TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Ternak Sapi Potong
Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya
penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam
kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi dapat
menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan
berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan
tulang (Sudarmono, 2008).
Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab
volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, dinegara kita sebagian
besar ternak sapi potong dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan
lahan dan lahan yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).
Permintaan daging sapi dipasar domestik cukup tinggi dan selalu
meningkat dari tahun ketahun, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,
peningkatan income dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Konsumsi daging perkapita tahun 2007 meningkat 4,8% dibanding tahun
sebelumnya. Konsumsi daging tahun 2006 sebesar 6,3 kg per kapita dana pada
tahun 2007 meningkat menjadi 6,6 kg per kapita (Direktorat Jenderal Peternakan,
2007).
Sedangkan data untuk konsumsi dan produksi daging sapi diindonesia dapat
dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Produksi dan konsumsi daging sapi diindonesia tahun 2006 – 2010
Tahun Produksi Daging (ton) Konsumsi(ton)
2005 271.840 378.930
2006 288.430 399.660
2007 314.300 421.520
2008 328.610 444.580
2009 423.730 468.900
2010 483.640 499.550
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005)
Jumlah populasi sapi merupakan salah satu faktor yang menentukan
jumlah penawaran daging sapi domestik. Populasi sapi di indonesia tahun 2005
mencapai 10,6 juta ekor. Sebagian besar usaha ternak di indonesia masih di
lakukan oleh peternakan rakyat dan dilakukan sebagai usaha sampingan.
Pemotongan sapi merupakan hal yang mempengaruhi populasi.
Geografi Kabupaten Karo
a. Geografi
Secara geografi letak Karo berada diantara 97⁰55’- 98⁰38’ Bujur Timur
dan 2⁰50’ - 3⁰19’ Lintang Utara dengan luas 2.127,25 Km2 atau sekitar 2,97%
dari luas Provinsi Sumtera Utara. Kabupaten Karo berada pada ketinggian 280-
1.420 m di atas permukaan laut dan terletak pada jajaran bukit barian sehingga
sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif
juga terletak di wilayah ini sehingga rawan gempa vulkanik (Badan Pusat Statistik
Kabupaten Karo, 2013).
Kabupaten Karo berbatasan langsung dengan lima kabupaten dan satu
Deli Serdang, sebelah selatan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir,
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun dan sebelah barat dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Badan
Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2013).
b. Iklim
Kabupaten Karo beriklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu musim
kemarau atau musim hujan. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai
dengan bulan Januari dan musim kedua pada bulan Maret sampai dengan bulan
Mei, sedangkan musim kemarau biasanya pada bulan Februari, Juni dan Juli
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2013).
Curah hujan di Kabupaten Karo tahun 2010 tertinggi pada bulan
November sebesar 268 mm dan terendah pada bulan Januari sebesar 64 mm,
sedangkan jumlah hati hujan tertinggi pada bulan November sebanyak 21 hari dan
terendah pada bulan Februari sebanyak 7 hari. Suhu udara rata-rata berkisar
18,8⁰C sampai dengan 19,8⁰C dengan kelembapan udara rata-rata setinggi
84,66% (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2013).
Tataniaga
Arti Tataniaga
Tataniaga adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan
perbedaan harga yang di bayar kepada penjual pertama (Hp) dan harga yang di
bayarkan oleh pembeli terakhir (He). Margin tataniaga adalah selisih antara harga
yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima lembaga tataniaga yang
Makin panjang tataniaga (semakin panjang lembaga yang terlibat) maka makin
besar pula margin tataniaganya (Daniel, 2002). Untuk menyatakan perbedaan
harga yang di bayar kepada penjual pertama (Hp) dan harga yang di bayarkan
kepada pembeli terakhir (He) ditulis dalam rumus :
Margin tiap lembaga pemasaran
M = He – Hp
Dimana :
M = Margin Pemasaran (tataniaga)
Hp = Harga yang dijual kepada penjual pertama (Rp/ekor)
He = Harga yang di bayar kepada pembelian terakhir (Rp/ekor)
Margin tiap saluran pemasaran (Swastha, 1991)
Mt = M1 + M2 + ... + Mn
Dimana :
Mt = Margin saluran pemasaran
M1 = Margin pemasaran lembaga pemasaran ke-1
M2 = Margin pemasaran lembaga pemasaran ke-2
Mn = Margin pemasaran lembaga pemasaran ke-n
Pasar
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya antara penjual dan
pembeli serta di tandai dengan transaksi penjual dan pembeli dan juga transaksi
antara penjual dan pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar
menawar, bangunan biasanya terdiri atas kios-kios atau gerai, los, dan dasaran
yang terbuka yang dibuka oleh penjual atau pengelola pasar. Kebanyakan menjual
telur, daging, pakaian, dan lain-lain. Pasar tradisional seluruh indonesia mencoba
bertahan menghadapi serangan dari pasar modern (Anonim, 2009).
Pasar dibagi dalam kelompok-kelompok responsip terhadap hal yang
berbeda seperti harga, kualitas barang, pengiklanan pengecer, dan sebagainya.
Bila penjual mengetahui sekelompok pembeli lebih responsip terhadap perubahan
dalam pengeluaran untuk pengiklanan dari pada perubahan faktor-faktor pasar
(Angipora, 2002).
Defenisi pasar sebagai produsen adalah sebagai tempat untuk menjual
barang dan jasa sehingga konsumen tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginannya, sedangkan bagi lembaga pemasaran pasar merupakan tempat untuk
melakukan aktivitas usaha dengan melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran tertentu
sehingga lembaga pemasaran dapat keuntungan (Sudiyono, 2002).
Pemasaran
a. Arti Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari berbagai faktor
tersebut adalah masing-masing individual maupun kelompok mendapatkan
kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan
produk yang memiliki nilai (Rangkuti, 2004).
Pemasaran merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan usaha
produksi, karena pemasaran adalah ujung tombak untuk menilai berhasil atau
tidaknya usaha yang dijalankan. Tujuan akhir dari suatu proses produksi adalah
menghasilkan produk atau jasa (atau kombinasi keduanya) untuk dipasarkan atau
Rangsangan (stimulasi) yang dapat mendorong produsen untuk berproduksi
adalah harga yang memadai dan tersedianya pasar (Nugraha, 2006).
Pemasaran terdiri dari kegiatan menyalurkan produk dari produsen kepada
konsumen. Output dari pemasaran adalah kepuasan konsumen atas barang dan
jasa tersebut. Input dari pemasaran adalah tenaga kerja, modal, dan manajemen.
Efisiensi pemasaran juga dapat berarti maksimisasi penggunaan rasio input
-output, yaitu mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen
dengan output barang dan jasa. Biaya pemasaran baik besar maupun kecil adalah
indikasi bahwa pemasaran telah dilakukan (Nugraha, 2006).
Para pemasar harus memahami tehnik-tehnik dasar untuk potensi pasar
dan prakiraan permintaan dimasa yang akan datang. Setiap tehnik memiliki
kelebihan dan keterbatasan tersendiri yang harus benar-benar dipahami agar
terhindar dari kekeliruan dalam penggunaannya (Kotler, 1992).
Pemasaran dapat didefinisikan sebagai kegiatan bisnis yang mengatur arus
barang dan jasa dari produsen ke konsumen sesuai dengan waktu, tempat dan
bentuk yang dikehendaki pada harga yang di bayar konsumen (Cahyono, 1994).
b. Saluran dan Lembaga Pemasaran
Kotler (2002) memberikan definisi saluran pemasaran sebagai ” rangkaian
organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan
suatu produk barang atau jasa siap untuk dikonsumsi”. Dalam proses penyaluran
produk dari pihak produsen hingga mencapai konsumen akhir, sering ditemui
adanya lembaga lembaga perantara, mulai dari produsen sendiri, lembaga
-lembaga perantara, hingga konsumen akhir. Karena adanya perbedaan jarak dari
diharapkan kehadirannya untuk membantu penyaluran barang dari produsen ke
konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dengan konsumen, maka saluran
pemsaran yang terbentuk pun akan semakin panjang.
Limbong dan Panggabean, (1985) menyatakan bahwa ” keputusan saluran
pemasaran merupakan salah satu keputusan paling rumit dan menantang yang
dihadapi produsen.”. Artinya, saluran pemasaran yang dipilih akan sangat
mempengaruhi semua keputusan pemasaran lainnya.
Penyaluran barang-barang dari pihak konsumen terlibat satu sampai
beberapa golongan pedagang perantara. Pedagang perantara ini dikenal sebagai
saluran tataniaga (Marketing Chanel). Tegasnya saluran tataniaga terdiri dari pedagang perantara yang memiliki barang dagangan atau hanya bertindak sebagai
agen dari pemilik barang (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
Menurut Rahadi dan Hartono (2003), bahwa pola pemasaran berlangsung
secara alami. Biasanya pola ini banyak dilakukan oleh peternak yang ingin
berusaha sendiri memasarkan produknya. Peternak dapat menjual langsung ke
konsumen, pedagang besar atau pasar-pasar yang telah ada. Salah satu pola
tersebut yaitu :
Pola 1. Peternak/produsen – konsumen
Pola 2. Peternak/produsen – pedagang pengumpul – konsumen
Pola 3. Peternak/produsen – pedagang pengumpul – rumah potong hewan –
eksportir/konsumen
Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui tergantung dari
1. Jarak antara produsen ke konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan
konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.
2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus
segera diterima konsumen dan dengan demikian mengkehendaki saluran yang
pendek dan cepat.
3. Skala produksi. Bila produksi langsung dalam ukuran-ukuran kecil maka
jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil.
Seluruh lembaga-lembaga pemasaran dalam proses penyampaian produk
dari produsen ke konsumen berhubungan satu sama lain yang membentuk
jaringan pemasaran. Arus pemasaran (Saluran Pemasaran) yang terbentuk dalam
proses pemasaran ini beragam sekali, misalnya :
Produsen berhubungan langsung dengan konsumen (produsen-konsumen)
Bentuk saluran distribusi yang paling pendek dan yang paling sederhana adalah
saluran distribusi dari produsen ke konsumen tanpa menggunakan perantara.
Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau langsung
mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah). Oleh karena itu saluran ini
disebut saluran distribusi langsung.
Produsen – pengecer – konsumen akhir
Seperti halnya dengan jenis saluran produsen – konsumen, saluran ini juga disebut
sebagai saluran distribusi langsung. Disini pengecer besar langsung melakukan
pembelian kepada produsen. Adapula beberapa produsen yang mendirikan toko
pengecer sehingga dapat secara langsung melayani konsumen.
Saluran distribusi semacam ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan
saluran distribusi tradisional. Disini produsen banyak melayani pedagang besar,
kepada pedagang besar saja tidak di jual kepada pedagang pengecer. Pembelian
oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani
oleh pengecer saja.
Produsen – agen – pengecer – konsumen akhir
Disini produsen memilih agen sebagai penyaluran dalam menjalankan kegiatan
perdagangan besar, dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya
terutama ditujukan kepada pengecer besar.
Produsen – agen – pedagang besar – pengecer – konsumen
Dalam saluran distribusi, sering menggunakan agen sebagai perantara untuk
menyalurkan barangnya ke pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada
toko-toko kecil. Agen yang terlihat dalam saluran distribusi ini terutama agen
penjualan.
Hubungan antar lembaga tersebut akan membentuk pola-pola pemasaran
yang khusus. Pola pemasaran yang terbentuk selama pergerakan arus komoditi
pertanian dari petani ke konsumen akhir disebut pemasaran (Kamaludin, 2008).
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran
berlangsung mulai dari peternak sampai konsumen akhir. Pedagang perantara
mengeluarkan biaya dalam rangka penyelenggaraan pemasaran ternak sapi hingga
konsumen. Besarnya biaya yang dikeluarkan bagi tiap saluran pemasaran selalu
berbeda-beda. Dengan demikian semakin panjang jalur pemasaran maka jumlah
Biaya terdiri atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah
biaya yang tidak berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam jumlah
kesatuan barang yang diproduksi atau dijual. Biaya tidak tetap adalah biaya
langsung yang dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam jumlah
kesatuan barang yang diproduksi atau dijual (Winardi, 1993).
c. Margin Pemasaran
Margin pemasaran dapat di definisikan sebagai perbedaan antara harga
yang di bayarkan konsumen dengan harga yang diterima peternak. Margin
pemasaran juga dapat didefinisikan merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran
yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari Jasa-jasa
penawaran. Margin pemasaran dikenal berbagai komponen yang terdiri dari :
1. Biaya-biaya yang diperlukan oleh lembaga-lembaga pemasaran untuk
melakukan fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya
fungsional
2. Keuntungan lembaga pemasaran. Pada umumnya produk yang berbeda
mempunyai jasa pemasaran yang berbeda (Abubakar, 2002).
Sudiyono (2002) memberikan pengertian margin tataniaga sebagai
perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima
oleh petani produsen. Sementara Limbong dan Panggabean (1985) memberikan
pengertian margin tataniaga sebagai nilai dari jasa- jasa pelaksanaan kegiatan
tataniaga sejak dari tingkatan produsen hingga tingkat konsumen akhir. Margin
tataniaga pada umumnya dianalisa pada komoditi yang sama, pada jumlah yang
Sudiyono (2002) menyatakan bahwa margin pemasaran memiliki
komponen yang terdiri dari: (a) biaya - biaya yang diperlukan lembaga - lembaga
pemasaran untuk melakukan fungsi - fungsi pemasaran. Biaya - biaya ini disebut
biaya pemasaran; (b) keuntungan ( profit ) lembaga pemasaran. Sementara itu
Limbong dan Panggabean (1985) menyatakan bahwa biaya tataniaga adalah
semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga - lembaga yang terlibat dalam
sistem tataniaga suatu komoditi dalam proses penyampaian komoditi tersebut
mulai dari produsen sampai kepada konsumen.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyatakan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi besarnya margin pemasaran yaitu :
1. Perubahan margin pemasaran, keuntungan dari pedagang perantara, harga
yang dibayar oleh konsumen dan harga yang diterima produsen.
2. Sifat barang yang di perdagangkan
3. Tingkat pengolahan barang
Biaya Transportasi (Pengangkutan)
Tranportasi merupakan tulang punggung ekonomi yang digunakan untuk
mendistribusikan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain, frekuensi
pendistribusian tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
tingkat jumlah penduduk serta tingkat kebutuhan terhadap barang. Frekuensi
pendistribusian barang dan orang merupakan volume dan berdampak terhadap
Permintaan Konsumen
Pada dasarnya, permintaan menujukkan hubungan antara harga dan jumlah
harga yang diminta. Hukum permintaan mengatakan bahwa apabila harga suatu
barang tinggi maka jumlah barang yang diminta rendah (sedikit) dan sebaliknya
apabila harga suatu barang rendah maka jumlah barang yang diminta tinggi atau
banyak (Wijaya, 1991).
Sampai juli 2013, stok daging (sapi dan kerbau) di sumut mencapai 5.997
ton atau setara 62.472 ekor. Stok ini melebihi kebutuhan warga yang mencapai
4.800 ton atau 50.000 ekor. Angka konsumsi daging ini diperoleh berdasarkan
hasil survei sosial ekonomi nasional, yakni 0,36 kg per kapita. Dengan jumlah
penduduk sumut yang mencapai 13.215.401 jiwa, maka diperoleh kebutuhan
daging yakni perkalian 0,36 kg perkapita x 13.215.401 jiwa menghasilkan 4.800
ton atau setara 50.000 ekor sapi (asumsi berat sapi per ekor antara 100 – 150 kg
dengan berat daging tanpa tulang mencapai 90 – 96 kg) (Dinas peternakan
provinsi sumatera utara, 2013).
Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara kegunaan pemasaran
dengan biaya pemasaran. Beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran
efisiensi pemasaran yaitu : 1. Keuntungan pemasaran, 2. Harga yang diterima oleh
konsumen, 3. Kompetensi dasar (Daniel, 2002).
Suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat
yaitu : 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil produsen sampai ke konsumen
dengan biaya serendah-rendahnya. 2. Mampu mengadakan pembagian dari
serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang (Downey dan Erikson,
1992).
Dalam mengukur suatu efisiensi usaha perlu di ukur juga tingkat efisiensi
pemasaran hasil baik dilakukan oleh petani atau oleh pihak lain hal ini penting
untuk menunjukkan bahwa dalam memproduksi komoditas pertanian faktor
pemasaran merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan. Jika selisih harga petani
(farm gate price) dengan konsumen dibawah 30% termasuk pemasaran yang efisien (Gray et al, 1996).
Menurut Sudiyono (2002), bahwa strategi yang dapat dilakukan oleh
produsen dan lembaga pemasaran untuk meningkatkan efisiensi pemasaran adalah
dengan memperluas pasar dan memperkecil margin pemasaran. Strategi
memperluas pasar dapat ditempuh dengan memperbesar permintaan konsumen