• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BEBAN KERJA DAN IKLIM KERJA TERHADAP STRES KERJA AIR TRAFFIC CONTROLLER DALAM SEBUAH BANDAR UDARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH BEBAN KERJA DAN IKLIM KERJA TERHADAP STRES KERJA AIR TRAFFIC CONTROLLER DALAM SEBUAH BANDAR UDARA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BEBAN KERJA DAN IKLIM KERJA

TERHADAP STRES KERJA AIR TRAFFIC CONTROLLER

DALAM SEBUAH BANDAR UDARA

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada Jurusan Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:

SUBKHAN SETIAJI P 100070046

MAGISTER MANAJEMEN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

(2)

i

(3)
(4)
(5)

1

PENGARUH BEBAN KERJA DAN IKLIM KERJA TERHADAP STRES KERJA

AIR TRAFFIC CONTROLLER DALAM SEBUAH BANDAR UDARA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk manganalisis (1) Pengaruh beban kerja terhadap tingkat stres para air traffic controller di dalam sebuah bandar udara, (2) Pengaruh iklim kerja terhadap tingkat stres para air traffic controller dalam sebuah bandar udara, (3) Tingkat rata-rata beban kerja, iklim kerja, dan stres kerja para air traffic controller dalam sebuah bandar udara. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kuantitatif dengan responden sebanyak 62 orang air traffic controller dari tiga bandar udara. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan metode regresi berganda dan analisis pengukuran beban kerja subyektif Nasa-TLX. Berdasarkan pada analisis data diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Beban kerja memberikan pengaruh postif signifikan terhadap tingkat stres para air traffic controller ; (2) Iklim kerja memberikan pengaruh negatif signifikan terhadap tingkat stres para air traffic

controller; (3) Tingkat beban kerja rata-rata para air traffic controller berada pada

tingkat sangat berat (91,71 persen), iklim kerja berada pada tingkat baik berkecenderungan sangat baik (79,26 persen), dan stres kerja berada para tingkat sedang atau wajar (58,61 persen).

Kata kunci: pengaruh, beban kerja, iklim kerja, stres kerja, air traffic controller. sebuah bandar udara.

ABSTRACT

The objectives of this research is to analyze (1) The influence of workload towards air traffic controllers stress level in an airport, (2) The influence of working climate towards air traffic controllers stress level in an airport, (3) The average level of workload, working climate, and stress of air traffic controllers in an airport. This research uses quantitative method, consists of 62 air traffic controllers of three airports. In the data collecting uses questionnaire. To analyze the data, the researcher uses double regression method and Nasa-TLX S to assess the subjective workload. Based on the data analysis can be concluded that: (1) Workload contributes positive significant towards stress level of air traffic controllers; (2) Working climate contributes negative significant towards stress level of air traffic controllers; (3) The air traffic controllers workload average level is in a heavy level (91,71 percent), the working climate is in a fine level and excellent trend (79,26 percent), and the stress is in a normal level (58,61 percent).

Key words: influence, workload, working climate, stress, air traffic controllers, an airport.

1. PENDAHULUAN

Perkembangan dunia penerbangan, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan bertambahnya pesawat-pesawat yang digunakan oleh industri-industri penerbangan. Pesawat yang digunakan da-lam pelayanan transportasi udara semakin beragam, baik dari bentuk, jenis, kategori dan performennya. Kompleksitas dalam dunia transportasi udara sema-kin meningkat. Seluruh operasional penerbangan senantiasa diarahkan kepada optimalisasi keamanan terbang dan efisiensi biaya, yang mana terpampang dalam setiap kebijakan perusahaan penerbangan sebagai “safety first”. Dunia transportasi pener-bangan dalam mencapai profitabilitas kerja dan

(6)

2

keamanan terbangnya melibatkan unsur potensial terkait dengan safety policy tersebut, yaitu penga-turan dan kontrol terhadap airspace dan ground area pergerakan pesawat. Unsur potensial tersebut adalah Pengendali Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller. Keselamatan penerbangan sangat bergantung pada kapabilitas dan kualitas para kontroler.

Air Traffic Controller dengan karakteristik kerja yang spesifik, memiliki wilayah kendali baik

darat maupun udara. Wilayah kendali darat mencakup seluruh pergerakan di dalam airside Airport. Pengendalian dalam wilayah udara mencakup arrivals, instrument approach, visual

approach, take off, landing, dan transisi kontrol dari sebuah aerodrome ke aerodrome lain.

Karakteristik dan konfigurasi pesawat dalam kendalinya pun sangat variatif, pesawat training militer, sekolah terbang sipil, maskapai penerbangan komersial, penerbangan carter, bahkan pada pergerakan pesawat kepresidenan. Pengendalian wilayah udara dan wilayah darat secara simultan berada dalam tanggung jawab individu seorang controller di saat bertugas sebagai

controller. Tanggung jawab yang diemban merupakan beban kerja yang sangat tinggi. Dimensi

eksternal dan dimensi internal menjadi wilayah kerja sekaligus tanggung jawab individual. Aktivitas yang dilakukan secara internal oleh para kontroler, merupakan tuntutan kerja yang didasarkan kepada kemampuan kognitif sebagai beban mental kerja subyektif (subjective mental

workload). (Hilburn, B., 2004). Beban kerja tinggi yang diemban oleh para kontroler bilamana

tidak mendapatkan dukungan kondisi iklim kerja yang baik memberikan pengaruh terhadap timbulnya kelelahan fisik dan mental, berdampak pada timbulnya stres kerja yang tinggi bagi para kontroler. Stres yang timbul pada para kontroler memiliki dampak signifikan atas turunnya jaminan safety penerbangan, dengan terjadinya berbagai macam insiden dan kecelakaan pesawat baik di darat maupun di udara. Terjadinya kecelakaan pesawat membawa imbas pada penilaian negatif atas kapabilitas tugas sebagai controller, sebagaimana sering terdengar dalam pemberitaan. Meskipun kesimpulan atas hal ini tidak seutuhnya benar, para controller dengan beban kerja yang sangat berat, sangat sering mendapatkan peninilaian yang kurang baik atas kinerja mereka. Stres pada tingkatan sangat rendah dan tingkatan sangat tinggi berkontribusi langsung terhadap turunnya kinerja. Stres yang sangat rendah berdampak pada longgarnya pelaksanaan prosedur kerja dan rendahnya pencapaian target dan kualitas kerja. Stres yang sangat tinggi berdampak pada kelelahan fisik dan mental fatig, berdampak pada buruknyanya kondisi kesehatan dan turunnya konsentrasi pegawai dalam kerja yang berimbas kepada turunnya pencapaian target dan kualitas kerja, dengan kata lain adalah turunnya kinerja. Stres kerja para

controller yang senantiasa terjaga dalam batas wajar merupakan faktor potensial atas tercapainya

target dan kualitas kerja atau optimalisasi kinerja. Perwujudan nyata atas optimalisasi kinerja para controller adalah terjaminnya keamanan dan keselamatan penerbangan dengan optimal.

(7)

3

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis: (1) Pengaruh beban kerja yang diemban oleh para air traffic controller terhadap tingkat stres yang di alami para air traffic

controller di dalam sebuah airport. (2) Pengaruh iklim kerja yang terjadi dalam lingkup kerja

para air traffic controller terhadap tingkat stres kerja yang di alami para air traffic controller di dalam sebuah airport. (3) Pengaruh beban kerja dan iklim kerja secara bersama-sama terhadap tingkat stres kerja yang di alami para air traffic controller di dalam sebuah airport. (4) Seberapa berat beban kerja yang diemban oleh para air traffic controller di dalam sebuah airport. (5) Seberapa bagus iklim kerja dalam lingkup kerja para air traffic controller di dalam sebuah airport. (6) Seberapa tinggi tingkat stres kerja yang dialami para air traffic controller di dalam sebuah airport agar dapat ditentukan kebijakan manajerial sehingga stres para controller tetap dalam tingkatan normal.

1.3. Landasan Teori

Beban kerja yang dirasakan para tenaga kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari eksternal maupun internal. Faktor-faktor eksternal merupakan faktor yang berpengaruh kepada para pekerja yang bersumber dari tatanan pengaturan kerja sebagai beban kerja yang bersifat obyektif, yakni: (1) Tugas kerja, meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan jenis dan jumlah pekerjaan. Tugas kerja yang bersifat fisik meliputi wilayah kerja, pengaturan tempat kerja, kualitas kerja, kepadatan kerja, ketrampilan dan keahlian, kompleksitas pekerjaan, sedangkan yang bersifat mental, meliputi tanggung jawab, konsentrasi, emosi pekerja dan sebagainya. (2) Organisasi kerja, meliputi struktur kerja, lamanya waktu kerja, waktu istirahat, shift kerja, sistem kerja dan sebagainya. (3) Lingkungan kerja, meliputi ruang kerja, kenyamanan kerja, hubungan antar pekerja, lingkungan sekitar tempat kerja dan sebagainya. Faktor internal adalah faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri para pekerja akibat dari reaksi beban kerja eksternal sebagai beban kerja yang bersifat subyektif individual. Faktor-faktor internal adalah faktor somatik dan faktor psikis yang berpotensi sebagai stresor. Faktor somatis meliputi jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, dan faktor psikis meliputi motivasi kerja, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan kerja.

Kompleksitas kerja yang dihadapi para controller dalam dalam pengendalian lalu lintas udara berperanan sangat besar terhadap naiknya tingkat beban kerja mereka. Beban kerja yang dialami oleh para controller secara spesifik berasal dari beban kerja fisik (physical workload) dan beban mental (mental workload) Berdasarkan faktor pemben-tuknya, beban kerja para kontroler dibagi menjadi tiga faktor, yakni: (1) Faktor-faktor beban kerja mental (Mental

(8)

4

(Operator factors). Faktor-faktor beban kerja mental (mental workload factors) bukanlah sebuah kesatuan, melainkan merupakan sebuah konsep yang multi dimensional yang mengkait ke dalam beban kerja fisik maupun beban kerja mental. Faktor-faktor beban kerja mental (mental

workload), meliputi: tekanan waktu (time pressure), kebisingan (noise), stres, gangguan yang

mengakibatkan timbulnya konsekuensi manusia (human costs) dalam melaksanakan kinerja tugasnya; sikap kerja, ketrampilan, pengalaman, perilaku, dan kepribadian, merupakan determinan beban kerja subyektif (Loura, J.,2014).

1.3.1. Beban Kerja para Air Traffic controller

Sistem kerja organisasi ATC menitikberatkan pada pengendalian lalu lintas udara (airspace

control). Dimensi yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya beban kerja yang diemban oleh

para kontroler dalam air traffic controller meliputi dimensi eksternal dan dimensi internal. Para

controller memiliki otoritas terhadap airspace dan ground control (CASR 170, Air Traffic rules).

Wilayah udara (air maneuvering area) yang menjadi tanggung jawab para kontroler yang meliputi: aerodrome sector, instrument approach sector, dan transition control sector. Wilayah darat (ground maneuvering area) yang menjadi tanggung jawab para controller adalah seluruh wilayah airside yang meliputi seluruh pergerakan di dalam area apron, taxiway, runway,

shoulders dan pergerakan lainnya dalam wilayah airport. Kewaspadaan, pengawasan,

perencanaan, pengendalian, pemberian informasi dan perintah merupakan menjadi satu kesatuan responsibilitas controller. Seluruh aktivitas individual tersebut diarahkan pada satu tujuan utama yaitu penghindaran terjadinya tabrakan (collision) dan tercapainya safety maksimum. (ICAO ANNEX 11, Air Traffic Services). Tidak ada ruang untuk melakukan kesalahan, terjadinya kesalahan implementasi regulasi berdampak pada penurunan jaminan safety penerbangan, yang berarti bahwa tujuan organisasi tidak dapat dicapai dengan optimal. Kompleksitas prosedur, keragaman metode kerja dan tingginya kewajiban hukum yang berlaku menjadikan tuntutan kognitif para controller semakin kompleks.(Blanken, S. V., et al. 2010). Beban kerja para

controller semakin bertambah manakala terjadi problem dalam sistem komunikasi, baik internal

maupun eksternal.

Bilamana jumlah pesawat yang berada dalam kontrol bertambah, maka mental workload juga meningkat, demikian juga kemungkinan terjadinya konflik. Potensi konflik bersumber dari perbedaan atau separasi ketinggian terbang, perbedaan konfigurasi, dan jenis regulasi penerbangan yang digunakan oleh para pilot. (Raufaste, É., 2008; Kuchar, J. K. and Yang, L. C., 2000).

(9)

5

Kondisi fisikal para controller memiliki kontribusi terhadap berhasil dan tidaknya tugas kerja mereka (Munandar, 2001: 382). Tuntutan-tuntutan fisik dan ketenangan jiwa seorang controller merupakan kebutuhan inti untuk tercapainya optimalisasi keselamatan penerbangan. Emosi pribadi yang timbul harus terkendali. Kewajiban struktural dan hierarki dalam organisasi menuntut penerapan karakteristik sikap dan perilaku kerja, responsibilitas tugas yang intensif, interaksi positif antar personal dalam lingkungan kerja para controller, guna mendukung terjadinya kohesivitas dalam organisasi dan pembagian tugas kerja yang jelas, untuk mencapai optimalisasi tujuan tugas kerja yaitu safety penerbangan.

1.3.2. Iklim Kerja para Air Traffic Controller

Perilaku individu dalam sebuah organisasi merupakan penjabaran dari individu yang berada dalam tatanan aturan sosial, yang terdiri dari struktur organisasi, kebijakan-kebijakan organisasi dan hubungan interpersonal yang dikembangkan dalam sebuah kelompok organisasi di mana individu-individu tersebut merupakan bagian dari organisasi. pengukuran iklim organisasi pada umumnya meliputi : lingkungan eksternal; kepemimpinan dalam organisasi; struktur organisasi; praktik-praktik management; pekerjaan ; kepribadian dalam kerja; kepribadian di luar kerja. Iklim organisasi merupakan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi dan berfokus pada persepsi-persepsi rasional yang dapat dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi (Stinger, R. A.:2002).

Iklim organisasi yang terbentuk dari adanya dukungan rekan kerja, koordinasi yang baik, dan kenyamanan ruang kerja (microclimate) dapat memberikan kontribusi terhadap penurunan stres kerja kepada tingkat rendah atau wajar (Suandi, T., 2014). Naiknya tingkat kepercayaan (thrust), komunikasi dan kohesivitas interpersonal dalam lingkungan kerja berhubungan erat dengan tingkat kepuasan kerja. Faktor-faktor tersebut merupakan esensi dari iklim kerja (Iqbal, M., 2013) yang merupakan prediktor kuat terhadap stres (Linzer, D., 2010).

Holloway (2012) menyatakan bahwa iklim kerja sebuah organisasi ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi. Terdapat enam dimensi iklim organisasi, yaitu: fleksibilitas dan konformitas (flexibility conformity), tanggung jawab (resposibility), standar kerja (standards), penghargaan (re-ward), kejelasan kerja (clarity), komitmen tim (team commitmen). Air traffic controller bekerja dalam berbagai tim kerja terdiri dari para controller, supervisor dan asisten, serta rekan-rekan dari bagian terdekatnya sampai pada pusat struktur kerja, dan para pilot.

(10)

6

Stres bisa menjadi sebuah faktor yang memiliki tingkat resiko yang berat terhadap kesehatan mana kala stres yang timbul disebabkan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan-tuntutan berlebihan dengan ketidak kemampuan individu dalam menghadapi tuntutan-tuntutan tersebut, baik dari kemampuan fisik, waktu, keahlian maupun kualitas kerja (Costa, G.:1995). Pengaruh positif dari stres adalah dapat membantu memaksa kita untuk melakukan suatu tindakan yang dapat menghasilkan kesadaran dan perspektif baru. Pengaruh negatifnya adalah menimbulkan perasaan tidak percaya diri, penolakan, kemarahan, dan depresi, yang dapat menyebabkan timbulnya masalah-masalah kesehatan seperti sakit kepala, sakit perut, insomnia, bisul, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan stroke (Loura, J. :2013). Kegiatan dalam dunia penerbangan merupakan pekerjaan dengan tanggung jawab tinggi baik konsekwensi jiwa maupun biaya. (Costa, G. 1995). Robbins, S. P. (2008) menyatakan bahwa timbulnya stres dipengaruhi oleh beberapa, yaitu: (1) Faktor Organisasi, (2) Faktor Lingkungan, (3) Faktor Individu.

Sumber-sumber stres para controller meliputi: (1) Tuntutan kerja seperti jumlah pesawat yang dikontrol, periode puncak kepadatan lalu lintas udara, pesawat asing tak berjadwal, terjadinya peristiwa yang tidak diduga; (2) Prosedur Operasional, seperti tekanan waktu, pelanggaran atas aturan, perasaan hilang control, takut konsekuensi kesalahan; (3) Waktu kerja, seperti periode tugas yang tidak ada jedanya, shift kerja malam; (4) peralatan kerja, seperti keterbatasan dan kehandalan peralatan, kualitas peralatan komuni-kasi, jalur telepon, dan tata letak peralatan; (5) Lingkungan kerja, seperti pencahayaan, pantulan optic, tingkat kebisingan suara, mikroklimat, postur tubuh yang tidak ergonomis, jumlah istirahat, fasilitas relaksasi dan kantin, lift atau tangga; (6) Organisasi kerja, seperti ambiguitas peran, hubungan kerja dengan supervisor dan rekan kerja, kurangnya control atas proses kerja, gaji dan imbalan, opini publik (Costa, G.:1995). Beban kerja para controller merupakan beban yang diemban secara individual dalam suatu periode tugas pengendalian air traffic, bersumber dari eksternal dan internal, merupakan beban kerja obyektif dan beban kerja mental subyektif (Iqbal, M., 2013; Fox, J. L., 2003: Broker, P., 2003), yang terbentuk dari kompleksitas-kompleksitas kerja (Loura, J., 2013; Costa, G., 1995), beserta tuntutan-tuntutan kognitif, tuntutan fisik dan psikis (Cardosi, K.M., 1999; Maning, C.A., 2001), penguasan medan kerja udara dan darat (ICAO annex 17; Kep/52/V/2013) memungkinkan terjadinya overload kerja secara individual dan dapat menstimulasi terjadinya peningkatan stres kerja (Costa, G., 1995; Cardosi, K.M., 1999; Loura, J., 2013; Iqbal, M., 2013).

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

STRUCTURE STANDARD FLEXIBILITY REWARD TEAM COMMITMENT EXTERNAL/OBJECTIVE INTERNAL/SUBJECTIVE WORKING STRESS WORKING CLIMATE WORK LOAD

(11)

7

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan dua analisis penelitian. Pertama dengan menggunakan metode perhitungan regresi, yang dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan atas tingkat pengaruh variabel beban kerja dan variabel iklim kerja terhadap variabel stres kerja. Analisis kedua dengan menggunakan Nasa-TLX guna mengungkap lebih dalam terhadap tingkat beban kerja subyektif para controller yang meliputi tuntutan mental psikis, tuntutan fisik, tekanan waktu, kinerja, tingkat frustrasi, dan usaha kerja. Uji instrumen yang dilakukan pada 42 item pernyataan diperoleh nilai r hitung terendah 0,324 dan tertinggi 0,769, maka semua item yang

digunakan dalam penelitian ini dinyatakan valid. Nilai reliabilitas variabel beban kerja 0,752; variabel iklim kerja 0,754; dan variabel stres kerja 0,739, maka data penelitian dinyatakan reliabel.

2.1. Deskripsi Obyek Penelitian

Data observasi dikumpulkan dengan survei kuesioner yang dilakukan pada bulan Nopember 2016 sampai dengan bulan Januari 2017. Data tabulasi diperoleh dari observasi di tiga airport dengan total responden sebanyak 62 orang air traffic controller. Rincian dari total responden adalah 38 orang dari airport A, 19 orang dari airport B, dan 5 orang dari airport C.

Tabel 1. Data Responden

Airport A, adalah sebuah internasional airport dengan jam operasi pukul 06.00 sampai dengan pukul 19.00 WIB dengan perpanjangan waktu sampai pukul 23.00 WIB. Airport A melayani seluruh penerbangan berjadwal dan tidak berjadwal domestik dan internasional, penerbangan latih militer pemula maupun lanjut, penerbangan operasional militer, dan dengan jenis pesawat yang beragam baik jenis baling-baling maupun jenis jet. Jumlah penerbangan berkisar 100 penerbangan komersial dan berkisar 100 penerbangan latih militer setiap hari, dengan penembahan beberapa penerbangan tidak berjadwal. Prosedur yang diterapkan untuk pendaratan dan tinggal landas adalah prosedur visual, prosedur instrument, dan panduan atau guidance dengan radar. Airport ini memiliki radius kendali 75 mil udara dan ketinggian maksimum sampai duapuluh lima ribu kaki, dengan berbagai macam transisi kontrol. Dalam tugas pengendalian lalulintas udara para air traffic controller bertindak sebagai Aerodrome Control Tower dan

Approach Control Service.

Airport Jumlah responden

Gender Status Kedinasan

Pria Wanita Senior Junior Militer Sipil

A 38 35 3 24 14 30 8

B 19 16 3 9 10 16 3

C 5 4 1 2 3 - 5

(12)

8

Airport B, adalah sebuah internasional airport dengan jam operasi pukul 06.00 sampai dengan pukul 19.00 WIB. Dengan perpanjangan waktu sampai pukul 21.00 WIB. Airport B melayani seluruh penerbangan domestik dan internasional berjadwal maupun tidak berjadwal, penerbangan latih militer pemula dan penerbangan latih sipil, dengan jenis pesawat yang beragam baik jenis baling-baling maupun jenis jet. Jumlah penerbangan berkisar 50 penerbangan komersial, 35 penerbangan latih militer dan 30 penerbangan latih sipil setiap hari, dengan penembahan beberapa penerbangan tidak berjadwal. Prosedur yang diterapkan untuk pendaratan dan tinggal landas adalah prosedur visual dan prosedur instrument, dengan radius kendali 25 mil udara dan ketinggian maksimum sampai enam ribu kaki, dengan transisi kontrol. Dalam tugas pengendalian lalulintas udara para controller bertindak sebagai Aerodrome Control Tower.

Airport C, adalah sebuah airport domestik dengan jam operasi dari pukul 07.00 WIB sampai dengan jam 14.00 WIB. Aiport ini melayani beberapa penerbangan tidak berjadwal perintis dan beberapa sekolah penerbangan sipil. Spesifikasi pesawat yang terbang dalam airport ini hanyalah pesawat dengan penggerak baling-baling, dengan prosedur pendaratan dan tinggal landas visual. Jumlah penerbangan berkisar 4 penerbangan perintis dan 30 penerbangan latih sipil setiap hari. Dalam tugas pengendalian lalulintas udara para controller bertindak sebagai Aerodrome Control

Tower, dengan wilayah pengendalian dalam radius 20 mil udara dan dengan ketinggian

maksimal enam ribu kaki.

Dekripsi di atas memberikan gambaran bahwa setiap airport memiliki jumlah kepadatan penerbangan dan tingkat kompleksitas pelayanan penerbangan yang berbeda. Para controller juga memiliki karakteristik kerja yang berbeda di antara airport satu dengan airport lainnya. Jumlah kepadatan penerbangan dan tingkat kompleksitas pelayanan penerbangan memiliki korelasi yang kuat dengan tingkat beban kerja, iklim kerja dan stres kerja para controller yang bekerja di dalamnya.

2.2. Analisis Deskriptif Variabel

Data distribusi frekwensi variabel beban kerja diperoleh 9 responden atau 14, 516 persen berada dalam kategori berat, 53 responden atau 85,484 persen dalam kategori sangat berat. Data tersebut menunjukkan beban kerja para controller berada dalam kategori rata-rata sangat berat. Varaibel Iklim kerja, 1 responden atau 1,613 persen dalam kategori tidak baik, 4 responden atau 6,452 persen dalam kategori cukup; 43 responden atau 69,355 persen dalam kategori baik; dan 14 responden atau 22,581 persen dalam kategori sangat baik. Data tersebut menunjukkan bahwa iklim kerja para controller berada dalam kategori rata-rata baik.

(13)

9

Variabel Stres Kerja, 1 responden atau 1,613 persen berada pada kategori sangat ringan; 15 responden atau 24,194 persen dalam kategori ringan; 39 responden atau 62,903 persen dalam kategori sedang; 7 responden atau 11,290 persen dalam kategori berat ; sedangkan dalam kategori sangat berat tidak ada. Data tersebut menunjukkan stres kerja controller berada dalam kategori rata-rata sedang atau wajar.

3. HASIL PENELITIAN

3.1. Metode Regresi

Korelasi Pearson beban kerja terhadap stres kerja sebesar 0,941, dan iklim kerja terhadap stres kerja sebesar -0,951; data ini memperlihatkan bahwa beban kerja berpengaruh positif terhadap stres kerja, sedangkan iklim kerja berpengaruh negatif terhadap stres kerja. Nilai probabilitas satu sisi atau Sig. 1-tailed 0,00. Berarti korelasi antara variabel stres kerja dengan variabel beban kerja dan variabel iklim kerja sangat nyata. R Square sebesar 0,933 berarti bahwa sebesar 93,3% dari variasi stres kerja air traffic controller bisa dijelaskan oleh variabel beban kerja dan variabel iklim kerja, dan 6,7% dijelaskan oleh sebab-sebab residualnya. Nilai standard error of estimate 1,15573 lebih besar dari nilai deviation variabel stres kerja 4,2469, maka model regresi pada penelitian ini bertindak sebagai predictor stres kerja.

Tabel 2. Data Koefisien Regresi

Hasil persamaan regresi yang diperoleh adalah: Y = 30,414 + 0,466X1 + (-0,485)X2

Nilai konstan persamaan regresi adalah 30,414 berparameter positif berarti bila tidak ada variabel beban kerja dan variabel iklim kerja, maka nilai stres kerja akan sebesar 30,414. Nilai koefisien regresi beban kerja sebesar 0,466 dengan parameter positif. Bilamana beban kerja bertambah maka tingkat stres kerja naik. Nilai koefisien regresi iklim kerja sebesar -0,485 parameter negatif. Berarti bilamana iklim kerja semakin bagus, maka tingkat stres kerja semakin turun, sebaliknya bila tingkat iklim kerja turun, maka tingkat stres kerja semakin berat. Nilai Fhitung 411,858 atau

lebih besar dari 4,00 p sama dengan 0,000, probablilitas 0,000 lebih kecil dari probabilitas 0,05 berarti variabel beban kerja dan variabel iklim kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel stres kerja, dan pemilihan model yang digunakan dalam regresi variabel beban kerja dan variabel iklim kerja sudah tepat (Setiadji:106). Variabel beban kerja air traffic controller memberikan sumbangan relatif sebesar 43,47%, dan variabel iklim kerja memberikan sumbangan relatif sebesar 56,57%.

Sumber: data primer diolah 2017

B Std. Error Beta t (Constant) Beban Kerja Iklim Kerja 30,414 0,466 -0,485 7,913 0,093 0,075 0,431 -0,555 3,843 5,041 -6,491

(14)

10

3.1.1. Beban Kerja Air Traffic Controller

Beban kerja para air traffic controller dalam sebuah airport berada pada tingkat rata-rata sangat

berat, yaitu 91,7 persen. Tingkat beban kerja air traffic controller rata-rata di airport A adalah

94,4 persen; di airport B rata-rata 80,3 persen, dan di airport C rata-rata 88,6 persen, tabel 3 dan grafik 1.

3.1.2. Iklim Kerja Air Traffic Controller

Iklim kerja para air traffic controller dalam airport yang diobservasi berada pada tingkat

rata-rata baik dengan kecenderungan sangat baik, yaitu 79,3 persen. Iklim kerja di lingkungan

kerja para air traffic controller di airport A berada pada tingkat baik dengan nilai rata-rata 75,7 persen; di airport B berada pada tingkat sangat baik dengan nilai rata-rata 85,2 persen; dan di airport C berada pada tingkat rata-rata sangat baik dengan nilai rata-rata 84,3 persen, tabel 4 dan grafik 2.

3.1.3. Stres Kerja Air Traffic Controller

Stres kerja para air traffic controller dari tiga airport yang diobservasi berada pada tingkat

rata-rata sedang atau wajar dengan nilai rata-rata-rata-rata 58,6 persen. Tingkat stres kerja controller di 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 D u ku n ga n rek an k erj a Kep erc ay aa n Fle ks ib ilit as d an a sp ira tif Te ka n an k erj a Kej ela sa n tu ju an k erj a Ku ali ta s d an k ep u as an k erj a St ru kt u ra l Pa st isip as i Kep as tia n res p o n sib ilit as Imb ala n k erj a Pe rh at ia n d an k o n tro l p im p in an Pe n gh arg aa n Jo b d isc ri p tio n ko h es ivi ta s WO R KI N G C LI M A TE P ER CE N TI V E INDICATORS CILACAP SURAKARTA JOGYAKARTA Airport C Airport B Airport A 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 K o m p le k s ita s P ro s e d u r k e rja R e s p o n s ib ili ta s R e g u la s i K om un ik a s i P o te n s i K o n fl ik K o n s e n tr a s i T u n tu ta n W a k tu T un tuta n St ruk tur a l T u n tu ta n K e tr a m p ila n T u n tu ta n F is ik T u n tu ta n m e n ta l d a n p s ik is T un tuta n K og ni ti f A k u ra s i WO R KL O A D P ER CE N TI V E INDICATORS CILACAP SURAKARTA JOGYAKARTA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Airport C Airport B Airport A

Grafik 1 Persentase Rata-rata Beban Kerja

Air Traffic Controller

Tabel 3. Persentase Rata-rata Beban Kerja

Air Traffic Controller

Airport Indikator Beban Kerja Rata

rata q1 q2 q3 q4 q5 q6 q7 q8 q9 q10 q11 q12 q13 q14 Airport A 94.1 87.5 94.1 90.8 97.4 92.8 98.7 98.0 88.2 98.0 96.7 96.1 90.1 98.7 94.4 Airport B 80.3 78.9 90.8 84.2 90.8 88.2 90.8 92.1 80.3 89.5 88.2 89.5 84.2 93.4 80.3 Airport C 95.0 75.0 90.0 90.0 90.0 80.0 90.0 95.0 85.0 90.0 90.0 95.0 85.0 90.0 88.6 Rata-rata 89.9 83.9 92.7 88.7 94.8 90.3 95.6 96.0 85.5 94.8 93.5 94.0 87.9 96.4 91.7

Sumber: data primer diolah 2017

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Grafik 2 Persentase Rata-rata Iklim Kerja

Air Traffic Controller

Airport Indikator Iklim Kerja Avg.

q1 q2 q3 q4 q5 q6 q7 q8 q9 q10 q11 q12 q13 q14

Airport A 78.3 74.3 84.2 75.7 74.3 60.5 83.6 75.7 76.3 65.1 80.9 82.2 77.0 71.1 75.7

Airport B 85.5 85.5 88.2 78.9 84.2 80.3 92.1 86.8 88.2 77.6 88.2 94.7 84.2 77.6 85.2

Airport C 90.0 90.0 85.0 80.0 85.0 70.0 85.0 80.0 85.0 85.0 90.0 90.0 85.0 80.0 84.3

Rata-rata 81.5 79.0 85.5 77.0 78.2 67.3 86.3 79.4 80.6 70.6 83.9 86.7 79.8 73.8 79.3

Tabel 4. Persentase Rata-rata Iklim Kerja

Air Traffic Controller

(15)

11

airport A rata-rata sebesar 61,8 persen, di airport B sebesar 53,4 persen; dan airport C dengan nilai rata-rata 54,3 persen, tabel 5 dan grafik 3.

3.1.4. Pengolahan Data dengan Nasa-TLX

Instrumen Nasa-TLX dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur beban kerja subyektif individual pada tugas kerja para air traffic controller dalam sebuah airport. Sebagaimana diuraikan dalam landasan teori di depan bahwa beban kerja memiliki dimensi ekternal dan dimensi internal. Dimensi eksternal merupakan beban kerja obyektif para air traffic controller. Dimensi internal sebagai beban tugas kerja subyektif (subyektif workkload) bersifat individual, berfokus pada tingkat berat atau ringannya beban tugas yang dirasakan para air traffic controller secara individu sebagai tuntutan-tuntutan tugas kerja. Beban kerja subyektif yang diukur dengan instrument Nasa-Tlx dalam penelitian ini meliputi 6 dimensi, yaitu: 1) Mental Demans (MD); 2)

Physical Demands (PD); 3) Temporal Demands (TD); 4) Performance (P); 5) Frustration Level

(FL); dan 6) Efforts (E). Pengukuran terhadap tingkat beban kerja yang dilakukan dengan analisis Nasa-TLX ini digunakan untuk melengkapi data besaran beban kerja yang diemban para

air traffic controller.

Kisi-kisi instrument penelitian disusun dengan 22 butir pernyataan yang terkait dengan beban kerja subyektif para air traffic controller adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Kisi-kisi Penelitian dengan Nasa-TLX

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 o verl o ad Te ka n an a ta sa n Su lit tid u r M ele la h ka n A m b igu ita s K u ra n g f as ilit as rel aks as i Pu sin g ta ku t s ala h tid ak b erg aira h M en in gg alka n kel u arg a R es p o n sib ilit as ga n d a m ara h d an te rs in gg u n g Te ka n an d ara h n aik Tu n tu ta n k erj a t in gg i WO R KI N G ST R ESS P ER CE N TI VE INDICATORS CILACAP SURAKARTA JOGYAKARTA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Airport C Airport B Airport A no Dimensi Indikator 1 MENTAL DEMANDS

1. Aktivitas Psikologis dan mental 2. Aktivitas Perseptual,pemahaman dan interpretasi 3. Aktivitas melihat 4. Aktivitas Mengingat 5. Aktivitas Mencari 6. Kesulitan kerja 7. Kompleksitas kerja 2 PHYSICAL DEMANDS

8. Aktivitas dengan fisik 9. Aktivitas dengan mulut 10. Aktivitas dengan telinga 11. Aktivitas dengan mata

no Dimensi Indikator

3 TIMPORAL DEMANDS 12. Tekanan waktu

4 PERFOR MANCE 13. Hasil kerja 14. Kepuasan kerja 15. Keamanan kerja 5 16. Resiko kerja FRUSTRATION LEVEL 17. Putus asa

18. Tersinggung atau marah 19. Gangguan ruang kerja 20. Gangguan atasan

6 EFFORTS 21. Konsentrasi 22. Perhitungan, perkiraan, imaginasi

Grafik 2 Persentase Rata-rata Stres Kerja

Air Traffic Controller

Tabel 5. Persentase Rata-rata Stres Kerja

Air Traffic Controller

Sumber: data primer diolah 2017

Airport Indikator Stres Kerja Rata

rata q1 q2 q3 q4 q5 q6 q7 q8 q9 q10 q11 q12 q13 q14 Airport A 71.7 60.5 71.7 73.0 76.3 55.9 55.9 57.9 52.0 52.0 52.6 55.9 52.0 77.6 61.8 Airport B 65.8 52.6 67.1 61.8 72.4 43.4 40.8 53.9 43.4 46.1 44.7 39.5 46.1 69.7 53.4 Airport C 60.0 55.0 60.0 60.0 70.0 40.0 50.0 60.0 45.0 40.0 55.0 50.0 40.0 75.0 54.3 Rata-rata 69.0 57.7 69.4 68.5 74.6 50.8 50.8 56.9 48.8 49.2 50.4 50.4 49.2 75.0 58.6

(16)

12

Data tabulasi kuisioner di atas telah melalui uji instrument sebagaimana disyaratkan dalam metodo-logi riset ilmiah. Pada korelasi Pearson diperoleh nilai rhitung terendah 0.3352 dan nilai

tertinggi 0.6758. Dengan taraf signifikansi 0,05 dan jumlah responden sebanyak 62, diperoleh nilai rtabel sebesar 0,2461, maka semua data dinyatakan valid. Alpha cronbach didapatkan nilai

0,739, berarti reliabel. Chi-Square 19.613 lebih kecil dari chi-square tabel 66,766, berkecenderungan sama. Distribusi normal pada kolmogorov asymp. sig. (2-tailed) 0,060 dan distribusi normal dengan grafik pplot.

Interval kelas Nasa-TLX (Hart and Staveland:1981), digunakan 3 kategori, maksimum skor 100 persen dan minimum 0 persen. Di bawah 50 persen berarti tingkat ringan, 50 persen sampai dengan 80 persen adalah tingkat sedang dan lebih dari 80 persen sampai dengan 100 persen berarti tingkat berat.

Dimensi Mental Demands memiliki nilai rata-rata 74.79 persen, nilai rata-rata physical demands adalah 75,35 persen, temporal demands rata-rata 73,97 persen. Ketiga dimensi demands tersebut berada pada tingkat sedang. Dimensi performance berada pada tingkat bagus dengan nilai rata-rata sebesar 80,11 persen, effort berada pada tingkat rata-rata-rata-rata berat sebesar 82,62 persen. Rata-rata dimensi frustration level berada pada tingkat ringan atau wajar sebesar 44,67 persen.

Frustration level memiliki analogi yang relatif sama dengan stres kerja.

Tabel 7. Persentase Rata-Rata Indikator Subjective Workload Air Traffic Controller

Data tabulasi kuisioner di atas telah melalui uji instrument sebagaimana disyaratkan dalam metodologi riset ilmiah. Pada korelasi Pearson diperoleh nilai rhitung terendah 0.3352 dan nilai

tertinggi 0.6758. Dengan taraf signifikansi 0,05 dan jumlah responden sebanyak 62, diperoleh nilai rtabel sebesar 0,2461, maka semua data dinyatakan valid. Alpha cronbach didapatkan nilai

Sumber: data primer diolah 2017

A IR PO R T T ek an an w ak tu T E M P ORAL DE M AN DS PERFOR MANCE FRUSTRATION LEVEL EFFORT R A T A -R A T A WWL H as il k er ja K ep u asa n k er ja K ea ma n an k er ja P en an g an an r es ik o k er ja P u tu s asa T er si n g g u n g a ta u mara h G an g g u an r u an g k er ja b is in g G an g g u an a ta sa n K o n se n tr as i P er h it u n g an , p er k ir aa n & i m ag in asi Items No. 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Airport A 78 83 83 88 89 36 36 54 43 91 85 75.0 Airport B 74 80 79 85 87 44 38 65 45 89 84 73.8 Airport C 71 69 69 64 87 48 44 49 36 79 67 64.5 Average 74 77 77 79 87 43 39 56 41 86 79 71.9 A IR PO R T

MENTAL DEMANDS PHYSICAL DEMANDS P si k o lo g is d an me n ta l P er se p tu al , p em ah ama n & in te rp re ta si M el ih at M en g in g at M en ca ri K es u li ta n k er ja K o mp le k si ta s k er ja A k ti v it as d en g an f isi k A k ti v it as d en g an mu lu t A k ti v it as d en g an t el in g a A k ti v it as d en g an ma ta Items No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Airport A 74 83 86 86 72 80 82 51 91 91 90 Airport B 78 73 80 80 76 79 80 56 84 86 84 Airport C 56 60 65 65 67 79 71 51 69 73 79 Average 69 72 77 77 72 79 78 53 81 83 84

(17)

13

0,739, berarti reliabel. Chi-Square 19.613 lebih kecil dari chi-square tabel 66,766, berkecenderungan sama. Distribusi normal pada kolmogorov asymp. sig. (2-tailed) 0,060 dan distribusi normal dengan grafik pplot.

Interval kelas Nasa-TLX (Hart and Staveland:1981), digunakan 3 kategori, maksimum skor 100 persen dan minimum 0 persen. Di bawah 50 persen berarti tingkat ringan, 50 persen sampai dengan 80 persen adalah tingkat sedang dan lebih dari 80 persen sampai dengan 100 persen berarti tingkat berat.

Dimensi Mental Demands memiliki nilai rata-rata 74.79 persen, nilai rata-rata physical demands adalah 75,35 persen, temporal demands rata-rata 73,97 persen. Ketiga dimensi demands tersebut berada pada tingkat sedang. Dimensi performance berada pada tingkat bagus dengan nilai rata-rata sebesar 80,11 persen, effort berada pada tingkat rata-rata-rata-rata berat sebesar 82,62 persen. Rata-rata dimensi frustration level berada pada tingkat ringan atau wajar sebesar 44,67 persen.

Frustration level memiliki analogi yang relatif sama dengan stres kerja.

Nilai beban kerja subyektif atau subjective workload keseluruhan berada pada tingkat sedang dengan rata-rata sebesar 71.92 persen. Rrincian data dapat dilihat pada tabel 8 dengan visualisasi pada grafik 4.

Mental demands rata-rata berada pada tingkat sedang dengan kecenderungan berat. Mental demands di airport A berada pada tingkat rata-rata berat sebesar 80,3 persen, di airport B pada

tingkat rata-rata sedang sebesar 77,9 persen, dan di airport C berada pada tingkat rata-rata sedang sebesar 66,1 persen.

Airport A memiliki indikator kompleksitas kerja, mengingat, melihat, perseptual dengan pemahaman dan interpretasi; berada pada tingkat rata-rata berat. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kepadatan penerbangan dan tingkat pelayanan penerbangan yang lebih tinggi dan lebih kompleks dibandingkan dengan kedua airport lainnya.. Di sisi lain para controller di airport A mempunyai dua wilayah pengendalian yang berbeda, yaitu sebagai aerodrome control tower dengan pengendalian visual langsung pada obyek kontrol atau pesawat terbang, dan approach

MD PD TD P FL E Average

74.80 75.43 74.55 80.10 44.47 82.60 71.92

Sumber: data primer diolah 2017

Grafik 4. Rata-rata Beban Kerja Subyektif

Air Traffic Controller

Tabel 8.Persentase Rata-rata Beban Kerja Subyektif Air

Traffic controller MENTAL DEMANDS 17% PHYSICAL DEMANDS 18% TEMPORAL DEMANDS 17% PERFORMANCE 19% FRUSTRATION LEVEL 10% EFFORTS 19% 0 20 40 60 80 100 MENTAL DEMANDS PHYSICAL DEMANDS TEMPORAL DEMANDS PERFORMANCE FRUSTRATION LEVEL EFFORTS WEIGHTED WORKLOAD

(18)

14

0 20 40 60 80 100

Psikologis dan mental 1 Perseptual, pemahaman dan interpretasi 2 Melihat 3 Mengingat 4 Mencari 5 Kesulitan kerja 6

Kompleksitas kerja 7 JogyakartaSurakarta Cilacap Airport A Airport B Airport C persen 1 2 3 4 5 6 7 Average AIRPORT A AIRPORT B AIRPORT C 74.1 77.6 56.0 82.7 72.8 60.0 85.7 80.1 65.0 85.9 79.9 65.0 72.4 76.3 67.0 79.6 79.0 79.0 81.8 79.9 71.0 80.3 77.9 66.1 AVERAGE 69.2 71.8 77.0 76.9 71.9 79.2 77.6 74.8

Tabel 9. Persentase Rata-rata Dimensi

Mental Demands Air Traffic Controller

Sumber: data primer diolah 2017

Grafik 5 Tingkat Mental Demands

Air Traffic Controller

control service dengan pengendalian lalu lintas udara melalui layar monitor radar, tabel 9 dan

grafik 5.

Kondisi fisik seluruh anggota badan yang baik merupakan faktor potensial sebagai penunjang terlaksananya aktivitas kerja para air traffic controller dengan optimal. Tuntutan-tuntutan fisik atau physical demands para air traffic controller berada pada tingkat sedang dengan kecenderungan tinggi, khusunya penggunaan organ fisik sebagai alat untuk berkomunikasi dan pengendalian. Tuntutan atas aktivitas dengan mata, telinga, dan mulut berada dalam tingkat berat. Tingkat rata rata di airport A sebesar 80,7 persen, di airport B sebesar 77,3 persen dan di airport C sebesar 68,0 persen.

Aktivitas organ alat komunikasi dan pengendalian, yaitu dengan mulut, telinga, dan mata, berada pada tingkat yang jauh lebih tinggi dibandingkan tuntutan aktivitas dengan badan atau fisik. Hal ini karena hampir seluruh aktivitas komunikasi dan pengendalian dilakukan dengan duduk, baik sebagai tower controller yang lansung secara visual kepada pesawat, maupun para approach

controller yang melakukan pengendalian pesawat melalui radar monitor, tabel 10 dan grafik 6.

Temporal demands berada dalam tingkatan rata-rata sedang, sebesar 74,0 persen. Ketiga airport

memiliki tekanan waktu pada tingkat sedang. Berdasar pada tabel 11 dan grafik 7 di bawah, Grafik 6 Tingkat Physical Demands

Air Traffic Controller

8 9 10 11 Average AIRPORT A AIRPORT B AIRPORT C 51.2 55.5 51.0 91.2 83.7 69.0 91.0 85.8 73.0 89.5 84.2 79.0 80.7 77.3 68.0 AVERAGE 52.6 81.3 83.3 84.2 75.3

Sumber: data primer diolah 2017

Tabel 10. Persentase Rata-rata Dimensi

Physical Demands

0 20 40 60 80 100 Aktivitas dengan fisik 8

Aktivitas dengan mulut 9 Aktivitas dengan telinga 10 Aktivitas dengan mata 11

Jogyakarta Surakarta Cilacap Airport A Airport B Airport C persen

(19)

15

terlihat gradasi tingkat tingginya tekanan waktu, semakin tinggi tingkat kepadatan penerbangan dan kompleksitas pelayanan, semakin tinggi tekanan waktu yang dirasakan oleh para controller.

Performance yang dicapai para air traffic controller rata-rata pada tingkat bagus sebesar 80,1

persen. Dalam airport A dan airport B, performance para controller berada dalam tingkat yang sangat bagus, airport A sebesar 85,6 persen dan untuk airport B sebesar 82,4 persen. Sedangkan airport C pada tingkat sedang dengan nilai sebesar 72,3 persen, tabel 11.

Indikator keamanan kerja, dan indikator penanganan resiko kerja, di airport A dan di airport B berada pada tingkat yang sangat bagus. Di airport A sebesar 87,9 persen pada keamanan kerja dan 88,8 persen penanganan resiko kerja; di airport B sebesar 84,5 persen pada keamanan kerja dan 86,7 persen pada penanganan resiko kerja. Kedua indikator merupakan faktor-faktor yang sangat potensial terhadap tercapainya safety penerbangan, sebagaimana tujuan utama atas bekerjanya para controller. Sedangkan di airport C, penangan resiko kerja pada tingkat sangat bagus sebesar 87.0 persen, dan keamanan kerja pada tingkat sedang sebesar 64,0 persen, tabel 12 dan grafik 8. Pada indikator kepuasan kerja dan hasil kerja, tingkat performance para air traffic

controller di airport A berada pada tingkat bagus, sebesar 83,0 persen; di airport B berada pada

tingkat sedang dengan kecenderungan bagus sebesar 78,6 persen; dan di airport C berada pada tingkat sedang sebesar 69,00 persen. Dimungkinkan adanya pengaruh tingkat kompleksitas pelayanan penerbangan terhadap performance pada kepuasan kerja dan hasil kerja para

controller. Semakin tinggi tingkat kompleksitas pelayanan penerbangan semakin tinggi tingkat performance para air traffic controller. Keadaan ini terjadi karena peralatan kerja yang lebih

lengkap dengan tingkat teknologi yang lebih tinggi, disamping tingkat pelatihan para controller yang lebih baik.

Tingkat frustrasi atau Frustration Level, dapat dianalogikan sebagai stres kerja sebagaimana di teliti dalam penelitian regresif di depan. Frustration level di dalam ketiga airport, berada pada tingkat ringan dengan kecenderungan sedang atau wajar. Nilai rata-rata frustration level sebesar 44,9 persen. Pada tabel 13 dan grafik 9, dapat diketahui bahwa gangguan ruang kerja karena suara bising menunjukkan nilai yang signifikan di atas rata-rata di airport B.

12 Average

AIRPORT A 77.6 77.6

AIRPORT B 73.5 73.5

AIRPORT C 71.0 71.0

AVERAGE 74.0 74.0

Sumber: data primer diolah 2017

Tabel 11. Persentase Rata-rata Dimensi

Temporal Demands Air Traffic Controller AIRPORT A

AIRPORT B AIRPORT C

Grafik 7 Tingkat Temporal Demands

Air Traffic Controller

65 70 75 80 Cilacap Surakarta Jogyakarta 13 14 15 16 Average AIRPORT A AIRPORT B AIRPORT C 82.7 79.9 69.0 83.0 78.6 69.0 87.9 84.5 64.0 88.8 86.7 87.0 85.6 82.4 72.3 AVERAGE 77.2 76.9 78.8 87.5 80.1

Sumber: data primer diolah 2017

Tabel 12. Tabulasi Data Dimens Performance

Air Traffic Controller

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Hasil kerja 13

Kepuasan kerja 14 Keamanan kerja 15 Penanganan resiko kerja 16

Jogyakarta Surakarta Cilacap Airport A Airport B Airport C persen

(20)

16

Efforts yang terdiri dari konsentrasi; perhitungan, perkiraan dan imajinasi; berada pada tingkat

tinggi di airport A dan di airport B dengan rata-rata nilai sebesar 87,8 persen; dan 86,7persen. Sedangkan di airport C berada pada tingkat sedang dengan rata-rata nilai sebesar 73.0 persen, tabel 14. Pada grafik 10 terlihat ada gradasi tingkatan dalam dimensi efforts. Semakin tinggi tingkat kepadatan penerbangan dan tingkat pelayanan penerbangan sebuah airport, maka tingkat

efforts semakin tinggi.

Mental demands, physical demands, dan efforts pria berada pada tingkat lebih tinggi di banding

wanita. Tekanan waktu berada pada tingkat yang tinggi, wanita berada pada tingkat lebih tinggi dari pada pria. Tingkat frustrasi berada pada tingkat sedang atau wajar, wanita memiliki tekanan waktu lebih tinggi daripada pria, grafik 11. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara senior dan junior dalam mental demands, physical demands, temporal demands, dan performance. Pada skala observasi status, controller senior maupun controller junior pada tingkat yang relative sama, yaitu pada tingkat berat dan tingkat frustration level pada tingkat ringan, grafik 12. Mental

demands, physical demands, temporal demands, dan efforts berada pada tingkat berat. Para controller dengan kedinasan militer berada pada tingkat lebih berat daripada para controller sipil. Performance para controller militer dan controller sipil, keduanya dalam tingkat yang sangat

Grafik 10 Tingkat Efforts Air Traffic Controller

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Konsentrasi 21

Perhitungan, perkiraan dan imaginasi 22

Jogyakarta Surakarta Cilacap Airport A Airport B Airport C persen 21 22 Average AIRPORT A AIRPORT B AIRPORT C 90.7 89.0 79.0 85.0 84.4 67.0 87.8 86.7 73.0 AVERAGE 86.2 78.8 82.5

Tabel 14. Persentase Rata-rata Dimensi

Efforts Air Traffic Controller

Sumber: data primer diolah 2017

17 18 19 20 Average AIRPORT A AIRPORT B AIRPORT C 35.8 44.2 48.0 36.2 38.1 44.0 53.5 65.2 49.0 43.4 44.9 36.0 42.2 48.1 44.3 AVERAGE 42.7 39.4 55.9 41.4 44.9

Sumber: data primer diolah 2017

Tabel 13. Tabulasi Data Dimensi

Frustration Level Air Traffic Controller

0 10 20 30 40 50 60 70

Putus asa 17 Tersinggung atau marah 18 Gangguan ruang kerja - bising 19 Gangguan atasan 20 Jogyakarta Surakarta Cilacap Airport A Airport B Airport C persen

(21)

17

bagus, militer memiliki tingkat sedikit lebih bagus daripada sipil. Frustration level para

controller militer lebih rendah daripada para controller sipil, tetapi keduanya dalam tingkat yang

sedang dan wajar, grafik 13. mental demands, physical demands, temporal demands, dan efforts para controller di airport A dan di airport B berada pada tingkat tinggi, airport A memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada airport B dan airport C. Para controller di airport A memiliki tingkat performance yang paling tinggi, dan sekaligus memiliki frustration level yang paling rendah. Frustration level di airport A dan airport B berada pada tingkat ringan dan wajar.

Mental demands, physical demands, temporal demands, dan efforts para controller di airport C

berada pada tingkat sedang dengan kecenderungan tinggi, dengan tingkat frustration level berada pada tingkat ringan dan wajar, grafik 14.

3.1.5. Ringkasan Hasil Penelitian

Tabel 15. Ringkasan Hasil Penelitian Nilai Rata-rata dan Kategori Variabel

Nilai Rata-rata dan Kategori Dimensi Subjective Workload dengan Analisis Nasa-TLX

Sumber: data primer diolah 2017

DIMENSI Airport A Airport B Airport C Average Total

Average Kategori Average Kategori Average Kategori Average Kategori

Mental Demands 80.33 Berat 77.94 Sedang 66.14 Sedang 74.80 Sedang

Physical Demands 80.73 Berat 77.30 Sedang 68.00 Sedang 75.43 Sedang Temporal Demands 77.60 Sedang 73.52 Sedang 71.00 Sedang 74.55 Sedang

Performance 85.58 Bagus 82.42 Bagus 72.25 Sedang 80.10 Bagus

Frustration Level 42.24 Wajar 48.11 Wajar 44.25 Wajar 44.47 Wajar Efforts 87.83 Tinggi 86.69 Tinggi 73.00 Sedang 82.60 Tinggi

WWL 75.72 Sedang 74.33 Sedang 65.77 Sedang 71.99 Sedang

BEBAN KERJA IKLIM KERJA STRES KERJA

Airport Average Kategori Average Kategori Average Kategori

Airport A Airport B 94.361 88.571 sangat berat sangat berat 75.658 85.150 bagus sangat bagus 61.795 53.384 sedang ke berat sedang/wajar

Airport C 80.263 sangat berat 84.286 sangat bagus 54.286 sedang/wajar

Rata-rata 91,705 sangat berat 79,263 bagus ke sangat bagus 56,612 sedang/wajar Grafik 11. Gender Grafik 12. Status Grafik 13. Kedinasan Grafik 14. Airport

MDPDTD P FL E military 80.179.974.984.942.788.9 civil 79.382.575.086.357.582.5 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 MD PD TD P FL E airport C 66.168.071.072.344.373.0 airport B 77.977.373.582.448.186.7 airport A 80.380.777.685.642.287.8 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 M D DP TD P FL E male 78.379.075.383.542.987.0 female 81.879.084.286.956.585.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 MDPDTD P FL E senior 78. 78. 77. 83. 44. 85. junior 79. 82. 75. 86. 57. 82. 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0

(22)

18

3.2. PEMBAHASAN

3.2.1. Tingkat Beban Kerja dan Pengaruhnya terhadap Stres Kerja Para Air Traffic

Controller

Nilai koefisien variabel beban kerja air traffic controller pada persamaan regresi adalah 0,466 dengan parameter positif, maka jika beban kerja naik satu tingkat, maka stres kerja akan naik 0,466. Hal ini berarti bahwa beban kerja memiliki pengaruh secara signifikan terhadap stres kerja. Bilamana beban kerja semakin berat maka stres kerja juga meningkat. Besarnya pengaruh beban kerja terhadap stres kerja berdasarkan pada perhitungan sumbangan relatif variabel beban kerja terhadap stres kerja air traffic controller adalah sebesar 43,47 persen. Beban kerja dalam fungsinya sebagai prediktor memiliki kontribusi relatif besar terhadap naik atau turunnya tingkat stres kerja para air traffic controller.

Beban kerja pada dimensi eksternal sebagai beban obyektif para air traffic controller, berada pada tingkat rata-rata sangat berat, yaitu 91,71 persen. Seluruh indikator beban kerja berada pada nilai di atas 80 persen, yang berarti bahwa semua aspek yang berhubungan dengan beban kerja air traffic controller berada pada tingkat yang sangat berat. Berdasar pada analisis grafikal beban kerja, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan penerbangan dan kompleksitas pelayanan penerbangan semakin tinggi tingkat beban kerja yang dirasakan para air

traffic controller, dan sebaliknya semakin rendah kepadatan dan kompleksitas pelayanan

penerbangan semakin rendah prosedur kerja yang harus dilakukan oleh para controller. Beban kerja pada dimensi internal individual sebagai beban kerja subyektif para air traffic controller, berada pada tingkat rata-rata sedang dengan kecenderungan berat, dengan nilai sebesar 71.92 persen. Tuntutan mental, tuntutan fisik, tekanan waktu, dan usaha kerja berada pada rata rata sedang dengan kecenderungan berat, dengan nilai rata-rata sebesar 76,68 persen. Berdasarkan perbandingan pada grafik skala observasi airport dapat diperoleh data bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan penerbangan dan kompleksitas pelayanan penerbangan, semakin berat tuntutan-tuntutan tugas subyektif tersebut bagi para air traffic controller.

Terdapat beban kerja berlebih yang cukup signifikan terjadi di kelompok unit kerja operasional dan teknis penerbangan. Kebutuhan mental juga ditemukan sebagai elemen yang paling berkontribusi terhadap besarnya beban kerja berlebih tersebut (Hendrawan, B: 2002). Faktor-faktor beban kerja mental (mental workload), meliputi: (1) tekanan waktu (time pressure), kebisingan (noise), stres, gangguan, mengakibatkan timbulnya konsekuensi pada sektor manusia

(23)

19

(human costs) dalam melaksanakan kinerja tugasnya. (2) Sikap kerja, ketrampilan, pengalaman, perilaku, dan kepribadian, merupakan determinan beban kerja subyektif (Loura, J. :2014). Tuntutan-tuntuan mental atau mental demands yang dihadapi para controller berada pada tingkat tinggi. Komplekstitas kerja baik dalam wilayah kendali udara maupun wilayah kendali darat memiliki keragaman yang sangat tinggi, baik jenis maupun prosedur kerja. Kompleksitas dalam tugas yang dihadapi para controller mengarahkan kepada tingkat kesulitan kerja yang tinggi pula. Kemampuan dalam mengingat, melihat, mencari dan interpretasi atas tugas pengontrolan pesawat merupakan tuntutan kognitif kerja yang tinggi bagi para controller. Di sisi lain, selain tuntutan kogninif yang tinggi, para controller diharuskan mampu mengendalikan emosi dan ketenangan psikologis yang timbul sebagai respons atas konflik yang timbul dalam wilayah kontrolnya ataupun kejadian insidentil yang berada di luar dari prediksinya, grafik 8 persentase rata-rata mental demands. Airport dengan tingkat kepadatan dan kompleksitas pelayanan lebih banyak mempunyai tingkat mental demands yang lebih tinggi. Budiman, J.(2013), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa beban kerja mental operator air traffic controller berada dalam tingkat tinggi yang dapat dilihat dari banyaknya operator yang berada pada kategori

overload. Pekerjaan ATC membutuhkan aktivitas mental (dimensi Mental Demand) yang tinggi

seperti berpikir, memutuskan, menghitung, mengingat, dan melihat atau memantau dalam melakukan pekerjaannya. Tuntutan-tuntutan mental, tuntutan-tuntutan fisik, tekanan waktu, dan tuntutan usaha kerja yang harus diselesaikan dalam tugas kerja para air traffic controller berada pada tingkat sedang cenderung berat. Tuntutan fisik (physical demands) yang dihadapi para

controller berada pada tingkatan tinggi. Aktivitas yang mereka lakukan dengan mata, telinga,

dan mulut, merupakan aktivitas dalam keseharian tugas kerja dengan akurasi tinggi dan berada dalam tekanan waktu (temporal demands), grafik 9 persentase rata-rata physical demands dan grafik 10 persentase rata-rata temporal demands.

Meskipun tuntutan-tuntutan tugas kerja oyektif maupun subyektif berada pada tingkat berat, tetapi dalam menghadapi dan menyelesaikan tugas para air traffic controller tetap memiliki tingkat kinerja atau performance pada tingkat tinggi dengan tingkat frustrasi yang rendah. Hal ini terjadi karena para air traffic controller adalah individu-individu yang terbina dan terlatih secara berkesinambungan, adanya kontrol kerja maupun kontrol kesehatan yang baik, kepercayaan kerja, penghargaan, dan hubungan antar personal yang baik. Faktor-faktor tersebut merupakan dukungan terbentuknya sebuah iklim kerja yang baik dalam lingkungan kerja para air

traffic controller, grafik 11persentase rata-rata performance dan grafik 12 persentase rata-rata

frustration level. Berdasarkan pada komparasi grafik 1 persentase rata-rata variabel beban kerja

(24)

20

pengaruh yang signifikan beban kerja terhadap stres kerja pada para air traffic controller dalam sebuah airport. Dalam airport dengan tingkat beban kerja paling tinggi memiliki nilai persentase rata-rata stres kerja paling tinggi pula, sedangkan dalam sebuah airport dengan tingkat beban kerja paling rendah memiliki nilai persentase rata-rata stres kerja yang paling rendah juga, meskipun rata-rata tingkat stress kerja mereka berada pada tingkat yang sedang atau wajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa beban kerja berpengaruh signifikan dan positif terhadap stres kerja para air traffic controller dalam sebuah airport.

3.2.2. Tingkat Iklim Kerja dan Pengaruhnya terhadap Stres Kerja Para Air Traffic

Controller

Nilai koefisien regresi iklim kerja terhadap stres kerja para air traffic controller sebesar 0,485 dengan parameter negatif, yang berarti bahwa iklim kerja yang ada pada lingkungan kerja para

air traffic controller memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat stres yang dirasakan

oleh para air traffic controller.Parameter negatif mengindikasikan terjadinya pengaruh yang berkebalikan, bilamana iklim kerja semakin baik, maka tingkat stres kerja semakin ringan. Dan sebaliknya bilamana iklim kerja menurun atau memburuk, maka tingkat stres para air traffic

controller semakin berat. Besarnya pengaruh iklim kerja terhadap stres kerja berdasarkan pada

perhitungan sumbangan relatif variabel beban kerja terhadap stres kerja air traffic controller adalah sebesar 56,57 persen. Bilamana dibandingkan dengan nilai pengaruh beban kerja terhadap stres kerja, maka nilai pengaruh iklim kerja terhadap stres kerja lebih besar dari pengaruh beban kerja terhadap stres kerja. Perbandingan ini menunjukkan bahwa iklim kerja dominan berpengaruh terhadap stres kerja darpada beban kerja.

Iklim kerja dalam lingkungan organisasi air traffic controller berada pada rata-rata baik berkecenderungan sangat baik, yaitu sebesar 79.26 persen. Pada data tabulasi iklim kerja didapatkan indikasi bahwa iklim kerja mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat kepadatan dan kompleksitas pelayanan penerbangan sebuah airport. Semakin tinggi tingkat kepadatan dan tingkat kompleksitas pelayanan penerbangan, iklim kerja semakin menurun.

Iklim kerja para air traffic controller terlihat berbeda secara signifikan di antara airport satu dengan airport lainnya (Iqbal, M., 2013). Berdasarkan pada grafik iklim kerja air traffic

controller, dapat diperoleh indikator-indikator yang yang signifikan di luar dari rata-rata.

Indikator imbalan kerja, kualitas dan kepuasan kerja berada di bawah rata-rata nilai iklim kerja dan berbeda tingkat rata-rata pada airport yang berbeda. Tingkat rata-rata pada struktural kerja dan penghargaan terlihat signifikan berbeda antara airport satu dengan airport lainnya. Kohesivitas di antara para air traffic controller rata-rata berada pada tingkat sedang dan relatif

(25)

21

sama dalam semua airport. Dalam sebuah airport dengan tingkat kepercayaan kepada para

controller berada di bawah rata-rata memiliki tingkat kualitas kerja, kepuasan kerja, dan

kohesivitas yang juga di bawah rata-rata (tabel 3 dan grafik 2 persentase rata-rata iklim kerja). Iklim kerja sebuah organisasi ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi. Iklim organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor dan dimensi, salah satunya terkait dengan kepemimpinan dalam sebuah organisasi, meliputi tekanan, ancaman, atau karakeristik-karakteristik budaya kepemimpinan dalam sebuah organisasi (Holloway, J.B.:2012). Penghargaan yang diberikan kepada para air traffic controller memberikan dampak pada tingkat bagusnya iklim kerja dalam organisasi mereka. Penghargaan memberikan kontribusi terhadap peningkatan motivasi kerja yang pada akhirnya menjadikan kualitas dan kepuasan kerja tetap bisa dipertahankan dalam tingkat yang tinggi, meskipun imbalan kerja terkadang berada di bawah tingkat rata-rata (tebulasi dan grafik persentasi rata-rata variabel iklim kerja). Berdasarkan pada komparasi grafik 2 persentase rata-rata variabel iklim kerja terhadap grafik 3 persentase rata-rata variabel stres kerja, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan iklim kerja terhadap stres kerja para air traffic controller dalam sebuah airport. Para air traffic

controller dalam sebuah airport dengan tingkat iklim kerja terbagus memiliki nilai persentase

rata-rata stres kerja terendah, sedangkan para air traffic controller dalam sebuah airport dengan tingkat iklim kerja terrendah memiliki nilai persentase rata-rata stres kerja yang tertinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim kerja berpengaruh signifikan negatif terhadap stres kerja para air traffic controller dalam sebuah airport.

3.2.3. Pengaruh Beban Kerja dan Iklim Kerja Simultan terhadap Stres Kerja Para Air

Traffic Controller

Perhitungan regresi berganda yang dilakukan dengan bantuan program SPSS-20 for windows, didapatkan nilai F sama dengan 411,858 dan p sebesar 0,000. Hasil perhitungan tersebut mengindikasikan adanya pengaruh signifikan beban kerja dan iklim kerja bersama-sama dengan terhadap stres kerja para air traffic controller. Beban kerja yang tinggi yang merupakan gabungan atas tuntutan-tuntutan tugas kerja menyebabkan tingginya tingkat stres kerja para air

traffic controller. Beban kerja yang tinggi tersebut, bilamana didukung dengan kohesivitas yang

kuat, penghargaan kerja yang tinggi, imbalan kerja yang sesuai, dukungan teman kerja yang baik, dan perhatian dari atasan yang keseluruhannya merupakan bagian dari iklim kerja, maka tingkat stres dapat direduksi. Tuntutan-tuntutan mental dapat direduksi dengan bagusnya dukungan teman kerja, tuntutan-tuntutan fisik dapat direduksi dengan keberadaan fasilitas relaksasi, kenyamanan ruang kerja dan perhatian pimpinan atas kesehatan, tuntutan waktu dapat direduksi dengan pembagian tugas struktural dan pembagian waktu atau shift kerja. Beban kerja yang

Gambar

Tabel 1.  Data Responden
Grafik 2  Persentase Rata-rata Iklim Kerja   Air Traffic Controller
Tabel 6. Kisi-kisi Penelitian dengan Nasa-TLX
Tabel 7.  Persentase Rata-Rata Indikator Subjective Workload Air Traffic Controller
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini adalah penting dan perlu diingat, rnenunjukkan bahwa jurnlah bersih energi panas yang diberikan kepada atau dari suatu fluida selama suatu proses

Adapun kuesioner pada penelitian ini berupa skala kontrol diri yang digunakan untuk mengukur. tingkat kontrol diri pada anak-anak asuhan sebelum dan

Dan yang terahir dibentuklah rencana Pembangunan Lima Tahun yang Keenam (PELITA VI) dengan rencana-rencana pembanngunan yang tujuan utamanya adalah sektor ekonomi

)umbuh mbuh berk berkemb embangn angnya ya seko sekolah- lah-sek sekolah olah asin asing g di di Indo Indones nesia, ia, yan yang g dal dalam am berbagai hal lebih

creat by HRY 28 september 2011 9 Teorema hecksher – ohon (H-O) “sebuah negara akan mengekspor komoditi yg produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yg relatif melimpah

Hasil pengujian daya serap karbon aktif kulit durian terhadap zat warna tekstil merah menggunakan metode Spektrofotometer UV-Visible menunjukkan kondisi adsorpsi optimum

Terimaksih kepada Bapak Ns.Endiyono., S.Kep., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah membimbing saya dalam proses pembuatan skripsi ini, terimakasih salalu

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa bangunan yang didesain dengan Skenario 2 (berdasarkan proporsi kekuatan) memiliki berat bangunan yang lebih