D
EKONSTRUKSIB
INGKAID
OMINASIM
ASKULIND
ALAMB
UKUA
CTL
IKE AL
ADYT
HINKL
IKE AM
AND
ECONSTRUCTION OFM
ASCULINED
OMINATION’
S FRAME IN THE ACT LIKE A LADY THINK LIKE A MAN BOOKAmida Yusriana Dian Nuswantoro University
Jalan Imam Bonjol No. 207 Semarang, Hp. +62-856-4161-8578 amida.yusriana@dsn.dinus.ac.id
diterima tanggal 1 Januari 2017| direvisi tanggal 17 April 2017 | disetujui tanggal 26 April 2017
ABSTRACT
This research is a study of a self – help book, titled Act Like a Lady Think Like a Man by Steve Harvey. It is a best seller book and was adapted into a movie titled Think Like a Man. Problem arises because the book contains of masculine dominance while its main reades are women. Masculine domination in the romantic relationship can potentially cause harm such as male violence against women. This study aimed to describe the framing of masculine domination in this book and explained the background of the dominant ideology behind it. The analyzes were performed by critical paradigm and Robert Entman’s framing method. Muted Group Theory is used as a theory that explains the influence phenomenon of patriarchal ideology and book Act Like a Lady Think Like a Man to romantic relationship. The result shows the presence of masculine dominance in the terms of think and act in every chapter of the book and even though feminine – feminine value was found, it couldn’t speak out loud because it was built under the concept of patriarchy.
Keywords: Domination, Masculine, Patriarchy, Gender, Self-Help
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan kajian yang dilakukan pada buku teks populer jenis self – help karya Steve Harvey berjudul Act Like a Lady Think Like a Man. Buku tersebut memperoleh predikat sebagai best seller dan diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar berjudul Think Like a Man. Persoalan muncul karena buku ini mengandung dominasi maskulin dengan pembaca utamanya adalah wanita. Dominasi maskulin dalam romantic relationship dapat membahayakan karena berpotensi menimbulkan kekerasan pria terhadap wanita. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembingkaian dominasi maskulin dalam buku Act Like a Lady Think Like a Man dan menjelaskan latar belakang ideologi dominan di baliknya. Analisa dilakukan dengan paradigma kritis dan menggunakan metode framing milik Robert Entman. Muted Group Theory digunakan sebagai teori yang menjelaskan fenomena pengaruh ideologi patriarki dan buku Act Like a Lady Think Like a Man dalam romantic relationship. Hasil penelitian ini memperlihatkan pengaruh ideologi patriarki dan adanya dominasi cara berpikir dan bertindak secara maskulin dalam paparan setiab bab buku Act Like a Lady Think Like a Man, meskipun muncul juga paparan feminin – feminin namun ternyata masih terpoles dalam konsep patriarki.
Kata Kunci: Dominasi, Maskulin, Patriarki, Gender, Self-Help
I.
PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang – undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Bab IV Hak dan Kewajiban
Suami-Isteri bahwa seharusnya pria dan wanita memiliki
hak yang sama dalam kehidupan rumah tangga
salah satunya meliputi kehidupan romantic
relationship mereka. Bahwa tidak ada satu dari mereka memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding
dikuatkan secara internasional pada Universal
Declaration of Human Rights (UDHR) artikel 16. Penelitian ini akan dilakukan dalam konteks
Indonesia. Untuk itu akan dijabarkan kondisi
pandangan romantic relationship di Indonesia.
Tidak adanya perbedaan antara hak dan kewajiban
pria dan wanita dalam pernikahan mengisyaratkan
bahwa seharusnya dalam inisiasi awal pernikahan
yakni tahap pacaran juga tidak terdapat perbedaan,
namun kenyataannya berdasarkan wawancara
singkat yang dilakukan terhadap 5 pria dengan
status baik menikah maupun belum, hasilnya
menunjukkan adanya kecenderungan harapan
dominasi pria dalam sebuah hubungan. Pria
meyakini dirinya sebagai pengambil keputusan
dalam sebuah hubungan. Wanita boleh memberikan
pendapat dan bersifat masukan, namun keputusan
tetap berada di tangan pria.
Pemikiran bahwa pria merupakan pusat dari
sebuah hubungan diperkuat dalam praktik
kehidupan yang lebih moderat dengan adanya buku
nasihat percintaan atau dikenal dengan buku jenis
self-help. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada buku Act Like a Lady Think Like a Man. Buku
Act Like a Lady Think Like a Man adalah salah satu buku jenis self-help yang diterbitkan pertama kali
pada tahun 2009 ditulis oleh Steve Harvey seorang
komedian dan pembawa acara terkenal di Amerika.
Sasaran buku ini adalah untuk kaum wanita. Buku
ini berada dalam kategori self-help.
Pembaca terbanyak dari industri buku self-help adalah wanita setengah baya. Harapan mereka dari
membaca buku tersebut adalah memperoleh
harapan. Menurut Brian Tracy, dari sudut pandang
pembaca, orang – orang membeli buku semacam ini
karena mereka senang akan perasaan peningkatan
dalam diri. Berdasarkan R.R Bowker, seorang
pemonitor tren buku bahwa pada tahun 2008, 74%
buku dalam kategori romantic relationship dan
kategori keluarga dibeli oleh wanita (Blakeley
2009)
Di Indonesia sendiri, buku jenis self-help telah memiliki rak khusus di setiap toko buku besar
seperti misalnya Gramedia, Gunung Agung dan
Toga Mas. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan oleh penulis, buku Act Like a Lady Think Like a Man telah habis di banyak toko buku besar.
Buku self-help lainnya seperti Men are from Mars, Women are from Venus telah habis baik melalui
penjualan fisik maupun online. Ini menunjukkan
tingginya minat masyarakat Indonesia akan buku
self-help. Penulis menemukan kesulitan untuk memperoleh data statistik jenis bacaan yang disukai
di Indonesia maupun data statistik jenis kelamin
peminat buku self-help, hal ini dikarenakan belum banyak pendataan terkait kategorisasi buku di
indonesia.
Buku karya Steve Harvey tersebut, seperti
jenis – jenis buku self-help romantic relationship lainnya, banyak menekankan pada perbedaan pria
dan wanita. Karena wanita menjadi sasaran dalam
buku jenis ini maka romantic relationship akan
sangat dipengaruhi dengan bagaimana wanita
bersikap setelah membaca buku tersebut. Menurut
BJ Gallagher, seorang penulis dari Los Angeles dan
ahli dalam kajian gender bahwa alasan wanita lebih
senang membaca buku self-help dibanding pria adalah terkait persoalan penghargaan diri. Ketika
wanita memiliki masalah, mereka cenderung
menyalahkan dirinya sendiri (Blakeley 2009).
Jika berdasarkan pernyataan tersebut alasan
penghargaan diri, maka efek yang muncul jika
mereka membaca buku yang didominasi oleh
pemikiran patriarki adalah semakin sulitnya mereka
menghargai diri. Mereka akan cenderung
menjadikan pria sebagai pihak yang benar dalam
sebuah hubungan.
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa
terdapat dominasi maskulin yang kental
berdasarkan penelitian sebelumnya oleh oleh Kayla
N. Charleston, dalam tesisnya yang berjudul Act Like A Lady, Think Like A Patriarch: Black
Masculine Identity Formation Within The Context of Romantic Relationships. Penelitian tersebut
berasumsi bahwa buku Act Like a Lady Think Like a Man adalah buku yang didominasi ideologi
patriarki (Charleston, 2012).
Jika buku self-help dapat memberikan dampak dominasi gender tertentu maka akan menjadi
masalah jika buku tersebut laris di pasaran. Buku
Act Like a Lady Think Like a Man mendapat
predikat The #1 New York Times Bestseller. Buku Act Like a Lady Think Like a Man pada tahun 2012
diangkat menjadi sebuah film layar lebar yang
diubah judulnya menjadi Think Like A Man. Film
tersebut sendiri memperoleh review yang baik dari The New York Times. Mendapat 14 nominasi dan
memenangkan 1 penghargaan (Anon 2012). Buku
tersebut memperoleh review yang sangat baik dari
pembaca, memperoleh rata – rata bintang 4 dan
didominasi oleh bintang lima sebanyak 1.044
dengan jumlah reviewer sebanyak 1.719. Buku ini menjadi salah satu buku dari 100 buku rekomendasi
hadiah (Gift Ideas) dan paling diharapkan (Most
Wished For).
Dari data – data tersebut maka ada banyak
wanita sebagai peminat self-help yang akan mengaplikasikan nasihat buku dengan dominasi
maskulin dan akhirnya akan berefek dalam pola
hubungan mereka khususnya dan menguatkan
dominasi pria di dunia pada umumnya. Akibat
buruk dari penerimaan wanita akan perannya yang
dikonstruksi adalah salah satunya muncul kekerasan
dalam hubungan. Dalam buku Encyclopedia of
Human Relationships beberapa penulis berargumen bahwa alasan utama kekerasan pasangan adalah
budaya patriarki dalam masyarakat dan naluri peran
gender (Reis dan Sprecher, 2009).Namun demikian
masih ada banyak faktor lainnya yang
mempengaruhi kekerasan tersebut.
Jika memang dominasi maskulin sebagai
bagian dari budaya patriarki akan memberikan efek
terburuk berupa kekerasan dalam romantic
relationship, maka seharunya buku – buku self-help tidak menuntut wanita untuk memahami pola pikir
pria dan lebih baik membiarkan wanita tetap dengan
pola pikirnya. Sehingga jumlah kekerasan pria
terhadap wanita berkurang. Seharusnya dalam
sebuah romantic relationship, pria dan wanita
memiliki hak dan kewajiban yang sama. Namun
kenyataannya dalam buku self-help Act Like a Lady
Think Like a Man, muncul adanya dominasi maskulin dalam pemaparannya. Maka penelitian ini
disusun untuk mendekonstruksikan bagaimana
bingkai dominasi maskulin dalam buku Act Like a
Lady Think Like a Man?
Serta menjelaskan
bagaimana latar belakang ideologi dominan di
Sumber: Women and Men Speaking (1981) Source : Women and Men Speaking (1981)
Gambar 1. Skema Muted Group Theory Picture 1. Muted Group Theory Scheme
Teori yang digunakan adalah Muted Group
Theory. Muted Group Theory adalah teori yang muncul pada tahun 1960 – 1970 dan merupakan
hasil gelombang feminis pertama menuju kedua
(Kroløkke & Sørensen, 2006). Merupakan teori
yang disusun oleh Edwin dan Shirley Ardener.
Edwin Ardener berasumsi bahwa kelompok sosial
atas dalam hierarki masyarakat menentukan sistem
komunikasi sebuah budaya. Karenanya kelompok
yang berada dalam hierarki bawah tidak
terartikulasi, dalam hal ini kelompok wanita, si
miskin dan kelompok kulit berwarna. Berdasarkan
buku Women and Men Speaking, asumsi dasar
dalam Muted Group Theory adalah:
1. Wanita menerima dunia berbeda dengan pria
karena perbedaan pengalaman dan aktivitas pria dan
wanita berdasarkan pembagian pekerjaan
2. Karena dominasi politik mereka, sistem pria
atas persepsi menjadi lebih dominan, menekan
model alternatif kebebasan berekspresi dari wanita
3. Dalam rangka berpartisipasi dalam
masyarakat, wanita harus merubah model mereka
dalam ungkapan yang sesuai dengan sistem pria
(Kramarae, 1981:3).
Muted Group Theory adalah teori yang berfokus pada kekuatan untuk menamai
pengalaman mereka. Teori ini menjelaskan
bagaimana wanita mencoba menggunakan bahasa
yang dibuat pria untuk mendeskripsikan
pengalaman misalnya seperti seorang native Bahasa
Inggris berusaha menerjemahkan ke Bahasa
Spanyol. Untuk melakukannya, mereka harus
melalui sebuah proses penerjemahan internal,
menelaah kosakata asing untuk menemukan yang
paling tepat dalam mengekspresikan pikiran
mereka. Proses ini membuat mereka ragu dan sering
tidak terartikulasikan karena mereka tidak mampu
menggunakan bahasa dengan lancar untuk
kepentingan mereka. Dalam prosesnya, kelompok
yang dibungkam ini secara metafora kehilangan
suara mereka (Wood dalam West dan Turner,
2010). Teori ini berusaha mengkritisi kelompok
dominan dengan gagasan hegemoni mereka yang
Berdasarkan West dan Turner (2010) pembahasan
dari ketiga asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wanita menerima dunia berbeda dengan pria
karena perbedaan pengalaman dan aktivitas pria dan
wanita berdasarkan pembagian pekerjaan
Awalnya anggota keluarga bekerja bersama
untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tiada dari
mereka dibayar, pemenuhan keuangan didapat
melalui penjualan hasil panen. Pembagian
pekerjaan menjadi Public Life dan Private Life pada pria dan wanita dimulai pada abad ke-18 dan ke-19
sebagai efek dari transformasi sosial di dunia barat.
Pria memperoleh pekerjaan di sektor publik
sedangkan wanita berada di sektor private yang terkait dengan pekerjaan rumah. Akibat pembagian
ini menyebabkan pria dan wanita memiliki
pengalaman akan dunia dengan pandangan yang
berbeda.
2. Karena dominasi politik mereka, sistem pria atas
persepsi menjadi lebih dominan, menekan model
alternatif kebebasan berekspresi dari wanita
Bahwa dominasi politik pria mengizinkan
persepsi mereka untuk menjadi dominan.
Karenanya wanita dan kulit berwarna merupakan
kelompok subordinasi. Menurut Cindy Reuther dan
Gail Fairhurst dalam West dan Turner mendiskusikan ‘glass ceiling’ untuk wanita dalam hierarki organisasi dan mengomentari bagaimana
pengalaman pria kulit putih mendominasi dunia
bekerja. Mereka mengobservasi bahwa nilai – nilai
patriarki cenderung mereproduksi diri dalam
organisasi untuk kepentingan pria.
3. Dalam rangka berpartisipasi dalam masyarakat,
wanita harus merubah model mereka dalam
ungkapan yang sesuai dengan sistem pria.
Proses pembungkaman terhadap kelompok
subordinat adalah upaya yang memerlukan
kolaborasi. Proses pembungkaman ini memerlukan
pemahaman atas siapa yang berkuasa secara sosial
dan siapa yang dikuasai. Berikut adalah cara – cara
yang digunakan untuk membungkam:
1. Bahan Lelucon
Houston dan Kramarae (1991) menggaris
bawahi bahwa pembicaraan wanita cenderung
disepelekan, pria cenderung melabeli perkataan
wanita sebagai obrolan ringan, gossip, omelan,
keluhan dan kata – kata murahan. Pria menganggap
wanita tidak cukup penting untuk dapat
mendengarkan, namun wanita sekaligus dituntut
untuk dapat mendengarkan.
2. Ritual
Proses pembungkaman sering kali menjadi
bagian dari ritual. Contohnya pada pernikahan.
Pada pernikahan barat, adanya penyerahan
mempelai wanita dari tangan ayah ke tangan
mempelai pria seolah menyerahkan. Mempelai pria
berdiri di sebelah kanan pendeta dan wanita di kiri.
Posisi sebelah kanan memiliki posisi yang lebih
tinggi dibanding sebelah kiri. Mempelai pria
mengucapkan sumpah lebih dahulu. Mempelai
wanita mengenakan gaun putih dan kerudung yang bermakna ‘tersimpan’ untuk mempelai pria. Dilanjutkan kalimat ‘You may kiss the bride’ dan perubahan nama wanita menggunakan nama pria.
Ritual semacam ini menyebabkan wanita menjadi
tersubordinasi.
3. Kontrol
Berdasarkan penelitian bahwa pria menjadi
penentu dalam pengambilan keputusan dan sejarah
dari sudut pandang wanita tidak terdokumentasi.
perkataan dan kegiatan wanita menjadi tidak
terliput. Salah satu perilaku yang menyebabkan pria
tetap mengontrol percakapan adalah interupsi. Saat
berbicara suatu topik, jika pria menginterupsi
wanita cenderung menanggapi topik apapun yang
diinterupsi pria. Namun jika wanita menginterupsi,
maka pria akan mengembalikan ke topik semula.
4. Pelecehan
Pelecehan seksual di tempat kerja adalah
metode lain dalam memberitahu bahwa wanita tidak
sesuai berada dalam wilayah domestik. Ketika
wanita mengalami pelecehan seksual di kampus,
maka akan dilabeli sebagai orang yang berlebihan,
terlalu sensitf, pembuat masalah dan peristiwa
tersebut dihilangkan dan didefinisikan sebagai hal
yang tidak penting.
II.
METODE PENELITIAN
Paradigma yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kritis. Analisis dan interpretasi data akan
menggunakan analisis framing dengan teknik yang
dikembangkan oleh Enmant. Pengertian framing oleh Robert Entman, membingkai adalah untuk
memilih beberapa aspek dari realitas yang diterima
dan membuatnya lebih menonjol dalam sebuah teks
komunikasi, melalui cara tersebut sebagai upaya
untuk mempromosikan definisi masalah tertentu,
interpretasi sebab akibat, evaluasi moral dan/atau
rekomendasi untuk hal yang dideskripsikan (D’Angelo, 2002:870).
Objek dalam kajian teoritis ini adalah buku Act
Like a Lady Think Like a Man. Sumber data yang digunakan adalah data primer yakni buku Act Like a
Lady Think Like a Man dan data sekunder yakni data pendukung yang diperoleh dari sumber
tambahan yang berasal dari sumber-sumber tertulis
seperti buku-buku, artikel, ataupun bahan bacaan
dari internet. Teknik Pengumpulan data yang
digunakan adalah dokumentasi. Dokumentasi
adalah cara pengumpulan data dengan melakukan
pemaknaan pada buku tersebut.
Menerapkan metode framing dalam sebuah
buku adalah hal yang baru. Framing pada umumnya digunakan pada media teks seperti surat kabar,
majalah, tabloid, dll. Penggunaan metode framing dalam penelitian ini adalah sebuah upaya uji coba
pemanfaatan metode untuk dapat menafsirkan
sebuah buku. Penelitian ini menjadi uji coba kedua
yang dilakukan setelah penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya yang telah dinyatakan dalam
state of the art. Metode framing milik Entmant Menurut Entman (Qodari, 2000:20), framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yakni:
1. Define problems adalah elemen yang pertama
kali dapat kita lihat mengenai framing, yang
merupakan master frame paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh
wartawan, ketika ada masalah atau peristiwa.
2. Diagnose causes merupakan elemen framing
untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai
aktor utama suatu peristiwa. Penyebab disini bisa
berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who).
3. Make moral judgement adalah elemen framing
yang dipakai untuk membenarkan argumentasi pada
pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Gagasan
yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang
familiar dan dikenal oleh khalayak.
4. Treatment recommendation elemen ini dipakai
untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan.
Romantic Relationship
Muted Group Theory
Bahan Lelucon Ritual Kontrol Pelecehan
Media
Act Like Lady Think Like A Man
DUNIA IDEOLOGI PATRIARKI
Laki - laki
Maskulin
Dominant Group
Perempuan
Feminin
Muted Group
P-R P-R
melemahkan melemahkan
Gambar 2. Operasionalisasi Konsep Picture 2. The Concept Operationalization
menyeleasikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja
sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu
dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab
masalah.
Dengan penggunaan metode Entman dalam
mendeskripsikan pembingkaian dominasi maskulin
dalam buku ini akan lebih mudah dikarenakan
metode framing Entman tidak menspesifikasikan
pada konteks berita saja seperti teknik framing milik
Pan dan Kosicki yang langsung merujuk pada
bagian – bagian sebuah berita di surat kabar,
ataupun miliki Gamson yang hanya menjelaskan
proses secara tekstual, kurang menuju pada
persoalan, pengaruh dibalik teks dan aktor di balik
teks.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana
dekonstruksi dominasi melalui pembingkaian teks.
Pada bagian hasil penelitian akan dijelaskan
aplikasi hasil ke dalam teori Muted Group Theory
dan akan dijelaskan bagaimana hasil diperoleh
dengan menggunakan framing pada bagian
pembahasan.
A.
Hasil Penelitian
Menggunakan teori Muted Group Theory, penelitian ini berusaha menjelaskan bahwa buku
Act Like a Lady Think Like a Man merupakan media untuk membungkam wanita.
Skema tersebut menggambarkan bagaimana
romantic relationship dalam dunia patriarki. Menjawab tujuan penelitian yang kedua, buku ini
merupakan buku dengan didasarkan pada ideologi
patriarki. Hal ini didasarkan pada munculnya unsur – unsur definisi patriarki antara lain dominasi pria terhadap wanita, solidaritas antara pria dalam
mendominasi wanita, eksploitasi atas wanita
mensubordinasi wanita serta menjadikan wanita
sebagai ibu, pekerja domestik dan konsumen.
Dalam ideologi patriarki, pengalaman
romantic relationship terbagi menjadi pengalaman pria dan pengalaman wanita. Pada pria, pengalaman
romantic relationship menuntut peran maskulin yang kemudian dianggap sebagai grup dominan.
Grup dominan selama ini memiliki kesempatan
menyampaikan perception of reality (P-R). Grup
dominan berusaha melemahkan muted group yakni wanita yang dituntut dengan peran feminin. Cara
melemahkan tersebut adalah dengan beberapa
metode antara lain menjadikan wanita sebagai
bahan lelucon, melemahkan melalui ritual,
melakukan pelecehan dan melakukan kontrol
melalui media.
Berdasarkan penelitian bahwa pria menjadi
penentu dalam pengambilan keputusan dan sejarah
dari sudut pandang wanita tidak terdokumentasi.
Media cenderung dikontrol oleh pria, sehingga
perkataan dan kegiatan wanita menjadi tidak
terliput (West & Turner, 2010).
Buku Act Like a Lady Think Like a Man merupakan salah satu bentuk media. Buku adalah
salah satu elemen yang mempengaruhi dalam
mengajarkan peran gender. Buku telah dekat sejak
anak – anak, meskipun tidak banyak anak
menghabiskan waktu untuk membaca namun buku
adalah penting karena buku merepresentasikan
kontak pertama seorang anak dengan peran gender
(Richmond-Abbott, 1992). Wanita mempelajari
tentang peran gender dari buku mereka semasa kecil, hingga saat dewasa mereka diperkenalkan
dengan majalah yang juga bersifat bias gender. Kemudian dalam hal romantic relationship mereka
senang memperoleh pengetahuan dari buku teks
populer self-help. Wanita menjadi pembaca terbesar
buku jenis ini. Berdasarkan R.R Bowker, seorang
pemonitor tren buku bahwa pada tahun 2008, 74%
buku dalam kategori romantic relationship dan kategori keluarga dibeli oleh wanita (Blakeley
2009).
Jika kontrol grup dominan dimasukkan ke
dalam media buku Act Like a Lady Think Like a Man maka pembacanya akan mengadaptasi realitas
grup dominan. Pada akhirnya Perception of Reality wanita menjadi terbungkam dan berubah menjadi
Perception of Reality grup dominan.
Bentuk kontrol dalam buku Act Like a Lady
Think Like a Man diawali dengan menggunakan alasan penyebab bahwa wanita tidak bahagia dalam
romantic relationship karena tidak memahami pria. Kemudian Steve mengajak wanita memahami
bagaimana pria. Steve menjelaskan bagaimana pria
berpikir, bertindak, tujuan mereka dan mengapa
mereka melakukan suatu hal. Dalam menjelaskan
semua tentang pria tersebut, Steve membagi dalam
bagian serupa proses. Proses pertama dengan
Reinforce Masculine Roles dalam romantic relationship, sebelum ia masuk lebih dalam, Steve
menguatkan kembali bagaimana peran maskulin
pria. Memperbaiki image peran maskulin dan
menjadikannya sebagai peran yang bernilai lebih
dibanding nilai feminin. Proses kedua dengan
menjadikan pria sebagai subyek Immune dan wanita sebagai subyek penyebab dalam masalah – masalah
romantic relationship. Dengan menegaskan kedudukan pria sebagai immune dan membuat wanita percaya ia sebagai penyebab akan membuat
wanita aktif memperbaiki hubungan dengan tidak
merugikan pihak pria. Proses ketiga dengan
Gambar 3. Pemetaan Pola Framing Buku Act Like A Lady Think Like A Man Picture 3. The Act Like a Lady Think Like a Man Book’s Framing Pattern Map
dalam romantic relationship. Sehingga wanita
percaya bahwa ia adalah subyek yang memang
berkedudukan untuk diatur. Upaya penggambaran
karakter pria oleh Steve tersebut adalah bentuk
representasi.
Dalam The Shorter Oxford English Dictionary
(dalam Stuart Hall, 1997) terdapat dua pengertian
dari representasi yang relevan yaitu yang pertama
mempresentasikan sesuatu adalah mendeskripsikan,
memunculkan gambaran atau imajinasi dalam
benak kita, menempatkan kemiripan dari obyek
dalam pikiran/ indera kita. Yang kedua,
mempresentasikan sesuatu adalah menyimbolkan,
mencontohkan, menempatkan sesuatu,
penggantikan sesuatu.
Demikian cara Steve Harvey dalam
mendeskripsikan pria. Ia melakukan representasi
superioritas dan dominasi maskulin. Jika
menurutnya wanita tidak paham pria, maka buku ini
adalah caranya merepresentasikan,
menggambarkan, memunculkan imajinasi tentang
pria sebenarnya dalam benak pembacanya.
B.
Pembahasan
Untuk mencapai operasionalisasi konsep
tersebut, maka diperlukan telaah analisa buku
dengan menggunakan metode framing. Dalam
menerapkan metode framing dalam buku ini maka akan dilakukan pembagian tafsir selama beberapa
tahap. Akan dilakukan pengembangan beberapa
lapis dari metode framing milik Entmant.
Berdasarkan gambar tersebut, maka buku ini
terbagi menjadi framing utama, framing mayor dan
framing minor. Dalam buku ini terdapat 4 bagian, setiap bagian masih terbagi menjadi beberapa bab.
Maka setiap bab akan membentuk framing minor.
Framing Minor terdiri dari 4 instrumen framing
Entman yakni: Define Problems, Diagnose Causes, Make Moral Judgement dan Treatment
Tabel 3. Framing pada Bagian Kedua Buku, dari Bab 6 sampai Bab 8
Table 3. Framing on Second Section of book, from chapter 6 to chapter 8
Bab
Sumber: hasil penelitian Source: research result
Tabel 4. Framing pada Bagian Ketiga Buku, dari Bab 12 sampai Bab 14
Table 4. Framing on Third Section of book, from chapter 12 to chapter 14
Bab
pada setiap bab, maka dapat ditentukan framing mayor dari bagian tersebut. Karena terdiri dari 4
bagian maka akan diperoleh 4 framing mayor. Dari keempat framing mayor tersebut kemudian dapat
ditemukan framing utama dalam buku.
1.
Framing Minor
Framing Minor adalah Definition Problems
pada setiap bab. Maka secara otomatis Definition
Problems yang muncul adalah framing minor setiap
bab dalam buku Act Like a Lady Think Like a Man.
Framing Minor dari setiap bab dari bagian yang
sama akan menjadi bahan analisa untuk
memperoleh framing mayor setiap bagian. Kecuali
pada Bagian pendahuluan, maka:
Definition Problems = Framing Minor =
Framing Mayor
2.
Framing Mayor
Bagian Pendahuluan. Pada bagian
pendahuluan, seperti penjelasan sebelumnya bahwa
framing minor menjadi framing mayor yakni
anjuran penggunaan cara berpikir pria dalam
romantic relationship.
Bagian Pertama. Pada bagian pertama
mengandung framing mayor yakni memperkuat
peran maskulin. Intentionality Bagian 2 adalah agar
wanita memahami pria sehingga mampu
menyesuaikan diri dengan peran tersebut. Dalam
Bab 1 terdapat 14 kalimat tentang peran maskulin (4
kalimat achievement, 5 kalimat dominance dan 4
kalimat practical). Bab 2 terdapat 14 kalimat peran
maskulin (1 kalimat dominance, 3 kalimat
physically strong, 10 provider). Bab 3 dan 4 berisi
perbandingan pria dan wanita, terdapat 24 kalimat
di bab 3 dan 21 kalimat di bab 4. Total peran
feminin terdapat 6 yakni financial dependent,
homemaker, lelucon, nurturance, penyebab, need to
be fixed. Pria terdapat 8 antara lain fixing things,
non revealing, dominance, non emotional, provider,
physical strong, practical, achivement.
Bagian Kedua. Framing Mayornya adalah pria
sebagai individu yang immune dalam romantic
relationship dan wanita menjadi subyek penyebab di
beberapa kondisi dalam romantic relationship
Pada bab 6,7,8 pria digambarkan sebagai yang
immune dalam hal ini bermakna apapun yang
terjadi atau jika ada masalah maka pria dan
keputusannya bukan menjadi faktor masalah dan
pria bebas memiliki keputusan tanpa perlu
terpengaruh kondisi. Bab 6 immune dalam hal
pengambilan keputusan tanpa perlu dipengaruhi
kondisi, jika pria belum mau serius apapun yang
dilakukan wanita maka tidak akan berubah. Wanita
jadi penyebab bagaimana ia diperlakukan. Bab 7
dan 8 immune dalam arti meskipun ia subyek pelaku
namun kesalahan tidak ada padanya. Wanita
menjadi penyebab pria menjadi anak mama dan pria
berselingkuh.
Bagian Ketiga. Pria sebagai pemilik keputusan
absolut. Bab 12 dan 14 memiliki framing minor
yang sama yakni pria sebagai pemilik keputusan
absolut. Bab 13 memiliki framing minor
mengembalikan wanita ke peran feminin, karena
Steve memberikan pilihan: dicintai (menjadi
feminin) atau tidak dicintai pria (menjadi wanita
kuat, cerdas, dll).
Wanita dan pria sama – sama leluasa
memutuskan. Bedanya, wanita leluasa memutuskan
untuk dicintai atau tidak sama sekali sedangkan pria
leluasa memilih wanita bagiamana yang pantas ia
cintai. Dari keduanya akhirnya keputusan tetap ada
3.
Bab 12 terdapat 5 kalimat pria sebagai
pemilik keputusan, bab 12 terdapat 6
kalimat dan bab 14 terdapat 13 kalimat.
Framing Utama.
4.
Framing Utama dalam buku ini adalah
dominasi pola pikir dan tindakan maskulin
dalam romantic relationship.
1. Cara pertama, wanita diminta berpikir
seperti pria yang merupakan tahapan
kognitif
2. Cara kedua dengan membuat pembacanya
percaya bahwa jika ada sebuah masalah
dalam hubungan, wanitalah penyebabnya
dan bukan pria meski ia pelakunya, masih
dalam tataran mengubah kognitif
3. Cara ketiga adalah dengan menggambarkan
pria sebagai pemilik keputusan yang
absolut, dalam berbagai kasus Steve
berusaha menggambarkan situasi dimana
pria bebas memilih dan berkeputusan tanpa
perlu aktif mengubah dirinya, sedangkan
wanita harus berusaha memperbaiki diri
atau menyesuaikan diri agar tidak
ditinggalkan atau dipilih, dalam tataran ini
telah menuntut perubahan konatif.
Tabel 5. Pemetaan Pengaruh Kognitif dan Konatif Pada Buku Act Like a Lady Think Like a Man Table 5. The Cognitive and Conative Influence Mapping in Act Like a Lady Think Like a Man Book
Tahap Hubungan Bab Berpikir Tindakan
Relationship Inititation (First Meeting, First Date Script,
Intensification)
6 Wanita harus berpikir bahwa pria hanya akan serius pada wanita jika ia menunjukan ciri wanita baik-baik
Tidak bersikap seperti wanita yang mudah dibawa kemana saja (murahan)
12 Pria harus diberitahu lebih awal apa yang menjadi tanggung jawab mereka
membiarkan mereka mempertimbangkannya
Mamperkenalkan pria dengan anak-anak pada awal hubungan
13 Wanita bersikap mandiri tidak akan memperoleh pasangan
Wanita harus belajar bersikap tergantung pria untuk
memunculkan kualitas terbaik pasangannya
Expression of Affection
“I Love You” 2 Wanita adalah pihak pasif yang menunggu pria ‘mengklaim’ mereka dengan
pernyataan cinta
Tidak menuntut cinta dalam bentuk lain dari pria selain pemenuhan, pengakuan dan
perlindungan
Maintenance: Assesing Long-Term Potential
1 Wanita tidak akan pernah menjadi nomor satu jika ketiga motivasi pria belum terpenuhi
Membantu pria
Tabel 5. Sambungan
Table 5. Continous
Tahap Hubungan Bab Berpikir Tindakan
14 Wanita membutuhkan pernikahan Memberikan deadline
agar pria menikahi wanita
Dissolution and Break-up
7 Wanita salah karena tidak dapat bersaing dengan ibu mertua
Memberikan aturan-aturan atau batasan bagi pasangannya sehingga tidak menjadi
‘anak mama’ 8 Wanita tidak lagi seperti awal hubungan
sehingga peria jenuh
Wanita harus bersedia memberikan apa yang dibutuhkan pria kapan saja
Sumber: The Sage Handbook of Gender and Communication (2006) Source: The Sage Handbook of Gender and Communication (2006)
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Inti dari Muted Group Theory adalah
membungkam persepsi kenyataan wanita. Dalam
asumsi penelitian telah disinggung bagaimana judul
menjelaskan isi buku ini. Buku ini meminta wanita
berpikir seperti pria namun bersikap seperti wanita.
A Ladyadalah ‘a woman of good social position’ yang cenderung digambarkan sebagai wanita
feminin. Dengan membatasi wanita sebagai lady artinya Steve sedang mengembalikan pada dikotomi
maskulin dan feminin. Feminin di sini adalah
feminin hasil falogosentrisme, feminin yang
sebenarnya adalah citra maskulin, atau dapat
disebut sebagai feminin – maskulin. Dalam buku ini
wanita harus memiliki sifat – sifat feminin yang jika
dikaitkan pada pembahasan sebelumnya adalah ‘wanita biasa’. Wanita yang bekerja dan kuat (feminin-feminin) tidak berada dalam kategori
feminin ini, yang kemudian lebih mudah disebut
dengan feminin - maskulin. Maka Steve telah
menetapkan perintahnya: jadilah
feminine-maskulin, jangan bekerja dan jangan menjadi kuat
atau anda kesepian. Sebaliknya, ikuti cara berpikir
pria dan bertindaklah seperti wanita yang
diinginkan pria maka anda akan bahagia.
B.
Saran
Penelitian ini diharapkan menjadi titik awal
penelitian gender dalam literatur self-help. Semakin
pesatnya pertumbuhan industri buku populer
kategori self-help yang menyasar wanita sebagai pembaca memerlukan adanya pengawasan dalam
sisi akademis. Belum banyak penelitian gender yang menganalisa secara mendalam teks dalam
buku – buku self-help. Secara akademis, saran bagi penelitian selanjutnya adalah penggunaan metode
Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse
Analysis/CDA) untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dan menyeluruh atau dapat juga
menggunakan metode semiotika untuk
membongkar lebih banyak diksi – diksi yang
mengandung bias gender. Secara praktis, agar
kesetaraan gender dalam penyusunan buku teks populer. Regulasi tersebut dapat berupa anturan
perumusan hasil penulisan yakni tidak hanya
didasarkan pada pengalaman namun juga dengan
telaah akademis sehingga lebih terpercaya.
Memberikan lebih banyak kesempatan dan
dorongan kepada penulis wanita untuk dapat
menghasilkan teks jenis yang sama, agar sudut
pandang pria dan wanita dalam romantic relationship dapat tersajikan kepada pembaca.
Secara sosial, agar masyarakat khususnya
wanita sebagai pembaca buku self-help jenis
romantic relationship untuk dapat lebih melek gender dengan cara mulai melakukan pemilahan dalam memilih bahan bacaan dan dapat lebih
berhati – hati dalam memilih bacaan yang
menawarkan solusi yang didasarkan pada penelitian
yang bersifat gender neutral. Bacaan yang dapat dijadikan pertimbangan antara lain buku – buku
penelitian mengenai feminin dan maskulin yang
juga menyajikan pola pikir pria dan wanita tanpa
memberikan judgement tertentu pada salah santu gender. Buku – buku tersebut tetap mudah dibaca
karena topik yang hampir sama namun
berlandaskan pada penelitian ilmiah. Atau alternatif
lain adalah buku jenis populer karya Allan dan
Barbara Pease seperti Why Men don’t Listen and Women can’t Read Maps yang penyusunannya didasarkan pada penelitian bidang neurologis pada
otak pria dan otak wanita.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.
Sunarto selaku dosen pembimbing selama penulisan
penelitian. Tulisan ilmiah ini merupakan hasil
laporan penelitian penulis selama menempuh
pendidikan S2 di magister ilmu komunikasi undip