dikembangkan yaitu: Greater Merauke, Kali Kumb, Yeinan, dan Bian di

Kabupaten Merauke. Untuk jangka menengah (kurun waktu 2015 – 2019)

diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman

pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, serta perikanan darat di

Klaster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji. Sedangkan untuk jangka

panjang (kurun waktu 2020 – 2030) diarahkan pada terbangunnya kawasan

sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan

perkebunan.

Potensi unggulan pertanian tanaman pangan di wilayah Papua

meliputi komoditi padi, palawija dan hortikultura. Tanaman palawija terdiri

dari komoditi jagung, ubi kayu, ubi jalar, buah merah kacang tanah,

kacang kedelai dan kacang hijau. Sedangkan hortikultura terdiri dari

komoditi sayur-sayuran serta buah- buahan. Berdasarkan data BPS tahun

2013, produksi tanaman pangan di Wilayah Papua terdiri dari produksi

jagung sebesar 9.107 ton dari luas panen 4.255 ha, produksi padi mencapai

199.362 ton dari luas panen 58.634 ha, produksi kedelai mencapai 5.219

ton dari luas panen sebesar 4.367 ha, produksi kacang tanah mencapai

2.693 ton dari luas panen sebesar 2.551 ha, produksi sagu sebesar 7.319

ton dari luas panen 7.608 ha, dan produksi ubi jalar mencapai 455.742 ton

dari luas panen sebesar 34.100 ha (2012), serta ubi kayu yang memiliki

produksi mencapai 51.120 ton dari luas panen 4.253 ha.

Tanaman perkebunan di wilayah Pulau Papua dengan produksi

dan luas areal terbesar adalah kelapa sawit, kelapa, coklat, dan kopi.

(9)

di Provinsi Papua. Perkembangan perkebunan kelapa sawit cukup tinggi

karena ekspansi perkebunan sawit banyak dikembangkan di wilayah Papua.

Selain kelapa sawit, produksi perkebunan karet di Wilayah Papua secara

keseluruhan cukup besar. Produksi karet di Wilayah Papua mengalami

peningkatan selama periode 2009-2013. Pada tahun 2013, produksi karet di

Wilayah Papua mencapai 2.308 ton dengan dominasi produksi dari Provinsi

Papua sebesar 2.281 ton. Wilayah Papua juga sangat berpotensi untuk

menjadi penghasil tebu yang besar karena memiliki lahan untuk produksi

tebu terluas di luar Jawa yaitu sebesar 500.000 Ha atau 47 persen dari total

lahan tebu di luar Pulau Jawa.

Sedangkan untuk peternakan besar di Wilayah Papua, jumlah

populasi terbesar adalah babi, sapi potong, dan kambing. Sebaran populasi

ternak babi terbesar di Provinsi Papua sebesar 577.407 ekor di tahun 2012.

Secara umum, jumlah populasi untuk ternak, sebagian besar terdapat di

Provinsi Papua dibandingkan di Provinsi Papua Barat.

Potensi perikanan dan kelautan di Wilayah Pulau Papua sangat

melimpah. Wilayah Papua memiliki territorial perairan yang luas sekaligus

memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi.

Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di

Provinsi Papua sumber Pendapatan Asli Daerah. Oleh karena itu sektor ini

mempunyai peluang yang sangat luas untuk terus dipacu

perkembangannya. Sebagian besar produksi perikanan terdiri dari

perikanan tangkap laut yang berada di Provinsi Papua. Selain itu terdapat

(10)

apung dan sawah (mina padi). Sementara itu, perikanan budidaya laut

terbesar terdapat di Provinsi Papua Barat, sedangkan untuk perikanan

budidaya kolam terbesar berada di Provinsi Papua.

Selain pengembangan sektor primer, Wilayah Papua juga memiliki

beberapa potensi untuk pengembangan sektor sekunder dan tersier. Di

sektor sekunder, untuk meningkatkan nilai tambah sektor unggulan,

wilayah Papua memiliki potensi untuk didirikan industri pengolahan sektor

unggulan (industri hilir) terutama industri buah merah, kakao dan kelapa,

industri pengolahan turunan hasil pertanian dan perikanan serta industri

pertambangan, minyak dan gas. Sementara di sektor tersier, dapat

dikembangkan sektor pariwisata terutama wisata alam, bahari dan budaya

yang merupakan tujuan wisatawan mancanegara maupun wisatawan local.

a. Tema Pengembangan Wilayah Papua

Berdasarkan potensi dan keunggulan Wilayah Papua, maka tema besar

pembangunan Wilayah Papua sebagai:

Percepatan pengembangan industri berbasis komoditas lokal yang

bernilai tambah di sektor/subsektor pertanian, perkebunan,

peternakan dan kehutanan;

Percepatan pengembangan ekonomi kemaritiman melalui

pengembangan industri perikanan dan parawisata bahari;

Percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam melalui

pengembangan potensi sosial budaya dan keanekaragaman hayati;

Percepatan pengembangan hilirisasi industri pertambangan,

(11)

Peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan

untuk pembangunan rendah karbon; serta

Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan

masyarakat;

Pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan

berbasis wilayah kampung masyarakat adat, melalui percepatan

peningkatan kualitas sumberdaya manusia Papua yang mandiri,

produktif dan berkepribadian.

b. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Papua

Tujuan pengembangan Wilayah Papua tahun 2015-2019 adalah

mendorong percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Papua

untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua melalui

percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Papua dengan

menekankan keunggulan dan potensi daerah yang berbasis kesatuan

adat melalui: (a) pemenuhan kebutuhan dasar dan ketahanan hidup

yang berkelanjutan, serta pemerataan pelayanan pendidikan,

kesehatan, dan perumahan rakyat yang terjangkau, berkualitas, dan

layak, (b) pengembangan kemandirian ekonomi berkelanjutan berbasis

wilayah adat khususnya di Provinsi Papua melalui pengembangan

industri kecil dan menengah dibidang pertanian berbasis komoditas

lokal, yaitu kakao, kopi, buah merah, karet, sagu, kelapa dalam,

kacang tanah, ubi, sayur dan buah-buahan, serta komoditas non lokal

(12)

pengembangan peternakan yaitu sapi dan babi, Pengembangan

kemaritiman yaitu industri perikanan dan pariwisata bahari;

pengembangan potensi budaya dan lingkungan hidup, yaitu pariwisata

budaya, cagar alam dan taman nasional; dan pengembangan hilirisasi

komoditas minyak, gas bumi dan tembaga. (c) penyediaan infrastruktur

yang berorientasi pelayanan dasar masyarakat maupun peningkatan

infrastruktur yang berorientasi pengembangan investasi dan

pengembangan komoditas, serta (d) peningkatan SDM dan Ilmu dan

teknologi secara terus-menerus.

Adapun sasaran pengembangan Wilayah Papua pada tahun

2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi

Wilayah Papua, akan dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah,

termasuk diantaranya adalah pengembangan 2 kawasan ekonomi

khusus, 1 kawasan industri, pengembangan 5 kawasan adat dan

pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran

lainnya.

2. Sementara itu, untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah di

Wilayah Pulau Papua, maka akan dilakukan pembangunan daerah

tertinggal dengan sasaran sebanyak 9 Kabupaten tertinggal dapat

terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata

pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi 9,5 persen di

tahun 2019; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di

(13)

(c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah

tertinggal sebesar rata-rata 61,40 pada tahun 2019.

3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan

perkotaan di Papua, maka akan dilakukan optimalisasi peran 2

kota otonom berukuran sedang sebagai pusat pertumbuhan

ekonomi, pusat pelayanan primer, dan hub untuk Pulau Papua

dan Maluku dalam bentuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

sekaligus sebagai pendukung pengembangan kawasan perbatasan

negara.

4. Sesuai dengan amanat UU 6/2014 tentang Desa, maka akan

dilakukan pembangunan perdesaan dengan sasaran berkurangnya

jumlah desa tertinggal sedikitnya 340 desa atau meningkatnya

jumlah desa mandiri sedikitnya 140 desa.

5. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat 4

pusat- pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman

depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman, maka

akan dikembangkan 3 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara

yang dapat mendorong pengembangan kawasan sekitarnya.

7. Untuk meningkatkan pelaksanaan Otonomi Daerah di Wilayah

Papua ditunjukkan dengan: (1) Meningkatnya proporsi penerimaan

(14)

belanja modal dalam APBD propinsi sebesar 35 persen dan untuk

Kabupaten/Kota sebesar 35 persen pada tahun 2019 serta

sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (3) Meningkatnya

jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian

(WTP) sebanyak 2 provinsi dan 20 kabupaten/kota di wilayah

Papua; (4) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan

aparatur daerah untuk jenjang S1 sebesar 50 persen dan S2-S3

sebesar 5 persen; (5) Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah

serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan

keuangan daerah di seluruh wilayah Papua sebesar 30 angkatan;

(6) Terlaksananya evaluasi otsus dan pembenahan terhadap

kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; (7)

Terlaksananya sinergi perencanaan dan penganggaran di wilayah

Papua (dengan proyek awal Provinsi Papua); (8) Meningkatnya

implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada

pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (9) Meningkatnya

persentase jumlah PTSP sebesar 40 persen; (10) Terlaksananya

koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur

sebagai wakil pemerintah; (11) terlaksananya sistem monitoring

dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Papua; (12)

Terlaksananya penguatan kelembagaan Badan Percepatan

Pembangunan Kawasan Papua dan Papua Barat.

8. Sasaran penanggulangan bencana di Wilayah Papua adalah

mengurangi Indeks Risiko Bencana pada 10 kabupaten/kota

(15)

Merauke, Sarmi, Yapen, Nabire, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan

Biak Numfor) yang memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik

yang berfungsi sebagai PKN, PKW, Kawasan Industri maupun

pusat pertumbuhan lainnya.

c. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Papua

Pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di Kawasan Papua

difokuskan pada pengembangan industri/hilirisasi berbasis komoditas

unggulan. Wilayah yang potensial untuk dijadikan sentra industri

berbasis komoditas unggulan, khususnya untuk Provinsi Papua

dengan fokus 5 Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis

Wilayah Adat yaitu:

1. KPE Saereri

Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Biak Numfor, Supiori,

Kepulauan Yapen, dan Waropen.

Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,

meliputi: perikanan laut.

Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri

Pengalengan, Industri Perikanan Laut, Industri Pariwisata/MICE.

2. KPE Mamta

Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Raya, Jayapura,

Keerom, Sarmi, dan Kota Jayapura.

Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,

(16)

Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Kelapa

Sawit, Industri Cokelat, Industri Pariwisata Danau Sentani.

3. KPE Mee pago

Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Nabire, Paniai, Deiyai, Dogiyai,

Intan Jaya, dan Mimika.

Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,

meliputi: Sagu, Buah Merah, Ubi jalar.

Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu,

Industri Buah Merah, Industri Ubi jalar, Industri Pariwisata.

4. KPE La pago

Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Tengah, Jayawijaya,

Lanny Jaya, Nduga, Pegunungan Bintang, Tolikara, Yalimo,

Yahukimo, Puncak, dan Puncak Jaya.

Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,

meliputi: Sagu, Buah Merah, Ubi Jalar.

Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu,

Industri Buah Merah, Industri Ubi Jalar, Industri Pariwisata.

5. KPE Ha’anim

Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, dan

Boven Digoel.

Fokus pengembangan: Peningkatan produktivitas di hulu,

meliputi: Karet, Tebu, Kelapa Sawit, Padi, Perikanan, Peternakan.

Percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Tebu,

Industri Kelapa Sawit, Industri Pengalengan Ikan, Industri Pangan,

(17)

d. Pengembangan Daerah Tertinggal Wilayah Papua

Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah

Papua difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal untuk

mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan

banyak pihak. Promosi daerah tertinggal ini juga akan mendorong

masyarakat semakin mengetahui potensi daerah tersebut dan akan

aktif dalam membantu pembangunan, upaya pemenuhan kebutuhan

dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik, serta pengembangan

perekonomian masyarakat yang berbasis potensi lokal: pengembangan

industri kecil berbasis komoditas lokal, yaitu pertanian, perkebunan,

peternakan; pengembangan ekonomi kemaritiman melalui

pengembangan industri perikanan dan parawisata bahari;

pengembangan potensi budaya dan keanekaragaman hayati melalui

parawisata budaya dan lingkungan hidup (taman nasional dan cagar

alam) yang didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang

berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah

pinggiran, seperti daerah tertinggal dan kawasan perbatasan ke pusat

pertumbuhan terutama pada 21 kabupaten terisolir di Provinsi Papua.

Pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai

berikut:

1. Pemenuhan Pelayanan Publik Dasar

Mendukung pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk

pelayanan dasar publik di daerah tertinggal dengan prioritas

(18)

b. Bidang Kesehatan

c. Bidang Energi

d. Bidang Informasi dan Telekomunikasi

e. Bidang Permukiman dan Perumahan

2. Pengembangan Ekonomi Lokal

Pengembangan kinerja perekonomian masyarakat di daerah

tertinggal dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan

karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antar kawasan.

Strategi ini meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses

permodalan, inovasi, dan pemasaran.

3. Penguatan Konektivitas dan Sislognas

Peningkatan konektivitas di Wilayah Papua difokuskan pada

pembukaan keterisolasian wilayah Pegunungan Tengah dan

perbatasan.

4. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK

Penguatan Kemampuan SDM dan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (IPTEK) difokuskan pada afirmasi pendidikan bagi

putera puteri asli Papua, peningkatan kapasitas Orang Asli Papua

(OAP), serta peningkatan kapasitas aparatur di dalam pelayanan

publik dan pengelolaan keuangan.

5. Penguatan Regulasi dan Insentif

Dalam upaya menciptakan iklim yang kondusif untuk pengelolaan

hasil bumi dan energy.

(19)

Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan

kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan

kapasitas SDM.

7. Pengembangan Kampung

Mendukung pengembangan kampung sebagai upaya pengurangan

kesenjangan antarwilayah. Dalam proses pembangunan kedepan,

diharapkan adanya pelibatan warga kampung sebagai pemilik

tanah adat dalam perencanaan, penyelenggaran, dan evaluasi

pembangunan di daerah tertinggal.

8. Percepatan Pembangunan Provinsi Papua

Pemihakan Regulasi dan Anggaran bagi keberlanjutan

pelaksanaan program Percepatan Pembangunan Provinsi Papua

dan Papua Barat, sesuai dengan kebijakan Percepatan

Pembangunan Provinsi Papua.

e. Pengembangan Daerah Perbatasan Wilayah Papua

Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Papua

difokuskan untuk meningkatkan peran kawasan perbatasan sebagai

halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara

tetangga Papua Nugini di perbatasan darat dan terhadap negara

Australia di perbatasan laut. Fokus Pengembangan Kawasan

Perbatasan di Wilayah Papua diarahkan pada pengembangan Pusat

Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di Wilayah Papua, yaitu PKSN

(20)

tahun 2015-2019. Strategi pengembangan kawasan perbatasan

diarahkan untuk mewujudkan kemudahan aktivitas masyarakat

kawasan perbatasan dalam berhubungan dengan negara tetangga dan

menciptakan kawasan perbatasan yang berdaulat.

Tabel 3.1

3.1.1.4 Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya 2015-2019

Tujuan dan Sasaran Strategis Ditjen Cipta Karya merupakan

turunan dari visi Kementerian PUPR tahun 2015-2019, yaitu “Terwujudnya

Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang Handal dalam

Mendukung Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian

Berlandaskan Gotong Royong”. Infrastruktur Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat yang handal diartikan sebagai tingkat dan kondisi

ketersediaan, keterpaduan, serta kualitas dan cakupan pelayanan

infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang produktif dan

cerdas, berkeselamatan, mendukung kesehatan masyarakat,

(21)

berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai masyarakat

yang lebih sejahtera.

Berdasarkan Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 sasaran

strategis yang fokus perhatian Ditjen Cipta Karya adalah meningkatnya

kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman di perkotaan

dan perdesaan. Adapun indikator kinerja outcome-nya Direktorat Jenderal

Cipta Karya meliputi:

1. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum

bagi masyarakat.

2. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan

permukiman yang layak.

3. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi

masyarakat

Adapun peta strategi Kementerian PU-PR dalam mewujudkan visi

(22)

Gambar 3.2

Peta Strategi Kementerian PUPR 2015-2019

Berdasarkan arahan kebijakan serta memperhatikan peluang dan

tantangan yang ada dalam pembangunan infrastruktur permukiman, maka

tujuan yang akan dicapai oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam

periode lima tahun ke depan adalah:

1. Melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan dalam

bidang Cipta Karya dengan mengedepankan prinsip keterpaduan,

inklusifitas, dan berkelanjutan.

2. Melaksanakan keterpaduan pembangunan infrastruktur permukiman

berdasarkan penataan ruang di kabupaten/kota/kawasan strategis.

3. Menyediakan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan

(23)

4. Meningkatkan kemandirian pemerintah daerah serta mendorong

kemitraan dengan masyarakat dan dunia usaha dalam

penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman.

5. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM

yang profesional dengan menerapkan prinsip good governance.

Gambar 3.3

Strategi Gerakan Nasional 100-0-100

Untuk mewujudkan sasaran strategis tersebut, maka sasaran

program Ditjen Cipta Karya adalah sebagai berikut:

a. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum

bagi masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan

pelayanan akses air minum

b. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan

permukiman yang layak, dengan indikator persentase penurunan

(24)

terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat, dengan indikator

persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi

Tabel 3.2

Sasaran Program Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya

3.1.2 Arahan Penataan Ruang

3.1.2.1 Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Papua

1. Kebijakan mewujudkan struktur ruang Pulau Papua dengan

menggunakan prinsip pusat pengembangan wilayah berbasis Kampung

Masyarakat Adat, meliputi:

a. Pengintegrasian kawasan kampung masyarakat adat dalam

pengembangan Wilayah Papua;

b. Pengembangan pusat klaster;

c. Pengembangan serta rehabilitasi prasarana dan sarana mitigasi

dan adaptasi bencana untuk mengatasi indeks kerawanan dan

(25)

d. Pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan

keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional

2. Kebijakan mewujudkan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 70

persen dari luas Pulau Papua dan kelestarian keanekaragaman hayati

kelautan dunia sebagai bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral

Triangle) meliputi:

a. Pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan

berfungsi lindung yang terdegradasi;

b. Pemertahanan kawasan hutan yang bervegetasi sesuai dengan

ekosistem dan fungsinya; dan

c. Pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki

nilai ekologis tinggi.

d. Internalisasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu

(RPDAST) yang sudah disahkan dengan Tata Ruang Wilayah yang

bersangkutan.

3. Kebijakan mewujudkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis

pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip

berkelanjutan meliputi:

a. Pengembangan kawasan Merauke sebagai pusat pertanian

tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan berbasis bisnis;

dan

b. Pengembangan kawasan minapolitan.

4. Kebijakan mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan

(26)

a. Percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan

pendekatan Pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan

masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup; dan

b. Pemertahanan eksistensi 9 (sembilan) PPKT sebagai titik-titik garis

pangkal Kepulauan Indonesia.

5. Kebijakan mewujudkan Kawasan Strategis Nasional (KSN) di Pulau

Papua meliputi:

a. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan

negara di Kawasan Perbatasan Papua;

b. Pemanfaatan sumberdaya alam di Kawasan Timika secara optimal

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3.1.2.2 Strategi Penataan Ruang Wilayah Papua

1. Struktur Ruang Wilayah

a. Strategi untuk pengintegrasian kawasan Kampung Masyarakat

Adat dengan mengintegrasikan kawasan Kampung Masyarakat

Adat dalam pengembangan sentra produksi, kawasan perkotaan

nasional, serta prasarana dan sarana wilayah. Struktur perkotaan

nasional yang akan dikembangkan pada periode 2015-2019 dapat

dilihat pada Tabel 3.1.

b. Strategi untuk pengembangan pusat klaster, meliputi:

Mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat

(27)

Mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional

sebagai pusat industri komoditas unggulan.

c. Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi untuk

meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional,

meliputi:

Mengembangkan dan memantapkan jaringan prasarana dan

sarana transportasi sesuai dengan kondisi dan karakteristik

kawasan;

Mengembangkan jaringan transportasi antarmoda untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah;

Mengembangkan dan meningkatkan jaringan transportasi

sungai, danau, dan penyeberangan serta bandar udara untuk

melayani angkutan keperintisan; dan

Mengembangkan jaringan jalan serta jaringan transportasi

sungai, danau, dan penyeberangan yang membuka akses

kampung masyarakat adat.

Tabel 3.3

(28)

2. Pengembangan Kawasan Lindung

a. Strategi untuk pemantapan kawasan berfungsi lindung dan

rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi,

meliputi:

Mempertahankan dan merehabilitasi fungsi ekologis kawasan

suaka alam dan pelestarian alam dengan memperhatikan

keberadaan Kampung Masyarakat Adat; dan

Mengembangkan nilai ekonomi dan jasa lingkungan pada

kawasan suaka alam dan pelestarian alam.

b. Strategi pemertahanan kawasan hutan yang bervegetasi sesuai

dengan ekosistemnya, dilakukan dengan:

Implementasi pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS);

Perlindungan mata air di Daerah Aliran Sungai (DAS)

prioritas;

Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan

hutan berbasis DAS;

Rehabilitasi hutan dan lahan di dalam Kesatuan Pengelolaan

Hutan (KPH) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan

mempertimbangkan morfologi tanah, curah hujan, kondisi

geologi, dan jenis tanamannya;

Mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekologis kawasan

hutan lindung dengan memperhatikan keberadaan Kampung

(29)

Mempertahankan, merehabilitasi, dan meningkatkan fungsi

kawasan peruntukan hutan untuk meningkatkan

kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat; dan

Mengendalikan alih fungsi kawasan peruntukan hutan untuk

kegiatan budi daya nonhutan.

c. Strategi pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang

memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan

kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman

hayati laut.

Mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekologis kawasan

hutan lindung dengan memperhatikan keberadaan Kampung

Masyarakat Adat;

Mempertahankan, merehabilitasi, dan meningkatkan fungsi

kawasan peruntukan hutan untuk meningkatkan

kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat; dan

Mengendalikan alih fungsi kawasan peruntukan hutan untuk

kegiatan budi daya nonhutan.

d. Strategi pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang

memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan

kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman

hayati laut.

(30)

a. Strategi untuk pengembangan kawasan Merauke sebagai pusat

pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan berbasis

bisnis, meliputi:

Mengembangkan pusat penelitian dan pengembangan

produksi hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan dan

peternakan;

Mengembangkan prasarana sumberdaya air untuk

meningkatkan luasan kawasan pertanian tanaman pangan.

b. Strategi untuk pengembangan kawasan minapolitan, meliputi

mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang dilengkapi

dengan prasarana dan sarana yang didukung teknologi tepat guna

dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

c. Strategi perwujudan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis

pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip

berkelanjutan, dilakukan dengan:

Mengembangkan sentra pertanian tanaman pangan,

perkebunan, dan peternakan yang didukung industri

pengolahan ramah lingkungan;

Mengembangkan prasarana sumber daya air untuk

meningkatkan luasan kawasan pertanian tanaman pangan;

Mengembangkan kawasan peruntukan industri berbasis

komoditas perikanan;

Mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang

dilengkapi prasarana dan sarana dengan memperhatikan

(31)

d. Strategi percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan

pendekatan pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan

masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup, meliputi:

Mempercepat pengembangan PKSN sebagai pusat

pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, simpul

transportasi, serta pusat promosi dan pemasaran ke negara

yang berbatasan;

Mengembangkan kawasan pertahanan dan keamanan negara

sebagai perwujudan kedaulatan negara.

e. Strategi untuk pemertahanan eksistensi 9 (sembilan) PPKT sebagai

titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia dengan

mengembangkan prasarana dan sarana transportasi

penyeberangan yang dapat meningkatkan akses ke PPKT.

4. Pengembangan Kawasan Strategis Nasional

Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

dikembangkan 2 (dua) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di

Pulau Papua. Strategi pengembangan KSN di Pulau Papua dapat dilihat

(32)

Tabel 3.4

Strategi Pengembangan KSN Di Pulau Papua

3.1.2.3 Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRW)

Provinsi Papua

Sistem pusat permukiman di Papua, berdasarkan Perda No 23

Tahun 2013, menetapkan:

A. Sistem Perkotaan Nasional

Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional

terkait dengan wilayah Papua pada umumnya secara regional yakni PKN

Timika, Jayapura dan Merauke, PKW Biak, PKW Nabire, PKW Muting, PKW

Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW Wamena. Beberapa strategi

operasionalisasi yang diarahkan meliputi:

1. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil

pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi yang

(33)

industri pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta

minyak dan gas bumi di PKN Timika.

2. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan lanjut

dan industri jasa hasil perkebunan kelapa sawit dan karet yang

berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:

a. pusat industri hilir pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan

karet di PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW

Arso, dan PKW Wamena; dan

b. pusat industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan

karet di PKW Biak, PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW

Sarmi, PKW Arso, dan PKW Wamena.

3. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil

hutan yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:

a. Pusat industri hilir pengolahan hasil hutan PKW Biak, PKW

Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW

Wamena;

b. Pusat pengolahan hasil hutan di PKW PKW Biak, PKW Nabire,

PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW

Wamena.

4. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan

industri jasa hasil pertanian tanaman pangan dilakukan di PKW Biak,

PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW

(34)

5. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan

industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan dilakukan di PKW

Biak, PKW Nabire, dan PKW Sarmi,.

6. Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN sebagai pusat pengembangan

ekowisata dan wisata budaya meliputi:

a. pusat pengembangan ekowisata di PKN Timika, Jayapura dan

Merauke, PKW Biak, PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW

Sarmi, PKW Arso, dan PKW Wamena; dan

b. pusat pengembangan wisata budaya di PKN Timika, Jayapura dan

Merauke, PKW Biak, PKW Nabire, PKW Sarmi, PKW Arso, dan

PKW Wamena.

7. Pengembangan pusat kegiatan ekonomi di PKN dan PKW yang

berdekatan/menghadap badan air dilakukan di PKN Timika, PKN

Jayapura dan PKN Merauke, PKW Biak, PKW Nabire, PKW Muting,

PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW Wamena.

8. Pengembangan jaringan drainase di PKN dan PKW yang terintegrasi

dengan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi

pengembangan jaringan drainase di:

a. PKN Timika yang terintegrasi dengan Sungai Kamoro;

b. PKN Jayapura yang terintegrasi dengan Sungai Kali Acai dan

Sungai Klofkamp;

c. PKN Merauke yang terintegrasi dengan Sungai Maroo;

9. Penataan kawasan perkotaan yang adaptif terhadap ancaman bencana

(35)

Biak, PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan

PKW Wamena.

10. Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk kelestarian

lahan pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan berfungsi lindung

dilakukan di PKN Timika, PKN Jayapura dan PKN Merauke, PKW Biak,

PKW Nabire, PKW Muting, PKW Bade, PKW Sarmi, PKW Arso, dan PKW

Wamena.

B. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan

Bawahannya

Strategi operasionalisasi kawasan yang memberikan perlindungan

terhadap kawasan bawahannya meliputi:

1. Pemertahanan luasan dan pelestarian kawasan bergambut untuk

menjaga sistem tata air alami dan ekosistem kawasan dilakukan pada

kawasan bergambut di Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori,

Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi,

Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten

Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya,

Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten

Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten

Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika,

Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten

Intan Jaya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven

(36)

2. Pemertahanan dan peningkatan fungsi kawasan resapan air,

khususnya pada hulu sungai dilakukan pada hulu Sungai.

3. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan resapan air

dilakukan pada hulu Sungai.

C. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Setempat

Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan

perlindungan setempat meliputi:

1. Pengendalian perkembangan kawasan terbangun yang mengganggu

dan/atau merusak fungsi sempadan sungai dilakukan di sempadan

Sungai;

2. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau

waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi

kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf c dilakukan pada:

 kawasan sekitar Danau Sentani (Kabupaten Jayapura dan Kota

Jayapura), Danau Tigi (Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Paniai.

D. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam Dan Cagar Budaya

Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan suaka alam,

pelestarian alam, dan cagar budaya meliputi :

a. Pemertahanan kawasan cagar alam merupakan kawasan lindung

nasional dilakukan pada : Cagar Alam Cycloop (Kabupaten

(37)

Paniai, Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Dogiyai); cagar alam

pegunungan wayland (kabupetan Dogiyai dan Kabupaten Nabire);

cagar alam Bupul (Kabupaten Merauke); Cagar Alam Biak Utara

(Kabupaten Biak); cagar alam Yapen Tengah (Kabupaten

Kepulauan Yapen); Cagar Alam Supiori (Kabupaten Supiori);

b. Pemertahanan kawasan cagar alam dilakukan pada Cagar Alam

Wiay (Kabupaten Nabire).

c. Pemertahanan suaka margasatwa merupakan kawasan lindung

nasional meliputi : Suaka margasatwa pulau dolok (kabupaten

merauke); suaka margasatwa jayawijaya (Kabupaten yahukimo,

kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Yalimo); suaka

margasatwa Danau Bian (Kabupaten Merauke); suaka margasatwa

komolon (kabupaten merauke); suaka margasatwa Mamberamo

foja (kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom,

Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Mamberamo Tengah,

Kabupaten Pegunungan bintang, Kabupaten Puncak, Kabupaten

Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo dan

Kabupaten Yalimo); suaka margasatwa pulau Pombo (kabupaten

merauke); suaka margasatwa savan (kabupaten merauke).

d. Pemertahanan dan rehabilitasi luasan taman nasional, taman

hutan raya, dan taman wisata alam dilakukan pada: Taman

Nasional Lorentz (Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika,

Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten

(38)

Puncak, Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Yahukimo),

Taman Nasional Wasur (Kabupaten Merauke);

e. Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir

untuk perlindungan pantai dan kelestarian biota laut dilakukan

pada kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir

Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Kepulauan Yapen,

Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Biak Numfor,

Kabupaten Supiori, Kabupaten Asmat, Kabupaten Merauke,

Kabupaten Nabire, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi,

Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.

f. Taman nasional Lorentz sebagaimana dimaksud merupakan

kawasan lindung nasional, juga merupakan kawasan strategis

nasional, sekaligus merupakan situs warisan alam dunia oleh

UNESCO dan warisan alam asean oleh Negara-negara asean.

g. Taman nasional laut yang merupakan kawasan lindung nasional

meliputi taman nasional laut teluk cenderawasih (Kabupaten

Nabire)

h. Kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut terdiri

atas : kawasan taman wisata alam merupakan kawasan lindung

nasional meliputi Taman wisata alam teluk youtefa (Kota

Jayapura) dan taman wisata alam anggromeos (Kabupaten Nabire);

Kawasan taman wisata alam laut meliputi taman wisata perairan

(39)

E. Kawasan Rawan Bencana Alam

Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan rawan bencana

alam dilakukan dengan mengembangkan jaringan drainase yang terintegrasi

dengan sungai pada kawasan perkotaan yang rawan banjir.

1. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada

kawasan rawan bencana alam geologi dilakukan pada: kawasan rawan

gerakan tanah Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten

Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten

Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo

Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten

Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak

Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Nduga,

Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten

Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya,

Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel,

Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura;

2. Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui

penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana, pembangunan prasarana

dan sarana pemantauan bencana, serta penetapan standar bangunan

gedung untuk mengurangi dampak akibat bencana alam geologi

dilakukan pada: kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Biak

Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten

Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten

(40)

Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai,

Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo,

Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan

Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai,

Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Asmat,

Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke,

Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura; dan

3. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada

kawasan imbuhan air tanah dilakukan pada kawasan imbuhan air

tanah di CAT (Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten

Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten

Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo

Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten

Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak

Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Nduga,

Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten

Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya,

Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel,

Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura).

F. Kawasan Budi Daya Strategis Nasional

Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan budi daya yang

memiliki nilai strategis nasional terdiri atas strategi operasionalisasi

(41)

1. kawasan peruntukan hutan;

2. kawasan peruntukan pertanian;

3. kawasan peruntukan perikanan;

4. kawasan peruntukan pertambangan;

5. kawasan peruntukan industri;

6. kawasan peruntukan pariwisata; dan

7. kawasan peruntukan permukiman.

Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan hutan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a meliputi:

1. Pengembangan kawasan peruntukan hutan yang didukung dengan

industry pengolahan dengan prinsip berkelanjutan dilakukan pada

kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten

Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten

Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten

Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya,

Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten

Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten

Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika,

Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten

Intan Jaya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven

Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura.

2. Pemertahanan kelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan

(42)

kawasan peruntukan hutan dilakukan pada kawasan peruntukan

hutan di Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten

Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten

Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo

Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten

Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak

Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Nduga,

Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten

Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya,

Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel,

Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura.

3. Pengendalian perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan

peruntukan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

dilakukan pada kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Biak

Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten

Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten

Jayapura, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya,

Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai,

Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo,

Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan

Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai,

Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Asmat,

Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke,

(43)

Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan

perikanan dilakukan di :

Pengembangan kegiatan perikanan budi daya dengan

memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada kawasan

peruntukan perikanan di Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori,

Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi,

Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten

Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya,

Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten

Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten

Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten

Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya,

Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten

Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura.

Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan

pertambangan dilakukan di:

1. Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan mineral, batubara,

serta minyak dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan

daya tampung lingkungan hidup meliputi:

a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Biak

Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen,

Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo

(44)

Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten

Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten

Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan

Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten

Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire,

Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi,

Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom

dan Kota Jayapura;

b. Kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten

Puncak, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang,

Kabupaten Mimika, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Paniai,

Kabupaten Intan Jaya.

2. Pengendalian perkembangan kawasan pertambangan yang mengganggu

kawasan berfungsi lindung meliputi:

a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Biak

Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen,

Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo

Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo Tengah,

Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten

Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten

Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, dan

Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten

Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire,

(45)

Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom

dan Kota Jayapura;

b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten

Puncak, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang,

Kabupaten Mimika, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Paniai,

Kabupaten Intan Jaya; dan

3. Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pasca tambang pada kawasan

peruntukan pertambangan untuk memulihkan kualitas lingkungan

dan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan

pada:

a. Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten

Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi,

Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten

Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny

Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak,

Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten

Yahukimo, dan Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan

Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten

Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten

Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten

Merauke, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura; dan

b. Kabupaten Puncak, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten

Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika, Kabupaten Deiyai,

(46)

Kawasan andalan terdiri atas kawasan andalan dengan sektor

unggulan kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan,

industri, dan pariwisata. Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan

andalan terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan:

1. kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan;

2. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian;

3. kawasan andalan dengan sektor unggulan perkebunan;

4. kawasan andalan dengan sektor unggulan perikanan;

5. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertambangan;

6. kawasan andalan dengan sektor unggulan industri; dan

7. kawasan andalan dengan sektor unggulan pariwisata

3.1.2.4 Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Kabupaten Deiyai

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Deiyai Tahun Tahun

2013 – 2033

Penataan ruang wilayah Kabupaten bertujuan untuk mewujudkan

wilayah yang maju dan mandiri serta berdaya saing tinggi melalui

pemanfaatan sumber daya alam secara optimum berbasiskan agroindustri

yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

(47)

A. Pemerataan ekonomi wilayah Kabupaten

Strategi yang dilakukan dalam mencapai pemerataan ekonomi wilayah

Kabupaten meliputi:

a. mengembangkan sistem prasarana transportasi melalui

pembangunan dan peningkatan jalan penghubung antar

perdesaan dan perkotaan;

b. mengembangkan fungsi distrik sebagai simpul produksi hasil

perkebunan, industri olahan hasil hutan ikutan, peternakan dan

perikanan; dan

c. membangun dan meningkatkan sistem prasarana transportasi

darat untuk membuka aksesibilitas antar distrik dan kampung

serta sentra-sentra produksi secara terencana dan terpadu

B. Peningkatan peluang investasi;

Strategi yang diperlukan untuk peningkatan peluang investasi meliputi:

a. mengembangkan dan mengelola sumber daya hutan yang memiliki

nilai ekonomi tinggi;

b. meningkatkan kerjasama dengan masyarakat dalam mengelola

hutan sebagai hutan kerakyatan yang produktif;

c. memberikan kepastian hukum untuk berusaha/menanamkan

modal di setiap bidang usaha;

d. memanfaatkan sumberdaya hutan bersama masyarakat untuk

(48)

e. membina komunitas masyarakat hutan dengan optimalisasi

potensi komunitas adat dayak untuk membangun dan

mengembangkan perkebunan dan industri olahan hasil hutan

C. Peningkatan produksi agroindustri;

Strategi yang diperlukan dalam rangka untuk peningkatan produksi

agroindustri meliputi:

a. meningkatkan produktivitas hasil perkebunan, pertanian dan

kehutanan melalui pola intensifikasi dan ekstensifikasi dengan

tetap mempertahankan ekosistem lingkungan;

b. meningkatkan dan mengembangkan kawasan agropolitan dengan

melengkapi fasilitas perdagangan pusat koleksi distribusi dan jasa

pendukung komoditas pertanian kawasan;

c. memanfaatkan lahan non produktif secara lebih bermakna bagi

peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan pendapatan

masyarakat;

d. meningkatkan teknologi pertanian, termasuk perkebunan,

perikanan, peternakan dan kehutanan yang bernilai ekonomi

tinggi; dan

e. memperkuat pemasaran hasil pertanian.

D. Penguatan kawasan konservasi untuk kelestarian lingkungan.

Strategi yang diperlukan untuk penguatan kawasan konservasi untuk

(49)

a. memperkuat dan menetapkan kawasan lindung yang tidak boleh

dialihfungsikan;

b. menetapkan tata batas kawasan lindung dan kawasan budidaya;

c. membangun dan memelihara embung, tabat pada beberapa titik

yang terintegrasi untuk mencegah kebakaran hutan;

d. menyusun dan melaksanakan program rehabilitasi lingkungan

yang berbasis masyarakat dan kearifan lokal;

e. meningkatkan sistem pengelolaan dan pengendalian lingkungan

terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan; dan

f. menggalang kerjasama regional, nasional dan internasional dalam

rangka pemulihanfungsi kawasan lindung.

E. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan

Negara.

Strategi yang diperlukan dalam peningkatan fungsi kawasan untuk

pertahanan dan keamanan meliputi:

a. mengembangkan budidaya secara selektif didalam dan di sekitar

kawasanpertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan

peruntukannya.;

b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya

tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan

negara sebagai zona penyangga; dan

(50)

Struktur Ruang Wialayah

Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Deyai meliputi pusat-pusat

kegiatan, sistem jaringan prasarana utama dan sistem jaringan prasarana

lainnya.

A. Pusat-pusat kegiatan;

Sistem pusat kegiatan di Kabupaten Deiyai dikembangkan secara

hierarki dan dalam bentuk pusat pelayanan, sesuai kebijakan, potensi,

dan rencana pengembangan wilayah Kabupaten .

Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Deiyai antara lain yaitu:

• PKP yaitu Waghete di Distrik Tigi;

• PKLp yang terdiri dari Kapiraya di Distrik Kapiraya.

• PPK yang terdiri dari Aiyatei di Distrik Tigi Barat dan Damabagata

di Distrik Tigi Timur.

B. Sistem jaringan prasarana utama

Sistem jaringan prasarana utama antara lain yaitu:

• Sistem jaringan transportasi darat terdiri dari jaringan jalan dan

jembatan, jaringan prasarana lalu lintas, jaringan pelayanan lalu

lintas, jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan.

• Sistem jaringan transportasi udara yang terdiri dari Tatanan

kebandarudaraan yaitu Bandar Udara Pengumpang di Waghete

Distrik Tigi dan Bandar Udara Pengumpan di Kapiraya Distrik

(51)

C. Sistem jaringan prasarana lainnya

Sistem jaringan prasarana lainnya terdiri atas :

• Sistem jaringan energi meliputi pembangkit tenaga listrik dan

jaringan prasarana energy

• Sistem jaringan telekomunikasi meliputi jaringan kabel fiber optik

underground. Sistem jaringan adalah jaringan komunikasi yang

dikelola oleh swasta dan/atau Badan Usaha Milik Negara dengan

lokasi tersebar di setiap Kecamatan. Sistem jaringan satelit adalah

jaringan komunikasi yang dikelola oleh swasta.

• Sistem jaringan sumber daya air meliputi jaringan sumber daya

air lintas provinsi, jaringan sumber daya air lintas

kabupaten/kota, wilayah sungai, daerah irigasi, prasarana air

baku untuk air minum, jaringan air bersih ke kelompok pengguna

dan sistem pengendalian banjir

• Sistem prasarana pengelolaan lingkungan meliputi Sistem jaringan

air limbah, Sistem jaringan drainase dan Sistem jaringan

persampahan.

Penetapan Kawasan Strategis

A. Berdasarkan sudut kepentingan ekonomi

Pengembangan kawasan strategis kabupaten dipandang dari sudut

kepentingan ekonomi antara lain yaitu :

• Kawasan Perkotaan : Waghete di Distrik Tigi

(52)

• Kawasan agropolitan, meliputi Distrik Kapiraya, dan Dsitrik Tigi

Timur;

• Kawasan cepat tumbuh di Distrik Boubado

B. Berdasarkan sudut kepentingan Pendayagunaan Sumber Daya Alam

Pengembangan kawasan strategis kabupaten dipandang dari sudut

kepentingan pendayagunaan sumber daya alam yaitu kawasan PLTA

Kopaikaboyahwedi di Distrik Kapiraya dan Distrik Tigi.

C. Berdasarkan sudut kepentingan daya dukung lingkungan

Kawasan strategis kabupaten dipandang dari sudut daya dukung

lingkungan, yaitu Kawasan Danau Tigi (Distrik Tigi dan Distrik Tigi

Barat); Kawasan cagar Alam Enarotali (Distrik Tigi, Distrik Tigi Barat

dan Distrik Tigi Timur).

Penetapan Kawasan Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana alam, meliputi: Kawasan rawan bencana longsor,

rockfall dan landslide meliputi Wilayah Distrik Tigi, Distrik Tigi Barat,

Distrik Tigi Timur, Distrik Kapiraya dan Distrik Bouwobado

3.1.3 Arahan Wilayah Pengembangan Strategis

Kebijakan Prioritas Direktorat Jenderal Cipta Karya sesuai Amanat

(53)

1. Mendukung sistem perkotaan nasional: metropolitan eksisting,

metropolitan baru, kota baru, kota sedang, dan kawasan pusat

pertumbuhan baru

2. Mendukung WPS, Pelabuhan Strategis, Kawasan Strategis Pariwisata

Nasional, dan Kawasan Industri Prioritas

3. Mendukung Kawasan Perbatasan di Kawasan PLBN dan Kawasan

Permukiman Perbatasan

4. Mendukung Pengurangan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan

5. Mendukung Pembangunan SPAM Regional dan SPAM Kota Binaan

6. Mendukung Pembangunan TPA Regional dan ITF

7. Mendukung Penataan Kampung Nelayan dan Revitalisasi Kawasan

Pusaka

Gambar 3.4

(54)

Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur

keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya menggunakan tiga strategi pendekatan

yaitu membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah Dareah Provinsi, Kota

dan Kabupaten, serta memberdayakan masyarakat melalui

program-program pemberdayaan masyarakat. Dalam membangun sistem, Ditjen

Cipta Karya memberikan dukungan pembangunan infrastruktur dengan

memprioritaskan sistem infastruktur Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam hal

fasilitasi Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang diberikan adalah

fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan,

keuangan, termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi dan

pembantuan. Untuk pemberdayaan masyarakat, bentuk dukungan yang

diberikan adalah pembangunan infrastruktur keciptakaryaan melalui

program-program pemberdayaan masyarakat.

Keterpaduan pembangunan bidang Cipta Karya diarahkan untuk

mendukung pengembangan wilayah pada Wilayah Pengembangan Strategis

(WPS). WPS merupakan wilayah-wilayah yang dipandang memerlukan

prioritas pembangunan yang didukung keterpaduan penyelenggaraan

infrastruktur dan meningkatkan peran serta seluruh stakeholder. Dalam

Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 telah ditetapkan 35 WPS yang

merepresentasikan keseimbangan pembangunan antar wilayah dan

mereflksikan amanat NAWACITA yaitu pembangunan wilayah dimulai dari

(55)

Gambar 3.5

Peta Wilayah Pengembangan Strategis Kementerian PUPR 2015-2019

Provinsi Papua termasuk dalam Wilayah Pengembangan Strategis

(WPS) Nomor 33 dan 34 (sebagian berada di WPS 32 yaitu Kab. Biak Numfor

dan Kab. Supiori), yang meliputi Nabire – Enarotali – Wamena dan Jayapura

– Merauke. Selain termasuk dalam WPS, Provinsi Papua menjadi salah satu

dari 24 Pengembangan Pelabuhan Strategis yakni yang berada di Jayapura

dan Merauke. Kemudian juga termasuk dalam 88 Kawasan Strategis

Pariwisata Nasional yakni KSPN Sentani dan sekitarnya, KSPN Agats- Asmat

dan sekitarnya, KSPN Biak dan sekitarnya, KSPN Teluk Cenderawasih dan

sekitarnya, KSPN Wazur-Merauke dan sekitarnya. Arahan Kebijakan

Gambar

Gambar 3.1
Gambar 3.2Peta Strategi Kementerian PUPR 2015-2019
Gambar 3.3
Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada suatu penelitian di Amerika Serikat diperoleh hasil bahwa pemberian profilaksis flukonasol pada pasien anak dengan LLA yang menjalani kemoterapi dengan

1) Ketua Panlok bertugas melakukan koordinasi seluruh perangkat Panitia Pelaksana tahun 2020. 2) Sekretaris Panlok bertugas membantu manajemen pengelolaan operasional

KI 4 : Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara efektif, kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif dalam ranah konkret dan

The analysis which i applied is the analysis of language metafunction, (the function of ideational, the function of interpersonal, and the function of textual bases on the theory

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa penerapan aplikasi sistem informasi akuntansi terkomputerisasi atas hutang dan piutang pada PT Graha Sarana Gresik masih

Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu untuk mengetahui: (1) verba berprefiks vor- yang terdapat dalam sumber data dan 2) menganalisis makna prefiks vor- pada verba

Dari penelitian yang dilakukan pada PD BPR Bank Daerah Pati diperoleh hasil mengenai tata cara pelaksanaan kredit dengan jaminan kendaraan bermotor yang meliputi

bahwa untuk melaksanakan tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun