Tingkat Stres Kerja Ditinjau dari Beban Kerja
pada Air Traffic Controller (ATC)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
JUNIKA MINDA PRATIWI
101301038
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul :
Tingkat Stres Kerja Ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic
Controller (ATC)
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma,
kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang
dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, September 2014
Junika Minda Pratiwi
Tingkat Stres Kerja Ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller (ATC)
Junika Minda Pratiwi dan Gustiarti Leila ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stres kerja ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller (ATC). Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat stres kerja yang ditinjau dari beban kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif di mana subjek penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja sebagai ATC yang berjumlah 60. Metode pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala stres kerja yang disusun berdasarkan teori Rice dan skala beban kerja yang disusun berdasarkan teori Berry. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji one way ANOVA.
Dari hasil penelitian diperoleh nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p = 0,000), maka hipotesa nol ( �0) ditolak dan hipotesa alternatif ( �1) diterima. Rata-rata hasil skor mean stres kerja dengan beban kerja tinggi (�̅ = 88,71) lebih besar dibandingkan stres kerja dengan beban kerja yang sedang (�̅ = 72,09) dan beban kerja yang rendah (�̅ = 73,00). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan stres kerja ditinjau dari beban kerja.
The level of job stress based on workload of Air Traffic Controller (ATC) Junika Minda Pratiwi and Gustiarti Leila
ABSTRACT
This research aims to investigate the level of job stress based on workload of Air Traffic Controller. The hypothesis of this research is there is difference in level of job stress based on workload. This research use kuantitative approach in which the subject in this research were 60 employees working on ATC. The method of collecting data was done by using job stress scale from Rice's theory and workload scale from Berry's theory. The data was analyzed by using one way ANOVA test.
The result shows significance level is lower than 0.05 (p: 0.000) which means that null hypothesis is accepted. The average mean score of job stress with high workload (�̅ = 88.71) is higher compared to job stress with moderate workload (�̅ = 72.09) and low workload (�̅ = 73.00). Therefore, it is concluded that there is difference of job stress based on workload.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan kesempatan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi yang penulis susun untuk memenuhi tugas akhir ini, yaitu
“Tingkat Stres Kerja ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller
(ATC)”.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada papa
dan mama atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya dalam membimbing
peneliti selama ini dan selalu menjadi inspirasi dalam kehidupan peneliti. Semoga
Allah selalu senantiasa mencurahkan kebahagiaan kepada keduanya di dunia
maupun akhirat. Kepada paman dan bibi, terima kasih karena selama ini telah
memberikan kasih sayang dan perhatiannya baik secara moril maupun materil.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran selama penulis
menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi
USU, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU.
2. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing
skripsi yang dengan sabar dan ditengah kesibukannya masih mau
dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalasnya lebih baik lagi.
3. Para dosen penguji Bapak Ferry Novliadi, S.Psi., M.Si. dan Ibu Vivi
Gusriani R. Pohan, S.Psi., Psikolog yang telah meluangkan waktunya
ditengah kesibukan dan memberikan banyak masukan sehingga penelitian
ini bisa lebih baik lagi.
4. Bapak Zulkarnain, S.psi, Ph.D selaku pembimbing akademik yang selama
ini banyak memberi masukan dan saran untuk penulis agar bersemangat
menjalankan kegiatan akademik.
5. Sahabat-sahabat kampus tercinta “ISEP family” : Rina Nurul yang telah
membantu dan selalu menemani penulis selama penilitian, Reza Indah,
Novira Khasanah, Mira Avrillia, Sonya Lirizky, Reza Yoga, Rocky Sihite
yang selalu bersama – sama bersama penulis selama masa perkuliahan,
yang selalu bersama berbagi dalam suka dan duka serta canda dan tawa.
Terima kasih juga karena selalu memotivasi dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Om Zulkifli Moeslem dan Om Suharsono yang telah membantu penulis
mendapatkan izin penelitian dan turut smembantu selama penelitian
berlangsung.
7. Seluruh ATC yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi
8. Seluruh teman-teman angkatan 2010 terima kasih atas kerja sama,
pengalaman dan suka duka selama menjalani proses perkuliahan di
Fakultas Psikologi USU.
9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, penulis ucapkan
terima kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR .. ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
1. Manfaat Teoritis ... 11
2. Manfaat Praktis ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Stres Kerja... 13
1. Definisi Stres Kerja ... 13
2. Simtom Stres Kerja ... 15
3. Aspek Stres Kerja ... 17
4. Sumber Stres Kerja ... 18
B. Beban Kerja ... 22
1. Definisi Beban Kerja ... 22
2. Jenis Beban Kerja ... 24
3. Dampak Beban Kerja ... 26
C. Air Traffic Controller (ATC) ... 26
D. Pengaruh Beban Kerja terhadap Stres Kerja pada ATC ... 28
E. Hipotesa ... 30
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian... 31
B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian... 31
1. Stres kerja... 32
2. Beban kerja... 32
C.Populasi dan Lokasi Penelitian... 32
2. Lokasi Penelitian... 33
D. Metode Pengumpulan Data... 33
1. Skala Stres Kerja... 33
2. Skala Beban Kerja... 35
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 37
1. Validitas ... 37
2. Daya Beda Item ... 37
3. Reliabilitas Alat Ukur ... 38
4. Uji Coba Alat Ukur ... 38
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 39
1. Persiapan Penelitian... 39
2. Pelaksanaan Penelitian... 40
3. Pengolahan Data……….. 41
G. Metode Analisis Data……….. 41
1. Uji Normalitas………..……… 41
2. Uji Linieritas………...…….. 42
BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 43
2. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan
Usia... ... 44
3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 45
B. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 46
1. Uji Normalitas ... 47
2. Uji Linieritas ... 47
C. Hasil Utama Penelitian ... 48
1. Hasil Analisis Data ... 48
D. Data Tambahan ... 50
1. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Data Penelitian ... 50
2. Kategorisasi Data ... 51
3. Deskriptif Skor Stres Kerja dan Beban Kerja ... 54
E. Pembahasan ... .55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 58
B. Saran ... ....58
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blue Print Skala Stres Kerja ... 34
Tabel 2 Blue Print Skala beban Kerja ... 36
Tabel 3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44
Tabel 4 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia ... 45
Tabel 5 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 46
Tabel 6 Uji Normalitas ... 47
Tabel 7 Skor Empirik dan Skor Teoritik ... 50
Tabel 8 Norma Kategori Data Penelitian ... 51
Tabel 9 Kategorisasi Beban Kerja ... 52
Tabel 10 KategorisasiStres Kerja ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Skala Stres Kerja dan Beban Kerja
LAMPIRAN 2 Reliabilitas dan Uji Daya Beda Aitem
LAMPIRAN 3 Data Mentah Skala Stres Kerja
LAMPIRAN 4 Data Mentah Skala Beban Kerja
LAMPIRAN 5 Uji normalitas
Tingkat Stres Kerja Ditinjau Dari Beban Kerja Pada Air Traffic Controller (ATC)
Junika Minda Pratiwi dan Gustiarti Leila ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stres kerja ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller (ATC). Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat stres kerja yang ditinjau dari beban kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif di mana subjek penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja sebagai ATC yang berjumlah 60. Metode pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala stres kerja yang disusun berdasarkan teori Rice dan skala beban kerja yang disusun berdasarkan teori Berry. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji one way ANOVA.
Dari hasil penelitian diperoleh nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p = 0,000), maka hipotesa nol ( �0) ditolak dan hipotesa alternatif ( �1) diterima. Rata-rata hasil skor mean stres kerja dengan beban kerja tinggi (�̅ = 88,71) lebih besar dibandingkan stres kerja dengan beban kerja yang sedang (�̅ = 72,09) dan beban kerja yang rendah (�̅ = 73,00). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan stres kerja ditinjau dari beban kerja.
The level of job stress based on workload of Air Traffic Controller (ATC) Junika Minda Pratiwi and Gustiarti Leila
ABSTRACT
This research aims to investigate the level of job stress based on workload of Air Traffic Controller. The hypothesis of this research is there is difference in level of job stress based on workload. This research use kuantitative approach in which the subject in this research were 60 employees working on ATC. The method of collecting data was done by using job stress scale from Rice's theory and workload scale from Berry's theory. The data was analyzed by using one way ANOVA test.
The result shows significance level is lower than 0.05 (p: 0.000) which means that null hypothesis is accepted. The average mean score of job stress with high workload (�̅ = 88.71) is higher compared to job stress with moderate workload (�̅ = 72.09) and low workload (�̅ = 73.00). Therefore, it is concluded that there is difference of job stress based on workload.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Transportasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena dapat
memudahkan bagi mereka untuk dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Dengan adanya transportasi, jarak yang jauh pun dapat ditempuh dengan cepat.
Menurut Salim (2000), transportasi adalah suatu kegiatan pemindahan barang
(muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi ada
dua unsur yang terpenting yaitu pemindahan/pergerakan (movement) dan secara
fisik mengubah tempat dari barang (comodity) dan penumpang ke tempat lain.
Menurut Utomo terdapat tiga jenis transportasi yang ada di Indonesia yaitu
transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara (Hardiana, 2012). Dari
ketiga jenis transportasi tersebut, transportasi udara yang menggunakan pesawat
terbang cukup diminati oleh masyarakat karena harganya yang cukup terjangkau
(Jambak, 2010). Hal ini dikarenakan maskapai berlomba-lomba memberikan
penawaran harga yang murah dan juga keputusan pemerintah untuk menyerahkan
sepenuhnya kepada pelaku pasar dengan tidak membatasi harga tiket pesawat
sejak 1 Maret 2002, membuat harga tiket pesawat terbang semakin terjangkau
kepulauan Indonesia serta jarak yang jauh antara kota-kota besar membuat
transportasi udara banyak diminati oleh masyarakat umum (Feirbanks; jurnal
prakarsa, 2012). Selain itu pesawat terbang dianggap memiliki tingkat
kenyamanan yang tinggi dan durasi perjalanan yang lebih cepat daripada
menggunakan transportasi darat atau laut (Jambak, 2010). Sehingga saat ini,
masyarakat cukup banyak memakai jasa pesawat, yang berarti lalu lintas udara
pun menjadi padat. Ini didukung oleh pernyataan Direktur Angkutan Udara
Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Djoko Murjatmodjo;
“Jumlah penumpang yang diangkut maskapai nasional berjadwal pada
2012 mencapai 72,4 juta orang, terdiri atas 63,6 juta penumpang domestik dan 8,8 juta penumpang internasional, naik sekitar 10-15% dari tahun sebelumnya.”
(Sidik, 2013; antaranews.com)
Hal ini berdasarkan data statistik angkutan udara dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara (2013; hubud.dephub.go.id) untuk arus lalu lintas pesawat
dari tahun 2009-2012 diperoleh data sebagai berikut; pada tahun 2009 arus lalu
lintas pesawat yang datang adalah 343.369 dan yang berangkat 346.978, pada
tahun 2010 (datang = 466.872 dan berangkat = 467.850), tahun 2011 (datang =
524.515 dan berangkat = 524.997) dan pada tahun 2012 (datang = 514.002 dan
berangkat 512.113).
Dari data di atas terlihat bahwa jumlah lalu lintas penerbangan mengalami
peningkatan dari tahun 2009 – 2012. Faktor lain yang membuat pesawat terbang
diminati oleh masyarakat adalah faktor keselamatan yang dianggap lebih terjamin
daripada transportasi lainnya seperti transportasi kereta api (104 kecelakaan;
Firdaus, 2012) dan transportasi laut (303 kecelakaan; Deny, 2013). Walaupun
jumlah kecelakaan pesawat terbang terbilang cukup sedikit, namun hal ini juga
harus diwaspadai, karena pada umumnya kecelakaan pesawat terbang banyak
menelan korban jiwa dan kerugian yang cukup besar (Ermaya, 2012), seperti
kecelakaan pesawat Mandala Airlines dengan armada Boeing 737-200 dengan
kode penerbangan PK-RIM yang jatuh di Medan pada 5 September 2005 dengan
menelan korban jiwa sebanyak 101 korban (Jambak, 2010).
Di dunia penerbangan ada dua macam pengertian dari kecelakaan pesawat
yaitu accident merupakan suatu peristiwa yang berada di luar dugaan manusia
yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat yang dapat menimbulkan
korban dan incident yaitu kecelakaan yang berhubungan dengan pengoperasian
pesawat yang tidak menimbulkan korban (Ardhia, 2008; Ermaya, 2012).
Berdasarkan Safety Management Manual (SMM) yang diterbitkan oleh
ICAO (International Civil Aviation Organisation), terdapat beberapa faktor
penyebab kecelakaan pesawat udara yaitu: Software factor, yaitu kebijakan,
prosedur dan lain-lain; Hardware factor, yaitu sarana dan prasarana; Environment
factor, yaitu lingkungan dan cuaca; Liveware factor, yaitu manusia.
Berdasarkan keempat faktor di atas, maka Federasi Keselamatan
Penerbangan Internasional menyimpulkan terdapat 3 (tiga) faktor penyebab utama
dari kecelakaan pesawat udara, yaitu faktor cuaca (environment factor), faktor
(liveware factor). Faktor utama dalam penyebab kecelakaan pesawat udara adalah
faktor manusia (liveware factor) baik itu pilot, teknisi maupun petugas operator,
petugas pengelola bandara dan penumpang itu sendiri dengan prediksi sebesar
46% kecelakaan. Pada database Aviation Safety Network mengatakan bahwa 43%
dari kecelakaan-kecelakaan pesawat udara disebabkan karena terputusnya
koordinasi dan komunikasi antar pilot dan pihak Air Traffic Controller (ATC)
yang berada di darat, karenanya petugas pengelola bandar udara berperan penting
dalam meningkatkan dan memperbaiki keselamatan penerbangan (Ardhia, 2008;
Ermaya, 2012).
Air Traffic Controller (ATC) atau yang sering disebut sebagai Pemandu
Lalu Lintas Udara adalah penyedia layanan yang mengatur lalu lintas di udara
terutama pesawat terbang untuk mencegah pesawat terlalu dekat satu sama lain
dan tabrakan (Dunia Penerbangan, 2013). Adapun tugas seorang Pemandu Lalu
Lintas Udara (ATC/Air Traffic Controller) yang tercantum di dalam Annex 2
(Rules of the Air) dan Annex 11 (Air Traffic Services) Konvensi Chicago 1944
adalah mencegah tabrakan antar pesawat, mencegah tabrakan pesawat dengan
penghalang penerbangan, mengatur arus lalu lintas udara yang aman, cepat dan
teratur kepada pesawat terbang, baik yang berada di ground atau yang sedang
terbang / melintas dengan menggunakan jalur yang telah ditentukan. Pengaturan
arus lalu lintas udara ini dimulai dari pesawat melakukan contact (komunikasi)
pertama kali sampai dengan pesawat tersebut mendarat (landing) di bandara
tujuan (Pustekkom, 2007). Menurut UU Penerbangan tugas dari Air Traffic
udara; mencegah terjadinya tabrakan antarpesawat udara atau pesawat udara
dengan halangan (obstacle) di daerah manuver (manouvering area);
memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas penerbangan; memberikan
petunjuk dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi
penerbangan; dan memberikan notifikasi kepada organisasi terkait untuk bantuan
pencarian dan pertolongan (search and rescue) (Handrini, 2013). Profesi sebagai
ATC memiliki kontribusi penting dalam memberikan jasa pelayanan udara yang
mendukung keselamatan di dunia penerbangan. ATC juga merupakan salah satu
profesi yang memiliki tingkat stres tinggi (Tablodaviasi.com).
Stres dapat didefinisikan sebagai suatu situasi di mana transaksi
mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan ketidaksesuaian antara tuntutan
(demand) dengan sumber dayanya (resources) (Lazarus & Folkman, 1984 dalam
Sarafino, 2011). Sehingga ketika seseorang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan suatu tuntutan tersebut, mereka akan merasa stres (Sarafino, 2011).
Hampir semua orang mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaan
mereka yang disebut sebagai stres kerja (Sarafino, 2011). Stres kerja adalah suatu
keadaan emosional atau mood yang merupakan hasil dari ketidaksesuaian antara
tuntutan dan kemampuan seseorang untuk mengatasinya (Grandjean, 1988).
Sehingga ketika muncul stressor akibat dari ketidaksesuaian antara diri pekerja
dengan pekerjaannya, maka seorang pekerja akan mengalami stres kerja
(Lesmana, 2010). Stres kerja juga disebutkan sebagai suatu sumber kerja yang
menyebabkan reaksi tertentu pada diri individu berupa reaksi fisiologis dan reaksi
Melton (Stokes & Kite, 1994 dalam Lesmana, 2010) berpendapat bahwa
sangatlah tepat untuk menggambarkan pekerjaan sebagai Air Traffic Controller
sangat banyak menimbulkan stres. Menurut Mohler (1983), seorang Air Traffic
Controller (ATC) memiliki pengalaman yang tinggi terhadap stres di tempat kerja
(dalam Berry, 1998). Hal ini didukung dengan penelitian terhadap ATC yang
dilakukan oleh Rose, Jenkins, & Hurst (dalam Berry, 1998), di mana satu per tiga
dari sample mengalami hipertensi, setengahnya mengalami masalah psikis, dan
setengahnya menjadi seorang peminum yang merupakan gejala dari stress kerja.
Hal ini sesuai dengan pengakuan dari hasil wawancara dengan salah seorang ATC
“Marah iya, apalagi kalau ada pemicunya seperti alat yang tiba-tiba ngadat. Benar-benar bikin frustasi kalau sudah seperti itu. Kadang juga ngerasa lelah, kan duduk aja itu. Bikin capek juga.”
(Komunikasi personal, 12 Desember 2013)
Adapun gejala yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat dilihat dari berbagai
faktor berupa gejala fisiologis, ditandai dengan adanya gejala-gejala berupa sakit
kepala, cidera tubuh, kelelahan fisik, ketegangan otot, gangguan tidur,
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah; gejala psikologis, ditandai dengan
kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah marah, perasaan frustasi, marah
dan kebencian, emosi yang hipersensitif dan hiperaktif, perasaan tertekan; gejala
prilaku, ditandai dengan memburuknya hubungan dengan keluarga dan teman,
agresi, kehilangan nafsu makan, prokrastinasi, peningkatan penggunaan alkohol
Setiap aspek dari lingkungan kerja dapat dirasakan sebagai stres oleh
pekerja, tergantung dari persepsi pekerja itu terhadap lingkungannya, apabila ia
merasakan adanya stres atau tidak (Rice, 1992). Adapun faktor-faktor yang
menjadi sumber stres kerja yaitu lingkungan kerja, peran yang terkait dgn stressor,
hubungan interpersonal dan organisasi itu sendiri (Sarafino, 2011). Bagi para
ATC, stres kerja yang berat ini dikarenakan komplesitas lalu lintas udara, sistem
shift yang tidak berjalan sebagai mana mestinya dan cuaca buruk yang tidak
terprediksi. Selain ketiga penyebab tersebut, ada beberapa penyebab stres lainnya
yaitu adanya permintaan dari berbagai pihak, tekanan waktu, prosedur
operasional, takut terhadap konsekuensi dari kesalahan atau pun takut kehilangan
kontrol terhadap pesawat, harus tetap fokus dan terus mengikuti perkembangan
pesawat yang sedang ditangani, peralatan kerja yang terbatas seperti kualitas
radio, alat navigasi, kualitas telepon dan peralatan pendukung lainnya membuat
beban menjadi bertambah, lingkungan kerja yang bising oleh deru pesawat,
pencahayaan yang berlebihan, sistem birokrasi yang membingungkan, ambiguitas
peran dan gaji yang belum mengikuti standar industri penerbangan
(Tabloidaviasi.com).
Selain itu, menurut Beehr & Newman (Berry, 1998), karakteristik dari
pekerjaan juga dapat menyebabkan stress kerja seperti peran tuntutan pekerjaan
dan ukuran dari beban kerja. Hal ini didukung dengan pendapat dari Sarafino
(2011) bahwa tuntutan berupa tugas-tugas dapat menyebabkan stres kerja bagi
individu. Adapun tuntutan tersebut berupa beban kerja dan jenis dari pekerjaan itu
Beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan dalam
jangka waktu tertentu oleh suatu pemegang jabatan atau unit organisasi (Menpan,
1997 dalam Dhania, 2010). Gawron (2008) mendefinisikan beban kerja sebagai
sejumlah tuntutan tugas sebagai usaha dan kegiatan atau prestasi yang dilakukan
individu di dalam bekerja.
Bagi seorang Air Traffic Controller (ATC), beban kerja yang dirasakan
mereka adalah tuntutan tugas yang terlalu tinggi dikarenakan padatnya jumlah
arus pesawat (Supriyadi, 1998 dalam Lesmana, 2010). Hal ini didukung dari hasil
wawancara dengan salah seorang ATC:
“Kalau lalu lintas udara tidak padat biasanya menangani sekitar 15 pesawat, tetapi kalau lalu lintas pesawat padat biasanya bisa sampai 20 pesawat bahkan lebih dalam 1 jam. Di sini ya tiap hari lumayan padat, ini disebut peak hour. Biasanya jam padat itu sekitar jam 10-11 pagi sama jam 1-2 siang. Kalau udah jam segitu banyak kali lah pesawat yang harus dikontrol. Selain itu ada juga peak season. Ini biasanya pas hari raya, natalan, libur anak sekolah dan sekarang imlek juga udah mulai padat lalu lintas udaranya.”
(Komunikasi personal, 12 Desember 2013)
Jika traffic sedang padat seperti wawancara di atas, petugas pemandu lalu
lintas udara bahkan harus memandu pesawat lebih dari 20 dalam waktu yang
bersamaan dalam wilayah tanggung jawabnya yang mana mereka harus mampu
mengantarkan pesawat yang mereka tangani agar sampai ke tujuan dengan
selamat, karena nyawa ribuan orang berada di tangan mereka.
“Kalau satu jam ada 20 pesawat, dalam 1 pesawat ada sekitar 200 penumpang. Berarti seorang ATC bertanggung jawab dengan 4000 nyawa manusiakan. Itu lah yang membuat beban kerja ATC tinggi.”
Tak hanya bertanggung jawab terhadap nyawa penumpang, ATC juga ikut
bertanggung jawab terhadap kesalahan yang disebabkan oleh pilot, seperti hasil
wawancara dengan seorang ATC:
“Semuanya sangat teratur dan ada standar operasionalnya. Jadi kalau terjadi kesalahan yang mungkin saja berasal dari si pilot sendiri yang tidak mematuhi arahan yang sudah kami berikan, kami yang ikut bertanggung jawab atas kelalaian yang mereka lakukan.”
(Komunikasi Personal, 12 Desember 2013)
Dari paparan di atas terlihat jelas bahwa tugas dan tanggung jawab seorang ATC
cukup berat.
Pengertian beban kerja dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu secara
subjektif dan secara objektif. Beban kerja secara objektif adalah keseluruhan
waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan. Beban kerja subjektif
adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap pertanyaan tentang beban kerja
yang diajukan, tentang perasaan kelebihan jam kerja, ukuran dan tekanan
pekerjaan dan kepuasan kerja (Groenewegen & Hutten, 1991 dalam Mike, 2011).
Beban kerja subjektif merupakan bagaimana seseorang mempersepsikan beban
kerja tersebut. Robbins (2007) menyatakan bahwa positif negatifnya beban kerja
merupakan masalah persepsi. Setiap individu memiliki persepsi yang berbeda
dalam menanggapi beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Hart and
Staveland (Dhania, 2010) mendefinisikan beban kerja sebagai hubungan antara
sejumlah kemampuan proses mental atau sumber daya dalam menyelesaikan suatu
Tak hanya beban kerja yang terlalu banyak yang dapat menyebabkan stres
kerja, beban kerja yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan stres kerja
(McShane & Glinow, 2003). Tetapi pada kebanyakan kasus, beban kerja yang
berlebihanlah yang menyebabkan stres kerja (Berry, 1998). Seperti kasus yang
terjadi di Jepang yang disebut Karoshi. Yang mana pada kasus ini menyebabkan
kematian pada individu yang mengalami beban kerja terlalu banyak (McShane &
Glinow, 2003). Sehingga dapat dikatakan bahwa beban kerja merupakan salah
satu penyebab stres kerja tergantung persepsi dari setiap individu terhadap beban
kerja yang dirasakan. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melihat tingkat stres
kerja ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melihat apakah ada tingkat
stres kerja yang ditinjau dari beban kerja pada Air Traffic Controller (ATC)?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkatan stres kerja dan
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik dari segi teoritis
maupun praktis, yaitu
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi
peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai variabel stres kerja dan
beban kerja.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tingkat stres
kerja dan beban kerja yang dirasakan oleh Air Traffic Controller (ATC).
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang isi dari proposal ini, maka pembahasan dilakukan secara komprehensif
dan sistematik yang meliputi :
BAB I : LATAR BELAKANG MASALAH
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab ini menguraikan teori yang mendasari masalah yang menjadi variabel
dalam penelitian dan dinamika antara variabel yang ingin diteliti serta
hipotesis penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori tentang stres kerja
dan beban kerja.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi
operasional, populasi dan lokasi penelitian, metode dan alat pengumpulan
data, validitas, reliabilitas, dan uji daya beda aitem, prosedur pelaksanaan
penelitian, dan metode pengolahan data.
Bab IV Analisa Data dan Interpretasi
Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian,
hasil tambahan penelitian dan analisa hasil penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. STRESS KERJA
1. Definisi Stress Kerja
Stress adalah respon adaptif terhadap suatu situasi yang dianggap
sebagai tantangan atau ancaman bagi well-being seseorang (Defrank &
Ivancevich, 1998 dalam McShane & Von Glinov, 2003). Stres dapat
didefinisikan sebagai suatu situasi di mana transaksi mengarahkan seseorang
untuk mempersepsikan ketidaksesuaian antara tuntutan (demand) dengan
sumber dayanya (resources) (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Sarafino, 2011).
Sehingga ketika seseorang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu
tuntutan tersebut, mereka akan merasa stres (Sarafino, 2011). Sedangkan
menurut Sarafino (2011), stres merupakan situasi di mana tuntutan
mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan ketidaksesuaian antara tuntutan
fisik dan psikologis dengan sumber daya yang dimiliki.Hampir semua orang
mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaan mereka yang disebut
sebagai stres kerja (Sarafino, 2011).
Stres kerja adalah pengalaman stres yang berkaitan dengan pekerjaan
(King, 2007). Menurut Rice (1987), stres kerja adalah karakteristik lingkungan
stres kerja sebagai suatu keadaan emosional atau mood yang merupakan hasil
dari ketidaksesuaian antara tuntutan dan kemampuan seseorang untuk
mengatasinya. Menurut Rogers & Cobb (dalam Wijono 2010) stres kerja
merupakan ketidaksesuaian antara keahlian dan kemampuan seseorang dengan
tuntutan pekerjaan. Van Harrison & Pinneau (Wijono, 2010) berpendapat
bahwa stres kerja adalah karakteristik yang berasal dari lingkungan pekerjaan
di mana merupakan proses ancaman bagi pekerja. Sedangkan menurut
Kavaganh, Hurst dan Rose (Wijono, 2010) berpendapat bahwa stres kerja
adalah ketidaksesuaian antara persepsi individu dengan kemampuannya untuk
melakukan suatu tindakan. Menurut Beer dan Newman (Luthans, 1998), stres
kerja adalah suatu kondisi akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan
mereka, yang muncul karena adanya ketidaksesuaian karakteristik dan
perubahan-perubahan yang tidak jelas dalam perusahaan.
Smith (Wijono 2010) mengatakan bahwa stres kerja dapat ditinjau dari
beberapa sudut yaitu stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja,
faktor organisasi berupa keterlibatan dalam tugas dan faktor organisasi,
kemampuan melakukan tugas, waktu kerja yang berlebihan, tanggung jawab
dari pekerjaannya, adanya tantangan dari tugas. Menurut Rice (1992),
seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja jika, urusan stres yang
dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu
bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena
masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang
(Rice, 1992) menyatakan bahwa stres kerja merupakan suatu sumber atau
stressor kerja yang menyebabkan reaksi tertentu dari individu berupa reaksi
fisiologis, psikologis, dan perilaku.
Jadi stres kerja dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan yang
disebabkan oleh ketidaksesuaian antara kemampuan pekerja dengan tuntutan
pekerjaan yang dipersepsikan pekerja di mana hal ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang berasal dari lingkungan kerja.
2. Simtom Stress Kerja
Menurut Rice (1987) terdapat tiga simtom stres kerja yaitu:
1. Simtom psikologis, berupa
a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah marah
b. Perasaan frustasi, marah dan kebencian
c. Emosi yang hipersensitif dan hiperaktif
d. Perasaan tertekan
e. Kurang efektif dalam komunikasi
f. Menarik diri dan depresi
g. Merasa terisolasi dan terasingkan
h. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
i. Kelelahan mental dan menurunnya fungsi intelektual
j. Kehilangan konsentrasi
k. Kehilangan spontanitas dan kreativitas
2. Simtom fisik, berupa
a. Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah
b. Penyakit cardiovascular
c. Peningkatan sekresi hormon adrenaline dan noradrenaline
d. Penyakit gastrointestinal seperti maag
e. Masalah pernapasan
f. Peningkatan jumlah keringat
g. Penyakit kulit
h. Sakit kepala
i. Kanker
j. Cidera tubuh
k. Kelelahan fisik
l. Ketegangan otot
m. Gangguan tidur
n. Kematian
3. Simtom perilaku, berupa;
a. Prokrastinasi dan menghindari pekerjaan
b. Penurunan prestasi dan produktivitas kerja secara keseluruhan
c. Meningkatnya penggunaan alkohol dan obat-obatan
d. Sabotase langsung pada pekerjaan
e. Meningkatnya kunjungan ke klinik
g. Tidak nafsu makan sebagai bentuk dari penarikan diri yang mungkin
dikombinasikan dengan tanda-tanda depresi
h. Kehilangan nafsu makan dan berat badan
i. Peningkatan perilaku beresiko seperti mengemudi dan perjudian
j. Agresi, perusakan, dan pencurian
k. Memburuknya hubungan dengan keluarga dan teman
l. Bunuh diri atau mencoba bunuh diri
3. Aspek Stres Kerja
Ada beberapa aspek yang dapat meningkatkan stress kerja (Sarafino, 2010)
yaitu:
a. Lingkungan kerja fisik
Stress meningkat ketika pekerjaan tersebut berada dalam level ekstrim
seperti kebisingan, suhu, kelembaban dan penerangan yang berada pada
level ekstrim (McCoys & Evans, 2005).
b. Kurangnya kontrol yang dirasa
Seorang pekerja merasa stres ketika mereka memiliki sedikit kesempatan
untuk mempelajari keahlian baru dan membuat keputusan bagi orang lain
(Fitzgeralds et.al, 2003).
c. Hubungan interpersonal yang buruk
Seorang pekerja mengalami stres kerja ketika teman kerja atau kliennya
d. Merasa tidak diakui dalam pekerjaan
Pekerja merasa stres ketika mereka tidak dipromosikan padahal mereka
yakin kalau mereka berhak terhadap promosi tersebut (steptoe & Ayers,
2004).
e. Kehilangan pekerjaan
Seseorang merasa stres ketika mereka kehilangan pekerjaan atau di PHK.
4. Sumber Stres Kerja
Sumber stres adalah suatu keadaan, situasi atau peristiwa yang
menyebabkan stres. King (2007) berpendapat bahwa sumber utama stres kerja
adalah konflik peran dan beban kerja.
Tosi (dalam Wijono, 2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima
macam faktor yang menyebabkan stres kerja yaitu
1. Faktor yang berkaitan dengan pekerjaan dari individu
Ada beberapa tugas yang dapat menyebabkan stres kerja seperti pekerjaan
yang mengancam kesehatan atau pekerjaan yang berhubungan dengan
bahan-bahan beracun.
2. Tanggung jawab individu
Tanggung jawab yang lain dapat membuat stres (Cooper & Marshall, 1976;
Wijono, 2010). Ketika seseorang tidak memiliki kepercayaan diri dan
menganggap tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi situasi yang
3. Faktor organisasi
Suatu organisasi dapat menyebabkan stres. Adapun ciri-ciri organisasi yang
menjadi sumber stres adalah taraf perubahan organisasi, tingkat organisasi,
batas peran dan keadaan yang sulit dalam organisasi.
4. Tekanan peran
Adanya ketidakjelasan dan konflik dalam peran dapat menyebabkan stres
kerja. Lebih spesifik lagi, Greenberg (2002) menyatakan bahwa stres juga
meningkat ketika seseorang merasa ada ketidakjelasan di dalam
pekerjaannya. Misalnya terlalu banyak atau terlalu sedikitnya pekerjaan,
ambiguitas peran dan ketidakjelasan tuntutan dalam pekerjaan (Schaufeli &
Peeters, 2000).
5. Kesempatan untuk terlibat dalam tugas
Ketika seorang individu memiliki partisipasi yang banyak dalam mengambil
keputusan maka akan mengalami stres rendah.
Menurut Moos (dalam King, 2007) terdapat empat karakteristik pekerjaan
yang menyebabkan stres kerja yaitu tuntutan tugas yang tinggi seperti beban kerja
berat dan tekanan waktu; tidak memiliki kesempatan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan; kurang kejelasan mengenai kriteria kinerja; tingkat kntrol
Rollinson (2005) menyatakan terdapat 4 faktor utama penyebab stres
yakni lingkungan, faktor organisasi, faktor hubungan sosial dan faktor individu itu
sendiri dalam konteks organisasi.
a. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dapat berasal di luar karyawan atau organisasi
yang berpotensi mengganggu karyawan atau organisasinya. berupa faktor
sosial politik yang dapat berupa pemerintahan yang baru, iklim politik dan
bagaimana interaksi orang-orang di sekitar; faktor teknologi karena
perkembangan teknologi yang pesat sehingga karyawan sulit beradaptasi
yang dapat menyebabkan stres; faktor pekerjaan dan keluarga, terjadi
ketika masalah pekerjaan dibawa ke rumah oleh individu atau anggota
keluarga yang lain dapat memicu munculnya stres bagi anggota keluarga
yang lain (Jones & Fletcher dalam Rollinson, 2005). Selain itu adanya
ambiguitas peran dengan tuntutan yang berbeda pada saat berada di tengah
keluarga dan rekan kerja juga dapat menjadi salah satu faktor stres bagi
seorang karyawan ( Lewis & Cooper, dalam Rollinson 2005).
b. Faktor organisasi
Stres juga dapat berasal dari organisasi, dimana seluruh aspek dari
organisasi berpotensial membangkitkan stres pada karyawan. Adanya
kebingungan peran mengenai pekerjaan, batasan kekuasaan dan
ketidakpastian dalam pekerjaan dapat menjadi penyebabnya.
Stres bisa terjadi dari hasil hubungan seorang karyawan dengan atasannya.
Adanya instruksi yang kurang jelas, kurangnya dukungan secara fisik
maupun emosional dan kurangnya penghargaan dari atasan dapat membuat
karyawan merasa bekerja di bawah tekanan (Schuller, 2002). Selain itu
Argyris dalam Rollinson (2005) menyebutkan bahwa adanya yang terjadi
konflik dengan rekan kerja dapat menjadi faktor stres pada karyawan,
seperti kurangnya rasa saling menghargai, kurangnya rasa saling percaya
dan tidak adanya simpati satu dengan yang lainnya.
d. Faktor individu dalam konteks organisasi
Pada faktor individu, ada beberapa faktor yang berpengaruh pada stres
kerja karyawan, berupa kondisi fisik dan penyakit yang akan
mempengaruhi bagaimana tubuh merespon; job design yang berkaitan
dengan setting atau shift pekerjaan, di mana karyawan yang bekerja pada
shift malam akan merasa tekanan yang lebih tinggi karena terganggunya
kebutuhan biologis yang harus beristirahat pada malam hari; pekerjaan
dengan konsentrasi tinggi yang rentan mengalami kecemasan akibat
tanggung jawab yang dipikul dan pekerjaan yang rutin sehingga menjadi
terbiasa serta tidak merasa adanya tantangan dalam pekerjaan pun dapat
B. BEBAN KERJA
1. Definisi Beban Kerja
Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran
pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan
hasil kali antara volume kerja dan norma waktu (Utomo, 2008). Menurut
Mempan (1997) pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah
kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang
jabatan dalam jangka waktu tertentu (Dhania, 2010).
Gawron (2008) mendefinisikan beban kerja sebagai sejumlah tuntutan
tugas sebagai usaha dan kegiatan atau prestasi yang dilakukan individu di
dalam bekerja. Menurut Hart and Staveland (Dhania, 2010) beban kerja
merupakan hubungan antara sejumlah kemampuan proses mental atau sumber
daya dalam menyelesaikan suatu tugas.
Menurut Gopher & Doncin (dalam Maya, 2012) beban kerja merupakan
suatu konsep yang disebabkan adanya keterbatasan kapasitas dalam memproses
informasi. Saat menghadapi suatu tugas, individu diharapkan dapat
menyelesaikan tugas tersebut pada suatu tingkat tertentu. Namun ketika
keterbatasan yang dimiliki individu tersebut menghambat tercapainya hasil
kerja pada tingkat yang diharapkan, ini berarti telah terjadi kesenjangan antara
tingkat kemampuan dan tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini
Pengertian beban kerja dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu
secara subyektif dan secara obyektif. Beban kerja secara obyektif adalah
keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan. Beban
kerja subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap pertanyaan
tentang beban kerja yang diajukan, tentang perasaan kelebihan jam kerja,
ukuran dan tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja (Groenewegen & Hutten,
1991; Mike, 2011). Beban kerja subjektif merupakan bagaimana seseorang
mempersepsikan beban kerja tersebut.
Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima
pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima
seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun
psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat
berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat
berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong.
Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian
dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba,
2000).
Jadi dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah persepsi pekerja
mengenai sekumpulan kegiatan yang harus diselesaikan pekerjaan dalam batas
2. Jenis Beban Kerja
Menurut McShane & Von Glinov (2003), beban kerja terbagi ke dalam
dua jenis yaitu
a. Beban kerja sedikit, ketika pekerja menerima sedikit pekerjaan atau tugas
yang membuatnya tidak mampu mengeluarkan kemampuan yang dimiliki
secara maksimal.
b. Beban kerja berlebih, ketika pekerja menerima kelebihan beban kerja.
Sedangkan menurut Berry (1998) beban kerja berlebih dan beban kerja
sedikit dapat dideskripsikan ke dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif:
a. Beban berlebih kuantitatif yaitu pekerjaan yang terlalu banyak untuk
dikerjakan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah
desakan waktu di mana tugas tersebut harus diselesaikan secepat mungkin.
pada saat tertentu deadline ini dapat menghasilkan motivasi dan prestasi,
tetapi juga dapat menimbulkan banyak kesalahan dan mengganggu
kesehatan seseorang.
b. Bebab berlebih kualitatif yaitu pekerjaan yang terlalu sulit untuk
dikerjakan, di mana pekerjaan ini menitikberatkan pada pekerjaan otak dan
pekerjaannya semakin majemuk. Sehingga dapat menyebabkan kelelahan
mental serta reaksi-reaksi emosional dan fisik
c. Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif yaitu pekerjaan yang terlalu sedikit
psikologis, di mana pekerjaan yang banyak melakukan pengulangan gerak
akan menimbulkan rasa bosan dan rasa monoton yang dapat
mengakibatkan berkurangnya perhatian sehingga akan berbahaya jika
pekerja gagal bertindak apabila terjadi keadaan yang darurat.
d. Beban kerja terlalu sedikit kualitatif yaitu pekerjaan yang terlalu mudah
untuk dikerjakan. Di mana pekerja tidak memiliki kesempatan untuk
menggunakan keterampilannya sehingga dapat menurunkan semangat dan
motivasi pekerja (Sutherland & Cooper, 2000)
Beban kerja yang terlalu berlebihan dan sedikit dapat menyebabkan
stress (Munandar, 2001). Beban kerja dapat dibedakan menjadi beban kerja
terlalu sedikit/banyak “kuantitatif” yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas
yang terlalu banyak/sedikit dalam waktu tertentu dan beban kerja terlalu
berlebih/sedikit “kualitatif” ketika seseorang tidak mampu melaksanakan suatu
tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan dari tenaga kerja.
1. Beban berlebih kuantitatif; harus melakukan terlalu banyak hal yang
biasanya disebabkan oleh desakan waktu
2. Beban terlalu sedikit kuantitatif; sedikitnya pekerjaan dapat mempengaruhi
kesejahteraan psikologis seseorang dan juga pekerjaan yang berulang dapat
menimbulkan rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan sebagai sumber stres.
3. Beban berlebihan kualitatif; adanya kemajemukan tugas yang harus
diselesaikan pekerja. Stress muncul ketika mereka tidak mampu
4. Beban terlalu sedikit kualitatif; stress muncul ketika pekerja tidak diberi
peluang untuk menggunakan keterampilan yang dimiliki.
3. Dampak dari Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan stres kerja bagi
karyawan baik secara fisik maupun psikis seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan (Manuaba, 2000). Tak hanya beban kerja yang terlalu berlebihan,
beban kerja yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan stres kerja (McShane
& Glinov, 2003). Seperti pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan
bagi karyawan (Manuaba, 2000).
C. AIR TRAFFIC CONTROLLER (ATC)
Air Traffic Controller atau yang disebut sebagai pemandu lalu lintas udara
merupakan pekerja yang bertanggung jawab terhadap rute pesawat, menghindari
tabrakan di udara, menggunakan radar untuk melacak posisi pesawat yang tepat,
menjaga keamanan di wilayah udara yang menjadi tanggung jawabnya dan
memberikan rute yang paling efisien bagi penerbangan (AGCAS, 2012).
Tugas dari Air Traffic Controller adalah menginstruksi dan memberi
informasi pada pilot melalui radio untuk menjaga agar penerbangan menjadi
nyaman, efisien dan tepat waktu (NATS, 2013). Selain itu tugas Pemandu Lalu
Lintas Udara (ATC/Air Traffic Controller) yang tercantum di dalam Annex 2
adalah mencegah tabrakan antar pesawat, mencegah tabrakan pesawat dengan
penghalang penerbangan, mengatur arus lalu lintas udara yang aman, cepat dan
teratur kepada pesawat terbang, baik yang berada di ground atau yang sedang
terbang / melintas dengan menggunakan jalur yang telah ditentukan (Pustekkom,
2007).
Menurut Mulyadi Abdi, Deputy Senior General Manager PT. Angkasa
Pura II Bandara Soekarno Hatta, menyebutkan terdapat empat tingkatan petugas
ATC yaitu junior air traffic control, senior air traffic control, radar controller
dan supervisor ATC (Handrini, 2013; kompasiana.com). Adapun tugas dari
masing-masing tingkatan sebagai berikut:
1. Junior air traffic control, yaitu pengawas pada unit aerodrome control
service atau tower control bertugas untuk memandu pesawat yang bergerak di
kawasan bandara dan pergerakan pesawat saat berada di ruang udara bandara
dengan ketinggian maksimal 2.500 kaki.
2. Senior air traffic control, yaitu pengawas unit approach control service yang
bertugas melayani lalu lintas penerbangan dari tinggal landas menuju jalur
penerbangan en-route yang direncanakan atau dari tahapan en-route menuju
pendaratan di bandara. Pesawat yang masuk ke dalam pengawasan layanan
approach control berada pda ketinggian di atas 2.500 kaki – 24.500 kaki.
Dalam pengawasan ini, petugas ATC berada di suatu ruangan dengan
3. Radar controller, yaitu pengawas di unit area control service bagian sistem
radar yang bertugas mengawasi pesawat yang berada di ketinggian lebih dari
24.500 kaki.
4. Supevisor ATC yang bertugas memimpim kegiatan pemandu lalu lintas
penerbangan di dalam ATC.
D. TINGKAT STRES KERJA DITINJAU DARI BEBAN KERJA PADA
AIR TRAFFIC CONTROLLER
Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan
dengan pekerjaan mereka. Salah satu pekerjaan yang memiliki stres kerja tinggi
adalah Air Traffic Controller (ATC). Hal ini sejalan dengan pendapat Mohler
(1983), seorang Air Traffic Controller (ATC) memiliki pengalaman yang tinggi
terhadap stres di tempat kerja (Berry, 1998). Selye (dalam Rice, 1992)
menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja
yang menyebabkan reaksi individu berupa gejala pada fisiologis, psikologis, dan
perilaku.
Adapun gejala yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat dilihat dari
berbagai faktor yang menunjukkan perubahan berupa; perubahan fisiologis,
ditandai dengan adanya gejala-gejala berupa gangguan tidur, ketegangan otot,
kelelahan fisik, sakit kepala; perubahan psikologis, ditandai dengan kecemasan
yang terus-menerus, perasaan tertekan,perasaan frustasi dan marah, menarik diri
Perubahan perilaku, ditandai dengan prokrastinasi, penggunaan obat-obatan dan
alkohol, agresi, memburuknya hubungan dengan keluarga (Rice, 1987). Hal ini
didukung dengan penelitian terhadap ATC, di mana satu per tiga dari sample
mengalami hipertensi, setengahnya mengalami masalah psikis, dan setengahnya
menjadi seorang peminum (Rose, Jenkins, & Hurst, 1978; Berry, 1998) yang
merupakan gejala dari stress kerja.
Ada beberapa sumber stres kerja, di mana salah satunya merupakan beban
kerja. Menurut King (2007), beban kerja merupakan salah satu sumber stres kerja
selalin konflik peran. Sarafino (2011) juga berpendapat bahwa tuntutan berupa
tugas-tugas dapat menyebabkan stres kerja bagi individu. Adapun tuntutan
tersebut berupa jenis dari pekerjaan itu sendiri dan beban kerja (Sarafino, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Shouksmith & Burrough (1988; Berry,
1998) di Selandia Baru dan Kanada mengenai ATC, diperolah bahwa sampel
memdeskripsikan penyebab dari stres berupa peralatan yang minim, ketakutan
adanya kecelakaan, lingkungan kerja yang minim, dan beban kerja yang tinggi
selama puncak lalu lintas udara (Berry, 1998).
Beban kerja yang dirasakan setiap pekerja berbeda-beda tergantung
persepsi dari masing-masing pekerja. Beban kerja yang terlalu berlebihan dan
terlalu sedikit dapat menyebabkan stress kerja (Munandar, 2001). Beban kerja
dapat dibedakan menjadi beban kerja terlalu sedikit/banyak “kuantitatif” yang
timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit dalam waktu
tertentu dan beban kerja terlalu berlebih/sedikit “kualitatif” ketika seseorang tidak
dari tenaga kerja. Menurut A.S. Munandar (2001:381; Lesmana, 2010) beban
kerja berlebih merupakan salah satu faktor timbulnya stres kerja. Stres yang
terjadi pada ATC dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat akibat dari
kelalaian ATC itu sendiri (Lesmana, 2010).
E. HIPOTESA
Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah: “ada perbedaan tingkat stres kerja ditinjau dari beban kerja
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, di mana
penelitian ini untuk melihat pengaruh antara dua variabel yaitu variabel beban
kerja dengan variabel stress kerja. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai
identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan lokasi
penelitian, metode dan alat pengumpulan data, validitas, reliabilitas, dan uji daya
beda aitem, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode pengolahan data.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL
Variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian. Variabel penelitian juga sering disebut sebagai faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Adapun variabel dalam
penelitian ini adalah:
DV (variabel tergantung) = stres kerja
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
1. Definisi Operasional Stres Kerja
Stres kerja adalah suatu sumber atau stressor kerja yang dirasakan ATC
karena ketidaksesuaian antara kemampuan dan tuntutan pekerjaan yang
menyebabkan reaksi tertentu seperti sakit kepala, pusing, sulit tidur, mudah
marah, mengalami gangguan pencernaan, di mana variabel ini akan diukur
melalui skala stres kerja berdasarkan teori Rice (1987)
2. Definisi Operasional Beban Kerja
Beban kerja adalah pandangan ATC mengenai kemampuannya dalam
menyelesaikan tugas yang dibebankan padanya seperti tuntutan tugas, keahlian
dalam menyelesaikan tugas, tingkat kesulitan dari tugas tersebut dan banyak
sedikitnya tugas yang diberikan, di mana beban kerja ini akan diukur
menggunakan skala beban kerja berdasarkan teori Berry (1998).
C. POPULASI DAN LOKASI PENELITIAN
1. Populasi
Populasi adalah sekelompok subjek yang dikenai generalisasi hasil
penelitian (Azwar, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
karyawan yang bekerja sebagai Air Traffic Controller (ATC), di mana populasi
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Air Nav, Bandara Kuala Namu dan Bandara
Polonia.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode
pengumpulan data dengan menggunakan skala yaitu skala stres kerja dan skala
beban kerja yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang terdapat di kedua
variabel.
1. Skala stres kerja
Dalam penelitian ini menggunakan skala stress kerja yang disusun oleh
peneliti berdasarkan gejala/simptom dari stres kerja yaitu fisiologis, psikologis
dan perilaku (Rice, 1987).
Bentuk skala tersebut berupa pernyataan yang disertai pilihan jawaban
sangat sesuai (SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak
sesuai (STS). Semua aitem tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis aitem, yaitu
aitem yang favorable dan aitem yang unfavorable. Pemberian skor adalah
berdasarkan pada favorable atau tidaknya suatu aitem. Untuk aitem favorable,
skor tertinggi pada jawaban sangat sesuai (SS) dengan skor 5, sedangkan skor
terendah terletak pada jawaban sangat tidak sesuai (STS) dengan skor 1.
sangat tidak sesuai (STS) dengan skor 5 dan skor terendah pada jawaban sangat
setuju (SS) dengan skor 1.
Tabel 1
Blue Print Skala Stres Kerja (Sebelum Uji Coba)
Simptom Indikator Favorabel Unfavorabel Total Bobot
Psikologis Kecemasan,
perasaan frustrasi,
kebingungan,
kemarahan, perasaan
tertekan, kebosanan,
ketidakpuasan kerja,
kurang efektif dalam
Fisiologis Sakit kepala,
memburujnya
hubungan dengan
keluarga dan teman,
prokrastinasi dan
menghindari
pekerjaan.
22, 26, 27, 30
Total 27 3 30 100%
Penyebaran aitem dari masing-masing simtom tidak seimbang karena
peneliti berfokus pada simtom psikologis untuk melihat stres kerja yang dirasa
oleh ATC. Selain itu juga karena peneliti mengalami kesulitan dalam membuat
aitem untuk simtom perilaku dan fisik. Seperti pendapat Robbins (2005),
simtom fisik pada kenyataannya menjadi kontribusi terhadap kesukaran
mengukur stres kerja secara objektif.
2. Skala beban kerja
Dalam penelitian ini menggunakan skala beban kerja yang disusun
berdasarkan beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif (Berry, 1998).
Bentuk skala tersebut berupa pernyataan yang disertai pilihan jawaban
sangat sesuai (SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak
sesuai (STS). Semua aitem tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis aitem, yaitu
berdasarkan pada favorable atau tidaknya suatu aitem. Untuk aitem favorable,
skor tertinggi pada jawaban sangat sesuai (SS) dengan skor 5, sedangkan skor
terendah terletak pada jawaban sangat tidak sesuai (STS) dengan skor 1.
Sebaliknya, untuk aitem yang unfavorable, skor tertinggi terletak pada jawaban
sangat tidak sesuai (STS) dengan skor 5 dan skor terendah pada jawaban sangat
setuju (SS) dengan skor 1.
Tabel 2
Blue Print Skala Beban Kerja (Sebelum Uji Coba)
Jenis Indikator Favorabel Unfavorabel Total Bobot
Work
underload
Kuantitatif 9, 15 - 2 15,8%
kualitatif 17 - 1
Work overload Kuantitatif 1, 2, 11 10, 16, 18 6 84,2%
kualitatif 4, 6, 3, 5,7, 8, 12,
13, 14, 19
10
E. VALIDITAS, RELIABILITAS DAN UJI DAYA BEDA ITEM
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Validitas suatu alat ukur dalam suatu penelitian sangat diperlukan
karena melalui pengujian validitas dapat diketahui seberapa cermat suatu alat
ukur melakukan fungsinya. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes yang
digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang
seharusnya diukur (Hadi, 2000). Validitas isi menunjukkan sejauh mana
aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur.
Penegertian mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes tersebut
harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar
dari batasan tujuan pengukuran. Pengujian validitas isi ini dilakukan dengan
analisa rasional atau professional judgement.
2. Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas
merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan
fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya
mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung
makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000). Reliabilitas alat ukur
bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000).
Pada penelitian ini estimasi reliabilitas dilihat dengan menggunakan koefisien
alpha cronbach (Azwar, 2000).
3. Uji Daya Beda Item
Uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak
memiliki atribut yang hendak diukur (Azwar, 2004). Pengujian daya beda
aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor
pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala
itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product
Moment (Azwar, 2004).
Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan
1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item
maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2000).
Batasan nilai indeks daya beda item dalam penelitian ini adalah 0,3, sehingga
setiap item yang memiliki harga kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan
dalam pengambilan data yang sebenarnya.
4. Uji Coba Alat Ukur
berjumlah 15 aitem, simtom fisik berjumlah 6 aitem dan simtom perilaku berjumlah 9 aitem. Sementara untuk skala beban kerja dengan pembagian sebagai berikut yaitu untuk work underload kuantitative berjumlah 2 aitem, work underload kualitative
berjumlah 1 aitem, work overload kuantitativeberjumlah 6 orang dan work overload
kualitative berjumlah 10 aitem. Setelah dilakukan uji coba, dengan menggunakan
SPSS versi 16.0 for windows maka diperoleh hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas
dengan koefisien alpha cronbach keseluruhan aitem untuk skala stres kerja sebesar 0,916 di mana terdapat 4 aitem yang gugur yaitu aitem nomor 15 (simtom psikologis), aitem nomor 26 dan 27 (simtom perilaku), aitem nomor 29 (simtom fisik). Kemudian untuk skala beban kerja diperoleh koefisien alpha cronbach sebesar 0,892 di mana terdapat 2 aitem yang gugur yaitu aitem nomor 16 dan 18 (workoverload kuantitatif). Aitem-aitem yang gugur pada masing-masing skala dikarenakan harga kritik pada masing-masing aitem berada di bawah 0,03.
F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
Adapun prosedur pelaksanaan penelitian yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut :
1. Persiapan Penelitian
a. Pembuatan Alat Ukur
Pada tahap ini, peneliti membuat alat ukur berupa skala stres kerja dan
skala beban kerja berdasarkan teori. Pada skala stres kerja peneliti
b. Permohonan Izin
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat permohonan izin di
Fakultas Psikologi, yang selanjutnya surat tersebut peneliti berikan kepada
pihak PT. Air Nav agar mendapatkan izin meneliti di sana.
c. Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat validitas dan reliabilitas skala
beban kerja dan stres kerja. Uji coba alat ukur menggunakan try out
terpakai. try out terpakai hanya menggunakan satu kali pengambilan data
dan dapat digunakan sebagai data karena jumlah item yang dirancang sudah
diminimalkan item yang gugur sehingga diharapkan dapat memberikan
hasil yang baik. Kekurangan try out terpakai adalah data yang sudah
disusun tidak dapat diubah kembali karena skala langsung dihitung
menggunakan statistik sehingga skala diharapkan harus benar-benar
matang untuk mengurangi jumlah aitem yang gugur karena tidak ada
kesempatan kedua dalam pengumpulan data lapangan (Hadi, 2000).
2. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 29 Mei 2014 di PT.
Air Nav Bandara Kuala Namu dan Bandara Polonia. Skala penelitian tersebut
diberikan pada seluruh ATC yang berjumlah 60 orang tanpa membeda-bedakan
3. Pengolahan Data
Setelah diperoleh data dari skala stres kerja dan skala beban kerja pada
masing–masing subjek, maka dilakukalah pengolahan data dengan
mengunakan metode statistik. Pengolahan data menggunakan bantuan program
aplikasi komputer SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version.
G. METODE ANALISIS DATA
Metode analisis data yang digunakan untuk melihat tingkat stres kerja
ditinjau dari beban kerja dengan menggunakan uji ANOVA yang memakai
bantuan program aplikasi komputer SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version.
Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
yang meliputi:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data yang dianalisis
sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip-prinsip distribusi normal agar dapat
digeneralisasikan terhadap populasi. Uji normalitas pada penelitian ini
dilakukan untuk membuktikan bahwa data semua variabel yang berupa
skor-skor yang diperoleh dari hasil penelitian tersebar sesuai dengan kaidah normal.
Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov. Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji yang
(skor yang diobservasi) dengan suatu distribusi teoritis tertentu. Kaidah normal
yang digunakan adalah jika p ≥ 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan
sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi,
2000).
2. Uji Homogenitas
Tujuan dilakukannya uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah
kelompok subjek memiliki skor variansi yang sama. Uji homogenitas ini
dilakukan dengan menggunakan Analisa Varians melalui Levene Statisic dengan
bantuan SPSS version 17.0 for windows. Subjek penelitian dikatakan homogen
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan mengenai hasil keseluruhan penelitian sesuai dengan data
yang diperoleh. Pembahasan ini akan dimulai dengan memberikan gambaran
umum mengenai subjek penelitian, kemudian mengenai analisis data dan
pembahasan data penelitian.
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pegawai Air Traffic
Controller (ATC) yang berjumlah 60 orang. Sebelum melakukan analisis data,
peneliti akan menguraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin,
usia, dan lama bekerja.
1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan. Deskripsi subjek berdasarkan jenis
Tabel 3. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)
Laki-laki 37 61,67
Perempuan 23 38,33
Total 60 100
Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian
yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada subjek penelitian yang
berjenis kelamin perempuan. Hal ini dapat dilihat melalui jumlah subjek yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 37 orang(61,67%), sedangkan subjek yang
berjenis kelamin perempuan berjumlah 23 orang (38,33%).
2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia, subjek penelitian dapat dibagi menjadi dua kelompok
yaitu dewasa awal dan dewasa madya. Menurut Havighurst (Papalia, Olds, &
Feldman, 2008) rentang usia 20-40 tahun disebut masa dewasa awal, sedangkan
rentang usia 40-60 tahun disebut masa dewasa madya. Deskripsi subjek
Tabel 4. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Usia (Tahun) Jumlah (N) Persentase (%)
20 – 40 49 81,67
41 – 60 11 18,33
Total 60 100
Berdasarkan tabel 4 di atas diketahui bahwa jumlah subjek penelitian yang
berusia antara 20 - 40 tahun sebanyak 49 orang (81,67%), sedangkan subjek
penelitian yang berusia antara 40 - 60 tahun berjumlah 11 orang (18,33%). Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah subjek yang berada pada usia dewasa awal lebih
banyak daripada jumlah subjek yang berada pada usia dewasa madya.
3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja
Dalam penelitian ini, gambaran subjek berdasarkan masa kerja yang dibagi
Morrow & McElroy (1987) ke dalam 3 tahapan, yaitu
a. Tahap pembentukan (establishment stage), yaitu masa kerja kurang dari 2
tahun
b. Tahap lanjutan (advance stage), yaitu masa kerja antara 2 – 10 tahun