BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Pangan
2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 772/Menkes/Per/IX/1988 dan Nomor 168/Menkes/PER/X/1999 secara
umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan
biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan dan penyimpanan.
Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam
makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan
pangan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang
ditetapkan, ada beberapa kategori BTP. Pertama, bahan tambahan pangan yang
bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, bahan
tambahan pangan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian
dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan
yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari
instansi yang berwenang (Yuliarti, 2007).
2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Menurut anonim (2010), secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam
mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat
menurunkan mutu pangan, membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan
lebih enak di mulut, memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga
menambah selera, meningkatkan kualitas pangan dan menghemat biaya.
Menurut Cahyadi (2009), tujuan penggunaan bahan tambahan pangan
adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya
simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi
menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:
a. bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu
pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
b. bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang
tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak
sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan
selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan.
Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan terbagi dua yaitu sumber
alamiah, seperti lisin, asam sitrat dan lain sebagainya dan bahan sintesis dari
bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis,
baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya, misalnya β-karoten dan asam
askorbat. Pada umumnya bahan sintesis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat,
ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang
terjadinya kanker. Bahan tambahan yang digunakan hanya dapat dibenarkan
apabila:
1. dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan
2. tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
yang tidak memenuhi persyaratan
3. tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan
4. tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
2.1.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) a. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Diizinkan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.722/MenKes/Per/IX/88 golongan bahan tambahan pangan (BTP) yang
diizinkan diantaranya sebagai berikut :
i. antioksidan (antioxidant)
Contoh : Asam askorbat, Asam eritorbat, Askorbil palmitat, Askorbil stearat,
Butil hidroksianisol, Butil hidrokinon tersier, Butil hidroksiltoluen.
ii. antikempal (anticaking agent)
Contoh : Aluminium silikat, Kalsium aluminium silikat, Magnesium
iii. pengatur Keasaman (acidity regulator)
Contoh : Aluminium amonium sulfat, Amonium hidroksida, Amonium
karbonat, Asam asetat glasial, Asam fosfat, Asam sitrat.
iv. pemanis buatan (artificial sweeterner)
Contoh : Sakarin, siklamat, Aspartam.
v. pemutih dan pematang telur (flour treatment agent)
Contoh : Asam askorbat, Aseton peroksida, Azodikarbonamida.
vi. pengemulsi, pengental, dan pemantap (emulsifier, thickener, stabilizer)
Contoh : Agar, Asam alginat, Asetil dipati gliserol, Dikalium fosfat.
vii. pengawet (preservative)
Contoh : Asam benzoat, Asam sorbat, Nitrat, Nitrit, Sulfit.
viii. pengeras (firming agent)
Contoh : Aluminium amonium sulfat, Kalsium glukonat, Aluminium sulfat,
Kalsium klorida.
ix. pewarna (colour)
Contoh : Amaran, Biru berlian, Eritrosin, Hijau FCF, Tartrazine, Kuning
FCF.
x. penyedap rasa dan aroma (flavour, flavour enhancer)
Contoh : Benzaldehid dari minyak pahit almond, Sinamat aldehid dari
minyak cassia, Eugenol dari cengkeh, Sitrat dari buah limau
xi. sekuestran (sequestrant).
Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri masih ada beberapa
i. enzim, yaitu enzim yang berasal dari hewan, tumbuhan atau mikroba yang
dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi
lebih empuk , lebih larut dan lain-lain
ii. penambah gizi, yaitu berupa asam amino, mineral atau vitamin baik tunggal
ataupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan
iii. humektan, yaitu bahan tambahan pangan yang menyerap lembab (uap air)
sehingga mempertahankan kadar air pangan.
b. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Dilarang
Menurut Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 dan Nomor
1168/Menkes/PER/X/1999 BTP yang dilarang adalah sebagai berikut:
i. natrium tetraborat (boraks)
ii. formalin (formaldehid)
iii. minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)
iv. kloramfenikol(chloramfenicol)
v. dietilpirokarbonat
vi. nitrofuranzon
vii. P-Phenetilkarbamida
viii. asam salisilat dan garamnya
ix. rhodamin B (pewarna merah)
x. methanyl yellow (pewarna kuning)
xi. dulsin (pemanis sintetis)
2.2 Pemanis Buatan
2.2.1 Pengertian Pemanis Buatan
Zat pemanis sintesis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis
atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut,
sedangkan kalori yang dihasilkannnya jauh lebih rendah daripada gula. Pemanis
merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk
keperluan produk olahan pangan, industri minuman dan makanan serta kesehatan.
Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki
sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat-sifat-sifat kimia sekaligus merupakan
sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan
jumlah kalori terkontrol, mengurangi kerusakan gigi dan sebagai bahan substitusi
pemanis utama (Cahyadi, 2009).
Meskipun diizinkan untuk makanan, zat pemanis sintesis sakarin dan
siklamat merupakan jenis zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi
penderita diabetes maupun konsumen dengan diet rendah kalori. Namun
demikian, sakarin juga sering ditambahkan ke dalam makanan yang ditujukan
untuk konsumen pada umumnya (bukan penderita diabetes). Padahal, pemanis ini
diduga dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Yuliarti, 2007).
Meskipun mempunyai efek negatif, perkembangan industri makanan yang
menggunakan pemanis buatan makin berkembang pesat mengingat bahan
tambahan makanan ini mempunyai harga yang lebih murah dibandingkan dengan
gula alami atau yang sering kita kenal sebagai gula tebu sehinga demikian akan
2.2.2 Jenis Pemanis
Menurut Yuliarti (2007), dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu pemanis alami dan pemanis buatan (sintesis).
1. Pemanis Alami
Beberapa jenis pemanis alami maupun buatan dapat digunakan untuk
makanan. Pemanis alami yang sering digunakan untuk makanan, terutama
adalah tebu dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering disebut gula alam atau
sukrosa. Selain itu, ada berbagai pemanis lain yang dapat digunakan untuk
makanan, diantaranya laktosa, maltosa, galaktosa, glukosa, fruktosa,
sorbitol, manitol, gliserol dan glisina.
2. Pemanis Sintesis
Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat
memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi.
Sebagai contoh adalah sakarin , siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintesis
dan nitro-propoksi-analin. Di antara berbagai jenis pemanis sintesis atau
buatan, hanya beberapa saja yang diizinkan penggunaannya dalam makanan
sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985,
diantaranya sakarin, siklamat dan aspartam dalam jumlah yang dibatasi atau
dengan dosis tertentu.
2.2.3 Persyaratan dan Efek Terhadap Kesehatan
Sekalipun pemanis buatan dinyatakan aman untuk dikonsumsi, tetapi bila
penggunaannya tidak sesuai aturan maka akan menimbulkan efek yang
jenis bahan tambahan makanan aman dikonsumsi dalam jumlah sedikit dan baru
akan membahayakan kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Academy of Science pada tahun
1968 disebutkan bahawa sakarin dapat mengakibatkan kanker pada hewan
percobaan. Dalam penelitian yang lain, tikus yang diberi siklamat dan sakarin
akan mendrita kanker kantong kemih dan dapat merangsang pertumbuhan tumor.
Penggunaan aspartam berbahaya bagi penderita penyakit keturunan fenil
ketonuria yang berhubungan dengan kelemahan mental (Yuliarti, 2007).
Pemakaian pemanis sintesis masih diragukan keamanannya bagi kesehatan
konsumen. Beberapa negara mengeluarkan peraturan secara ketat atau bahkan
melarang, seperti Kanada sejak tahun 1977 sakarin dilarang pemakaiannya,
kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek dan dikemas dalam botol dan juga
harus mencantumkan label peringatan (Cahyadi, 2009).
Di Indonesia penggunaan bahan tambahan pangan pemanis, baik jenis
maupun jumlahnya diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88. Seiring dengan pesatnya perkembangan
teknologi produksi bahan kimia dan teknologi pengolahan pangan atau produk
farmasi dan kesehatan, bahan pemanis alternatif natural mulai banyak digunakan.
Penggunaan pemanis natural juga dipicu oleh adanya data-data penelitian yang
menunjukkan efek samping dalam penggunaan pemanis sintesis, yaitu bersifat
Tabel 1. Tabel bahan pemanis sintesis yang diizinkan sesuai peraturan
0-2,5 mg Makanan Berkalori Rendah
g. Minuman Yoghurt
h. Es Krim sebagai asam siklamat
1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat
3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat
2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat
2.2.4 Tujuan Penggunaan Pemanis Sintesis
Menurut Cahyadi (2009), pemanis ditambahkan ke dalam bahan pangan
mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus karena tidak menimbulkan
kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes melitus disarankan
menggunakan pemanis sintesis untuk menghindari bahaya gula
2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan
Kegemukan merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan
penyebab utama kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik
disarankan untuk mengurangi masukan kalori per harinya. Pemanis sisntesis
merupakan salah satu bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori
3. Sebagai penyalut obat
Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak menyenagkan, karena itu untuk
menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebut biasanya dibuat tablet yang
bersalut. Pemanis lebih sering digunakan untuk menyalut obat karena
umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal
4. Menghindari kerusakan gigi
Pada pangan seperti permen lebih sering ditambahkan pemanis sintesis
karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tinggi dari gula,
pemakaian dalam jumlah sedikt saja sudah menimbulkan rasa manis yang
diperlukan sehingga tidak merusak gigi
5. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintesis
sintesis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga
harganya relatif murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi di alam.
2.2.5 Hubungan Struktur dan Rasa Manis
Konsep adanya empat rasa pokok (manis, asin, pahit dan asam) sebenarnya
hanya penyederhanaan supaya praktis. Rangsangan yang diterima oleh otak
karena rangsangan elektrik yang diteruskan dari sel perasa sebetulnya sangat
kompleks. Rasa asin terutama disebabkan oleh rangsangan ion-ion positif (kation)
bahan kmia, sedangkan rasa asam oleh ion-ion negatif (anion) bahan kimia pada
reseptor rasa. Tetapi, tidak ada kelompok bahan kimia tertentu yang menyebabkan
rasa manis, meskipun telah diketahui bahwa struktur molekul sederhana kelompok
senyawa-senyawa gula yang terbentuk tertutup sangat merangsang manis
(Cahyadi, 2009).
Menurut Cahyadi (2009), sakarin yang struktur kimianya sangat berlainan
dengan gula ternyata tidak dapat dibedakan rasa manisnya. Sampai saat ini
mekanisme respons rasa masih belum diketahui dengan baik. Perubahan struktur
molekul sedikit saja dapat menghasilkan senyawa baru dengan rasa yang berbeda.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan struktur kimia
bahan pemanis dengan rasa manis adalah:
1. Mutu Rasa Manis
Faktor ini sangat bergantung dari sifat kimia bahan pemanis dan
kemurniannya. Dari uji sensoris menunjukkan tingkat mutu rasa manis yang
berbeda antara bahan pemanis satu dengan yang lainnya. Bahan alami yang
dasar pembuatan bahan pemanis sintesis adalah asam-asam amino. Salah
satu dipeptida seperti aspartam memiliki rasa manis dengan mutu yang
serupa dengan kelompok gula dan tidak memliki rasa ikutan. Sedangkan
pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin
terasa dengan bertambah bahan pemanis.
2. Intensitas Rasa Manis
Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan atau tingkat kadar kemanisan
suatu bahan pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif
rasa manis dalam yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing
bahan pemanis. Masing-masing pemanis berbeda kemampuannya untuk
merangsang indra perasa. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan
pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan sifat
mediumnya (cair atau padat).
3. Kenikmatan Rasa Manis
Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan
bau bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan
kelezatan. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat
menimbulkan rasa nikmat yang dikehendaki. Meskipun rasa manis yang
tepat sangat disukai, tetapi pemanis yang berlebihan akan terasa tidak enak.
2.3 Sakarin
Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen pada
tahun 1897. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik
dengan rumus C7H5NO3S dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya
tersedia sebagai garam natrium. Nama lain dari sakarin adalah
2,3-dihidro-3-oksobenzisulfonasol, benzosulfimida atau o-sulfobenzimida. Sedangkan nama
dagangnya adalah glucide, garantose, saccarol, saccarinose, sakarol, saxin,
sykose dan hermesetas (Cahyadi, 2009).
Gambar 1. Struktur Sakarin
Sakarin merupakan pemanis buatan yang mempunyai rasa manis 200-700
kali sukrosa (yang biasa kita sebut gula). Es krim, gula-gula, es puter, selai, kue
kering, dan minuman fermentasi biasanya diberi pemanis sakarin. Sakarin
merupakan pemanis buatan yang sering digunakan dengan alasan utama harganya
murah, di samping nilai kalorinya yang rendah, serta tidak menimbulkan kanker
(nonkarsinogenik). Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Academy of
Science pada tahun 1968, dinyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa
sebanyak 1 gram atau lebih rendah dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa sakarin dapat mengakibatkan kanker
pada hewan percobaan (Yuliarti, 2007).
Pada tahun 1981, sakarin masuk ke dalam daftar bahan karsinogen yang
mendukung dugaan tersebut. Tidak ditemukan kaitan bermakna antara sakarin dan
kanker, kecuali pada pria-pria perokok berat. Pada tahun 1991, FDA secara resmi
telah menarik kembali larangannya dan sakarin dapat digunakan dalam berbagai
produk. Walau demikian, jumlah sakarin harus tertulis jelas dalam label makanan
dan dibatasi dalam kadar tertentu, tergantung jenis produk (Yuliarti, 2007).
2.3.1 Metode Analisis Pemanis Sakarin
Menurut Cahyadi (2009), sakarin dapat ditentukan dalam berbagai macam
produk pangan, minuman dan obat-obatan dengan metode yang terdapat dalam
AOAC tahun 1990. Penentuan sakarin secara kualitatif dalam makanan/minuman
dapat dilakukan dengan metode yang sederhana, seperti uji warna dengan HCl 10
% atau dengan pereaksi Nessler. Penentuan kadar sakarin dengan metode
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
2.4 Es Krim
2.4.1 Pengertian Es Krim
Es krim adalah produk beku yang diperoleh dari susu dengan penambahan
lemak susu atau lemak nabati atau krim atau mentega atau campurannya dengan
gula (BPOM, 2006).
Es krim merupakan salah satu makanan favorit selain coklat karena rasanya
yang enak, teksturnya yang lembut dan membuat sugesti menyenangkan bagi
sebagian orang yang memakannya. Es krim merupakan buih setengah beku yang
mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel-sel udara tersebut memberikan
tekstur lembut pada es krim. Tanpa udara, emulsi beku tersebut akan menjadi
bahan-bahan utama yaitu lemak, gula, penstabil dan pengemulsi lalu diaduk
sambil didinginkan untuk mencegah pembentukan kristal es besar (Anonim,
2012).
Lemak merupakan bahan baku pembuat es krim. Fungsinya untuk
memberikan tekstur halus, berkontribusi dengan rasa serta memberikan efek
sinergis pada tambahan rasa yang digunakan. Di samping itu, penggunaan lemak
akan memperindah tampilan es krim. Lemak dalam es krim berasal dari susu atau
bisa diganti dengan bahan nabati seperti susu kedelai, susu beras atau susu
kambing bagi orang yang tubuhnya tidak toleran terhadap laktosa dari susu sapi
atau protein dari susu. Gula sebagai pemanis juga untuk memperbaiki tekstur dan
meningkatkan kekentalan. Gula yang digunakan umumnya adalah sukrosa.
Padatan non lemak (susu skim) merupakan sumber protein yang dibutuhkan
sebagai pengikat air dan emusifikasi. Bahan penstabil mengurangi kristalisasi es.
Bahan pengemulsi digunakan untuk memperbaiki tekstur es krim yang merupakan
campuran air dan lemak. Bahan penstabil yang umumnya digunakan untuk
pembuatan es krim adalah CMC (carboxymethil cellulose), gelatin, naalginat,
karagenan, gum arab dan pektin (Anonim, 2012).
2.4.2 Sejarah Es Krim
Pada saat musim panas, es krim dibuat secara tradisional dengan mengolah
adonan di dalam mangkuk besar yang ditaruh dalam sebuah tube yang diisi
dengan campuran es yang telah dihancurkan dan garam, yang membuat adonan es
krim itu membeku. Sejarah kemunculan es krim berawal dari zaman
menikmati es krim di zamannya, ia menyantap salju halus bersama campuran
buah-buahan dan madu. Di Amerika, es krim baru populer pada abad ke-19,
seiring dengan penemuan mesin pembuat es krim. Sebutan es krim berasal dari
para kolonis Amerika yaitu iced cram. Di Indonesia, es krim dibawa oleh
Belanda. Ice Cream Saloon adalah es krim pertama yang hanya bisa dinikmati di
kota besar seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Malang dan Surabaya. Saat itu es
krim merupakan barang mewah dan mahal, dan kebanyakan orang Belanda saja
yang menikmatinya ( Anonim, 2012).
2.4.3 Proses Pembuatan Es Krim
Menurut anonim (2012), proses pembuatan es krim adalah sebagai berikut:
a. Pemasakan
Susu direbus dan ditambahakan gula kemudian dimasak hingga mendidih.
b. Pencampuran
Campurkan bahan-bahan seperti kocokan kuning telur, adonan agar-agar
dan vanili (kadang diberi bahan pendukung perupa perasa, seperti buah.
Kedalam rebusan susu kemudian diaduk hingga merata.
c. Pembekuan
Campuran yang telah merata tadi dibekukan dengan suhu dibawah 00 C.
d. Pengadukan
Setelah campuran beku lakukan pengadukan atau dapat dimasukkan ke
dalam cetakkan krim kemudian putar adonan es krim hingga lembut.
Lakukan proses pembekuan dan pengadukan hingga didapat tekstur es krim
2.5 Kromatografi
2.5.1 Sejarah Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan
tertentu. Metode ini ditemukan pertama kali oleh TSWETT pada tahun 1903,
digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama
kromatografi diambilkan dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian
pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan hampir
kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan
pada senyawa-senyawa tak berwarna, termasuk gas (Sastrohamidjojo, 1985).
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa
tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan
tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat
digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat
atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi serapan (absorption chromatography); jika zat cair dikenal sebagai
kromatografi partisi (partition cromatography). Karena fasa bergerak dapat
berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi.
Keempat macam sistem kromatografi tersebut adalah:
a. fasa bergerak zat cair-fasa tetap padat
i. kromatografi lapis tipis
ii. kromatografi penukar ion
kromatografi gas padat
c. fasa bergerak zat cair-fasa tetap cair
dikenal sebagai kromatografi partisi dan kromatografi kertas
d. fasa bergerak gas-fasa tetap zat cair
i. kromatografi gas-cair
ii. kromatografi kolom-kapiler
Prinsip pemisahan dengan kromatografi adalah bahwa senyawa-senyawa
yang dipisahkan terdistribusi sendiri diantara fasa-fasa bergerak dan tetap dalam
perbandingan yang sangat berbeda-beda dari suatu senyawa terhadap senyawa
yang lain (Sastrohamidjojo, 1985).
2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Secara teori, pemisahan kromatogarafi yang paling baik akan diperoleh jika
fase diam mempunyai luas permukaan sebesar-besarnya, jadi memastikan
kesetimbangan yang baik antara fase. Persyaratan kedua agar pemisahan baik
adalah fase gerak bergerak dengan cepat sehingga difusi sekecil-kecilnya. Untuk
mmemperoleh permukaan fase diam yang luas, pada sebagian besar situasi
kromatografi, maka penjerap atau penyangga berupa serbuk halus. Untuk
memaksa fase gerak bergerak cepat melalui fase diam yang terbagi pada serbuk
halus harus digunakan tekanan tinggi. Persyaratan itu telah menghasilkan teknik
kromatografi cair yang paling baru dan paling kuat. Mula-mula cara ini disebut
kromatografi cair takanan tinggi, disingkat (KCTT = HPLC). Nama ini diubah
menjadi kromatografi cair kinerja tinggi, disingkat KCKT (tetap HPLC), dan
Segi unik KCKT yang lain ialah pemakaian salah satu jenis detektor yang
sangat peka untuk menganalisis eluen dari kolom jika kita memisahkan pelarut
yang tidak berwarna atau yang konsentrasinya rendah. Detektor ini dapat berupa
pemantauan penjerapan sinar ultraviolet secara terus-menerus, indeks bias, atau
tetapan fisika eluen yang lain yang berubah cukup besar ketika linarut keluar dari
kolom. Secara singkat, ketika beberapa kemajuan yang dikembangkan untuk
kromatografi gas diterapkan pada kromatografi cair klasik maka lahirlah KCKT
(Gritter, 1991).
KCKT dapat disamakan dengan KGC dalam hal kepekaan dan
kemampuannya menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif dengan sekali kerja
saja. Perbedaannya ialah fase diam yang terikat pada polimer berpori terdapat
dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase gerak cair
mengalir akibat tekanan yang besar. Alat KCKT lebih mahal dari KGC, terutama
karena diperlukan sistem pompa yang cocok serta semua sambungan harus
disekrup agar dapat menahan tekanan. Fase geraknya adalah campuran pelarut
yang dapat bercampur. Campuran ini dapat tetap susunannya (pemisahan
isokratik) atau dapat diubah perbandingannnya secara sinambung dengan
menambahkan ruang pencampur kepada susunan alat (elusi landaian). Senyawa
dipantau ketika keluar dari kolom dengan menggunakan pendeteksi, biasanya
dengan mengukur spektrum serapan UV. Dapat ditambahkan pemandu
(integrator) untuk mengolah data yang dihasilkan dan seluruh pekerjaan dapat
dikendalikan dengan mkroprosesor. Sebagian besar pemisahan dngan KCKT
oleh pabrik. Tetapi, kebanyakan pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan
kolom partikel silika mikropori (untuk senyawa nonpolar) atau kolom fase balik,
yaitu fase ikat C18 (untuk senyawa polar) (Harborne, 1984).
2.6.1 Komponen-Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) a. Pompa
Fase gerak dalam KCKT sudah tentu zat cair, dan untuk menggerakkannya
melalui kolom diperlukan alat. Ada dua jenis utama pompa yang digunakan yaitu
tekanan tetap dan tekanan pendesakan. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi lagi
menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang
berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk
menghasilkan garis alas detektor yang stabil jika detektor peka terhadap aliran
(Johnson, 1991).
b. Injektor
Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom),
diusahan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada dua
ragam utama yaitu aliran-henti dan pelarut mengalir. Ada tiga jenis dasar injektor,
yaitu:
i. aliran henti
Aliran dihentikan, penyuntikan dilakukan pada tekanan atmosfer; sistem
ditutup, dan aliran dilanjutkan lagi (biasanya sistem aliran utama tetap
berada pada tekanan kerja). Cara ini dapat dipakai karena difusi di dalam zat
ii. septum
Septum adalah injektor langsung pada aliran, yang sama dengan injektor
yang lazim digunakan pada kromatografi gas. Injektor tersebut dapat
dipakai pada tekanan sampai sekitar 60-70 atmosfer.
iii. katup jalan-kitar
Jenis injektor ini biasanya dipakai untuk menyuntikkan volum yang lebih
besar dari 10µl dan sekarang dipakai dalam sistem yang diotomatkan.
c. Kolom
Kolom merupakan jantung kromatograf. Keberhasilan atau kegagalan
analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
i. kolom analitik
Garis tengah dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk
kemasan pelikel biasanya panjangkolom 50-100 cm, untuk kemasan
mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm
ii. kolom preparatif
Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100 cm.
Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai
pada suhu kamar, tetapi suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai, terutama
dalam kromatografi pertukaran ion dan kromatografi eksklusi.
d. Detektor
Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di dalam
banyak berderau, rentang tanggapan linearnya lebar, dan menaggapi semua jenis
senyawa. Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kecepatan
modern (KCKT) ialah detektor UV 254 nm. Detektor UV-tampak dengan panjang
gelombang yang berubah-ubah sekarang menjadi populer karena dapat dipakai
untuk mendeteksi senyawa dalam lingkup yang lebih luas. Dtektor indeks bias
juga banyak dipakai, terutama pada kromatografi eksklusif, tetapi biasanya
kepekaannya lebih rendah (Johnson, 1991).
e. Elusi Landaian
Elusi landaian ialah peningkatan kekuatan fase gerak selama analisis
kromatografi. Hasil elusi landaian ialah perpendekan waktu tambat senyawa yang
ditahan dengan kuat dalam kolom. Elusi landaian mempunyai beberapa
keuntungan:
i. waktu analisis keseluruhan dapat dikurangi secara berarti
ii. daya pisah keseluruhan per satuan waktu campuran ditingkatkan
iii. bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil)
iv. kepekaan efektif ditingkatkan karena bentuk puncak kurang beragam.
g. Fase Gerak
Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah
satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai
dalam semua ragam KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang
berlaku umum. Fase gerak memiliki persyaratan sebagai berikut :
i. murni, tanpa cemaran
iii. sesuai denga detektor
iv. dapat melarutkan cuplikan
v. mempunyai viskositas rendah
vi. memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika
diperlukan
vii. harganya wajar.
2.6.2 Keuntungan KCKT
Menurut Putra (2004), KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap
Kromatografi Gas (KG). Dalam banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan
untuk memperoleh efek pemisahan yang sama membaiknya. Bila derivatisasi
diperlukan pada KG, namun pada KCKT zat-zat yang tidak diderivatisasi dapat
dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT
adalah pilihan utama. Namun demikian bukan berarti KCKT menggantikan KG,
tetapi akan memainkan peranan yang lebih besar bagi para analis laboratorium.
KCKT menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan kromatografi cair
klasik, antara lain:
a. cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang
dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit
(uncomplicated), waktu analisi kurang dari 5 menit bisa dicapai
b. resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa
dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit
berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan
diam dan rasa gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk
mencapai pemisahan yang diinginkan.
c. sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam
KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari
bermacam- macam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia
dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor
seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga
digunakan dalam KCKT
d. kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom kromatografi
klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis
yang bisa dilakukan dengan kolom yang sma sebelum dari jenis sampel
yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan
e. ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang tidak bisa
dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah, biasanya diderivatisasi
untuk menganalisis psesies ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar
ion ideal sekali untuk mengalissis zat-zat tersebut.
f. mudah rekoveri sampel : Umumnya setektor yang digunakan dalam KCKT
tidak menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang
diperiksa, oleh karena itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah
sikumpulkan setelah melewati detektor. Solvennya dapat dihilangkan
dengan menguapkan ksecuali untuk kromatografi penukar ion memerlukan