BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1Produk
Menurut Kotler (2004), produk didefinisikan sebagai salah satu yang bisa ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Jadi produk bisa mencakup aspek fisik seperti citra atau reputasi. Menurut Buchari Alma (2004: 98), produk adalah seperangkat atribut baik yang berwujud maupun tidak berwujud termasuk masalah warna, harga, nama baik pabrik, toko, serta pengecer yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginan. Inti dari definisi tersebut adalah konsumen tidak hanya sekedar membeli sekumpulan atribut fisiknya, pada dasarnya konsumen membayar sesuatu yang memuaskan keinginan.
2.2Atribut
Atribut adalah keseluruhan karakteristik yang melekat pada produk tersebut. Atribut dalam arti luas, merupakan keseluruhan faktor yang dipertimbangkan konsumen untuk membeli suatu produk (Suliyanto, 2005). Atribut merupakan indikator yang memungkinkan terjadinya pengukuran pengaruh pada variabel. Konsumen melihat suatu produk atau jasa sebagai sekelompok atribut. Konsumen akan kesulitan membandingkan banyak produk secara keseluruhan. Jadi, konsumen membutuhkan pendekatan yang lebih sederhana. Pertama konsumen menentukan beberapa merek, yang dianggap memenuhi kriterianya. Kedua konsumen melakukan evaluasi terhadap faktor produk atau atribut, meliputi tingkat kepentingan atribut yang digunakan oleh seorang konsumen disebut sebagai kriteria pemilihan konsumen.
kapasitas tangki, jenis sepeda motor, ban, harga, roda, warna, dan daya mesin.
2.3Konsumen
Menurut Nugroho (2003: 109), definisi perilaku konsumen adalah suatu proses pengambilan keputusan dan aktivitas masing–masing individu yang dilakukan dalam rangka evaluasi, mendapatkan, penggunaan atau mengukur barang dan jasa. Sedangkan menurut Bilson Simamora yang dikutip dari Engel F. James (2004: 3), menyatakan perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Dari definisi perilaku konsumen tersebut, dapat diketahui bahwa perilaku konsumen merupakan tindakan–tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi tertentu, tindakan itu berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dari para pembeli. Tujuannya adalah agar keputusan itu dapat digunakan untuk mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa yang ekonomis.
2.4Nilai Guna (Utilitas)
Teori nilai guna (utilitas) yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsi barang-barang. Jika kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi nilai gunanya. Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka nilai guna semakin rendah juga. Nilai guna dibedakan menjadi dua pengertian
a. Nilai Guna Marginal
Nilai guna marginal adalah pertambahan atau pengurangan kepuasan akibat adanya pertambahan atau pengurangan penggunaan satu unit barang tertentu. b. Total Nilai Guna
Total nilai guna yaitu keseluruhan kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang-barang tertentu.
tentu saja secara rasional konsumen berharap memperoleh nilai guna optimal. Secara rasional nilai guna akan meningkat jika jumlah komoditas yang dikonsumsi meningkat. Ada dua cara mengukur nilai guna dari suatu komoditas yaitu secara kardinal (dengan menggunakan pendekatan nilai absolut) dan secara ordinal (dengan menggunakan pendekatan nilai relatif, atau ranking). Dalam pendekatan kardinal bahwa nilai guna yang diperoleh konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif dan dapat diukur secara pasti. Untuk setiap unit yang dikonsumsi akan dapat dihitung nilai gunanya, (Sugiarto, 2010).
2.5Uji Validitas dan Reliabilitas
Sugiyono (2006: 67), berpendapat bahwa instrumen (kuesioner) harus diuji. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel.
Uji validitas atau kesahihan digunakan untuk mengetahui seberapa tepat suatu alat ukur mampu melakukan fungsi. Alat ukur yang dapat digunakan dalam pengujian validitas suatu kuesioner adalah angka hasil korelasi antara skor pernyataan dan skor keseluruhan penyataan reseponden terhadap informasi dalam kuesioner.
Perhitungan uji reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan program Statistical product and Service Solution (SPSS). Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Menurut Sugiyono (2006:220), “instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama”.
2.6Uji Kruskal-Wallis
Metode ini merupakan metode nonparametrik dengan menpergunakan teknik rank (urutan). Uji ini digunakan untuk menguji asumsi pertama yang menjelaskan adanya sifat kenormalan dari distribusi data. Uji ini digunakan untuk membandingkan rata-rata tiga sample atau lebih. Uji H atau Kruskal-Wallis adalah suatu uji statiska yang dipergunakan untuk menetukan apakah k sample independen berasal dari populasi yang sama ataukah berbeda. Sampel-sampel yang diambil dari populasi dapat berbeda, hal ini dapat terjadi karena populasi yang berbeda atau populasi yang sama. Apabila populasi yang sama, maka perbedaan itu hanyalah karena faktor kebetulan saja. Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah:
1. Data terdri atas k sampel acak.
2. Sampel yang diambil dari populasinya bersifat saling bebas atau independen. 3. Skala pengukuran minimal Ordinal.
Secara manual, uji Kruskal-Wallis (nilai H) dapat dihitung dengan rumus
𝐻= 12
𝑛+1 𝑛
𝑅𝑗2
𝑛𝑗 − 3(𝑛+ 1)
𝑘
𝑗=1 (2.1)
di mana:
n = Jumlah data (𝑛1,𝑛2,𝑛3,…,𝑛𝑘)
𝑅𝑗 = Jumlah ranking pada kelompok j 𝑛𝑗 = Jumlah data tiap kolom j
Hipotesis yang diajukan adalah
𝐻0 : Sampel berasal dari populasi yang sama (𝜇1 = 𝜇2 = …= 𝜇𝑗)
𝐻1 : Sampel berasal dari populasi yang berbeda (𝜇𝑖 =𝜇𝑗)
Kreteria pengambilan keputusan 𝐻0 : diterima jika (𝐻 ≤ 𝜒𝛼2;𝑘−1)
Secara umum, rumus yang digunakan dalam uji kruskal-wallis menggunakan persamaan (2.1). Pembuktian persamaan (2.1) adalah sebagai berikut:
= 𝑅𝑗
Analisis konjoin adalah suatu teknik yang secara spesifik digunakan untuk memahami bagaimana keinginan atau minat konsumen terhadap suatu produk atau jasa dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai kepentingan relatif berbagai atribut suatu produk. Analisis konjoin yang mulai dikembangkan pada tahun 1970-an ini mulai banyak digunakan pada bidang ilmu yang terkait dengan persepsi seseorang, seperti pemasaran, sosial politik dan psikologi. Pada bidang pemasaran, analisis ini khususnya banyak digunakan untuk mengetahui preferensi konsumen akan sebuah produk baru. Analisis konjoin sangat berguna untuk membantu bagaimana seharusnya karakteristik produk baru, membuat konsep produk baru, mengetahui pengaruh tingkat harga serta memprediksi tingkat penjualan atau penggunaan (Santoso, 2010).
2.7.2 Manfaat Analisis Konjoin
Menurut Hair (1993), beberapa manfaat dari penggunaan analisis konjoin adalah sebagai berikut:
1. Dapat menentukan kombinasi optimal dari atribut–atribut produk yang paling penting atau menarik bagi konsumen.
2. Dapat menunjukan kontribusi relatif dari tiap atribut dan level terhadap seluruh evaluasi produk yang mempengaruhi proses pembelian konsumen.
3. Dapat mengkelompokkan pasar berdasarkan kesamaan kesukaan konsumen terhadap atribut produk.
2.7.3 Tahapan Analisis Konjoin
Adapun tahapan-tahapan analisis konjoin meliputi beberapa langkah yaiatu: 1. Mengidentifikasi atribut
2. Merancang kombinasi atribut (stimuli) 3. Analisis data
4. Memilih prosedur analisis konjoin 5. Interpretasi hasil
6. Penilaian keandalan dan kesahihan
2.7.3.1 Mengidentifikasi Atribut
Langkah awal dalam melakukan analisis konjoin yaitu mengidentifikasi kumpulan dari atribut-atribut di mana setiap atribut terdiri atas beberapa taraf atau level. Informasi mengenai atribut yang mewakili preferensi konsumen bisa diperoleh melalui diskusi dengan pakar, eksplorasi data skunder, atau melakukan tes awal.
Kemudian atribut yang sudah dianggap mewakili ditentukan skalanya. Skala atribut dibagi menjadi dua yaitu skala kualitatif atau non metrik atau kategori (nominal dan ordinal) dan skala kuantitatif atau metrik (interval dan rasio).
memperkirakan parameter seakurat mungkin, perlu membatasi banyaknya tingkatan atau level dari atribut.
2.7.3.2 Merancang Kombinasi Atribut (Stimuli)
Ada dua cara pembentukan stimuli dalam analisis konjoin yaitu: 1. Full-profile
Pendekatan kombinasi lengkap (full profile) juga disebut evaluasi banyak faktor (multiple-factor-evaluation) yaitu jika ada k atribut dan ada li level yang
diteliti dapat mengevaluasi semua stimuli yang muncul dengan l1 x l2 x l3 x …
sejumlah li buah.
Tentunya terkadang banyaknya stimuli membuat bingung responden dalam menilai, untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan SPSS 17 dengan menggunakan pendekatan full profile namun desain yang digunakan bukan full factor design melainkan factorial design. Dengan desain ini, sebagian dari
seluruh kombinasi produk dipilih yang benar-benar berpengaruh terhadap efek utama. Efek interaksi tidak diperhatikan. Desain seperti ini dikenal dengan nama Orthogonal Array.
Orthogonal Array memungkinkan desain yang mengasumsikan bahwa
semua interaksi yang tidak penting bisa diabaikan. Orthogonal Array dibentuk dari basic full fractional design dengan mengganti suatu faktor baru untuk seleksi interaksi efek yang dianggap bisa diabaikan. Metode yang lain untuk mengurangi banyaknya inetraksi dengan melakukan survei terhadap konsumen.
Tampak bahwa dalam desain Orthogonal Array, jumlah kemunculan dari setiap level suatu atribut selalu tidak sama. Berikut contoh desain Orthogonal Array dan bukan Orthogonal Array pada Tabel 2.1. Tabel sebelah
Tabel 2.1 Contoh Orthogonal Array dan Non-orthogonal Array
Orthogonal Array Non-orthogonal Array
Faktor : A B C Faktor : A B C
1 1 1 1 1 2
1 2 2 1 2 1
2 1 2 2 1 2
2 2 1 1 2 1
2. Pairwise Combination
Melalui pendekatan ini, stimuli yang diperingkatkan dilakukan dengan cara memberikan peringkat pada setiap kombinasi taraf/level dari dua atribut, mulai dari yang paling disukai sampai pada yang paling tidak disukai. Jika banyaknya atribut ada 𝑝 − buah, maka kombinasi taraf/level atribut yang harus dievaluasi responden adalah sebanyak:
q = 𝑝(𝑝−1)
2 pasangan.
Kelebihan pendekatan pasangan adalah bahwa pendekatan ini lebih mudah bagi responden untuk memberikan pertimbangan. Tetapi kelemahan relatifnya ialah bahwa pendekatan ini memerlukan lebih banyak evaluasi.
2.7.3.3 Analisis Data
Data yang diperlukan dalam analisis konjoin dapat berupa data non-metrik (data berskala nominal atau ordinal atau kategorial) maupun data metrik (data berskala interval atau rasio).
1. Data non-metrik
Untuk memperoleh data dalam bentuk non-metrik, responden diminta untuk membuat ranking atau mengurutkan stimulus yang paling disukai hingga pada stimulus yang tidak disukai. Untuk stimulus yang paling disukai diberi nilai dimulai dari 1 dan seterusnya hingga ranking terakhir stimulus yang paling tidak disukai.
Untuk memperoleh data dalam bentuk metrik, responden diminta untuk memberikan nilai atau rating terhadap masing-masing stimulus. Dengan cara ini, responden akan memberikan penilaian terhadap masing-masing stimulus secara terpisah. Pemberian nilai atau rating dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
a. Menggunakan skala likert mulai dari 1 hingga 5 (1 = paling tidak disukai dan 5 = paling disukai).
b. Menggunakan nilai rangking terbalik, artinya untuk stimulus yang paling disukai diberi nilai tertinggi setara dengan jumlah stimulusnya, sedangkan stimulus yang paling tidak disukai diberi nilai satu.
2.7.3.4 Memilih Prosedur Analisis Konjoin
Model dasar analisis konjoin secara matematis sebagai berikut (Supranto, 2004):
𝑈 𝑋 = 𝑎𝑖𝑗𝑋𝑖𝑗
𝑙𝑖
𝑗=1
𝑘
𝑖=1
di mana:
𝑈 𝑋 = Utilitas total dari tiap-tiap stimuli
𝑎𝑖𝑗 = Utilitas dari atribut ke-𝑖 (𝑖 = 1, 2, 3, ... , k) dan
level ke-𝑗 (𝑗 = 1, 2, 3, ... ,𝑙𝑖) 𝑙𝑖 = Banyaknya level dari atribut 𝑖 𝑘 = Banyaknya atribut
𝑋𝑖𝑗 = Atribut ke-𝑖 level ke-𝑗 (bernilai 1, jika level ke-𝑗 dari atribut ke-𝑖 terjadi; 0,
jika tidak terjadi)
Range nilai kepentingan relatif tiap atribut dapat dicari dengan rumus: 𝐼𝑖 = {𝑚𝑎𝑘𝑠(𝑎𝑖𝑗) – 𝑚𝑖𝑛(𝑎𝑖𝑗)}
Rumus untuk nilai kepentingan relatif adalah:
di mana:
𝑊𝑖 = Bobot kepentingan relatif untuk tiap atribut 𝐼𝑖 = Range nilai kepentingan untuk tiap atribut
2.7.3.5 Analisis Regresi dengan Peubah Boneka (dummy)
Analisis regresi dengan peubah boneka adalah suatu regresi yang variabel bebasnya merupakan variabel dummy . Di dalam hal ini, variabel bebas terdiri dari variabel dummy untuk level dari atribut. Bila atribut mempunyai level sebanyak 𝑙𝑖 diberi kode, dinyatakan dalam 𝑙𝑖 −1 variabel dummy, atau banyaknya variabel dummy = banyaknya kategori (level) dikurangi satu.
Untuk atribut ke-i dengan 𝑙𝑖 level, variabel dummy-nya adalah
Tabel 2.2 Variabel Dummy Atribut ke-𝑖 dengan level 𝒍𝒊
Level 𝑋1 𝑋2 . . . 𝑋𝑙
𝑖−1
1 1 0 . . . 0
2 0 1 . . . 0
3 0 0 . . . 0
. . . . .
. . . . .
. . . . .
𝑙𝑖 −1 0 0 . . . 1
𝑙𝑖 0 0 . . . 0
1. Atribut yang mempunyai dua taraf diberi kode 1 untuk salah satu taraf dan 0 untuk lainnya.
2. Atribut yang mempunyai dari tiga taraf, pengkodeannya sebagai berikut:
Tabel 2.3 Pengkodean taraf atau level
Taraf Kode
Taraf 1 Taraf 2 Taraf 3
1 0 0
0 1 0
Untuk taraf lebih dari tiga, pengkodean dilakukan dngan cara yang sama sehingga setiap faktor memiliki 𝑘 −1 peubah boneka. Banyaknya peubah boneka sama dengan banyaknya kategori (taraf) dikurangi satu.
Jika data yang digunakan berasal dari penilaian stimuli yang telah dirancang sebelumnya dan penilaian dilakukan dengan menggunakan skala metrik, maka regresi dapat dihitung langsung dengan menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Jika penilaian stimuli menggunakan urutan stimuli, maka data tersebut harus ditransformasi terlebih dahulu dengan monotomic regression atau multidimensional scalling, kemudian analisis dilanjutkan dengan regresi peubah boneka. Namun, jika
data diperoleh melalui penilaian secara terpisah dari masing-masing taraf atau level atribut yang dikenal dengan istilah discrete choice, analisis yang dapat digunakan adalah model logit, metode perancangan dan pengukuran pada analisis konjoin salah satunya yaitu Self-Explicated Model. Pada model ini, responden diminta untuk menilai atribut dan mempertimbangkan atribut yang menurut mereka penting. Beberapa langkah metode model ini adalah sebagai berikut
a. Pereduksian taraf
menurut mereka tidak penting, hal ini dilakukan untuk efisien taraf atau level yang dinilai memiliki pengaruh paling penting.
b. Memberikan peringkat pada taraf atau level
Responden diminta untuk memilih taraf atau level yang menurut mereka paling disukai dan yang paling tidak disukai untuk tiap atributnya. Kemudian, tara atau level dalam atribut yang sama diberikan peringkat.
c. Memberikan peringkat pada atribut
Responden diminta untuk mengurutkan atribut yang paling penting sampai dengan atribut yang tidak penting dari semua atribut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa penting atribut yang satu dibandingkan dengan atribut yang lain.
Meskipun model self-explicated dapat diterapkan pada jumlah atribut yang besar, namun terbatas pada kemampuan responden dalam memberikan peringkat. Apabila jumlah atribut besar, maka responden tidak fokus dalam memberikan peringkat sehingga hasil yang diperoleh kurang memuaskan.
2.7.3.6 Interpretasi Hasil
Untuk menginterpretasikan hasil analisis, dilakukan pada semua tingkat kepentingan atribut dengan membuat grafik perbandingan antara nilai kepentingan dari tiap-tiap atributnya. Interpretasi dari hasil berikutnya juga dilakukan dengan membuat suatu grafik perbandingan antara nilai kegunaan dari tiap levelnya.
2.7.3.7 Penilaian Keandalan Dan Kesahihan
2.8Pengambilan Sampel 2.8.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generelisasi yang terdiri atas; obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti karena tidak semua data dan informasi akan diproses dan tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya (Sugiyono, 2006).
Dalam pelaksanaan penelitian, ruang lingkup populasi merupakan area yang amat luas batasnya sehingga penggunaan populasi sebagi instrumen penelitian sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kelayakan dalam pelaksanaan penelitian, ditentukan populasi sasaran (target population), yaitu populasi yang digunakan untuk mengeneralisasi hasil penelitian.
2.8.2Teknik Penarikan Sampel
Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa dipakai untuk menentukan jumlah sampel yang benar-benar mewakili seluruh populasi, dapat dilihat pada lampiran 10 dan dengan rumus sebagai berikut:
𝑛= 𝜒
2𝑁𝑃(1− 𝑃)
𝑁 −1 𝑑2+𝜒2𝑃(1− 𝑃)
Di mana:
P = proporsi populasi
Berdasarkan pada perhitungan di atas, dapat diketahui beberapa keterangan mengenai tabel Krejcie-Morgan sebagai berikut:
1. Tabel Krejcie-Morgan dapat dipakai untuk menentukan ukuran sampel.
2. Asumsi tingkat keandalan 95%, karena menggunakan nilai 𝜒2 = 3,841 yang artinya memakai 𝛼 = 0,05 pada derajat bebas 1.
3. Asumsi keragaman populasi yang dimasukkan dalam perhitungan adalah P(1-P), dimana P=0,5
4. Asumsi nilai galat pendugaan 5% (d=0,05).
Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik penarikan sampel bertingkat proposional (propotional stratified random sampling). Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu untuk menggunakan teknik ini antara lain (Singarimbun dan Effendi, 1989:162-163):
1. Adanya kriteria yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi ke dalam lapisan-lapisan.
2. Adanya data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang dipergunakan untuk menstratifikasi.