• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang - DOCRPIJM 2d7debaa2f BAB IIIBab III Arahan Kebijakan dan Renstra fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "3.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang - DOCRPIJM 2d7debaa2f BAB IIIBab III Arahan Kebijakan dan Renstra fix"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

3.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang

Pembangunan suatu bangsa diawali dengan prakarsa pembangunan yang bersifat nasional dengan jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahun atau biasa dikenal dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Sesuai dengan visi RPJMN 2015-2019 yaitu “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG”, dituangkan ke dalam 7 Misi Pembangunan yaitu:

1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankansumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesiasebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratisberlandaskan negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jatidiri sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju,dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Berdasar pada visi tersebut, secara umum dituangkan dalam Strategi Pembangunan Nasional yang menggariskan hal-hal sebagai berikut:

1. Norma Pembangunan yang diterapkan dalam RPJMN 2015-2019 yaitu:

a. Membangun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat. b. Setiap upaya meningkatkan kesejahteran, kemakmuran, produktivitas tidak

boleh menciptakan ketimpangan yang makin melebar yang dapat merusak keseimbangan pembangunan. Perhatian khusus kepada peningkatan

produk-BAB

III

ARAHAN KEBIJAKAN DAN

RENCANA STRATEGIS

INFRASTRUKTUR BIDANG

(2)

tivitas rakyat lapisan menengah-bawah, tanpa menghalangi, menghambat, mengecilkan dan mengurangi keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk terus menjadi agen pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakanpertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

c. Aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan daya dukung lingkungan dan mengganggu keseimbanganekosistem.

2. Tiga Dimensi Pembangunan, yaitu:

a. Dimensi pembangunan manusia dan masyarakat.

b. Dimensi pembangunan sektor unggulan dengan prioritas:

• Kedaulatan pangan. Indonesia mempunyai modal yang cukup untuk memenuhi kedaulatan pangan bagi seluruh rakyat, sehingga tidak boleh tergantung secara berlebihan kepada negara lain.

• Kedaulatan energi dan ketenagalistrikan. Dilakukan dengan memanfaatkan sebesar-besarnya sumber daya energi (gas, batu-bara, dan tenaga air) dalam negeri.

• Kemaritiman dan kelautan. Kekayaan laut dan maritim Indonesia harus dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat.

• Pariwisata dan industri. Potensi keindahan alam dan keanekaragaman budaya yang unik merupakan modal untuk pengembangan pariwisata nasional. Sedangkan industri diprioritaskan agar tercipta ekonomi yang berbasiskan penciptaan nilai tambah dengan muatan iptek, keterampilan, keahlian, dan SDM yang unggul.

c. Dimensi pemerataan dan kewilayahan

3. Kondisi sosial, politik, hukum, dan keamanan yang stabil diperlukansebagai prasyarat pembangunan yang berkualitas. Kondisiperlu tersebut antara lain:

a. Kepastian dan penegakan hukum; b. Keamanan dan ketertiban; c. Politik dan demokrasi; dan

d. Tetakelola dan reformasi birokrasi.

(3)

tentang arah pembangunan yang sedang berjalan, sekaligus untukmeningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat.

3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Berdasar pada visi pada RPJMN 2015-2019 tersebut, disusun 9 (sembilan) agenda prioritas atau yang biasa disebut NAWACITA, yaitu:

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsadan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara.

2. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelolapemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuatdaerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, danterpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkitbersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Dengan sasaran pokok pembangunan Nasional, yaitu:

1. Sasaran Makro;

2. Sasaran Pembangunan Manusia dan Masyarakat: 3. Sasaran Pembangunan Sektor Unggulan;

4. Sasaran Dimensi Pemerataan;

5. Sasaran Pembangunan Wilayah dan Antarwilayah; 6. Sasaran Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan.

A. Arahan kebijakan pembangunan bidang cipta karya menurut RPJMN 2015-2019 adalah: • Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen melalui

penanganan kawasan permukiman kumuh seluas 38.431 hektar dan peningkatan keswadayaanmasyarakat di 7.683 kelurahan.

(4)

side), peningkatan efisiensi layanan air minum (demand side), danpenciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment).

• Optimalisasi penyediaan layanan air minum dilakukan melalui:

i. fasilitasi SPAM PDAM yaitu bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat dan pengembangan jaringan SPAM MBR di 5.700 kawasan

ii. fasilitasi SPAM non-PDAM yaitu bantuan program non-PDAM menuju 100% pengelola non-PDAM sehat dan pengembangan jaringan SPAM MBR di 1.400 kawasan.

Sedangkan pembangunan baru dilakukan melalui:

i. pembangunan SPAM kawasan khusus yaitu SPAM kawasan kumuh perkotaan untuk 661.600 sambungan rumah (SR), SPAM kawasan nelayan untuk 66.200 SR, dan SPAM rawan air untuk 1.705.920 SR;

ii. pembangunan SPAM berbasis masyarakat untuk 9.665.920 SR;

iii. pembangunan SPAM perkotaan yaitu SPAM IKK untuk 9.991.200 SR dan SPAM Ibukota Pemekaran dan Perluasan Perkotaan untuk 4.268.800 SR;

iv. pembangunan SPAM Regional untuk 1.320.000 SR di 31 kawasan.

• Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional. Penerapan prinsip tersebut dilakukan melalui:

i. pelaksanaan Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) pada komponen sumber, operator dan konsumen di seluruh kabupaten/kota;

ii. optimalisasi bauran air domestik di seluruh kabupaten/kota;

iii. penerapan efisiensi konsumsi air minum pada tingkat rumah tangga sekitar 10 liter/orang/hari setiap tahunnya dan pada tingkat komersial dan fasilitas umum sekitar10 persen setiap tahunnya.

• Penciptaan lingkungan yang mendukung dilakukan melalui:

i. penyusunan dokumen perencanaan air minum sebagai rujukan pembangunan air minum di seluruh kabupaten/kota yang mencakup Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), rencana strategis penyediaan air minum daerah (Jakstrada) dan rencana tahunan penyediaan air minum;

ii. peningkatan pendataan air minum sebagai rujukan perencanaan dan penganggaran air minum di seluruh kabupaten/kota;

(5)

• Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar yaitu: i. untuk sarana prasarana pengelolaan air limbah domestik dengan pembangunan

dan peningkatan infrastruktur air limbah sistem terpusat skala kota, kawasan, dan komunal di 438 kota/kab (melayani 34 juta jiwa), serta peningkatan kualitas pengelolaan air limbah sistem setempat melalui peningkatan kualitas pengelolaan lumpur tinja perkotaan dan pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di 409 kota/kab;

ii. untuk sarana prasarana pengelolaan persampahan dengan pembangunan TPA sanitary landfill di 341 kota/kab, penyediaan fasilitas 3R komunal di 334 kota/kab, fasilitas 3R terpusat di 112 kota/kab;

iii. untuk sarana prasarana drainase permukiman dalam pengurangan genangan seluas 22.500 Ha di kawasan permukiman termasuk 4.500 Ha di kawasan kumuh; dan

iv. kegiatan pembinaan, fasilitasi, pengawasan dan kampanye sertaadvokasi di 507 kota/kab seluruh Indonesia.

• Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan melalui:

i. pembinaan dan pengawasan khususnya bangunan milik Pemerintah di seluruh kabupaten/kota;

ii. penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) untuk seluruh bangunan gedung dan penerapan penyelenggaraan bangunan hijau di seluruh kabupaten/kota; dan

iii. menciptakanbuilding codesyang dapat menjadi rujukan bagi penyelenggaraan dan penataanbangunan di seluruh kabupaten/kota.

B. Arahan kebijakan pembangunan bidang cipta karya menurut Renstra Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun 2015-2019:

Rencana Strategis (Renstra) Ditjen Cipta Karya Tahun 2015-2019 mengacu pada RPJMN 2015-2019 bagian Bidang Infrastruktur dimana memfokuskan pada:

• Ketersediaan infrastruktur sesuai tata ruang; • Berkembangnya jaringan transportasi;

(6)

• Pemenuhan kebutuhan hunian didukung sistem pembiayaan jangka panjang; dan • Terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

Amanat RPJMN 2015-2019 dan NAWACITA yang terkait dengan bidang cipta karya, yaitu: • Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0% melalui

penanganan kawasan permukiman kumuh seluas 38.431 hektar dan peningkatankeswadayaan masyarakat di 7.683 kelurahan.

• Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan melalui (i) pembinaan dan pengawasan khususnya BGN; (ii) penyusunan NSPK dan penerapan penyelenggaraanbangunan hijau; dan (iii) menciptakan building codes.

• Tercapainya akses air minum yang aman menjadi 100% melalui penanganan tingkat regional, kabupaten/kota, kawasan dan lingkungan, baik di perkotaanmaupun di perdesaan.

• Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 % pada tingkat kebutuhan dasar melalui penanganan tingkat regional, kabupaten/kota, kawasan dan lingkungan, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Urbanisasi yang pesat secara langsung memberikan dampak/implikasi terhadap perumahan dan permukiman. Dimana meningkatnya kepadatan permukiman dan perubahan kebutuhan rumah untuk rumah tangga perkotaan akan mengakibatkan ketidaksiapan kota menghadapi urbanisasi yang berpotensi menyebabkan semakin pesatnya pertumbuhan permukiman kumuh perkotaan dan terbatasnya pelayanan dasar perkotaan. Berdasar data dari Bappenas tahun 2014, luas kawasan kumuh Nasional sebesar 38.431 Ha dan Rumah Tangga Kumuh Perkotaan sebesar 10,1% atau 9,6 juta rumah tangga (Susesnas, 2013).

Masalah yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya terkait bidang infrastruktur adalah:

1. Cakupan pelayanan air minum nasional masih sebesar 70,5% dengan peningkatan layanan 2-3% per tahun dan idle capacity sebesar 39.710 liter/detik

2. Luas kawasan kumuh perkotaan 38.431 Ha dengan pengurangan kumuh per tahun sebesar 2% . adapun jumlah kabupaten/kota yang memiliki SK kumuh sebanyak 276 kabupaten/kota dengan 4.108 kawasan kumuh.

(7)

4. Cakupan pelayanan akses sanitasi nasional tahun 2014 sebesar 62% dengan peningkatan layanan sebesar 3-3,5% per tahun.

Berdasar pada masalah yang dihadapi, Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencanangkan “Gerakan 100-0-100” dimana memiliki sasaran:

• 100% akses air minum

Terpenuhinya penyediaanAir Minumuntuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat • 0% luas kawasan kumuh perkotaan

Pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung menujuKota Tanpa Kumuh

• 100% akses sanitasi

Terpenuhinya penyediaan Sanitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat (persampahan, limbah, dan drainase lingkungan)

Demi mencapai sasaran tersebut, Ditjen Cipta Karya menerapkan strategi pelaksanaan sebagai berikut:

• Prioritas program untuk mewujudkan KSN dan pencapaian SPM bidang Cipta Karya di daerah

• Sinergi pembangunan lintas sektoral/entitas kewilayahan (lingkungan, kawasan, kota, dan regional)

• Berkelanjutan dengan berbasis kualitas respon daerah (insentif)

• Hasil kegiatan yang berkualitas menjadi referensi program Cipta Karya oleh daerah Adapun dalam pelaksanaannya, Ditjen Cipta Karya menjalin hubungan kemitraan dengan:

• Ditjen Perumahan KPUPR (perbaikan rumah tidak layak huni) • Kementerian Kesehatan (perubahan perilaku hidup sehat) • Kementerian Dalam Negeri (pengembangan kapasitas PEMDA)

• Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (pengelolaan persampahan) • Kementerian Kelautan Perikanan (lokasi kawasan nelayan)

• Kementerian Agraria dan Tata Ruang (RTRW dan RDTR) • Kemitraan dengan Pemerintah Daerah

• Kemitraan Habitat dan Masyarakat

(8)

Rakyat 2015-2019 hanya mampu meng-cover128,3 Trilyun dengan perincian sektor asir minum sebesar 33,8 Trilyun, sektor pengembangan kawasan permukiman sebesar 46,4 Trilyun, sektor sanitasi sebesar 35,6 Trilyun, sektor penataan bangunan sebesar 8,4 Trilyun, dan dukungan manajemen sebesar 3,9 Trilyun. Dengan kata lain ada kesenjangan (GAP) sebesar 623,5 Trilyun.

Pelaksanaan Gerakan 100-0-100 oleh Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memiliki fokus pengembangan wilayah, yaitu:

• Arahan pengembangan sistem perkotaan nasional 2015-2019 yaitu 5 kawasan metroplitan eksisting, 7 kawasan metropolitan baru, 20 kota sedang, 10 kota baru, dan 39 kawasan pusat pertumbuhan baru (RPJMN 2015-2019)

• Keterpaduan Infrastruktur bidang Cipta Karya di 35 Wilayah Pengembangan Strategis, 24 Pelabuhan Strategis, 16 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional,dan 22 Kawasan Industri Prioritas (BPIW, 2015);

• Keterpaduan Infrastruktur bidang Cipta Karya di Kawasan Perbatasan yang terdiri dari 7 Kawasan Pos Lintas Batas Negara, dan 9 Kawasan Non-PLBN (InpresNo. 6 Tahun 2015)

• Keterpaduan Infrastruktur bidang Cipta karya di 30 Kawasan Permukiman Kumuh (Ditjen Cipta Karya, 2014)

• Keterpaduan dengan kegiatan Pengarus Utamaan Gender serta Mitigasi danAdaptasi Perubahan Iklim

3.1.2 Arahan Penataan Ruang

Arahan penataan ruang sesuai RPJMN 2015-2019:

• Meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif danharmonis untuk mendukung pembangunan Indonesia daripinggiran serta untuk mendukung kemandirian ekonomi dankedaulatan pangan.

• Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang, untukmendukung pengendalian pemanfaatan ruang.

• Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang

(9)

A. Arahan Penataan Ruang menurut Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Berdasar pada Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL. PKN sebagaimana dimaksud pada pasal 11 ayat 1 PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN ditetapkan dengan kriteria:

• kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbangmenuju kawasan internasional; • kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan

industri dan jasa skala nasional atau yangmelayani beberapa provinsi; dan/atau • kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama

transportasi skala nasional atau melayanibeberapa provinsi.

Sedangkan PKW sebagaimana dimaksud pada pasal 11 ayat 1 PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN ditetapkan dengan kriteria:

• kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukungPKN;

• kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skalaprovinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau

• kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi ataubeberapa kabupaten.

PKL sebagaimana dimaksud pada pasal 11 ayat 1 PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN ditetapkan dengan kriteria:

• kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skalakabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau

• kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten ataubeberapa kecamatan.

(10)

Berdasar pada Lampiran II Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kabupaten Jepara tidak masuk pada kategori PKN, PKW, maupun PKSN

B. Arahan Penataan Ruang menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029

1. Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah

Berdasar pada Pasal 13 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029, sistem perkotaan terdiri atas:

• PKN; • PKW; dan • PKL

PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a RTRW Provinsi Jawa Tengah 2009-2029, meliputi:

• kawasan perkotaan Semarang – Kendal – Demak – Ungaran - Purwodadi (Kedungsepur);

• Surakarta, meliputi Kota Surakarta dan sekitarnya; dan • Cilacap, meliputi kawasan perkotaan Cilacap dan sekitarnya.

PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b RTRW Provinsi Jawa Tengah 2009-2029, meliputiPurwokerto, Kebumen, Wonosobo, Boyolali, Klaten, Cepu, Kudus, KotaMagelang, Kota Pekalongan, Kota Tegal dan Kota Salatiga.

(11)

Selain masuk dalam kategori PKL, Kabupaten Jepara dalam sistem perwilayahan Provinsi Jawa Tengah masuk dalam WANARAKUTI (Juwana-Jepara-Kudus-Pati) yang berpusat di Kudus, dengan fungsi pengembangan sebagai Pusat Pelayanan Lokal, Provinsi, dan Nasional.

Rencana pengembangan jaringan prasarana yang diatur dalam Peraturan Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 dimana di dalamnya terdapat wilayah Kabupaten Jepara adalah:

• Rencana pengembangan jalan kolektor primer yang berada pada ruas jalan Kudus – Jepara;

• Rencana pengembangan terminal penumpang Tipe A;

• Rencana pengembangan prasarana transportasi penyeberangan berupa pelabuhan penyeberangan;

• Rencana pengembangan prasarana transportasi laut berupa pengembangan pelabuhan umum di Pelabuhan Jepara dan Pelabuhan Karimunjawa;

• Rencana pengembangan prasarana transportasi udara berupa pengembangan bandar udara umum pengumpan yaitu Bandar Udara Dewandaru di Kecamatan Karimunjawa;

• Pengembangan sistem jaringan prasarana telekomunikasi • Rencana pengembangan prasarana sumberdaya air berupa:

 pengembangan sungai berdasar wilayah sungai berada di Wilayah Sungai Jratun Seluna dan Wiso Gelis;

 Rencana pengembangan prasarana sumberdaya air berupa pengembangan waduk dan embung

• Pengembangan jaringan air bersih, meliputi:

 pembangunan bendungan di sungai-sungai yang potensial sebagai upaya memperbanyak tampungan air bagi keperluancadangan air baku;

 pembangunan jaringan air bersih perpipaan di kawasanperkotaan;

 pembangunan jaringan perpipaan mandiri di perdesaan dari sumber air tanah dan air permukaan.

• Pengembangan jaringan irigasi, meliputi:

 peningkatan jaringan irigasi teknis untuk memenuhi luasan lahan pertanian pangan berkelanjutan;

(12)

 Pembangunan waduk sebagai upaya untuk meningkatkan suplai air pada jaringan irigasi teknis.

• Rencana pengembangan prasarana kelistrikan berupa:

 Pembangkit Listrik Tenaga Uap

 Pembangkit Listrik Tenaga Surya

 Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro

 Pembangkit Listrik Tenaga Alternatif

 Pengembangan jaringan transmisi listrik meliputi: Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi dengan kapasitas 500 kV (Ungaran-DemakPurwodadi-Kudus-Pati-TanjungJati B (Jepara)

• Rencana pengembangan prasarana energi BBM dan Gas berupa Pembangunan pipa gas Cirebon – Semarang – Bangkalan, Semarang – Kalimantan Timur, Semarang – Kepodang, Kepodang– Rembang – Pati – Jepara – Semarang

• Rencana pengembangan prasarana penyehatan lingkungan, berupa:

 pengembangan prasarana persampahan;

 pengembangan prasarana limbah dan drainase

2. Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah

Rencana pola ruang wilayah provinsi Jawa Tengah digolongkan ke dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya.

a. Kawasan Lindung

Rencana pola ruang kawasan lindung yang diatur dalam Peraturan Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 dimana di dalamnya terdapat wilayah Kabupaten Jepara adalah:

• Kawasan Perlindungan Setempat

 Kawasan sempadan pantai

 Kawasan sempadan sungai

 Kawasan sempadan danau/waduk/embung

 Kawasan sempadan mata air

 Kawasan ruang terbuka hijau kota

• Kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan kawasan cagarbudaya

 Kawasan Cagar Alam, meliputi: Cagar Alam Keling I a, b, c, Cagar Alam Keling II, III, Cagar Alam Kembang, Cagar Alam GunungCelering;

(13)

 Kawasan Pantai Berhutan Bakau/Mangrove

 Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan • Kawasan rawan bencana

 Kawasan rawan banjir

 Kawasan rawan tanah longsor

 Kawasan rawan gelombang pasang

 Kawasan rawan kekeringan

 Kawasan rawan abrasi

 Kawasan rawan angin topan • Kawasan perlindungan plasma nutfah b. Kawasan Budidaya

Rencana pola ruang kawasan lindung yang diatur dalam Peraturan Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 dimana di dalamnya terdapat wilayah Kabupaten Jepara adalah:

• Kawasan hutan produksi

 Kawasan hutan produksi tetap

 Kawasan hutan produksi terbatas • Kawasan hutan rakyat

• Kawasan peruntukan pertanian

 Kawasan pertanian lahan basah

 Kawasan pertanian lahan kering • Kawasan peruntukan perkebunan • Kawasan peruntukan peternakan

 Kawasan peruntukan peternakan besar dan kecil

 Kawasan peruntukan peternakan unggas • Kawasan peruntukan perikanan

 Kawasan perikanan tangkap

 Lahan perikanan budidaya air payau, perikanan budidaya air tawar, perikanan budidaya air laut

• Kawasan peruntukan pertambangan

 Kawasan pertambangan mineral logam, bukan logam, batuan, dan batubara

(14)

 Wilayah Industri/Kawasan Peruntukan Industri

 Kawasan Industri

• Kawasan peruntukan pariwisata

 Kawasan Pengembangan Pariwisata B • Kawasan peruntukanpermukiman

 Kawasan permukiman perdesaan

 Kawasan permukiman perkotaan • Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil

 Kawasan pesisir

 Kawasan Pulau-Pulau Kecil

C. Arahan Penataan Ruang menurut Peraturan Daerah Kabupaten Jepara No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031

1. Rencana Struktur Ruang Kabupaten Jepara

Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Daerah Kabupaten Jepara No. 2 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031, rencana sistem pusat kegiatan Kabupaten Jepara secara hirarki meliputi:

• PKL di perkotaan Jepara dan Pecangaan;

• PKLp di perkotaan Bangsri, Mayong, Keling dan Karimunjawa;

• PPK di perkotaan Kedung, Mlonggo, Batealit, Kembang, Pakisaji, Kalinyamatan, Nalumsari, Welahan, dan Donorojo; dan

• PPL di Desa Mantingan, Teluk Awur, Raguklampitan, Kerso, Kedungmalang, Ujungwatu, Keling, Suwawal, Slagi, Lebak, Bondo, Srikandang, Bucu, Tubanan, Guwosobokerto, Ngroto, Welahan, Troso, Kaliombo, Banyuputih, Mayong Kidul, Pelang, Bandung, Pringtulis, Daren dan Ngetuk

Rencana pengembangan jaringan prasarana Kabupaten Jepara sesuai RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031 adalah sebagai berikut:

• Rencana sistem jaringan transportasi

 Sistem jaringan transportasi darat

 Sistem jaringan transportasi laut

 Sistem jaringan transportasi udara

• Rencana sistem jaringan energi dan kelistrikan

(15)

 pembangkit tenaga listrik; dan

 jaringan transmisi tenaga listrik dan jaringan distribusi • Rencana sistem jaringan telekomunikasi

 sistem kabel; dan

 sistem nirkabel

• Rencana sistem jaringan sumber daya air

 wilayah sungai;

 jaringan irigasi; dan

 sistem pelayanan air bersih

• Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan

 sistem pengelolaan sampah;

 sistem pengelolaan limbah;

 sistem pengelolaan drainase; dan

 jalur evakuasi bencana

2. Rencana Pola Ruang Kabupaten Jepara

Rencana pola ruang Kabupaten Jepara digolongkan ke dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya.

a. Kawasan Lindung

Rencana pola ruang kawasan lindung yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jepara No. 2 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031 adalah:

• kawasan hutan lindung;

• kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya; • kawasan perlindungan setempat;

 kawasan sempadan sungai;

 kawasan sempadan pantai;

 kawasan sekitar mata air;

 ruang terbuka hijau perkotaan; dan

 hutan bakau

• kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;

 cagar alam;

 taman nasional laut;

(16)

 kawasan pantai berhutan bakau; dan

 cagar budaya dan ilmu pengetahuan

• kawasan rawan bencana alam;

 daerah rawan abrasi;

 daerah rawan angin topan;

 daerah rawan banjir;

 daerah rawan banjir dan gelombang pasang;

 daerah rawan banjir, gelombang pasang dan kekeringan;

 daerah rawan banjir dan kekeringan;

 daerah rawan gelombang pasang;

 daerah rawan gelombang pasang dan abrasi;

 daerah rawan gelombang pasang dan kekeringan;

 daerah rawan kekeringan; dan

 daerah rawan longsor. • kawasan lindung geologi; • kawasan lindung lainnya

 kawasan perkembangbiakan alami satwa;

 kawasan ekosistem padang lamun;

 kawasan eksosistem estuari; dan

 kawasan terumbu karang b. Kawasan Budidaya

Rencana pola ruang kawasan budidaya yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jepara No. 2 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031 adalah:

• kawasan peruntukan hutan produksi;

 kawasan peruntukan hutan produksi terbatas; dan

 kawasan peruntukan hutan produksi tetap • kawasan peruntukan hutan rakyat;

• kawasan peruntukan pertanian;

 peruntukan tanaman pangan;

o peruntukan pertanian lahan basah; dan o peruntukan pertanian lahan kering.

(17)

 peruntukan perkebunan; dan

 peruntukan peternakan • kawasan peruntukan perikanan;

 peruntukan budi daya air tawar;

 peruntukan budi daya air payau;

 peruntukan budi daya air laut; dan

 peruntukan penangkapan ikan di laut • kawasan peruntukan pertambangan; • kawasan peruntukan industri;

 sentra industri menengah; dan

 sentra industri mikro dan kecil • kawasan peruntukan pariwisata;

 kawasan pariwisata alam; dan

 kawasan pariwisata budaya • kawasan peruntukan permukiman;

 permukiman perdesaan

 permukiman perkotaan • kawasan peruntukan lainnya.

 kawasan khusus untuk militer

 kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil

3.1.3 Arahan Rencana Pembangunan Daerah

(18)

TABEL III.1

Matriks RPJMD Provinsi Jawa Tengah terkait Bidang Cipta Karya

No ASPEK/BIDANG URUSAN/INDIKATOR KINERJAPEMBANGUNAN

KONDISI KINERJA PADA

AWAL RPJMD

TARGET KINERJA KONDISI

KINERJA PADA AKHIR

RPJMD

2013 2014 2015 2016 2017 2018

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1. URUSAN PEKERJAAN UMUM

Persentase pemenuhan kebutuhan air baku 50,12% 52% 54% 56% 58% 60% 60%

- Cakupan pelayanan air minum dan sanitasi:

a. Air Minum Perkotaan (%) 63,99% 67,00 75,00 76,50 77,50 78,00 78,00

b. Air Minum Perdesaan (%) 49,13% 50,50 52,80 55,00 57,00 59,00 59,00

c. Sanitasi (%) 64,50% 69,00 72,00 73,50 75,00 76,00 76,00

2. URUSAN PERUMAHAN RAKYAT

- Rasio Rumah Layak Huni 76,67 76,73 76,74 76,75 76,76 76,77 76,77

- Persentase kawasan permukiman kumuh yang tertangani

7,80 12,83 14,88 16,92 18,97 21,02 21,02

(19)

TABEL III.2

Matriks RPJMD Kabupaten Jepara terkait Bidang Cipta Karya

No

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

1. URUSAN WAJIB

Program Pengembangan Lingkungan Sehat

- Diketahuinya angka kepadatan lalat dan terlaksananya Inspeksi Sanitasi (IS) TPA/TPS - Meningkatnya pengetahuan

kader kesling, terbangunnya jamban keluarga dan SPAL percontohan, diketahuinya data program KESLING

2. URUSAN PEKERJAAN UMUM Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan air Minum dan air Limbah

- Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana prasarana pengelolaan air minum - Meningkatnya kualitas dan

(20)

No

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Perumahan

- Meningkatnya rumah layak Huni 245 unit 400 unit 425 unit 450 unit 450 unit 475 unit 500 unit 2.275 unit

Program Lingkungan Sehat Perumahan

- Meningkatnya Sarana sanitasi dan PSD

4 lokasi 4 lokasi 4 lokasi 4 lokasi 6 lokasi 6 lokasi 6 lokasi 30 lokasi

Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman Dan Perbaikan Lingkungan

- Terpeliharanya Saluran Drainase kota

- Meningkatnya Fungsi dan Penyediaan Sarana Prasarana Permukiman Yang layak

Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan

- Meningkatnya rasio timbulan sampah dengan yang terkelola

(21)

3.1.4 Arahan Kebijakan Per Sektor

A. Sektor Pengembangan Permukiman

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. 4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh. 5. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka

menengah Nasional Tahun 2015-2019

Arahan RPJMN 2015-2019 mengamatkan bahwa pengentasan permukiman kumuh perkotaan pada tahun 2019 menjadi 0 % melalui penanganan kawasan permukiman kumuh seluas 38.431 Ha dan gerakan 100-0-100.

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

(22)

7. Kebijakan Pembangunan Infrastruktur dan Permukiman Menurut Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031

Kawasan permukiman adalah kawasan yang dipentukkan bagi permukiman atau dengan kata lain untuk menampung penduduk yang ada di Kabupaten Jepara sebagai tempat hunian dengan fasilitas sosialnya.

Sesuai dengan Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031, kawasan permukiman di Kabupaten Jepara dengan luas kurang lebih 5.828,07 Ha yang terbagi menjadi 2, yaitu :

a. Kawasan permukiman perdesaan yang tersebar di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 2.598,37 Ha;

b. Kawasan permukiman perkotaan yang tersebar di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 3.229,70 Ha;

Dalam pengembangan kawasan permukiman, hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengaturan pengembangannya natara lain :

• Kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus dapat menjadikan sebagai tempat hunian aman, nyaman dan produktif, serta didukung oleh sarana dan prasarana permukiman;

• Setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing;

• Permukiman perdesaan sebagai hunian terbatas agraris, dikembangkan dengan memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan kurang produktif sebagai basis kegiatan usaha;

• Permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan dengan berbasis perkebunan dan holtikultura, disertai pengolahan hasil;

• Permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak dan dilayani oleh sarana dan prasarana permukiman yang memadai;

• Perkotaan besar dan menengah penyediaan permukiman selain disediakan oleh pengembang dan masyarakat, juga diarahkan pada penyediaan kasiba/lisiba berdiri sendiri, perbaikan kualitas permukiman dan pengembangan perumahan secara vertikal;

(23)

• Pengembangan permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembentukan pusat pelayanan kecamatan, serta

• Pengembangan pada kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, serta kawaswan industri, dilakukan tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan bersesuaikan dengan rencana tata ruang.

8. Kebijakan Infrastruktur dan Permukiman Kabupaten Jepara Menurut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Jepara

Kebijakan yang berkaitan dengan infrastruktur di Kabupaten Jepara menurut RPJPD adalah Peningkatan prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan kawasan (wilayah) berbasis pada kemampuan dan potensi lokal. Strategi dan program kebijakan dalam RPJP Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut:

Kebijakan

Peningkatan prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan kawasan (wilayah) berbasis pada kemampuan dan potensi lokal

Muatan Strategi

1. Penyehatan lingkungan 2. Perumahan dan permukiman 3. Air Bersih

4. Pertamanan dan Penerangan Jalan

9. Kebijakan Pembangunan Infrastruktur dan Permukiman menurut Rencana Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D)

Kebijakan yang tertuang dalam RP4D Kabupaten Jepara meliputi kebijakan yang berkaitan dengan perumahan dan permukiman beserta sarana dan prasarana yang harus tersedia dalam kawasan perumahan dan permukiman tersebut. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:

Kebijakan 1

Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Baru Muatan Strategi

(24)

2. Pembangunan perumahan baru diprioritaskan di lokasi tegalan dan pengoptimalan bangunan di tanah pekarangan

3. Pembangunan perumahan di kawasan yang mempunyai kelerengan <15% dan bukan rawan bencana

4. Penyediaan dan batuan stimulan dan subsidi rumah untuk warga miskin dan sangat miskin

5. Penyediaan PSU untuk permukiman warga dengan kategori miskin dan sangat miskin di lokasi yang legal

Kebijakan 2

Peningkatan Kualitas Perumahan dan Kawasan Permukiman Muatan Strategi

1. Penataan dan peremajaan kawasan lingkungan perumahan dan kawasan permukiman yang kepadatan tinggi;

2. Meningkatkan kualitas lingkungan kawasan permukiman dengan penyediaan prasarana sarana dasar dan utilitas umum;

3. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat MBR (sangat miskin, miskin, hampir miskin, dan rawan miskin lainnya) terhadap hunian yang layak dan terjangkau; 4. Pemberian sanksi bagi penduduk yang membangun di kawasan yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang;

5. Peningkatan kualitas Rusunawa yang sudah terbangun; Kebijakan 3

Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Kawasan Khusus Muatan Strategi

1. Penyediaan tempat tinggal bagi pekerja industri yang belum mempunyai rumah;

2. Penyediaan fasilitas dan prasarana penunjang untuk pengembangan kawasan home industry;

3. KTP2D-DPP pada lahan-lahan yang mempunyai embrio untuk peningkatan perekonomian masyarakat perdesaan;

4. Peningkatan kualitas bangunan dan prasarana lingkungan yang tidak layak huni;

(25)

10. Kebijakan Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara

Strategi dan program dalam RPJMD yang dapat menggambarkan misi yang ingin di capai, dalam kaitannya dengan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan tercantum dalamMisi Ketigayaitu : Peningkatan percepatan capaian pembangunan untuk semua, serta perbaikan kualitas lingkungan, mencakup pembangunan pembangunan manusia seutuhnya, lewat peningkatan mutu pendidikan, layanan publik, kesehatan, pemberdayaan ibu dan anak, pemuda, olahraga, sanitasi lingkungan dan penataan kehidupan sosial masyarakat.

Kebijakan

Adapun kebijakan pada ususan perumahan sesuai dengan Misi Ketiga dalam RPJMD Kabupaten Jepara Tahun 2012-2017 diarahkan kepada:

1. Perbaikan Permukiman kumuh;

2. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap konsep rumah sehat;

3. Meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan perumahan yang sehat;

4. Mendorong investasi swasta dalam pengadaan rumah sehat sederhana. Program Prioritas

Adapun program prioritas untuk mendukung Misi Ketiga untuk Urusan Perumahan antara lain :

1. Program Pengembangan Perumahan; 2. Program Lingkungan Sehat Perumahan;

3. Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan;

4. Program Peningkatan Kesiagaan dan Pencegahan Bahaya Kebakaran; 5. Program Penyehatan Lingkungan Permukiman dan Perbaikan Lingkungan; 6. Program Sistem Pengelolaan Persampahan;

7. Program Pengembangan dan Pengelolaan penerangan Jalan.

B. Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

(26)

wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang undang dan peraturan antara lain:

1. UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.

(27)

3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5. Permen PU No. 01 /PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU Nomor 01 /PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

(28)

bangunan gedung dengan lingkungannya bagi kepentingan masyarakat secara luas dengan pertimbangan kemanusiaan dan keadilan.

Fungsi bangunan gedung merupakan ketetapan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung, baik ditinjau dari segi tata bangunan dan lingkungannya maupun keandalan bangunan gedungnya. Fungsi bangunan gedung meliputi: fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, serta fungsi khusus.

Fungsi bangunan gedung yang beraneka ragam di atas harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jepara No. 2 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Jepara tahun 2011-2031.

C. Sektor Penyediaan Air Minum

Arahan kebijakan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pemerintah kabupaten mempunyai kewenangan pengelolaan dan pengembangan SPAM di daerah kabupaten.

2. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019,yaitu:

• Pencapaian akses aman air minum 100% pada tahun 2019.

• Pengentasan permukiman kumuh permukiman kumuh perkotaan menjadi 0% pada 2019.

• Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 % pada tingkat kebutuhan dasar 3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 13/PRT/M/2013 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM).

(29)

pengembangan SPAM ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam bentuk peraturan kepala daerah dan disusun melalui konsultasi publik.

4. Memperhatikan 6 putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 tanggal 18 Februari 2015 tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Alam,antara lain :

a. Pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan “Hak Rakyat Atas Air”;

b. Negara harus memenuhi “Hak Rakyat Atas Air”. Akses terhadap air adalah salah satu hak asasi tersendiri;

c. Kelestarian lingkungan hidup, sebagai salah satu hak asasi manusia, sesuai dengan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945;

d. Pengawasan dan pengendalian oleh Negara atas air sifatnya mutlak; e. Prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN/BUMD; f. Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta

untuk melakukan pengusaahan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.

D. Sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman

Arahan kebijakan pengembangan Penyehatan Lingkungan Perumahan mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;

3. Peraturan Presiden Nomor 185 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi;

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 / PRT / M / 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan; 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 / PRT / M / 2008 tentang

Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman;

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan;

(30)

3.2. Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

3.2.1 Rencana Pembangunan Dan Pengembangan Perumahan/Permukiman Daerah (RP4D) Kabupaten Jepara

A. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Kabupaten/Kota

Pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman baru di Kabupaten Jepara dilakukan dengan 2 cara yaitu dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat, dan sekitar 20% disediakan oleh pemerintah serta swasta/developer. 1. Penyediaan rumah oleh swadaya masyarakat

Pada tingkat lokal atau pelaksanaan di lapangan banyak kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat antara lain: pengkaplingan lahan, pengadaan sarana dan prasarana setempat, perencanaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan rumah, pengelolaan bangunan rumah dan kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya lebih detail. Contoh riil adalah dalam proses pembangunan rumah dan kawasan permukiman di sepanjang pantai, permukiman nelayan, di daerah perdesaan, di kawasan hutan lindung, atau paling tidak dilakukan dengan menerapkan aturan main yang telah disepakati secara kolektif. Hal ini terjadi karena sumber daya alam, lahan, bahan bangunan, teknologi lokal, sampai dengan ahli bangunan dan tukang/tenaga kerja konstruksi tersedia. Hal ini perlu ada aturan dan pengendalian agar pembangunan tidak menempati lokasi-lokasi yang berbahaya dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

2. Penyediaan rumah oleh swasta

(31)

mewah harus juga dibangun 3 unit rumah sederhana dan 6 unit rumah sangat sederhana. Sesuai dengan UU No 1 tahun 2011 luas bangunan minimal 36 m2, sehingga luasan kapling yang direncanakan untuk luas bangunan sesuai dengan UU tersebut.

Pengembangan dan pembangunan perumahan oleh developer di Kabupaten Jepara sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa perumahan developer yang ada di Kabupaten Jepara. Selain itu, antusias dari masyarakat terhadap perumahan developer sangat tinggi. Dengan melihat potensi tersebut, dapat dikatakan usaha properti di Kabupaten Jepara cukup menjanjikan.

Lokasi Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Baru

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat.Rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal melainkan juga mempunyai arti penting bagi penghuninya.Rumah diharapkan dapat memberikan rasa nyaman dan aman bagi penduduk yang menempatinya. Untuk itu, lokasi perumahan dan kawasan permukiman harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak terganggu oleh kebisingan 2. Tersedia air bersih

3. Memiliki kemudahan mencapai fasilitas umum

4. Tidak berada di daerah genangan air atau wilayah banjir, dan bencana 5. Memiliki pola permukiman yang kompak

Luas total untuk kawasan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman baru di Kabupaten Jepara adalah 7.892 Ha.Pembangunan suatu perumahan baru seharusnya juga memperhatikan kondisi ekonomi dan skala prioritas kebutuhan setiap penduduk, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Turner (Turner; 1971) yang merujuk pada teori Maslow, terdapat kaitan antara kondisi ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan perumahan. Lebih lanjut ini dapat diterangkan sebagai berikut:

(32)

kebutuhan sehari-hari, sulit bagi mereka untuk dapat mempertahankan hidupnya. Status kepemilikan rumah dan lahan menempati prioritas kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas rumah menjadi prioritas terakhir. Yang terpenting pada tahap ini adalah tersedianya rumah untuk berlindung dan istirahat dalam upaya mempertahankan hidupnya.

• Selanjutnya seiring dengan meningkatnya pendapatan, prioritas kebutuhan perumahannya akan berubah pula. Status pemilikan rumah maupun lahan menjadi prioritas utama, karena orang atau keluarga tersebut ingin mendapatkan kejelasan tentang status kepemilikan rumahnya. Dengan demikian mereka yakin bahwa tidak akan digusur, sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang untuk menaikkan pendapatannya.

• Tanpa jaminan adanya kejelasan tentang status kepemilikan rumah dan lahannya, seseorang atau unit keluarga akan selalu tidak merasa aman sehingga mengurangi minat mereka untuk memperluas, memelihara atau meningkatkan kualitas rumahnya dengan baik. Prioritas kedekatan lokasi rumah dengan fasilitas pekerjaan untuk buruh-buruh kasar menjadi prioritas kedua, karena kesempatan kerja bukan lagi masalah yang sangat mendesak. Sedangkan bentuk maupun kualitas rumah masih tetap menempati prioritas terakhir.

• Berdasarkan pertimbangan persebaran permukiman yang sudah ada dan data kasiba lisiba dari obeservasi lapangan yang telah dilakukan, pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kabupaten Jepara berada di Desa/Kelurahan Demaan, Pengkol, Mulyoharjo, Bandengan, Bapangan, Ujungbatu Kecamatan Jepara; Bangsri, Wedelan, Purwogondo, Pedosawalan Kecamatan Kalinyamatan; Lebuawu, Pulodarat, Troso Kecamatan Pecangaan: Telukawur, Tahunan Kecamatan Tahunan: Mayong, Singorojo, Sengonbugel, Buaran Kecamatan Mayong.

Daya Tampung Penduduk dan Kebutuhan Ruang

(33)

pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Dengan mengetahui jumlah penduduk, akan dapat diprediksikan luas ruang/ kebutuhan ruangnya.

Kebutuhan ruang yang ada akan digunakan untuk mengetahui daya tampung. Nantinya, dengan melihat daya tampung yang ada dapat diketahui apakah seluruh penduduk teralokasikan dengan baik sesuai dengan standar minimun kebutuhan ruang perorang atau tidak. Dengan pertimbangan penyebaran rencana pola penggunaan lahan dan sebaran kepadatan perumahan, maka daya tampung rumah di kawasan perumahan dan kawasan permukiman di Kabupaten Jepara diarahkan sebagai berikut:

• Perumahan di kawasan perkotaan merupakan perumahan yang tumbuh di pusat-pusat kota untuk yang terletak di lokasi dengan lahan yang sangat terbatas sehingga daya tampungnya tidak terpenuhi, maka pengembangannya diarahkan untuk pembangunan secara vertikal. Sedangkan untuk perumahan dan kawasan permukiman di kawasan perdesaan daya tampung perumahannya dengan kepadatan sedang dan rendah, teratur dan mengikuti sarana dan prasarana yang telah dikembangkan.

• Penyediaan kebutuhan perumahan dan kawasan permukiman Kabupaten Jepara untuk pembangunan baru saat ini dilakukan oleh pengembang perumahan, koperasi, atau instansi lain yang terkait dengan pembangunan perumahan, disamping pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat secara swadaya. Namun pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri kuantitasnya masih sangat kecil dan bersifat spontan. Sehingga dalam pembangunan dan pengembangan perumahan oleh masyarakat dan developer perlu didukung dan diawasi agar tidak berkembang ke peruntukan lahan yang lain seperti konservasi, hutan lindung dan RTH lainnya.

• Pada tahun 2032 jumlah penduduk Kabupaten Jepara diperkirakan mencapai1.439.030jiwa. Kebutuhan rumah berdasarkan perkiraan jumlah penduduk tahun 2032 tersebut mencapai156.020unit.

• Kebutuhan lahan berdasarkan kebutuhan perumahan tahun 2032 di Kabupaten Jepara mencapai3.994Ha. Lahan untuk pembangunan permukiman harus diarahkan sesuai dengan peruntukannya.

(34)
(35)

TABEL III.3

KEBUTUHAN RUMAH DAN LUAS LAHAN DI KABUPATEN JEPARA DIRINCI BERDASARKAN TIPE BANGUNAN

Kecamatan

Kebutuhan Rumah

2032

Besar Sedang Kecil Building

Coverage 60%

Luas Kebutuhan Lahan (m2)

Luas Kebutuhan

Lahan (Ha)

10% 400 m2 30% 200 m2 60% 100 m2

Kedung 7.045 704 281.790 2.113 422.685 4.227 422.685 676.296 1.803.456 180

Pecangaan 16.311 1.631 652.450 4.893 978.675 9.787 978.675 1.565.880 4.175.680 418

Kalinyamatan 12.893 1.289 515.730 3.868 773.595 7.736 773.595 1.237.752 3.300.672 330

Welahan 5.385 538 215.380 1.615 323.070 3.231 323.070 516.912 1.378.432 138

Mayong 15.671 1.567 626.850 4.701 940.275 9.403 940.275 1.504.440 4.011.840 401

Nalumsari 11.279 1.128 451.160 3.384 676.740 6.767 676.740 1.082.784 2.887.424 289

Batealit 15.055 1.505 602.190 4.516 903.285 9.033 903.285 1.445.256 3.854.016 385

Tahunan 20.504 2.050 820.140 6.151 1.230.210 12.302 1.230.210 1.968.336 5.248.896 525

Jepara 14.510 1.451 580.410 4.353 870.615 8.706 870.615 1.392.984 3.714.624 371

Mlonggo 18.386 1.839 735.420 5.516 1.103.130 11.031 1.103.130 1.765.008 4.706.688 471

Pakis Aji 8.425 843 337.010 2.528 505.515 5.055 505.515 808.824 2.156.864 216

Bangsri 5.123 512 204.920 1.537 307.380 3.074 307.380 491.808 1.311.488 131

Kembang 3.913 391 156.510 1.174 234.765 2.348 234.765 375.624 1.001.664 100

Keling - - -

-Donorojo - - -

-Karimunjawa 1.521 152 60.820 456 91.230 912 91.230 145.968 389.248 39

(36)

B. Penetapan Kawasan Permukiman Prioritas

Berdasarkan analisa dan obeservasi lapangan yang telah dilakukan, pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kabupaten Jepara berada di:

1. Kecamatan Jepara, meliputi: Desa/Kelurahan Demaan, Pengkol, Mulyoharjo, Bandengan, Bapangan, Ujungbatu;

2. Kecamatan Bangsri, berada di Desa Bangsri dan Wedelan;

3. Kecamatan Kalinyamatan, meliputi: Desa Purwogondo, Pedosawalan 4. Kecamatan Pecangaan, meliputi: Desa Lebuawu, Pulodarat, Troso 5. Kecamatan Tahunan, meliputi: Desa Telukawur, Tahunan

6. Kecamatan Mayong, meliputi: Desa Mayong, Singorojo, Sengonbugel, Buaran

3.2.2 Jakstrada-SPAM

A. Rencana sistem pelayanan

Rencana Induk Pengembangan Jaringan Air Bersih Kabupaten Jepara , mencakup wilayah pelayanan air bersih /minum melalui jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan yang terdapat di dalam satu wilayah administrasi Kabupaten Jepara. Rencana pengembangan Jaringan Air Bersih/Air Minum Kabupaten Jepara disusun dalam 2 wilayah pelayanan, yaitu wilayah pelayanan perkotaan dan wilayah pelayanan perdesaan.

1. Sistem Pelayanan Perkotaan

Wilayah Kabupaten Jepara yang ditetapkan sebagai wilayah pelayanan perkotaan adalah wilayah teknis eksisting PDAM. Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAB) atau Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) wilayah perkotaan menjadi tanggung jawab PDAM Tirta Dharma Kabupaten Jepara. Pemenuhan kebutuhan air wilayah pelayanan perkotaan saat ini dilakukan dengan jaringan perpipaan (JP) maupun bukan jaringan perpipaan (BJP).

Pada saat ini jaringan perpipaan yang ada meliputi jaringan PDAM dan non PDAM. Namun di masa yang akan datang seluruh wilayah perkotaan direncanakan dapat terlayani jaringan perpipaan PDAM. Diharapkan pada akhir tahun rencana yaitu 2028, cakupan pelayanan Jaringan Perpipaan PDAM dapat mencapai target 100% dari wilayah pelayanan teknis.

(37)

PDAM menjadi target pengembangan jaringan yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat prioritasnya. Selain mengembangkan wilayah pelayanan, PDAM juga masih memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan cakupan pelayanan di wilayah teknis eksisting. Oleh karena itu, rencana sistem pelayanan SPAM Perkotaan difokuskan pada pengembangan sistem eksisting, terutama untuk jaringan perpipaan wilayah Kabupaten Jepara. Pengembangan sistem dapat berupa penambahan jumlah sambungan, penurunan kebocoran, penambahan sumber air baku dan perluasan wilayah teknis pelayanan.

Disamping itu akan dilakukan pengembangan SPAM DADI MURIA dengan mengambil air baku dari Kali Serang, Bendung Klambu Kabupaten Grobogan dengan lokasi kurang lebih 1 km sebelah timur Bendung Klambu. SPAM Regional DADI MURIA merupakan program regionalisasi penyediaan air minum yang melibatkan 4 (empat) wilayah kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Kab. Grobogan, Kab. Kudus, Kab. Jepara, dan Kab. Pati. Debit air baku yang dibutuhkan SPAM DADI MURIA ini semula 1.350liter/detik, namun sumber yang tersedia saat ini hanya 500 liter/detik, dengan pembagian sebagai berikut:

• Kabupaten Grobogan, 100 liter/detik • Kabupaten Kudus, 110 liter/detik • Kabupaten Jepara, 190 liter/detik • Kabupaten Pati, 100 liter/detik

2. Sistem Pelayanan Perdesaan

(38)

keseluruhan wilayah perdesaan. Peningkatan cakupan pelayanan di wilayah perdesaan dapat dilakukan dengan Jaringan Perpipaan (JP) maupun Bukan Jaringan Perpipaan (BJP). Dalam hal ini, cakupan pelayanan Bukan Jaringan Perpipaan dibatasi sebesar 20% dari jumlah wilayah perdesaan, sehingga prioritas akses air minum tetap dengan jaringan perpipaan. Wilayah prioritas ditentukan berdasarkan hasil skoring.

B. Rencana Pengembangan SPAM

Skenario pengembangan SPAM di Kabupaten Jepara mengacu pada :

1. Pencapaian MDGs tahun 2015 yaitu sebesar 68,87% penduduk Indonesia akan memperoleh akses air minum yang aman pada tahun 2015 dengan proporsi untuk perkotaan sebesar 75,29 % dan perdesaan sebesar 65,81%.

2. Sasaran yang telah tertuang dalam RPJMN 2015 – 2019 yaitu tersedianya akses air minum bagi 100% penduduk pada akhir tahun 2019.

3. Target Pemerintah Kabupaten Jepara dalam kurun 5 (lima) tahun ke depan yakni tahun 2019 terhadap pelayanan air minum dalam rangka mengatasi krisis air yang akan dituangkan dalam Kebijakan dan Strategi Daerah Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (JAKSTRADA – SPAM) Kabupaten Jepara yaitu :

a. Akses Kabupaten Jepara terhadap air minum pada tahun 2014 yakni 73,25% dengan rincian di perkotaan sebesar 14,54% dan wilayah perdesaan sebesar 58,71%yang terdiri dari jaringan perpipaan (JP) sebesar 25,61 %,bukan jaringan perpipaan sebesar 47,64% dan belum ada akses 26,75%

b. Rencana akses Kabupaten Jepara terhadap air minum aman pada tahun 2015 yakni 75,26 % dengan rincian di perkotaan sebesar 15,69% dan wilayah perdesaan sebesar 59,58%yang terdiri dari jaringan perpipaan (JP) sebesar 27,71 %, bukan jaringan perpipaan sebesar 47,55 % dan belum ada akses 24,74 %.

(39)

d. Rencana akses Kabupaten Jepara terhadap air minum aman pada tahun 2017 yakni 87,63 % dengan rincian di perkotaan sebesar 19,39% dan wilayah perdesaan sebesar 68,24%yang terdiri dari jaringan perpipaan (JP) sebesar 33,28 %, bukan jaringan perpipaan sebesar 54,35 % dan belum ada akses 12,37 %.

e. Rencana akses Kabupaten Jepara terhadap air minum aman pada tahun 2018 yakni 93,82 %. dengan rincian di perkotaan sebesar 23,36% dan wilayah perdesaan sebesar 70,46%yang terdiri dari jaringan perpipaan (JP) sebesar 38,16 %, bukan jaringan perpipaan sebesar 55.66 % dan belum ada akses 6,18 %.

f. Rencana akses Kabupaten Jepara terhadap air minum aman pada tahun 2019 yakni 100 % dengan rincian di perkotaan sebesar 27,67% dan wilayah perdesaan sebesar 72,33%yang terdiri dari dengan jaringan perpipaan (JP) sebesar 43.35 %, bukan jaringan perpipaan sebesar 56.65 % dan belum ada akses 0 %.

g. Untuk lebih jelas mengenai skenario capaian pelayanan air minum 2015 – 2019 wilayah perkotaan dan perdesaan Kabupaten Jepara dapat dilihat pada lampiran 15.

4. Berdasarkan skenario Jakstrada SPAM Kabupaten Jepara diatas akan memenuhi sasaran MDGs dan RPJMN dalam pemenuhan cakupan air minum untuk itu perlu kerjasama dan konsolidasi yang kuat dari semua pihak yang terkait dengan kebijakan ini.

Kebijakan pengembangan SPAM dirumuskan untuk menjawab isu strategis dan permasalahan dalam pengembangan SPAM sesuai dengan RTRW Kabupaten Jepara dengan rincian :

a. Peningkatan akses aman air minum bagi seluruh masyarakat di perkotaaan dan pedesaan melalui jaringan perpipaan dan bukan perpipaan terlindungi

b. Peningkatan kemampuan pendanaan operator dan pengembangan alternatif sumber pembiayaan

c. Peningkatan kapasitas kelembagaan penyelenggaraan pengembangan SPAM d. Peningkatan dan penerapan NSPK

(40)

f. Peningkatan peran kemitraan badan usaha dan masyarakat g. Peningkatan inovasi teknologi SPAM

Berdasarkan kelompok kebijakan yang telah dirumuskan diatas, ditentukan arahan kebijakan sebagai dasar dalam mencapai sasaran pengembangan SPAM yang diarahkan untuk memenuhi sasaran RPJMN 2015 -2019 dan MDGs 2015.

C. Rencana Penurunan Kebocoran Air Minum

Kehilangan air adalah selisih antara air yang masuk pipa transmisi dan sistem distribusi dengan air yang terjual dengan rekening. kehilangan bisa diakibatkan oleh bermacam – macam penyebab baik karena masalah teknis maupun non teknis atau administratif. Kebocoran terdiri dari kehilangan air yang disalurkan pada jaringan pipa tidak termanfaatkan atau tidak efektif (kebocoran fisik) dan air yang dialirkan termanfaatkan tapi tidak terjual atau air efektif (kebocoran non fisik) yang terjadi akibat kesalahan pada meter langganan, kesalahan pada meter produksi dan meteran pada jaringan distribusi serta adanya sambungan liar atau pencurian air atau kesalahan pada administrasi.

Kehilangan air ini terdiri atas dua bagian besar, yaitu kehilangan fisik dan non fisik (atau kebocoran administratif). Kebocoran fisik ini terdiri atas kebocoran dan penggunaan lain yang seringkali sulit untuk dihitung secara pasti. Kebocoran fisik merupakan kebocoran yang sebenarnya (leakage) yang terjadi disebabkan oleh adanya factor gangguan, kerusakan dan keausan, disamping adanya ketidak-sempurnaan dari perpipaan maupun meter air yang digunakan. Sedangkan kebocoran non-fisik disebabkan oleh adanya sambungan liar, kesalahan pembacaan meter dan sejenisnya.

(41)

meratanya pengaliran air. Selain itu juga dapat mengakibatkan kecelakaan, akibat penurunan jalan dan longsoran tanah.

A. Analisis Kehilangan Air

Tingkat kehilangan air SPAB/SPAM bukan terjadi secara tiba–tiba, melainkan merupakan akumulasi dari berbagai permasalahan yang terjadi dari suatu bagian prasarana SPAB/SPAM tersebut direncanakan, dibangun dan dioperasikan. Tingkat kebocoran yang ada tidak lepas dari berbagai permasalahan yang terjadi dari kondisi eksisting, perencanaan penambahan kapasitas, teknis operasional pengelolaan, kondisi lingkungan, serta pengaruh internal. Hal penting dari permasalahan kehilangan air ini berujung pada tiga kondisi yang sangat krusial, yaitu :

• Pertama, tingkat pelayanan yang menjadi sasaran utama prasarana ini tidak

akan pernah tercapai dengan memadai, karena peningkatan kapasitas pelayanan akan terbuang melalui kebocoran.

• Kedua, sebagai perusahaan, PDAM selaku pengelola tidak akan pernah

mencapai tingkat kinerja (performance) yang memuaskan, karena kehilangan air merupakan suatu keadaan yang tidak efisien yang dilakukan suatu institusi usaha.

• Ketiga, pelaksanaan penanggulangan kehilangan air tidak akan mencapai hasil

yang optimal tanpa adanya dukungan sumber daya manusia yang memadai dengan struktur organisasi yang terlepas dari kegiatan rutin

Tinjauan terhadap beberapa hal yang berpengaruh terhadap tingginya tingkat kehilangan air, antara lain :

1) Aspek Teknis meliputi : kondisi jaringan, kondisi pipa, tekanan air, kinerja meter induk dan meter pelanggan, administrasi teknis, penggiliran pelayanan, dan pemakaian air untuk fasilitas jaringan.

2) Aspek Organisasi dan personalia meliputi : rasio jumlah pegawai PDAM dengan jumlah pelanggan, petugas yang menangani kebocoran, dan rasio jumlah pembaca meter dengan jumlah pelanggan

(42)

meter, penaksiran penggunaan air untuk keperluan lainnya yang tidak tepat, sambungan gelap dan sebagainya.

4) Aspek perilaku, hal ini terjadi pada perusakan meter, penggunaan pompa penyedot, sambungan by pas (tanpa melalui meter) dan penggunaan air yang tidak semestinya (menyiram tanaman, digunakan kolam renang pribadi, pemborosan air dan lain-lain)

Dari audit BPKP mengenai tingkat kebocoran yang terjadi pada SPAM eksisting Kabupaten Jepara pada tahun 2010, 2011 dan 2012, diperoleh analisa sebagai berikut :

- Tahun 2010

Dari volume air yang diproduksi sebesar 7.049.758 m3, telah didistribusikan ke pelanggan sebesar 5.346.021 m3, sehingga terdapat nilai kehilangan air sebesar 24,17%. Hal ini terjadi terutama disebabkan water meter pelanggan sebagian besar sudah berusia diatas 5 tahun sehingga tingkat akurasi pengukurannya sudah mulai berkurang dan jaringan pipa distribusi yang sangat panjang sehingga rentan terhadap kebocoran.

- Tahun 2011

Dari volume air yang diproduksi sebesar 9.254.684 m3, telah didistribusikan ke pelanggan sebesar 5.665.573 m3, sehingga terdapat nilai kehilangan air sebesar 38,78%. Hal ini terjadi terutama disebabkan penggunaan untuk membersihkan reservoir dan bak kaporit, water meter pelanggan sebagian besar sudah berusia diatas 5 tahun sehingga tingkat akurasi pengukurannya sudah mulai berkurang dan jaringan pipa distribusi yang sangat panjang sehingga rentan terhadap kebocoran.

- Tahun 2012

(43)

B. Penurunan Kebocoran Teknis

Penurunan kebocoran teknis dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pendeteksian secara langsung

Pendeteksian dilakukan pada jaringan perpipaan dengan mempergunakan water meter dan leak detector. Hal ini dilakukan terutama pada jaringan perpipaan yang usianya sudah tua.

b. Metode isolasi/zona observasi

Metode ini dilakukan dengan cara mengisolasi suatu zona pelayanan yang diperkirakan terjadi kebocoran dan selajutnya dilakukan observasi dengan analisa terhadap jaringan perpipaan. Methode yang digunakan dalam pemantauan kebocoran ini adalah sistem zoning dimana suatu daerah layanan dibuat menjadi loop tertutup dengan 1 meter induk pada pipa induk yang masuk ke dalam zoning dan 1 meter induk pada pipa induk yang keluar daerah layanan tersebut. Zoning ini biasanya mencakup 500 - 1000 pelanggan atau dapat juga berdasarkan jaringan pipa sekunder yang ada. Tekanan air pada daerah-daerah didalam zoning dan kapasitas in dan out pada water meter dipantau serta dibandingkan dengan pencatatan pada water meter pelanggan di dalam zoning tersebut untuk jangka waktu yang bersamaan. Jika terjadi deviasi lebih dari yang dapat diterima antara pencatatan kapasitas air maka dilakukan investigasi kebocoran pada daerah tersebut.

c. Pemantauan wilayah/sistem distrik

Pemantauan ini dilakukan pada suatu wilayah yang mengalami angka kebocoran diatas rata-rata wilayah lain.

d. Metodehouse to house survey and rehabilitation

Yaitu pemantauan langsung terhadap meter air pelanggan dan jaringan pipa retikulasi yang ada pada masing-masing sambungan rumah

e. Pilot Area dengan penanganan langsung

C. Penurunan Kebocoran Non Teknis

Penurunan kebocoran non teknis dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Penggantian meter air

(44)

b. Perbaikan mekanisme pembacaan meter air

Pembacaan meter air pelanggan dilakukan dengan mempergunakan alat Portable Data Terminal (PDT), sehingga bacaan pada meter air pelanggan langsung ditransfer ke billing system. Hal ini dilakukan untuk mengefisienkan waktu dan mengefektifkan petugas pencatat meter di pelanggan dan untuk mempercepat proses pembuatan rekening.

c. Penertiban pemakaian air tak resmi / pencurian air

Dilakukan sweeping terhadap pelanggaran sambungan air liar (tak resmi) dan pencurian air.

Untuk mengatasi permasalahan kebocoran tersebut, dalam Rencana Induk Pengembangan Jaringan Air Bersih Kabupaten Jeparaini penurunan kebocoran sampai tahun 2028 ditargetkan sebesar 20%.

3.2.3 Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Jepara A. Kerangka Pengembangan Sanitasi

Gambar

TABEL III.1
TABEL III.2
TABEL III.3
TABEL III.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya pendampingan dari berbagai pihak pada kelompok Sumber Rejeki diharapkan akan mempercepat proses produksi kelompok hingga kegiatan pengolahan singkong dari

Pada sistem ini, pemrosesan penumpang dan barang ditangani oleh masing-masing maskapai penerbangan yang menempati bagian bangunan (unit) yang terpisah serta

Adapun variabel yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu kualitas produk pada Avocado Mocha Cream Cake yang dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi alpukat

Euthanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat

Perkembangan fisik pada masa anak – anak ditandai dengan berkembangnya keterampilan motorik, baik kasar maupun halus. Sekitar usia 3 tahun anak sudah dapat

Pemberian tikus dengan ekstrak belimbing wuluh 20 gr/kgBB sebanyak 1,5ml 1x sehari selama 10 hari Libido (Jumlah pendekatan dan penung- gangan) selama treatment Kadar

Pada perlakuan dosis pupuk organik cair memberikan pengaruh terhadap semua variabel pengamatan kecuali bobot 1000 butir gabah bernas dan hasil panen per petak. Interaksi

Limbah cair industri kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair industri minyak kelapa