• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tingkat Stres Kerja Ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller (ATC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tingkat Stres Kerja Ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller (ATC)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Transportasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena dapat memudahkan bagi mereka untuk dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dengan adanya transportasi, jarak yang jauh pun dapat ditempuh dengan cepat. Menurut Salim (2000), transportasi adalah suatu kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi ada dua unsur yang terpenting yaitu pemindahan/pergerakan (movement) dan secara fisik mengubah tempat dari barang (comodity) dan penumpang ke tempat lain.

(2)

kepulauan Indonesia serta jarak yang jauh antara kota-kota besar membuat transportasi udara banyak diminati oleh masyarakat umum (Feirbanks; jurnal prakarsa, 2012). Selain itu pesawat terbang dianggap memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi dan durasi perjalanan yang lebih cepat daripada menggunakan transportasi darat atau laut (Jambak, 2010). Sehingga saat ini, masyarakat cukup banyak memakai jasa pesawat, yang berarti lalu lintas udara pun menjadi padat. Ini didukung oleh pernyataan Direktur Angkutan Udara Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Djoko Murjatmodjo;

“Jumlah penumpang yang diangkut maskapai nasional berjadwal pada 2012 mencapai 72,4 juta orang, terdiri atas 63,6 juta penumpang domestik dan 8,8 juta penumpang internasional, naik sekitar 10-15% dari tahun sebelumnya.”

(Sidik, 2013; antaranews.com)

Hal ini berdasarkan data statistik angkutan udara dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (2013; hubud.dephub.go.id) untuk arus lalu lintas pesawat dari tahun 2009-2012 diperoleh data sebagai berikut; pada tahun 2009 arus lalu lintas pesawat yang datang adalah 343.369 dan yang berangkat 346.978, pada tahun 2010 (datang = 466.872 dan berangkat = 467.850), tahun 2011 (datang = 524.515 dan berangkat = 524.997) dan pada tahun 2012 (datang = 514.002 dan berangkat 512.113).

(3)

daripada transportasi lainnya seperti transportasi kereta api (104 kecelakaan; Firdaus, 2012) dan transportasi laut (303 kecelakaan; Deny, 2013). Walaupun jumlah kecelakaan pesawat terbang terbilang cukup sedikit, namun hal ini juga harus diwaspadai, karena pada umumnya kecelakaan pesawat terbang banyak menelan korban jiwa dan kerugian yang cukup besar (Ermaya, 2012), seperti kecelakaan pesawat Mandala Airlines dengan armada Boeing 737-200 dengan kode penerbangan PK-RIM yang jatuh di Medan pada 5 September 2005 dengan menelan korban jiwa sebanyak 101 korban (Jambak, 2010).

Di dunia penerbangan ada dua macam pengertian dari kecelakaan pesawat yaitu accident merupakan suatu peristiwa yang berada di luar dugaan manusia yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat yang dapat menimbulkan korban dan incident yaitu kecelakaan yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat yang tidak menimbulkan korban (Ardhia, 2008; Ermaya, 2012).

Berdasarkan Safety Management Manual (SMM) yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organisation), terdapat beberapa faktor penyebab kecelakaan pesawat udara yaitu: Software factor, yaitu kebijakan, prosedur dan lain-lain; Hardware factor, yaitu sarana dan prasarana; Environment factor, yaitu lingkungan dan cuaca; Liveware factor, yaitu manusia.

(4)

(liveware factor). Faktor utama dalam penyebab kecelakaan pesawat udara adalah faktor manusia (liveware factor) baik itu pilot, teknisi maupun petugas operator, petugas pengelola bandara dan penumpang itu sendiri dengan prediksi sebesar 46% kecelakaan. Pada database Aviation Safety Network mengatakan bahwa 43% dari kecelakaan-kecelakaan pesawat udara disebabkan karena terputusnya koordinasi dan komunikasi antar pilot dan pihak Air Traffic Controller (ATC) yang berada di darat, karenanya petugas pengelola bandar udara berperan penting dalam meningkatkan dan memperbaiki keselamatan penerbangan (Ardhia, 2008; Ermaya, 2012).

Air Traffic Controller (ATC) atau yang sering disebut sebagai Pemandu Lalu Lintas Udara adalah penyedia layanan yang mengatur lalu lintas di udara terutama pesawat terbang untuk mencegah pesawat terlalu dekat satu sama lain dan tabrakan (Dunia Penerbangan, 2013). Adapun tugas seorang Pemandu Lalu Lintas Udara (ATC/Air Traffic Controller) yang tercantum di dalam Annex 2

(5)

udara; mencegah terjadinya tabrakan antarpesawat udara atau pesawat udara dengan halangan (obstacle) di daerah manuver (manouvering area); memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas penerbangan; memberikan petunjuk dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi penerbangan; dan memberikan notifikasi kepada organisasi terkait untuk bantuan pencarian dan pertolongan (search and rescue) (Handrini, 2013). Profesi sebagai ATC memiliki kontribusi penting dalam memberikan jasa pelayanan udara yang mendukung keselamatan di dunia penerbangan. ATC juga merupakan salah satu profesi yang memiliki tingkat stres tinggi (Tablodaviasi.com).

(6)

Melton (Stokes & Kite, 1994 dalam Lesmana, 2010) berpendapat bahwa sangatlah tepat untuk menggambarkan pekerjaan sebagai Air Traffic Controller

sangat banyak menimbulkan stres. Menurut Mohler (1983), seorang Air Traffic Controller (ATC) memiliki pengalaman yang tinggi terhadap stres di tempat kerja (dalam Berry, 1998). Hal ini didukung dengan penelitian terhadap ATC yang dilakukan oleh Rose, Jenkins, & Hurst (dalam Berry, 1998), di mana satu per tiga dari sample mengalami hipertensi, setengahnya mengalami masalah psikis, dan setengahnya menjadi seorang peminum yang merupakan gejala dari stress kerja. Hal ini sesuai dengan pengakuan dari hasil wawancara dengan salah seorang ATC

“Marah iya, apalagi kalau ada pemicunya seperti alat yang tiba-tiba ngadat. Benar-benar bikin frustasi kalau sudah seperti itu. Kadang juga ngerasa lelah, kan duduk aja itu. Bikin capek juga.”

(Komunikasi personal, 12 Desember 2013)

(7)

Setiap aspek dari lingkungan kerja dapat dirasakan sebagai stres oleh pekerja, tergantung dari persepsi pekerja itu terhadap lingkungannya, apabila ia merasakan adanya stres atau tidak (Rice, 1992). Adapun faktor-faktor yang menjadi sumber stres kerja yaitu lingkungan kerja, peran yang terkait dgn stressor, hubungan interpersonal dan organisasi itu sendiri (Sarafino, 2011). Bagi para ATC, stres kerja yang berat ini dikarenakan komplesitas lalu lintas udara, sistem shift yang tidak berjalan sebagai mana mestinya dan cuaca buruk yang tidak terprediksi. Selain ketiga penyebab tersebut, ada beberapa penyebab stres lainnya yaitu adanya permintaan dari berbagai pihak, tekanan waktu, prosedur operasional, takut terhadap konsekuensi dari kesalahan atau pun takut kehilangan kontrol terhadap pesawat, harus tetap fokus dan terus mengikuti perkembangan pesawat yang sedang ditangani, peralatan kerja yang terbatas seperti kualitas radio, alat navigasi, kualitas telepon dan peralatan pendukung lainnya membuat beban menjadi bertambah, lingkungan kerja yang bising oleh deru pesawat, pencahayaan yang berlebihan, sistem birokrasi yang membingungkan, ambiguitas peran dan gaji yang belum mengikuti standar industri penerbangan (Tabloidaviasi.com).

(8)

Beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu oleh suatu pemegang jabatan atau unit organisasi (Menpan, 1997 dalam Dhania, 2010). Gawron (2008) mendefinisikan beban kerja sebagai sejumlah tuntutan tugas sebagai usaha dan kegiatan atau prestasi yang dilakukan individu di dalam bekerja.

Bagi seorang Air Traffic Controller (ATC), beban kerja yang dirasakan mereka adalah tuntutan tugas yang terlalu tinggi dikarenakan padatnya jumlah arus pesawat (Supriyadi, 1998 dalam Lesmana, 2010). Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan salah seorang ATC:

“Kalau lalu lintas udara tidak padat biasanya menangani sekitar 15 pesawat, tetapi kalau lalu lintas pesawat padat biasanya bisa sampai 20 pesawat bahkan lebih dalam 1 jam. Di sini ya tiap hari lumayan padat, ini disebut peak hour. Biasanya jam padat itu sekitar jam 10-11 pagi sama jam 1-2 siang. Kalau udah jam segitu banyak kali lah pesawat yang harus dikontrol. Selain itu ada juga peak season. Ini biasanya pas hari raya, natalan, libur anak sekolah dan sekarang imlek juga udah mulai padat lalu lintas udaranya.”

(Komunikasi personal, 12 Desember 2013)

Jika traffic sedang padat seperti wawancara di atas, petugas pemandu lalu lintas udara bahkan harus memandu pesawat lebih dari 20 dalam waktu yang bersamaan dalam wilayah tanggung jawabnya yang mana mereka harus mampu mengantarkan pesawat yang mereka tangani agar sampai ke tujuan dengan selamat, karena nyawa ribuan orang berada di tangan mereka.

“Kalau satu jam ada 20 pesawat, dalam 1 pesawat ada sekitar 200 penumpang. Berarti seorang ATC bertanggung jawab dengan 4000 nyawa manusiakan. Itu lah yang membuat beban kerja ATC tinggi.”

(9)

Tak hanya bertanggung jawab terhadap nyawa penumpang, ATC juga ikut bertanggung jawab terhadap kesalahan yang disebabkan oleh pilot, seperti hasil wawancara dengan seorang ATC:

“Semuanya sangat teratur dan ada standar operasionalnya. Jadi kalau terjadi kesalahan yang mungkin saja berasal dari si pilot sendiri yang tidak mematuhi arahan yang sudah kami berikan, kami yang ikut bertanggung jawab atas kelalaian yang mereka lakukan.”

(Komunikasi Personal, 12 Desember 2013)

Dari paparan di atas terlihat jelas bahwa tugas dan tanggung jawab seorang ATC cukup berat.

(10)

Tak hanya beban kerja yang terlalu banyak yang dapat menyebabkan stres kerja, beban kerja yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan stres kerja (McShane & Glinow, 2003). Tetapi pada kebanyakan kasus, beban kerja yang berlebihanlah yang menyebabkan stres kerja (Berry, 1998). Seperti kasus yang terjadi di Jepang yang disebut Karoshi. Yang mana pada kasus ini menyebabkan kematian pada individu yang mengalami beban kerja terlalu banyak (McShane & Glinow, 2003). Sehingga dapat dikatakan bahwa beban kerja merupakan salah satu penyebab stres kerja tergantung persepsi dari setiap individu terhadap beban kerja yang dirasakan. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melihat tingkat stres kerja ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melihat apakah ada tingkat stres kerja yang ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller (ATC)?

C. TUJUAN PENELITIAN

(11)

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis, yaitu

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai variabel stres kerja dan beban kerja.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tingkat stres kerja dan beban kerja yang dirasakan oleh Air Traffic Controller (ATC).

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang isi dari proposal ini, maka pembahasan dilakukan secara komprehensif dan sistematik yang meliputi :

BAB I : LATAR BELAKANG MASALAH

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

(12)

Bab ini menguraikan teori yang mendasari masalah yang menjadi variabel dalam penelitian dan dinamika antara variabel yang ingin diteliti serta hipotesis penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori tentang stres kerja dan beban kerja.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan lokasi penelitian, metode dan alat pengumpulan data, validitas, reliabilitas, dan uji daya beda aitem, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode pengolahan data.

Bab IV Analisa Data dan Interpretasi

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian dan analisa hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

Fujifilm Indonesia menjadikan Instagram sebagai muara segala informasi yang berkaitan dengan aktivitas Fujifilm Indonesia dalam upaya meraih perhatian pasar serta

Distribusi data ini sangat tidak simetri, sehingga median lebih tepat (lebih mempunyai arti) jika digunakan untuk menghitung nilai rata-rata dari pada mean.. Mode adalah

Tanaman yang diadaptasikan dengan konsentrasi garam rendah dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas menunjukkan bahwa tanaman glikofita memiliki perangkat

Tiga isolat jamur simbion tunikata mampu menghasilkan senyawa yang bersifat antimikroba terhadap bakteri Salmonella thypi dan jamur Candida albicans.. Isolat yang

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa bangunan yang didesain dengan Skenario 2 (berdasarkan proporsi kekuatan) memiliki berat bangunan yang lebih

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai konsistensi buruh tani terhadap mata pencahariannya di wilayah peri urban Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, maka

Page | i KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) UPT Loka Pengembangan Signal & Navigasi Tahun 2013 memuat informasi yang

Di SMK YPM 3 Sepanjang Sidoarjo pengambilan keputusan berbasis informasi keuangan sangatlah penting untuk pengambilan keputusan dari berbagai semua masalah yang harus dipecahkan