• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan 2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan - Penetapan Kadar Sakarin pada Es Krim Secara Kromatografi Cair Knerja Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan 2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan - Penetapan Kadar Sakarin pada Es Krim Secara Kromatografi Cair Knerja Tinggi"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 772/Menkes/Per/IX/1988 dan Nomor 168/Menkes/PER/X/1999 secara

umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan

biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak

mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk

maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,

pengepakan, pengemasan dan penyimpanan.

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam

makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan

pangan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang

ditetapkan, ada beberapa kategori BTP. Pertama, bahan tambahan pangan yang

bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, bahan

tambahan pangan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian

dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan

yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari

instansi yang berwenang (Yuliarti, 2007).

2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Menurut anonim (2010), secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam

(2)

mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat

menurunkan mutu pangan, membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan

lebih enak di mulut, memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga

menambah selera, meningkatkan kualitas pangan dan menghemat biaya.

Menurut Cahyadi (2009), tujuan penggunaan bahan tambahan pangan

adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya

simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah

preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi

menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

a. bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam

makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu

pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

b. bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang

tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak

sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan

selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan.

Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan terbagi dua yaitu sumber

alamiah, seperti lisin, asam sitrat dan lain sebagainya dan bahan sintesis dari

bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis,

baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya, misalnya β-karoten dan asam

askorbat. Pada umumnya bahan sintesis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat,

(3)

ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi

kesehatan dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang

terjadinya kanker. Bahan tambahan yang digunakan hanya dapat dibenarkan

apabila:

1. dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam

pengolahan

2. tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

yang tidak memenuhi persyaratan

3. tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan

dengan cara produksi yang baik untuk pangan

4. tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.1.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) a. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Diizinkan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.722/MenKes/Per/IX/88 golongan bahan tambahan pangan (BTP) yang

diizinkan diantaranya sebagai berikut :

i. antioksidan (antioxidant)

Contoh : Asam askorbat, Asam eritorbat, Askorbil palmitat, Askorbil stearat,

Butil hidroksianisol, Butil hidrokinon tersier, Butil hidroksiltoluen.

ii. antikempal (anticaking agent)

Contoh : Aluminium silikat, Kalsium aluminium silikat, Magnesium

(4)

iii. pengatur Keasaman (acidity regulator)

Contoh : Aluminium amonium sulfat, Amonium hidroksida, Amonium

karbonat, Asam asetat glasial, Asam fosfat, Asam sitrat.

iv. pemanis buatan (artificial sweeterner)

Contoh : Sakarin, siklamat, Aspartam.

v. pemutih dan pematang telur (flour treatment agent)

Contoh : Asam askorbat, Aseton peroksida, Azodikarbonamida.

vi. pengemulsi, pengental, dan pemantap (emulsifier, thickener, stabilizer)

Contoh : Agar, Asam alginat, Asetil dipati gliserol, Dikalium fosfat.

vii. pengawet (preservative)

Contoh : Asam benzoat, Asam sorbat, Nitrat, Nitrit, Sulfit.

viii. pengeras (firming agent)

Contoh : Aluminium amonium sulfat, Kalsium glukonat, Aluminium sulfat,

Kalsium klorida.

ix. pewarna (colour)

Contoh : Amaran, Biru berlian, Eritrosin, Hijau FCF, Tartrazine, Kuning

FCF.

x. penyedap rasa dan aroma (flavour, flavour enhancer)

Contoh : Benzaldehid dari minyak pahit almond, Sinamat aldehid dari

minyak cassia, Eugenol dari cengkeh, Sitrat dari buah limau

xi. sekuestran (sequestrant).

Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri masih ada beberapa

(5)

i. enzim, yaitu enzim yang berasal dari hewan, tumbuhan atau mikroba yang

dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi

lebih empuk , lebih larut dan lain-lain

ii. penambah gizi, yaitu berupa asam amino, mineral atau vitamin baik tunggal

ataupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan

iii. humektan, yaitu bahan tambahan pangan yang menyerap lembab (uap air)

sehingga mempertahankan kadar air pangan.

b. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Dilarang

Menurut Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 dan Nomor

1168/Menkes/PER/X/1999 BTP yang dilarang adalah sebagai berikut:

i. natrium tetraborat (boraks)

ii. formalin (formaldehid)

iii. minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)

iv. kloramfenikol(chloramfenicol)

v. dietilpirokarbonat

vi. nitrofuranzon

vii. P-Phenetilkarbamida

viii. asam salisilat dan garamnya

ix. rhodamin B (pewarna merah)

x. methanyl yellow (pewarna kuning)

xi. dulsin (pemanis sintetis)

(6)

2.2 Pemanis Buatan

2.2.1 Pengertian Pemanis Buatan

Zat pemanis sintesis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis

atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut,

sedangkan kalori yang dihasilkannnya jauh lebih rendah daripada gula. Pemanis

merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk

keperluan produk olahan pangan, industri minuman dan makanan serta kesehatan.

Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki

sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat-sifat-sifat kimia sekaligus merupakan

sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan

jumlah kalori terkontrol, mengurangi kerusakan gigi dan sebagai bahan substitusi

pemanis utama (Cahyadi, 2009).

Meskipun diizinkan untuk makanan, zat pemanis sintesis sakarin dan

siklamat merupakan jenis zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi

penderita diabetes maupun konsumen dengan diet rendah kalori. Namun

demikian, sakarin juga sering ditambahkan ke dalam makanan yang ditujukan

untuk konsumen pada umumnya (bukan penderita diabetes). Padahal, pemanis ini

diduga dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Yuliarti, 2007).

Meskipun mempunyai efek negatif, perkembangan industri makanan yang

menggunakan pemanis buatan makin berkembang pesat mengingat bahan

tambahan makanan ini mempunyai harga yang lebih murah dibandingkan dengan

gula alami atau yang sering kita kenal sebagai gula tebu sehinga demikian akan

(7)

2.2.2 Jenis Pemanis

Menurut Yuliarti (2007), dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu pemanis alami dan pemanis buatan (sintesis).

1. Pemanis Alami

Beberapa jenis pemanis alami maupun buatan dapat digunakan untuk

makanan. Pemanis alami yang sering digunakan untuk makanan, terutama

adalah tebu dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering disebut gula alam atau

sukrosa. Selain itu, ada berbagai pemanis lain yang dapat digunakan untuk

makanan, diantaranya laktosa, maltosa, galaktosa, glukosa, fruktosa,

sorbitol, manitol, gliserol dan glisina.

2. Pemanis Sintesis

Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat

memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi.

Sebagai contoh adalah sakarin , siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintesis

dan nitro-propoksi-analin. Di antara berbagai jenis pemanis sintesis atau

buatan, hanya beberapa saja yang diizinkan penggunaannya dalam makanan

sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985,

diantaranya sakarin, siklamat dan aspartam dalam jumlah yang dibatasi atau

dengan dosis tertentu.

2.2.3 Persyaratan dan Efek Terhadap Kesehatan

Sekalipun pemanis buatan dinyatakan aman untuk dikonsumsi, tetapi bila

penggunaannya tidak sesuai aturan maka akan menimbulkan efek yang

(8)

jenis bahan tambahan makanan aman dikonsumsi dalam jumlah sedikit dan baru

akan membahayakan kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Academy of Science pada tahun

1968 disebutkan bahawa sakarin dapat mengakibatkan kanker pada hewan

percobaan. Dalam penelitian yang lain, tikus yang diberi siklamat dan sakarin

akan mendrita kanker kantong kemih dan dapat merangsang pertumbuhan tumor.

Penggunaan aspartam berbahaya bagi penderita penyakit keturunan fenil

ketonuria yang berhubungan dengan kelemahan mental (Yuliarti, 2007).

Pemakaian pemanis sintesis masih diragukan keamanannya bagi kesehatan

konsumen. Beberapa negara mengeluarkan peraturan secara ketat atau bahkan

melarang, seperti Kanada sejak tahun 1977 sakarin dilarang pemakaiannya,

kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek dan dikemas dalam botol dan juga

harus mencantumkan label peringatan (Cahyadi, 2009).

Di Indonesia penggunaan bahan tambahan pangan pemanis, baik jenis

maupun jumlahnya diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88. Seiring dengan pesatnya perkembangan

teknologi produksi bahan kimia dan teknologi pengolahan pangan atau produk

farmasi dan kesehatan, bahan pemanis alternatif natural mulai banyak digunakan.

Penggunaan pemanis natural juga dipicu oleh adanya data-data penelitian yang

menunjukkan efek samping dalam penggunaan pemanis sintesis, yaitu bersifat

(9)

Tabel 1. Tabel bahan pemanis sintesis yang diizinkan sesuai peraturan

0-2,5 mg Makanan Berkalori Rendah

g. Minuman Yoghurt

h. Es Krim sebagai asam siklamat

1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

(10)

2.2.4 Tujuan Penggunaan Pemanis Sintesis

Menurut Cahyadi (2009), pemanis ditambahkan ke dalam bahan pangan

mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:

1. Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus karena tidak menimbulkan

kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes melitus disarankan

menggunakan pemanis sintesis untuk menghindari bahaya gula

2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan

Kegemukan merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan

penyebab utama kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik

disarankan untuk mengurangi masukan kalori per harinya. Pemanis sisntesis

merupakan salah satu bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori

3. Sebagai penyalut obat

Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak menyenagkan, karena itu untuk

menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebut biasanya dibuat tablet yang

bersalut. Pemanis lebih sering digunakan untuk menyalut obat karena

umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal

4. Menghindari kerusakan gigi

Pada pangan seperti permen lebih sering ditambahkan pemanis sintesis

karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tinggi dari gula,

pemakaian dalam jumlah sedikt saja sudah menimbulkan rasa manis yang

diperlukan sehingga tidak merusak gigi

5. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintesis

(11)

sintesis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga

harganya relatif murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi di alam.

2.2.5 Hubungan Struktur dan Rasa Manis

Konsep adanya empat rasa pokok (manis, asin, pahit dan asam) sebenarnya

hanya penyederhanaan supaya praktis. Rangsangan yang diterima oleh otak

karena rangsangan elektrik yang diteruskan dari sel perasa sebetulnya sangat

kompleks. Rasa asin terutama disebabkan oleh rangsangan ion-ion positif (kation)

bahan kmia, sedangkan rasa asam oleh ion-ion negatif (anion) bahan kimia pada

reseptor rasa. Tetapi, tidak ada kelompok bahan kimia tertentu yang menyebabkan

rasa manis, meskipun telah diketahui bahwa struktur molekul sederhana kelompok

senyawa-senyawa gula yang terbentuk tertutup sangat merangsang manis

(Cahyadi, 2009).

Menurut Cahyadi (2009), sakarin yang struktur kimianya sangat berlainan

dengan gula ternyata tidak dapat dibedakan rasa manisnya. Sampai saat ini

mekanisme respons rasa masih belum diketahui dengan baik. Perubahan struktur

molekul sedikit saja dapat menghasilkan senyawa baru dengan rasa yang berbeda.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan struktur kimia

bahan pemanis dengan rasa manis adalah:

1. Mutu Rasa Manis

Faktor ini sangat bergantung dari sifat kimia bahan pemanis dan

kemurniannya. Dari uji sensoris menunjukkan tingkat mutu rasa manis yang

berbeda antara bahan pemanis satu dengan yang lainnya. Bahan alami yang

(12)

dasar pembuatan bahan pemanis sintesis adalah asam-asam amino. Salah

satu dipeptida seperti aspartam memiliki rasa manis dengan mutu yang

serupa dengan kelompok gula dan tidak memliki rasa ikutan. Sedangkan

pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin

terasa dengan bertambah bahan pemanis.

2. Intensitas Rasa Manis

Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan atau tingkat kadar kemanisan

suatu bahan pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif

rasa manis dalam yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing

bahan pemanis. Masing-masing pemanis berbeda kemampuannya untuk

merangsang indra perasa. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan

pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan sifat

mediumnya (cair atau padat).

3. Kenikmatan Rasa Manis

Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan

bau bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan

kelezatan. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat

menimbulkan rasa nikmat yang dikehendaki. Meskipun rasa manis yang

tepat sangat disukai, tetapi pemanis yang berlebihan akan terasa tidak enak.

2.3 Sakarin

Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen pada

tahun 1897. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik

(13)

dengan rumus C7H5NO3S dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya

tersedia sebagai garam natrium. Nama lain dari sakarin adalah

2,3-dihidro-3-oksobenzisulfonasol, benzosulfimida atau o-sulfobenzimida. Sedangkan nama

dagangnya adalah glucide, garantose, saccarol, saccarinose, sakarol, saxin,

sykose dan hermesetas (Cahyadi, 2009).

Gambar 1. Struktur Sakarin

Sakarin merupakan pemanis buatan yang mempunyai rasa manis 200-700

kali sukrosa (yang biasa kita sebut gula). Es krim, gula-gula, es puter, selai, kue

kering, dan minuman fermentasi biasanya diberi pemanis sakarin. Sakarin

merupakan pemanis buatan yang sering digunakan dengan alasan utama harganya

murah, di samping nilai kalorinya yang rendah, serta tidak menimbulkan kanker

(nonkarsinogenik). Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Academy of

Science pada tahun 1968, dinyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa

sebanyak 1 gram atau lebih rendah dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.

Penelitian lain juga menyebutkan bahwa sakarin dapat mengakibatkan kanker

pada hewan percobaan (Yuliarti, 2007).

Pada tahun 1981, sakarin masuk ke dalam daftar bahan karsinogen yang

(14)

mendukung dugaan tersebut. Tidak ditemukan kaitan bermakna antara sakarin dan

kanker, kecuali pada pria-pria perokok berat. Pada tahun 1991, FDA secara resmi

telah menarik kembali larangannya dan sakarin dapat digunakan dalam berbagai

produk. Walau demikian, jumlah sakarin harus tertulis jelas dalam label makanan

dan dibatasi dalam kadar tertentu, tergantung jenis produk (Yuliarti, 2007).

2.3.1 Metode Analisis Pemanis Sakarin

Menurut Cahyadi (2009), sakarin dapat ditentukan dalam berbagai macam

produk pangan, minuman dan obat-obatan dengan metode yang terdapat dalam

AOAC tahun 1990. Penentuan sakarin secara kualitatif dalam makanan/minuman

dapat dilakukan dengan metode yang sederhana, seperti uji warna dengan HCl 10

% atau dengan pereaksi Nessler. Penentuan kadar sakarin dengan metode

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

2.4 Es Krim

2.4.1 Pengertian Es Krim

Es krim adalah produk beku yang diperoleh dari susu dengan penambahan

lemak susu atau lemak nabati atau krim atau mentega atau campurannya dengan

gula (BPOM, 2006).

Es krim merupakan salah satu makanan favorit selain coklat karena rasanya

yang enak, teksturnya yang lembut dan membuat sugesti menyenangkan bagi

sebagian orang yang memakannya. Es krim merupakan buih setengah beku yang

mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel-sel udara tersebut memberikan

tekstur lembut pada es krim. Tanpa udara, emulsi beku tersebut akan menjadi

(15)

bahan-bahan utama yaitu lemak, gula, penstabil dan pengemulsi lalu diaduk

sambil didinginkan untuk mencegah pembentukan kristal es besar (Anonim,

2012).

Lemak merupakan bahan baku pembuat es krim. Fungsinya untuk

memberikan tekstur halus, berkontribusi dengan rasa serta memberikan efek

sinergis pada tambahan rasa yang digunakan. Di samping itu, penggunaan lemak

akan memperindah tampilan es krim. Lemak dalam es krim berasal dari susu atau

bisa diganti dengan bahan nabati seperti susu kedelai, susu beras atau susu

kambing bagi orang yang tubuhnya tidak toleran terhadap laktosa dari susu sapi

atau protein dari susu. Gula sebagai pemanis juga untuk memperbaiki tekstur dan

meningkatkan kekentalan. Gula yang digunakan umumnya adalah sukrosa.

Padatan non lemak (susu skim) merupakan sumber protein yang dibutuhkan

sebagai pengikat air dan emusifikasi. Bahan penstabil mengurangi kristalisasi es.

Bahan pengemulsi digunakan untuk memperbaiki tekstur es krim yang merupakan

campuran air dan lemak. Bahan penstabil yang umumnya digunakan untuk

pembuatan es krim adalah CMC (carboxymethil cellulose), gelatin, naalginat,

karagenan, gum arab dan pektin (Anonim, 2012).

2.4.2 Sejarah Es Krim

Pada saat musim panas, es krim dibuat secara tradisional dengan mengolah

adonan di dalam mangkuk besar yang ditaruh dalam sebuah tube yang diisi

dengan campuran es yang telah dihancurkan dan garam, yang membuat adonan es

krim itu membeku. Sejarah kemunculan es krim berawal dari zaman

(16)

menikmati es krim di zamannya, ia menyantap salju halus bersama campuran

buah-buahan dan madu. Di Amerika, es krim baru populer pada abad ke-19,

seiring dengan penemuan mesin pembuat es krim. Sebutan es krim berasal dari

para kolonis Amerika yaitu iced cram. Di Indonesia, es krim dibawa oleh

Belanda. Ice Cream Saloon adalah es krim pertama yang hanya bisa dinikmati di

kota besar seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Malang dan Surabaya. Saat itu es

krim merupakan barang mewah dan mahal, dan kebanyakan orang Belanda saja

yang menikmatinya ( Anonim, 2012).

2.4.3 Proses Pembuatan Es Krim

Menurut anonim (2012), proses pembuatan es krim adalah sebagai berikut:

a. Pemasakan

Susu direbus dan ditambahakan gula kemudian dimasak hingga mendidih.

b. Pencampuran

Campurkan bahan-bahan seperti kocokan kuning telur, adonan agar-agar

dan vanili (kadang diberi bahan pendukung perupa perasa, seperti buah.

Kedalam rebusan susu kemudian diaduk hingga merata.

c. Pembekuan

Campuran yang telah merata tadi dibekukan dengan suhu dibawah 00 C.

d. Pengadukan

Setelah campuran beku lakukan pengadukan atau dapat dimasukkan ke

dalam cetakkan krim kemudian putar adonan es krim hingga lembut.

Lakukan proses pembekuan dan pengadukan hingga didapat tekstur es krim

(17)

2.5 Kromatografi

2.5.1 Sejarah Kromatografi

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan

tertentu. Metode ini ditemukan pertama kali oleh TSWETT pada tahun 1903,

digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama

kromatografi diambilkan dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian

pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan hampir

kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan

pada senyawa-senyawa tak berwarna, termasuk gas (Sastrohamidjojo, 1985).

Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa

tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan

tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat

digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat

atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai

kromatografi serapan (absorption chromatography); jika zat cair dikenal sebagai

kromatografi partisi (partition cromatography). Karena fasa bergerak dapat

berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi.

Keempat macam sistem kromatografi tersebut adalah:

a. fasa bergerak zat cair-fasa tetap padat

i. kromatografi lapis tipis

ii. kromatografi penukar ion

(18)

kromatografi gas padat

c. fasa bergerak zat cair-fasa tetap cair

dikenal sebagai kromatografi partisi dan kromatografi kertas

d. fasa bergerak gas-fasa tetap zat cair

i. kromatografi gas-cair

ii. kromatografi kolom-kapiler

Prinsip pemisahan dengan kromatografi adalah bahwa senyawa-senyawa

yang dipisahkan terdistribusi sendiri diantara fasa-fasa bergerak dan tetap dalam

perbandingan yang sangat berbeda-beda dari suatu senyawa terhadap senyawa

yang lain (Sastrohamidjojo, 1985).

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Secara teori, pemisahan kromatogarafi yang paling baik akan diperoleh jika

fase diam mempunyai luas permukaan sebesar-besarnya, jadi memastikan

kesetimbangan yang baik antara fase. Persyaratan kedua agar pemisahan baik

adalah fase gerak bergerak dengan cepat sehingga difusi sekecil-kecilnya. Untuk

mmemperoleh permukaan fase diam yang luas, pada sebagian besar situasi

kromatografi, maka penjerap atau penyangga berupa serbuk halus. Untuk

memaksa fase gerak bergerak cepat melalui fase diam yang terbagi pada serbuk

halus harus digunakan tekanan tinggi. Persyaratan itu telah menghasilkan teknik

kromatografi cair yang paling baru dan paling kuat. Mula-mula cara ini disebut

kromatografi cair takanan tinggi, disingkat (KCTT = HPLC). Nama ini diubah

menjadi kromatografi cair kinerja tinggi, disingkat KCKT (tetap HPLC), dan

(19)

Segi unik KCKT yang lain ialah pemakaian salah satu jenis detektor yang

sangat peka untuk menganalisis eluen dari kolom jika kita memisahkan pelarut

yang tidak berwarna atau yang konsentrasinya rendah. Detektor ini dapat berupa

pemantauan penjerapan sinar ultraviolet secara terus-menerus, indeks bias, atau

tetapan fisika eluen yang lain yang berubah cukup besar ketika linarut keluar dari

kolom. Secara singkat, ketika beberapa kemajuan yang dikembangkan untuk

kromatografi gas diterapkan pada kromatografi cair klasik maka lahirlah KCKT

(Gritter, 1991).

KCKT dapat disamakan dengan KGC dalam hal kepekaan dan

kemampuannya menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif dengan sekali kerja

saja. Perbedaannya ialah fase diam yang terikat pada polimer berpori terdapat

dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase gerak cair

mengalir akibat tekanan yang besar. Alat KCKT lebih mahal dari KGC, terutama

karena diperlukan sistem pompa yang cocok serta semua sambungan harus

disekrup agar dapat menahan tekanan. Fase geraknya adalah campuran pelarut

yang dapat bercampur. Campuran ini dapat tetap susunannya (pemisahan

isokratik) atau dapat diubah perbandingannnya secara sinambung dengan

menambahkan ruang pencampur kepada susunan alat (elusi landaian). Senyawa

dipantau ketika keluar dari kolom dengan menggunakan pendeteksi, biasanya

dengan mengukur spektrum serapan UV. Dapat ditambahkan pemandu

(integrator) untuk mengolah data yang dihasilkan dan seluruh pekerjaan dapat

dikendalikan dengan mkroprosesor. Sebagian besar pemisahan dngan KCKT

(20)

oleh pabrik. Tetapi, kebanyakan pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan

kolom partikel silika mikropori (untuk senyawa nonpolar) atau kolom fase balik,

yaitu fase ikat C18 (untuk senyawa polar) (Harborne, 1984).

2.6.1 Komponen-Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) a. Pompa

Fase gerak dalam KCKT sudah tentu zat cair, dan untuk menggerakkannya

melalui kolom diperlukan alat. Ada dua jenis utama pompa yang digunakan yaitu

tekanan tetap dan tekanan pendesakan. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi lagi

menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang

berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk

menghasilkan garis alas detektor yang stabil jika detektor peka terhadap aliran

(Johnson, 1991).

b. Injektor

Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom),

diusahan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada dua

ragam utama yaitu aliran-henti dan pelarut mengalir. Ada tiga jenis dasar injektor,

yaitu:

i. aliran henti

Aliran dihentikan, penyuntikan dilakukan pada tekanan atmosfer; sistem

ditutup, dan aliran dilanjutkan lagi (biasanya sistem aliran utama tetap

berada pada tekanan kerja). Cara ini dapat dipakai karena difusi di dalam zat

(21)

ii. septum

Septum adalah injektor langsung pada aliran, yang sama dengan injektor

yang lazim digunakan pada kromatografi gas. Injektor tersebut dapat

dipakai pada tekanan sampai sekitar 60-70 atmosfer.

iii. katup jalan-kitar

Jenis injektor ini biasanya dipakai untuk menyuntikkan volum yang lebih

besar dari 10µl dan sekarang dipakai dalam sistem yang diotomatkan.

c. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatograf. Keberhasilan atau kegagalan

analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat

dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

i. kolom analitik

Garis tengah dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk

kemasan pelikel biasanya panjangkolom 50-100 cm, untuk kemasan

mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm

ii. kolom preparatif

Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100 cm.

Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai

pada suhu kamar, tetapi suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai, terutama

dalam kromatografi pertukaran ion dan kromatografi eksklusi.

d. Detektor

Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di dalam

(22)

banyak berderau, rentang tanggapan linearnya lebar, dan menaggapi semua jenis

senyawa. Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kecepatan

modern (KCKT) ialah detektor UV 254 nm. Detektor UV-tampak dengan panjang

gelombang yang berubah-ubah sekarang menjadi populer karena dapat dipakai

untuk mendeteksi senyawa dalam lingkup yang lebih luas. Dtektor indeks bias

juga banyak dipakai, terutama pada kromatografi eksklusif, tetapi biasanya

kepekaannya lebih rendah (Johnson, 1991).

e. Elusi Landaian

Elusi landaian ialah peningkatan kekuatan fase gerak selama analisis

kromatografi. Hasil elusi landaian ialah perpendekan waktu tambat senyawa yang

ditahan dengan kuat dalam kolom. Elusi landaian mempunyai beberapa

keuntungan:

i. waktu analisis keseluruhan dapat dikurangi secara berarti

ii. daya pisah keseluruhan per satuan waktu campuran ditingkatkan

iii. bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil)

iv. kepekaan efektif ditingkatkan karena bentuk puncak kurang beragam.

g. Fase Gerak

Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah

satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai

dalam semua ragam KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang

berlaku umum. Fase gerak memiliki persyaratan sebagai berikut :

i. murni, tanpa cemaran

(23)

iii. sesuai denga detektor

iv. dapat melarutkan cuplikan

v. mempunyai viskositas rendah

vi. memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika

diperlukan

vii. harganya wajar.

2.6.2 Keuntungan KCKT

Menurut Putra (2004), KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap

Kromatografi Gas (KG). Dalam banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan

untuk memperoleh efek pemisahan yang sama membaiknya. Bila derivatisasi

diperlukan pada KG, namun pada KCKT zat-zat yang tidak diderivatisasi dapat

dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT

adalah pilihan utama. Namun demikian bukan berarti KCKT menggantikan KG,

tetapi akan memainkan peranan yang lebih besar bagi para analis laboratorium.

KCKT menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan kromatografi cair

klasik, antara lain:

a. cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang

dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit

(uncomplicated), waktu analisi kurang dari 5 menit bisa dicapai

b. resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa

dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit

berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan

(24)

diam dan rasa gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk

mencapai pemisahan yang diinginkan.

c. sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam

KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari

bermacam- macam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia

dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor

seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga

digunakan dalam KCKT

d. kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom kromatografi

klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis

yang bisa dilakukan dengan kolom yang sma sebelum dari jenis sampel

yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan

e. ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang tidak bisa

dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah, biasanya diderivatisasi

untuk menganalisis psesies ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar

ion ideal sekali untuk mengalissis zat-zat tersebut.

f. mudah rekoveri sampel : Umumnya setektor yang digunakan dalam KCKT

tidak menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang

diperiksa, oleh karena itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah

sikumpulkan setelah melewati detektor. Solvennya dapat dihilangkan

dengan menguapkan ksecuali untuk kromatografi penukar ion memerlukan

Gambar

Tabel 1. Tabel bahan pemanis sintesis yang diizinkan sesuai peraturan
Gambar 1. Struktur Sakarin

Referensi

Dokumen terkait

4) Tenaga pengajar yang meningkat kemampuan dan kompetensinya, dilaksanakan melalui kegiatan workshop/pelatihan/bimbingan teknis di bidang Industri Kelapa Sawit

Hubungan antara pertumbuhan biomassa, aktivitas enzim selulase dan kadar gula reduksi yang dihasilkan pada proses hidrolisis batang pohon singkong dengan

Namun, jika kita merupakan orang yang sangat sibuk dan tidak sempat untuk mencari dan meracik sendiri obat alami tersebut, tidak ada salahnya jika kita memilih obat herbal

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan wacana pemikiran mengenai sikap remaja terhadap hubungan seks pra nikah ditinjau dari jenis kelamin dan jenis

nantinya akan menjalankan semua proses pembuatan film dari awal praproduksi hingga akhir pascaproduksi selain itu dari jumlah crew yang terlibat kita bisa tahu seberapa rumit

Setiap pergerakan dari objek tersebut difoto (frame individual), di dalam teknik Stopmotion terdapat bentuk animasi boneka (puppet) animasi ini melibatkan tokoh

Usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang pertama adalah dengan mengeluarkan Undang-undang dan peraturan- peraturan tentang penanaman modal asing dan

Berdasarkan analisis uji t yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat ketepatan shooting kearah gawang dengan menggunakan