BAB II
KEADAAN PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN
SEBELUM TAHUN 1865
Bab ini menceritakan keadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum
masuknya kekuasaan Kolonial Belanda serta geografisnya. Dalam bab ini juga
dibahas mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan sebelum dikembangkan sebagai pelabuhan yang modern. Selain itu, bab ini
membahas bagaimana Kesultanan Asahan mengelola Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan sebagai pendapatan kesultanan yang dikelola dengan mengutip cukai setiap
kapal atau sampan yang melintasi pelabuhan baik kapal yang keluar ataupun kapal
yang masuk.
Pengelolaan pelabuhan juga meliputi keamanan, terutama mengamankan
adanya bahaya perompakan dan bajak laut baik di sungai maupun di laut yang selama
ini membahayakan dan merugikan perdagangan dari dan ke Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan. Dalam pengelolaan ini, Kesultanan Asahan menjalin kerjasama dengan
Pemerintah Kolonial Inggris dan kesultanan-kesultanan lainnya yang berdekatan
dengan Kesultanan Asahan. Selain pengelolaan, Kesultanan Asahan juga
meningkatkan perdagangan dengan Inggris dan beberapa wilayah lainnya. Informasi
awal mengenai aktivitas pelabuhan di Tanjung Balai berawal dari hubungan dagang
2.1 Geografis
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan terletak di Pantai Timur Sumatera yang
menjorok ke Selat Malaka dan berada di bawah pengawasan dan kendali Kesultanan
Asahan. Letaknya berada di antara muara Sungai Asahan dan Sungai Silau yang
berhulu di Danau Toba dan bermuara di Selat Malaka. Letak pelabuhan yang berada
ditepi sungai berkaitan erat dengan rutetransportasi yang digunakan, yakni
sungai,sebagai sarana transportasi utama danmudah.9Jarak dari muara ke Selat
Malaka kurang lebih berjarak 8,5 mil.10
Batas-batas Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yakni di sebelah timur
berbatasan dengan Sungai Asahan, sebelah selatan berbatasan dengan garis tanda
pembatas (tapal batas) 1 dan 2 sebelah kiri Sungai Asahan, sebelah barat berbatasan
dengan garis tanda pembatas 2 dan 3, dan sebelah utara berbatasan dengan garis tanda
pembatas sebelah kiri Sungai Asahan.11 Secara astronomis, letak Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan terletak pada titik koordinat 970 27' 30' Bujur Timur dan 30 10' .Lintang
Utara.12
Berdasarkan letak astronomisnya, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang
terletak di wilayah Asahan, sebagian besar keadaan atau kontur tanahnya sangat
9
Edi Sumarno, “Mundurnya Kota Pelabuhan Tradisional di Sumatera Timur pada Periode Kolonial” dalam Historisme Edisi NO.22/Tahun XI/Agustus 2006, hlm. 2.
10
Anonim, “Aanvullingsnota van Toelichting Betreffende het Landschap Asahan” dalam
Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootschap, Jilid LIII, Batavia: Albrecht&co dan Deen Haag: Martinus Nijhoff, 1911, hlm. 391.
11Staatsblad van Nederlandsch-Indie
, 1920 No. 221. Lihat juga Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 23 Maart 1920 No. 86.
12
datar. Tanahnya rendah dan berawa-rawa, pada saat pasang tiba dataran rendahnya
selalu tergenang air.13 Keadaan alam sekitar Tanjung Balai pada dasarnya merupakan
daerah pantai berada di wilayah utara yang lebarnya 20-25 km, dan meluas ke selatan
yang memiliki luas 100 km. Keadaan ini ditambah dengan banyaknya sungai dan
beting pada saat surut. Hal ini disebabkan karena pada umumnya sungai-sungai yang
berada di Sumatera Timur sangat cepat bersedimentasi, sehingga tanah di sekitar
Tanjung Balai merupakan tanah aluvial muda.14
Letak geografis Pulau Sumatera yang berada di titik koordinat antara 50
Lintang Utara dan 50 Lintang Selatan sangat menentukan keadaan iklim Sumatera
yang cenderung panas dan silih bergantinya musin antara musin panas dan
penghujan. Setiap tahun suhu rata-rata di daerah pantai adalah antara 26,60 sampai
27,30. Suhu rata-rata Sumatera dianggap kurang
½
0lebih tinggi dari pada Jawa. Hal
ini dikarenakan Sumatera berada di kedua sisi katulistiwa. (lihat Lampiran I).
15
Arah angin yang bertiup di Pulau Sumatera ditentukan oleh angin musim
(muson) dan angin perdagangan yang memiliki hubungan satu sama lainnya. Di
wilayah pantai, terjadi tiupan angin antara angin darat dan angin laut, angin laut Keterangan ini
menunjukkan bahwa keadaan cuaca di Tanjung Balai tidak jauh berbeda karena
Tanjung Balai terletak di Pulau Sumatera.
13
John Anderson, Mission to East Coast of Sumatera in 1823, Kuala Lumpur/Singapore/New York/London: Oxford University Press,1971, hlm. 123-124.
14
Anonim, “Aanvullingsnota...”, op. cit, hlm. 394. Lihat juga T. J. Bezemer, Beknopte Encyclopedie van Nederlandsch-Indie, Leiden : Martinus Nijhoff, 1921, hlm. 18.
15
terjadi pada siang hari dari laut ke darat, sedangkan angin darat terjadi pada malam
hari dari darat ke laut. Pada Pantai Timur Sumatera dan Aceh, angin darat dan laut
sangat berkembang dengan baik, tetapi terkadang terjadi badai dengan disertai hujan
yang lebat.16
Pelabuhan adalah lingkungan kerja yang terdiri dari area daratan dan
perairan yang dilengkapi dengan fasilitas tempat berlabuh dan bertambatnya kapal
atau perahu untuk terselenggaranya bongkar muat barang dan turun naiknya
penumpang.
Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa, Tanjung Balai yang
terletak di Pantai Timur Sumatera berkembang angin musim (muson) dengan baik.
Sehingga sistem pelayaran dan perdagangan berkembang dengan pesat. (Lihat
Lampiran II).
2.2 Sarana dan Prasarana
17
Kadang-kadang suatu lokasi pantai dapat memenuhi keadaan (tempat
yang terlindung dari gerakan gelombang laut) dimana kedalaman air pelabuhannya
memenuhi persyaratan bagi suatu ukuran kapal tertentu, sehingga hanya dibutuhkan
dibangun suatu tambatan guna merapatnya kapal sehingga aktivitas pelabuhan dapat
dilakukan.18
16Ibid.,
hlm. 30.
17
Abbas Salim, Manajemen Pelayaran Niaga dan Pelabuhan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1994, hlm. 53.
18
Soedjono Kramadibrata, Perencanaan Pelabuhan, Bandung: Ganeca Exact Bandung, 1985, hlm. 18.
Keterangan ini menunjukkan bahwa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
yang berada di muara Sungai Asahan dan Sungai Silau merupakan pelabuhan alam
yang terbebas dari gelombang air laut. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum
perahu-perahu dari wilayah hinterlandseperti toba, panei dan lainnya. Ketika Pemerintah
Inggris menguasai Semenanjung Malaya dan Singapura, barulah wilayah ini
melakukan kegiatan ekspor dan impor dari dan ke Tanjung Balai.
2.2.1 Dermaga
Suatu pelabuhan sudah pasti memiliki dermaga untuk bertambatnya kapal
atau perahu yang datang atau pergi dari dan ke pelabuhan. Sama halnya dengan
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang juga memiliki dermaga mengingat pelabuhan
ini sering dikunjungi kapal-kapal maupun perahu-perahu dari daerah di sekitar
Asahan. Ini dapat dibuktikan dengan catatan John Anderson yang mengunjungi
Sumatera Timur pada tahun 1823.
“The bindahara of batubara was lying in a prow close to where we anchored. I went on board, and he received me with marked attention. He is an old man, with a large diseases nose, and nearly blind. Unlike his nephews and the chiefs at batubara, who are splendidly attired in gold cloths and other neat dresses, he was shabbily habited. He told me he had come to assahan to settle some little differences between the king and the rajah muda. Soon after returning to my boat, the shahbundar of kampong balei, and the brother of the bindahara, came on board and informed me that the rajah of assahan was still up the country in the batta kingdom, engaged in hostilities with some chiefs there, and that the rajah muda and bindahara were up the other river, four or five days’ journey. They
offered me accomodation in a small hovel on shore...”19
“Bendahara dari Batubara berbaring di sebuah kapal dekat dengan kapal kami yang sedang berlabuh. Saya mendatanginya di kapal dan di menerima saya dengan keheranan. Dia seorang laki-laki tua dengan hidung besar yang kelihatannya sakit dan hampir buta. Tidak seperti keponakannya seorang petinggi Batubara yang mengenakan pakaian Terjemahan:
19
yang rapi dengan kain emas, sedangkan ia tampak lusuh. Dia mengatakan kepada saya dia datang ke Asahan untuk menyelesaikan beberapa masalah kecil antara raja dengan raja muda. Setelah kembali ke kapal saya, syahbandar dari Kampung Balei dan bendahara datang ke kapal dan memberitahu saya bahwa Sultan Asahan sedang berada di Kerajaan Batak untuk menyelesaikan pertikaian antar kampung di sana, kemudian raja muda dan bendahara memberitahu jika ingin ke sana harus menyusuri sungai yang memakan waktu 4 sampai 5 hari perjalanan. Mereka menawarkan akomodasi kepada saya di sebuah gubuk kecil di pantai...”
Keterangan di atas menginformasikan bahwa ketika Anderson berlabuh di
dermaga Pelabuhan, dia menemui bendahara Batubara yang datang ke Asahan untuk
menyelesaikan beberapa masalah kecil antara raja dengan raja muda. Dia juga
mempromosikan hasil-hasil perdagangan yang kemudian dapat dibawa ke Penang. Ini
menunjukkan bahwa di Pelabuhan Tanjung Balai sudah terdapat dermaga untuk
berlabuhnya kapal yang ditumpangi Anderson. Setelah Anderson kembali ke
perahunya, syahbandar dari Tanjung Balai beserta bendahara mendatangi Anderson
dan memberitahu bahwa Sultan Asahan sedang pergi ke pedalaman Batak untuk
mengurusi pemberontakan-pemberontakan kecil yang terjadi di sana, karena
perjalanan selanjutnya menghabiskan waktu 4-5 hari, maka syahbandar tersebut
menawarkan agar Anderson dan rekan-rekan menginap dahulu di sebuah gubuk kecil.
Tawaran tersebut diterima oleh Anderson dan kemudian perahu yang ditumpangi
Anderson disandarkan di dermaga.
2.2.2 Kapal dan Perahu
Selain dermaga, sarana dan prasarana penunjang pelabuhan yang tidak kalah
menghubungkan antara pelabuhan satu dengan pelabuhan yang lainnya. Selain itu,
kapal dan perahu merupakan alat atau moda untuk mengangkut hasil-hasil komoditas
yang kemudian diekspor dan impor. Keberadaan kapal dan perahu di Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan sangat penting karena pelabuhan ini merupakan salah satu
penghasil komoditas-komoditas hasil bumi yang sering dikunjungi kapal-kapal atau
perahu-perahu dari daerah sekitar Asahan. Hal ini dapat ditunjang dengan catatan
Anderson yang mengunjungi Asahan sewaktu lawatannya ke Sumatera Timur pada
tahun 1823.
“...but there are still about eighty prahus, of different sizes, belonging to the country, engaged in conveying the produce of the country to the British Settlements, Malacca and the adjoining Malay States. Many prahus from Batubara frequent Assahan, to procure rice and paddy...”20
Sepenggal kalimat di atas menunjukkan bahwa perahu-perahu yang terdapat
di sekitar Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sangat banyak. Terdapat juga
perahu-perahu yang hilir mudik dari Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dan perahu-perahu-perahu-perahu
yang menuju dan bertambat ke Pelabuhan Tanjung Balai Asahan untuk mengangkut Terjemahan:
“...tetapi masih terdapat sekitar delapan puluh perahu dari berbagai ukuran, milik Kesultanan Asahan, yang hilir mudik membawa hasil bumi dari Asahan untuk dikirim ke Pemukiman Inggris, Malaka dan daerah-daerah Melayu lainnya yang berdekatan dengan Asahan. Banyak perahu dari Batubara yang datang langsung ke Asahan untuk mengangkut beras dan padi...”
20
hasil-hasil komoditas dari Asahan. Masih mengenai perahu-perahu yang hilir mudik
di sekitar Pelabuhan dalam catatan Anderson dengan judul yang berbeda, yakni:
“ The internal divisions have materially injured the trade of the country. It was formerly a place of extensive commerce. Vessels of all sorts from Java, Celebes, and Acheen, useed to frequent this places; and the annual importation of salt, I am assured, never fall short of 600 coyans. The commerce has very much decreased; but there are still about 80 prows of various sizes belonging to the country, engaged in carrying the valuable produce to Pinang, Malaca, and Singapore; and many prows from
Batubara take in cargoes here.”21
21
Anderson, Mission...., op. cit., hlm. 320. Terjemahan:
“ Perpecahan di dalam kubu (pemberontakan-pemberontakan) sangat merugikan perdagangan di daerah ini. Dahulu, tempat ini merupakan pusat perdagangan yang sudah maju. Kapal dari segala macam penjuru mengunjungi tempat ini seperti dari Jawa, Sulawesi dan Aceh, biasanya langsung mengunjungi tempat ini; dan setiap tahun mengimpor garam, saya menjamin, jumlahnya tidak pernah di bawah 600 koyan. Perdagangannya semakin menurun, tetapi masih terdapat sekitar delapan puluh perahu berbagai ukuran di negeri ini, yang hilir mudik membawa hasil-hasil bumi negeri ini untuk dibawa ke Penang, Malaka, dan Singapura; dan banyak perahu dari Batubara mengambil kargo disini.”
Hal ini membuktikan bahwa dahulu Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
banyak disinggahi kapal-kapal dan perahu-perahu dari luar Sumatera seperti Jawa,
Aceh, Sulawesi, Penang, Malaka dan Singapura. Walaupun negeri ini dilanda
perpecahan dan menurunnya angka perdagangan, tetap terdapat banyak kapal-kapal
dan perahu-perahu yang hilir mudik dan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan.
Kekuasaan hegemoni Melayu di Asahan terbentuk dari adanya aktivitas lalu
lintas perdagangan yang diangkut dari hulu ke hilir. Aktivitas ini menimbulkan
konsep kekuasaan atas suatu wilayah yang dikuasainya. Kesultanan Asahan sebagai
penguasa berhak atas cukai perdagangan yang lambat laun tempat bertemunya antara
pedagang dan pengutipan cukai tersebut menjadi pelabuhan tradisional.22
Setiap barang dagangan yang masuk dan keluar dari Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan wajib dikenakan cukai. Kegiatan ini untuk menambah kas
pemerintahan Kesultanan Asahan yang sebagian besar pendapatannya diterima dari
cukai barang-barang atau komoditi yang masuk dan keluar dari Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan. Tetapi pada tahun 1823, kekuasaan-kekuasaan yang berada di garis
Pantai Timur Sumatera membebaskan cukai atau pajak barang yang datang dari
pemukiman Inggris karena untuk mencari simpati demi menjalin kerjasama dengan Kesultanan
Asahan sebagai penguasa atas Pelabuhan Tanjung Balai Asahan bertanggung jawab
mengelola dan menjaga keamanan pelabuhan dari kerusuhan atau kejahatan yang
merugikan pedagang yang kemudian berdampak pada kemunduran lalu lintas
perdagangan karena pedagang merasa bahwa tempat ini tidak aman. Pengelolaan
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan meliputi cukai, keamanan dan kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan oleh penguasa kesultanan.
2.3.1 Cukai
22
Gubernur Inggris di Penang dan Malaka. Informasi ini dijelaskan dalam catatan
Anderson:
“ These chiefs also tendered engagements that they would not permit any European nation to settle in any part of Asahan and Batubara, or its dependencies of Bedagai, Pagurawan, Sipare-pare or Tanjung, and they expressed their intention of encouraging the resort to Pinang of their trading prahus from Delli and other places. They gave the agent also an assurance (under their hands and seals) of their protection and assistance to any vessels that might be in distress on their coasts, and of affording every facility to enable them to return to their own ports. They also promised a free admission of any merchandise into their country by merchants or traders from to the British settlements, free of all duties or exactions whatever, their aim being to encourage traders to frequent their
country...”23
Kutipan di atas menjelaskan bahwa para pembesar di Asahan dan sekitarnya
menjanjikan barang-barang yang datang dari pemerintahan Inggris di Penang maupun
Semenanjung Malaya dibebaskan bea masuk atau pajak. Kebijakan ini dijalankan
oleh pemerintahan Kesultanan Asahan karena ingin menarik simpati Pemerintahan Terjemahan:
“Para pembesar selalu menawarkan perjanjian tetapi mereka tidak mengizinkan untuk negara-negara Eropa lainnya di bagian Asahan dan Batubara, atau daerah jajahan seperti Bedagai, Pagurawan, Sipare-pare atau Tanjung, dan mereka menyatakan niat untuk membuka jalan ke Pinang untuk perahu-perahu perdagangan dari Deli dan daerah lainnya. Mereka memberi agen sebagai jaminan (di bawah tangan dan stempel mereka) perlindungan dan bantuan bagi setiap kapal yang mungkin mengalami kerusakan, dan memberikan fasilitas-fasilitas hingga kapal-kapal tersebut kembali ke pelabuhannya masing-masing. Mereka juga menjanjikan cukai gratis bagi setiap perdagangan ke wilayah mereka oleh saudagar dan pedagang dari Pemerintah Kolonial Inggris, bebas dari semua pajak dan pemungutan apapun, tujuan ini untuk mendorong pedagang berdagang secara langsung ke wilayah mereka....”
23
Inggris untuk menjalin kerjasama dalam bidang perdagangan maupun pemerintahan.
Selain itu, Pemerintah Inggris juga memberikan fasilitas-fasilitas dan menjajikan
meningkatkan hubungan perdagangan dengan negeri-negeri di Pantai Timur
Sumatera termasuk Asahan.
Usaha-usaha ini dilakukan oleh Pemerintahan Inggris karena untuk
mencegah negeri-negeri yang berada di Pantai Timur Sumatera berhubungan dengan
Belanda baik itu hubungan dagang, kontrak politik dan lainnya. Inggris selalu
memberikan perlindungan, dorongan dan fasilitas, serta meningkatkan industri dan
pertanian masyarakat yang berukim di Pantai Timur Sumatera termasuk Asahan.
Usaha yang dilakukan Pemerintahan Inggris di Pantai Timur Sumatera adalah
semata-mata hanya untuk memonopoli perdagangan komoditas-komoditas
perdagangan yang terdapat di Pantai Timur Sumatera termasuk komoditas primadona
yakni lada.24
No
Selain barang-barang yang datang dari Pemerintah Inggris di Penang,
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan juga melakukan kegiatan ekspor dan impor dari
daerah lain, sehingga penerimaan cukai di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tetap
ada. Berikut adalah daftar-daftar cukai baik impor maupun ekspor.
Tabel. 1.
Daftar Cukai Impor di Pelabuhan Tanjung Balai 1823
Produk Cukai
Dollar Per
24Ibid.,
1 Garam 2 Koyan
2 Opium/Candu
Tidak ada cukai, pembelian dimonopoli
oleh Sultan
3 Timah
4 Bubuk Musiu
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra,
London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 206
Tabel di atas menunjukkan bahwa penerimaan cukai Kesultanan Asahan
untuk impor garam adalah sebesar 2 dolar per koyan, sedangkan untuk candu, timah,
dan bubuk musiu tidak dikenakan cukai karena pembelian barang-barang komoditi ini
dimonopoli oleh sultan, artinya setiap barang-barang yang dimonopoli oleh raja
hanya boleh diimpor oleh raja yang kemudian dijual kepada rakyat atau masyarakat
umum namun sebagian dari beberapa barang komoditi tersebut dikonsumsi oleh
keluarga kesultanan maupun para pembesar-pembesar Kesultanan Asahan yang
membantu dalam tugas-tugas pemerintahan di Kesultanan Asahan. Pendapatan cukai
ekspor dari Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yakni:
Tabel 2.
Daftar Cukai Ekspor di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1823
No Produk Cukai
Nilai (dollar) Per
1 Padi 2 Koyan
2 Beras 16 Koyan
3 Budak 2 orang
4 Lilin 4 Pikul
5 Rotan 10 1,000 ikat
6 Tikar 1 Corge
7 Kacang Putih 8 Koyan
9 Rotan Semambur 10 1,000
10 Rotan Kecil 10 1,000
11 Rotan (cambuk/cemeti) 10 1,000
12 Jaring Ikan ½ Gulung
13 Kayu Celup ½ Pikul
14 Getah Merah ½ Pikul
15 Kuda 2 Ekor
16 Trowsers 2½ Sent. ad valorem
17 Tembakau Batak 8 Pikul
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra,
London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 206
Daftar cukai ekspor Pelabuhan Tanjung Balai Asahan di atas menunjukkan
bahwa banyaknya barang-barang komoditas yang diperjual-belikan melalui
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Jumlah penerimaan cukai yang didapat oleh
Kesultanan Asahan menurut daftar tabel di atas yakni sebesar ± 88 dollar.
2.3.2 Keamanan
Keamanan bagi pedagang-pedagang yang ingin melakukan kegiatan bongkar
muat maupun kegiatan penunjang lainnya di pelabuhan sangat penting, baik itu di
darat maupun di perairan (laut dan sungai). Pelabuhan yang aman akan banyak
dikunjungi para pedagang dari daerah lain karena terjamin barang-barang yang ingin
dipasarkan sehingga dapat menguntungkan kedua pihak. Tanjung Balai sebagai
pelabuhan wajib memberikan perlindungan dan keamanan bagi pedagang-pedagang
yang ingin mengunjungi Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Masalah keamanan,
Kesultanan Asahan sudah melakukan beberapa tindakan atau kebijakan yang
“ Several suggestions were made by the chiefs of Asahan for the improvement of the commerce between these states and the British Settlements, and for the purpose of checking that extensive system piracy which prevails at present. There are annually fleets of pirate prahus, which come up from Rhio and Lingin, and lie in wait for the defenceless prahus, plundering them of all they possess, and murdering or carrying away as slaves all on board. The principal object, so much desired by them, is the establishment of a small force at the Island of Pankour, near the Dindings, the favourite resort of pirates in these straits. The chiefs of Asahan as well as all the Rajah’s along the coast, particularly requested the agent to solicit the protection of the Pinang Government to their prahus in that quarter. Immense numbers of human lives are annually sacrificed, and valuable property is lost, by the attack of these merciless marauders, who lie in wait in the creeks and rivers, and issue out when they observe a favourable opportunity for attack. During the prevalence of the strong north-west wind, in October and November, the prahus from Delli, Langkat, and other ports to the northward, are generally driven down to the Sambilang Islands, and are obliged to coast along Perak Shore to this places. A small military post, therefore, would afford protection to their trading prahus, whish are frequently in want of repairs and water, and dare not venture near these islands, unless compelled by stress of weather; and it would give great encouragement and stimulus to
other.”25
“Beberapa tawaran yang dibuat oleh para pembesar di Asahan adalah untuk peningkatan perdagangan antara Asahan dengan Pemerintahan Inggris, dan tujuan yang lainnya adalah untuk mengontrol sistem bajak laut yang berlaku saat ini. Setiap tahunnya ada perahu bajak laut, yang datang dari Rhio dan Lingin, dan menunggu setiap perahu yang lewat, menjarah semua yang mereka miliki, dan membunuh dan membawa orang yang terdapat di kapal untuk dijadikan budak. Objek utama, begitu banyak diinginkan oleh mereka, adalah pembentukan kekuatan kecil di Pulau Pankour, dekat Dindings, resor favorit bajak laut di selat tersebut. Para pembesar Asahan serta semua raja di Pantai Timur Sumatera meminta agen untuk meminta perlindungan bagi perahu-perahu perdagangan kepada Pemerintah Inggris di Penang. Setiap tahunnya banyak korban jiwa melayang, dan kehilangan harta benda oleh serangan perompakan tersebut tanpa ampun yang selalu menunggu di anak sungai dan sungai, dan mengamati untuk kesempatan menyerang. Lazimnya, ketika kekuatan angin utara-barat, pada Oktober dan November, perahu-perahu dari Deli, Langkat, dan pelabuhan-pelabuhan lainnya yang Terjemahan:
25Ibid.,
terletak di bagian utara, umumnya wajib berteduh ke Pulau Sambilang jika bertujuan ke Pantai Perak. Sebuah pos militer kecil, oleh karena itu, akan memberi perlindungan untuk prahus perdagangan mereka, yang mana untuk melakukan perbaikan dan mencari air, dan tidak berani mendekati pulau ini jika tidak karena terpaksa akibat gangguan cuaca, dan itu akan memberikan dorongan besar dan stimulus untuk lainnya.”
Kutipan di atas menceritakan bahwa, beberapa tawaran telah diberikan oleh
para pembesar Asahan untuk melakukan perbaikan di sektor perdagangan antara
Asahan dengan Pemerintah Inggris di Penang, yang salah satu isinya adalah
melakukan patroli di Selat Malaka terhadap pembajak-pembajak laut yang selama ini
meresahkan para pedagang yang datang dari Penang, Semenanjung Malaya maupun
Singapura begitupun sebaliknya. Perahu-perahu yang ditumpangi para pembajak laut
tersebut datang dari Riau dan Lingin (Semenanjung Malaya) dan mereka selalu
menunggu di perahu untuk membajak perahu-perahu yang lewat untuk mengambil
harta benda dan muatan yang mereka bawa serta membunuh dan membawa
budak-budak yang ada di atas kapal.
Tempat yang dijadikan markas oleh para pembajak tersebut adalah Pulau
Pankour dekat Dindings, merupakan tempat favorit para pembajak. Para pembesar
Asahan dan raja-raja yang berada di Pantai Timur Sumatera meminta bantuan
Pemerintah Inggris untuk menjalin kerjasama mengamankan perahu-perahu yang
datang dari Pantai Timur Sumatera tujuan ke Penang dari ancaman para pembajak
laut. Hal ini dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa serta perampasan
harta benda lagi olah pembajak laut yang menunggu di sungai dan anak sungai.
November. Masa ini merupakan ramai-ramainya perahu dari Deli dan tempat-tampat
lain di utara Pantai Timur Sumatera.
Atas terjalinnya kerjasama antara para pembesar di Pantai Timur Sumatera
dengan Pemerintah Inggris yang ada di Penang maka, dibangunlah pos militer kecil
yang dapat mengontrol para pembajak laut yang selama ini mengancam nyawa dan
kehilangan harta benda para pedagang yang lalu lalang di daerah ini. Para pedagang
dengan adanya kebijakan ini maka dengan merasa aman mereka dapat singgah di
pulau-pulau kecil di kawasan Selat Malaka yang selama ini ditempati oleh para
pembajak, dengan aman para pedagang dapat beristirahat, melakukan perbaikan
perahu serta mencari air bersih untuk melepaskan dahaga para pedagang, yang
sebelumnya mereka tidak berani untuk mendekati pulau-pulau tersebut karena bahaya
yang mengancam terkecuali mereka terpaksa berteduh di pulau-pulau tersebut karena
keadaan cuaca yang tidak menentu dan arah angin yang mengharuskan perahu
mereka berlabuh di pulau-pulau ini.26
Keterangan di atas merupakan usaha Kesultanan Asahan serta
pembesar-pembesar lainnya yang ada di Sumatera Timur untuk memberikan keamanan bagi
pedagang-pedagang maupun perahu-perahu yang hilir mudik di kawasan Selat
Malaka. Khususnya, Kesultanan Asahan yang menangani secara langsung Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan di bawah pimpinan Syahbandar wajib memberikan keamanan
untuk para pedagang yang berkunjung ke Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Dengan
26
demikian para pedagang tidak perlu khawatir lagi karena sudah ada pos pengamanan
yang dapat menyelamatkan nyawa mereka dan juga menyelamatkan harta-benda yang
mereka bawa untuk diperdagangkan.
2.4 Aktivitas
Informasi awal mengenai perdagangan di Asahan dapat diketahui melalui
Dagregister VOC di Malaka, pada tanggal 15 Juni 1641 yang isinya sebuah galyun
(galyung)27 dari Jepara membawa muatan garam meminta surat pas kepada VOC di
Malaka untuk pergi ke Asahan yang saat itu dipimpin oleh Sultan Raja Mohamad
Rumsyah (Marhom Sei Banitan/Marhom Gagap) sebagai Sultan Asahan yang
kedua.28
Sultan ini menetap di Sei Banitan yang kemudian menikah dengan Puteri
Bendahara (Encik Samidah), dari hasil pernikahannya ini kemudian mereka
dikarunuiai tiga orang anak Abdul Jalil Syah, Raja Paduka dan Raja Kecil Besar.
Selama pemerintahan Raja Rumsyah, Kesultanan Asahan menjalin hubungan baik
dengan VOC. Setelah mangkatnya Raja Rumsyah, maka tahta kesultanan diberikan
kepada Abdul Jalil Syah. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Syah, Yamtuan
Riau, Raja Haji, kawin dengan puteri Asahan dan sebagai mas kawinnya dihadiahkan
27Galyun
atau galyung adalah kapal perang VOC yang biasanya juga digunakan sebagai kapal dagang dengan memuat hasil-hasil komoditas yang diperdagangkan oleh VOC. Lihat C.R. Boxer, Jan Kompeni: Dalam Perang dan Damai 1602-1799 Sebuah Sejarah Singkat Tentang Persekutuan Dagang Hindia Belanda, terj. Bakri Siregar, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1983, hlm. 31.
28
kapal penjajap “Bulang Linggi” yang kemudian menjadi kapal komando untuk
menyerang VOC di Malaka, kemudian pada tahun 1763 Kesultanan Asahan
membantu Siak untuk menyerang VOC.29 Penduduk Batubara turut dalam pasukan
Raja Haji menyerang VOC di Malaka dan pada tanggal 4 Februari 1857 membakar
pinggiran benteng VOC di Malaka.30
Sebelum adanya konflik antara kekuasaan Melayu di Siak dan Semenanjung
Malaya dengan VOC, perdagangan VOC di Malaka selalu menjalin hubungan dagang
dengan baik kepada daerah-daerah ataupun kerajaan yang ada di Sumatera Bagian
Utara. Wilayah-wilayah yang menjalin hubungan dengan VOC adalah Aceh, Asahan,
Batu Bara, Rokan, Deli, Ujung Salang dan lainnya. Namun, setelah adanya konflik,
kapal-kapal yang berlayar ke Malaka untuk melakukan dagang dengan VOC di
berhentikan secara paksa oleh pembesar-pembesar kerajaan dari Selangor. Ini
membuktikan bahwa para pembesar tersebut sangat anti terhadap VOC, jika
kapal-kapal yang diberhentikan melawan maka muatan yang diangkut dikapal-kapal tersebut akan
dirampas dan dibunuh awak kapalnya. Biasanya kapal-kapal yang datang dari utara
Pulau Sumatera termasuk Asahan selalu membawa beras, lada dan lainnya untuk
diperdagangkan ke VOC di Malaka.31
29
Kathirittamby-Wells, J, ‘Strangers’ and ‘Stranger-Kings’: The Sayyid in Eighteenth-Century Maritime Southeast Asia”, dalam Journal of Southeast Asian Studies, 40(3), pp 567–591 October 2009, hlm. 577.
30Op. cit.,
hlm. 120.
31
Informasi berikutnya mengenai aktivitas perdagangan di Asahan adalah
laporan perjalanan John Anderson sebagai utusan Pemerintahan Inggris di Penang
pada tahun 1823. Pada saat itu Asahan beserta negeri-negeri yang ada di Pantai Timur
Sumatera telah mengekspor lada dengan jumlah yang besar yakni 17.000 sampai
18.000 pikul, lada didapatkan dari pedalamam Batak dan sebagian para pembudidaya
Melayu di sepanjang Pantai Timur Sumatera.32
Sebelumnya pada tahun 1819, para pemimpinDeli, Serdang,
danAsahanmembukakorespondensi denganPemerintahan Inggris di Penang,
yangmenunjukkan keinginanuntuk meningkatkanhubungandengan Pemerintahan
Inggris di Penang, dan ketika itu PemerintahBelandatelahmenaklukkan Riau, Malaka,
danPadang, danPemerintah Belanda berusahamungkin untukmerebut
kekuasaanpelabuhanyang terdapat di Sumatera untuk meningkatkan perdagangan, itu
dianggap dapat mengancam kedudukan penguasapribumi.Penguasa pribumi seperti
Deli, Serdang dan Asahan menganggap lebih menguntungkan menjalin hubungan
dengan Pemerintah Inggris di Penang jika dibandingkan dengan Pemerintah
Belanda.33
Jumlahladayang diekspor dariPantai TimurSumatrakePenang, Malakadan
Singapura, selama tahun1824, berjumlah 60.000pikul, jumlah ini belum banyak
mengalami perubahan. Lada di Pantai Sumatera Timur didapatkan dari pelabuhan
32
Anderson, Acheen..., op. cit., hlm. 173-174.
33
yang ada di Langkat, Bulucina, Deli, danSerdang; tetapidalam jumlah kecillada juga
telahdieksporakhir-akhir inidariPercut, Padang, Tanjung, Silau, danAsahan.34
Perdagangan di Asahan telah menurun jika dibandingkan dari tahun-tahun
sebelumnya, tetapi di Asahan masih terdapat sekitar 80 perahu berbagai ukuran milik
Kesultanan Asahan, yang hilir mudik membawa hasil bumi dari Asahan untuk
dikirim ke Pemukiman Inggris, Malaka dan daerah-daerah Melayu lainnya yang
berdekatan dengan Asahan. Banyak perahu dari Batubara yang datang langsung ke
Asahan untuk mengangkut beras dan padi.35
34Ibid.,
hlm. 199-200.
35Ibid.,
hlm. 205.
Asahan selalu menimpor garam, candu dan kain sutera berwarna biru dan
putih yang kemudian diperdagangkan di pedalaman Batak serta beberapa bubuk
musiu untuk keperluan Kesultanan Asahan. Namun, masih banyak lagi barang-barang
komoditas yang diimpor di Asahan seagaimana yang diimpor di Deli dan
tempat-tempat lainnya.
Daftar Barang-barang yang di Impor Melalui Pelabuhan Tanjung Balai Asahan pada Tahun 1823
No Produk
Harga per Satuan Harga (dollar) Satuan
1 Kain Sutera berwarna Biru dan
Putih 2 Corge
2 Kain Cita 2 Corge
3 Karpet 2 Corge
4 Candu 1 Bal
5 Garam 4 Koyan
6 Bubuk Mesiu 2 Koyan
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra,
London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 206
Daftar barang-barang yang diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan sebagian besar dikonsumsi atau dipesan secara khusus untuk keperluan
Kesultanan Asahan seperti Bubuk mesiu untuk persenjataan, karpet untuk hiasan
istana, dan kain sutera atau kain cita yang dipesan untuk keperluan pakaian keluarga
Kesultanan Asahan. Selain dikonsumsi oleh istana, kain sutera juga di perjual belikan
untuk masyarakat pedalaman batak begitu juga dengan garam.
Selain mengimpor, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan juga melakukan
aktivitas ekspor, hasil-hasil ekspor dari Kesultanan Asahan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.
No Produk
Harga per Satuan
Harga (dollar) Satuan
1 Kayu laka atau Kayu
Celup 1½ Pikul
2 Rotan 10 Laksa
3 Kacang-kacangan 10 100 gantang
4 Padi 1 25 sampai 30 gantang
5 Beras 1 12 sampai 15 gantang
6 Lilin 32 Pikul
7 Tikar 12 Corge
8 Kuda 10 sampai 20 Ekor
9 Budak (Perempuan) 40 Orang
10 Budak (Anak-Anak) 20 Orang
11 Budak (Laki-Laki Tua) 12 sampai 15 Orang
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra,
London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 206.
Daftar tabel ekspor di atas menunjukkan bahwa banyaknya
komoditas-komoditas yang dihasilkan di Kesultanan Asahan yang kemudian diekspor melalui
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan seperti kayu celup atau kayu laka yang merupakan
komoditas yang banyak dijumpai tidak hanya di Asahan tetapi di tempat lainnya.
Rotan, padi dan beras yang merupakan komoditas terbesar jika dibandingkan dengan
tempat-tempat lainnya di Pantai Sumatera Timur, begitu juga halnya dengan budak
namun sejakpenghapusan perbudakandiPenangdanMalaka perdagangan budak dari
300 jiwa dimana jumlah yang paling besar adalah budak perempuan. Budak-budak
didapat dari peperangan, ketika Asahan membutuhkan budak maka Sultan Asahan
berpura-pura untuk melakukan permusuhan dengan daerah pedalaman36
Selain komoditas-komoditas yang disebutkan di atas, terdapat beberapa lagi
komoditas yang di hasilkan dari Kesultanan Asahan yakni biji timah. Biji timah di
Asahan walaupun dalam jumlah yang sedikit, namun setiap tahunnya secara periodik
selalu mengekspor biji timah ke Malaka dengan VOC.
sehingga
Asahan merupakan tempat terbesar penghasil budak di Pantai Timur Sumatera, serta
Asahan mengekspor lilin, tikar dan kuda.
37
Biji timah di Asahan
didapatkan dari dataran yang lebih tinggi di sekitar Bandar Pasir Mandoge. Biasanya
Sultan memperkerjakan orang-orang Cina untuk melakukan penambangan.38
Selain hasil budidaya, ada hasil hutan yang cukup melimpah di sini yakni
buah-buahan dari berbagai jenis buah. Buah yang didapat dari hutan dibawa oleh
orang-orang Batak yang datang dari pedalaman. Buah yang dibawa kemudian Serta tanaman budidaya lainnya yang diekspor di Asahan adalah lada,
walaupun tidak ditanam dalam jumlah yang cukup banyak, petani Melayu dan
pedalaman Batak dari tahun ke tahun tetap membudidayakan tanaman ini. Padi,
kacang-kacangan dan tembakau adalah komoditas yang cukup berlimpah di sini,
dengan melimpahnya hasil ini, maka Asahan dijadikan tempat persediaan dari
beberapa daerah di sekitar Pantai Timur Sumatera dan daerah seberang.
36
Anderson, Mission...., op. cit., hlm. 321.
37
Reinout Vos, op. cit., hlm. 7.
38
diperdagangkan di hilir dengan penduduk Melayu yang berada di pesisir maupun
dengan para pedagang yang datang dari pemukiman inggris di Penang serta pedagang
yang datang dari sekitar wilayah asahan untuk berdagang. Buah-buahan ini tidak
dapat diekspor karena mengingat cepat busuknya buah-buahan tersebut maka,
dikonsumsi saat itu juga.39
39Ibid.,