PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN 1865-1942
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O
L
E
H
Nama : HANDOKO NIM : 100706009
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat,
nikmat, hidayah dan inayahNya jualah penulis dapat menyelesaikan seluruh proses
penulisan skripsi ini dengan baik, mulai dari proses pengumpulan data, verifikasi,
interpretasi dan hingga penulisan. Shalawat beriring salam semoga selalu terucap
buat junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, semoga mendapat syafaatnya di
Yaumil Hisab kelak.
Penulisan skripsi adalah syarat bagi mahasiswa untuk memperoleh suatu
gelar sarjana. Demikian juga halnya skripsi merupakan satu kewajiban akademis
untuk meraih gelar sarjana di Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara. Dalam hal ini, penulis mencoba mengangkat sebuah fenomena
sejarah yang penulis tuangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul “Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan 1865-1942”.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata “sempurna”. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan
demi perbaikan skripsi ini nantinya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
memberi manfaat bagi kita semua. Amiin…
Medan, November 2014 Penulis,
Handoko
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dan selesai tanpa bantuan,
dorongan, layanan dan semangat baik itu materil maupun moril dari banyak pihak.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Parno dan Ibunda Kinah yang
telah mencurahkan kasih sayang, pengorbanan moril dan materil dan do’a
restu kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan karya sederhana
ini. Tanpa kalian penulis bukanlah apa-apa dan karya ini mungkin akan hanya
ada dalam hayalan penulis semata.
2. Paman Isman Supriyadi dan bu’lek Darmini yang telah rela menyisihkan
sedikit rezekinya kepada penulis untuk keperluan perkuliahan, penelitian, dan
hingga akhir sidang. Beribu terima kasih penulis ucapkan dan tidak akan
pernah melupakan jasa-jasa yang telah kalian sisihkan untuk penulis.
3. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU,
serta pada Pembantu Dekan beserta seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu
Budaya USU.
4. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sejarah FIB
USU, sekaligus pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah
begitu besar kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini. Tidak hanya
sebagai pembimbing, beliau telah banyak membantu baik moril, materil dan
nasihat-nasihat yang sangat membantu penulis dalam kelancaran proses
perkuliahan, juga kepada ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si selaku Sekretaris
Departemen Sejarah yang telah membantu lancarnya penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Dr. Suprayitno, M. Hum selaku dosen penasihat akademik penulis
yang telah mencurahkan perhatian, nasehat, semangat serta kasih sayang
sebagai ayah angkat penulis di kampus selama penulis menjadi mahasiswa.
Selain itu, penulis juga diberi kesempatan emas untuk ikut membantu
berbagai penelitian yang dilakukan oleh beliau sehingga penulis dapat belajar
dan terbiasa menghadapi penelitian.
6. Ibu Dra. Ratna, M. S dan Dra. S.P. Dewi Murni, M. A, penulis mengucapkan
banyak terimah kasih karena penulis banyak mendapat bantuan moril maupun
materil, serta masukan-masukan dan literatur sehingga penulis dapat dengan
lancar menyelesaikan penulisan skripsi.
7. Seluruh staf pengajar Departemen Sejarah FIB USU yang telah memberikan
penulis banyak pencerahan, pengetahuan, pengalaman, pendidikan serta
wawasan selama penulis menjadi mahasiswa baik di dalam juga di luar
kampus. Tidak lupa juga pada staf administrasi Departemen Sejarah, Bang
Ampera yang telah banyak membantu penulis selama penulis menjadi
8. Sahabat sejatiku, Dedi Saputra, A.Md yang telah banyak membantu penulis
baik selama masa kuliah, hingga penyelesaian skripsi. Terima kasih juga
untuk Mbak Rosidah, Mbak Nila, Mbak Rubiah, Mbak Ningsih, Bang Rudi,
Bang Andi serta tidak lupa Wak Niah serta Wak (alm.) Rubiman yang sudah
penulis anggap sebagai orang tua sendiri.
9. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) khususnya Buk Hapsari dan
Mbak Diah, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan USU,
Perpustakaan dan Arsip Pemko. Tanjung Balai dan lainnya yang telah
memberikan data dan pelayanan yang sangat memuaskan selama penulis
melakukan penelitian.
10.Tinambunan Family, Ana Vawarija Berutu (Mejan), Ibu Tinambunan, Vandi,
Santi, Tona, Meda dan lainnya terimah kasih sudah menerima penulis untuk
menumpang berteduh selama penulis melakukan pencarian data di ANRI dan
PNRI.
11.Rekan-rekan stambuk 2010, Putri (Tribon), Yayuk (Sombro), Malik, Novila,
Suhe, Jojo, Bebe, Yana, Ardi, Harun, Fahri, Moses, Lony, Andreas, Ayu,
Rico, Leo, Ikhwan, Rina, Lina, Evi, Helma, Dominica, Darma, Hasan, serta
teman-teman yang lainnya yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu atas
dukungan dan dorongan serta kekompakan kita semua.
12.Seluruh mahasiswa Departemen Sejarah atas dukungan dan perhatian kalian
13.Rekan-rekan di rumahNurul, Budi, Bodong, Pate, Beti, Irma, Tari, Capling,
Pompi, Gibol, Gendut, Kameng, Dele, Ncong, Yuga, Bebek, Gelek, Iboy, Ozi,
Yanto dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas dukungan
dan dorongan semangat kalian semua.
Akhirnya untuk semua orang yang telah membantu langsung maupun tidak langsung
penulisan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga kebaikan dan bantuan
kalian semua mendapat imbalan dari Tuhan. Amiin…
Medan, November 2014 Penulis,
Handoko
KONVERSI UKURAN
1 pikul = 61,761 kg. = 100 kati
1 koyang = 3 pikul
1 gantang = ± 2,3-2,7 kg. (beras) = ± 1,7-2,2 kg. (padi, kacang-kacangan)
1 corge = 20 buah/lembar
1 laksa = 10.000 buah
1 bal = 1 gulung/ 40 lembar
1 kilometer (km.) = 1.000 meter (m.)
1 mil laut = 1,852 km. = 1852 m.
1 ton = 1.000 kilogram (kg.)
DAFTAR ISI
Prakata ... i
Ucapan Terima Kasih ... ii
Konversi Ukuran ... vi
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... x
Daftar Lampiran ... xii
Abstrak ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 4
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
1.4Tinjauan Pustaka ... 6
1.5Metode Penelitian ... 9
BAB II KEADAAN PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN SEBELUM TAHUN 1865 2.1 Geografis ... 14
2.2 Sarana dan Prasarana ... 16
2.2.1 Dermaga ... 17
2.2.2 Kapal dan Perahu ... 19
2.3 Pengelolaan ... 21
2.3.1 Cukai ... 22
2.3.2 Keamanan ... 26
BAB III PERKEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN 1865-1942
3.1 Penetrasi Belanda di Asahan ... 38
3.2 Perkembangan Pelabuhan dan Pelayaran di Asahan ... 44
3.3 Sarana dan Prasarana ... 46
3.3.1 Dermaga ... 46
3.3.2 Gudang ... 48
3.3.3 Perkantoran, Perumahan dan Fasilitas-fasilitas lainnya ... 51
3.4 Pengelolaan dan Struktur Organisasi ... 54
3.5 Cukai, Pelayaran dan Perusahaan ... 61
3.5.1 Cukai ... 61
3.5.2 Pelayaran ... 69
3.5.3 Perusahaan Pelabuhan ... 74
3.6 Aktivitas Ekspor dan Impor ... 77
3.6.1 Komoditas Ekspor-Impor ... 77
3.6.2 Tujuan dan Asal Ekspor-Impor ... 79
3.6.3 Kuantitas Ekspor-Impor ... 82
BAB IV PERAN PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN 1865-1942 4.1 Sumatera Timur ... 92
4.2 Afdeling Asahan ... 98
4.3 Onderneming ... 103
4.4 Pertanian Rakyat ... 108
BAB V EKSISTENSI PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN 1865-1942 5.1 Letak ... 113
5.2 Pembangunan Sarana Transportasi ... 118
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ... 134
6.2 Saran ... 136
Daftar Pustaka ... 138
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Cukai Impor di Pelabuhan Tanjung Balai 1823 ...24
Tabel 2. Cukai Ekspor di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1823...25
Tabel3. Barang-barang yang di Impor Melalui Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan Tahun 1823...34
Tabel 4. Barang-Barang Yang Diekspor Melalui Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan Pada Tahun 1823...35
Tabel 5. Nilai Cukai dan Pajak di Sumatera Timur Pada Tahun 1875...63
Tabel 6. Pendapatan Pajak di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
pada Tahun 1879...65
Tabel 7. Pendapatan Pajak di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
pada Tahun 1908...66
Tabel 8. Penerimaan Pajak di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
Pada Tahun 1939-1940...68
Tabel 9. Pelayaran Melalui Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
pada Tahun 1908...70
Tabel 10. Pelayaran dari Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
pada Tahun 1921-1925...72
Tabel 11. Pelayaran di Pelabuhan Tanjung Balai Aasahan
pada Tahun 1937-1939...73
Tabel 12. Pendapatan dan Pengeluaran Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan Tahun 1921-1925 (gulden)...75
Tabel 13. Penerimaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebagai
Perusahaan Tahun 1937-1939 (gulden)...76
Tabel 14. Nilai Ekpor dan Impor di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
Tahun 1865-1868...83
Tabel 15. Komoditas-komoditas yang Diekspor Melalui Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan 1937-1940 (dalam ton)...86
Tabel 16. Komoditas-komoditas yang Diekspor Melalui Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan dalam 1937-1940 (dalam gulden)...87
Tabel 17. Volume dan Nilai Impor Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
Tahun 1929-1940...89
Tabel 18. Total Ekspor-Impor di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
Tabel 19. Ekspor per Pelabuhan di Sumatera Timur Tahun 1938-1940...95
Tabel 20. Impor per Pelabuhan di Sumatera Timur 1929-1940...97
Tabel 21. Ekspor per Pelabuhan di Afdeling Asahan Tahun 1938-1940...100
Tabel 22. Impor per Pelabuhan di Afedling Asahan Tahun 1929-1940...102
Tabel 23. Volume Ekspor Kopra dan Pinang di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan Tahun 1937-1940...110
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I : Peta Geologi Pulau Sumatera
LAMPIRAN II : Peta Arah Angin yang Berhembus di Pulau Sumatera.
LAMPIRAN III : Peta Perkebunan di Pulau Sumatera.
LAMPIRAN IV : Peta Sumatera Timur.
LAMPIRAN V : Peta Jalur Kereta Api DSM di Sumatera Timur.
LAMPIRAN VI : Stasiun Kereta Api Tanjung Balai.
LAMPIRAN VII : Kapal-kapal “Boot” di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
LAMPIRAN VIII : Perahu Layar Melayu di Sungai Asahan.
LAMPIRAN IX : Foto Udara Perumahan, Pelabuhan, Tanjung Balai.
LAMPIRAN X : Pelayaran di tepi Sungai Asahan Tanjung Balai.
LAMPIRAN XI : Muara Sungai Asahan dekat dengan rumah pengadilan
Tanjung Balai Asahan.
LAMPIRAN XII : Muara Sungai Silau dekat dengan rumah pengadilan
Tanjung Balai Asahan.
LAMPIRAN XIII : Houtzagerij te Tandjoeng Balai aan de Asahan rivier
Sum.O.K.
LAMPIRAN XIV : Tanjung Balai Asahan Pada Tahun 1895.
LAMPIRAN XV : Dermaga Pelabuhan di Sungai Silau Tanjung Balai Asahan
Sumatra.
LAMPIRAN XVI : Rumah-rumah di Teluk Nibung dekat muara Sungai Asahan
Tanjung Balai.
LAMPIRAN XVII : Kapal Tanker Minyak Kelapa Sawit yang Berlabuh Di
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.
LAMPIRAN XVIII : Kapal yang Berlayar Menyusuri Sungai Asahan.
LAMPIRAN XIX : Kantor Perkebunan Hollands America Plantage
Maatschappij
Abstrak
Skripsi berjudul “Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1865-1942” ini adalah sebuah kajian sejarah maritim dan ekonomi yang ditulis melalui sebuah penelitian. Kajian ini menggunakan metode sejarah dalam proses penelitiannya. Pada proses pengumpulan sumber, digunakan sumber-sumber berupa arsip kolonial, laporan, buku, tesis dan studi lapangan berupa rekam jejak peninggalan aktivitas-aktivitas kepelabuhan di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan verifikasi berupa kritik intern dan ekstern untuk menemukan fakta-fakta. Fakta yang telah melalui proses verifikasi masih terpisah dan untuk merangkainya dilakukan tahap ketiga yaitu interpretasi. Setelah fakta-fakta itu saling berkaitan, maka dilakukan tahap terakhir yaitu menjadikannya sebagai sebuah tulisan melalui proses historiografi.
Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan keberadaan dan aktivitas Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Untuk mendukung tujuan tersebut dijelaskan pula kondisi umum Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum penetrasi Belanda dan pada masa Kolonial Belanda.
Kajian ini menemukan suatu hal yang unik mengenai keberadaan dan aktivitas Pelabuhan Tanjung Balai Asahan selama masa Kolonial Belanda. Sebuah pelabuhan yang pada awalnya hanya sebuah sandaran kapal semata yang berubah menjadi sebuah pelabuhan yang diperhitungkan di wilayah Sumatera Timur. Selain itu, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan merupakan salah satu pelabuhan tradisional yang mampu bertahan seiring perkembangan Sumatera Timur yang sangat pesat pada paruh pertama abad ke-20. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan oleh Belanda difungsikan sebagai pelabuhan ekspor-impor. Jenis komoditas ekspor didominasi oleh hasil perkebunan dan hasil hutan serta hasil pertanian rakyat, sedangkan komoditas impor adalah barang kebutuhan masyarakat dan perusahaan-perusahaan terutama perusahaan perkebunan.
Abstrak
Skripsi berjudul “Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1865-1942” ini adalah sebuah kajian sejarah maritim dan ekonomi yang ditulis melalui sebuah penelitian. Kajian ini menggunakan metode sejarah dalam proses penelitiannya. Pada proses pengumpulan sumber, digunakan sumber-sumber berupa arsip kolonial, laporan, buku, tesis dan studi lapangan berupa rekam jejak peninggalan aktivitas-aktivitas kepelabuhan di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan verifikasi berupa kritik intern dan ekstern untuk menemukan fakta-fakta. Fakta yang telah melalui proses verifikasi masih terpisah dan untuk merangkainya dilakukan tahap ketiga yaitu interpretasi. Setelah fakta-fakta itu saling berkaitan, maka dilakukan tahap terakhir yaitu menjadikannya sebagai sebuah tulisan melalui proses historiografi.
Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan keberadaan dan aktivitas Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Untuk mendukung tujuan tersebut dijelaskan pula kondisi umum Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum penetrasi Belanda dan pada masa Kolonial Belanda.
Kajian ini menemukan suatu hal yang unik mengenai keberadaan dan aktivitas Pelabuhan Tanjung Balai Asahan selama masa Kolonial Belanda. Sebuah pelabuhan yang pada awalnya hanya sebuah sandaran kapal semata yang berubah menjadi sebuah pelabuhan yang diperhitungkan di wilayah Sumatera Timur. Selain itu, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan merupakan salah satu pelabuhan tradisional yang mampu bertahan seiring perkembangan Sumatera Timur yang sangat pesat pada paruh pertama abad ke-20. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan oleh Belanda difungsikan sebagai pelabuhan ekspor-impor. Jenis komoditas ekspor didominasi oleh hasil perkebunan dan hasil hutan serta hasil pertanian rakyat, sedangkan komoditas impor adalah barang kebutuhan masyarakat dan perusahaan-perusahaan terutama perusahaan perkebunan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang terletak di Pantai Timur Sumatera
berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena
berhadapan langsung dengan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan internasional.
Kemajuan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tidak terlepas dengan kehadiran dua
pelabuhan transit yang sengaja dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Inggris di
Semenanjung. Pembentukan kedua pelabuhan tersebut berdampak pada kemunduran
aktivitas perdagangan dan pelayaran di Pantai Barat Sumatera.
Kemunduran aktivitas perdagangan dan pelayaran di Pantai Barat Sumatera
sangat menguntungkan keberadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.
Keuntungannya adalah karena masyarakat pedalaman seperti Batak yang sebelumnya
melakukan kegiatan dagang di Pantai Barat Sumatera beralih ke Pantai Timur
Sumatera. Masyarakat Batak melakukan hubungan dagang ke wilayah Asahan, Panai
dan Bilah.1
1
Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007, hlm. 318.
hingga f. 15.000,-, pada tahun-tahun berikutnya, nilai ekspor-impor menjadi berlipat
dua atau tiga pada rute-rute yang melalui Asahan.2
Berkembangnya Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tentu saja memiliki peran
bagi wilayah cakupannya. Peran-peran ini terus dipegang oleh Pelabuhan Tanjung Selain keuntungan dari kemunduran aktivitas perdagangan dan pelayaran di
Pantai Barat Sumatera, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan juga sangat diuntungkan
dengan kehadiran perkebunan-perkebunan besar. Kehadiran perkebunan-perkebunan
ini semakin membuat Pelabuhan Tanjung Balai Asahan berkembang pesat karena
umumnya Pelabuhan Tanjung Balai Asahan melayani ekspor-impor kegiatan
perkebunan.
Berkembang pesatnya Pelabuhan Tanjung Balai Asahan menjadikannya
sebagai pelabuhan terbesar ketiga setelah Pelabuhan Belawan dan Pangkalan
Brandan. Seiring berjalannya waktu, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan.
Kebijakan-kebijakan tersebut membawa dampak secara langsung bagi
pelabuhan-pelabuhan di Sumatera Timur termasuk Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Salah satu
kebijakan tersebut adalah pembangunan sarana transportasi darat. Pembangunan
sarana transportasi darat memundurkan beberapa pelabuhan-pelabuhan di Sumatera
Timur karena umumnya pelabuhan di Sumatera Timur banyak mengandalkan sungai
sebagai sarana transportasi utama. Hal berbeda ditunjukkan oleh Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan yang mampu tetap bertahan bahkan semakin berkembang setelah
adanya kebijakan untuk membangun sarana transportasi darat.
2
Balai Asahan hingga masuknya Jepang di Sumatera Timur. Peran ini juga yang telah
membuat Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tetap bertahan.
Kajian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu mendeskripsikan tentang
pengelolahan dan manajemen, kuantitas ekspor dan impor serta peran Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan selama masa sebelum kolonial hingga kedatangan dan masa
pemerintahan kolonial, penelitian ini juga menganalisa mengapa Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan dapat bertahan meskipun muncul pelabuhan raksasa dan utama yakni
Pelabuhan Samudera Belawan. Ruang lingkup spasial penelitian ini adalah wilayah
Tanjung Balai di samping wilayah-wilayah yang menjadi cakupan dari Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan.
Dari beberapa uraian di atas, maka peneliti memberi judul penelitian
“Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1865-1942”. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi waktu penelitian dari tahun 1865 hingga 1942. Pada tahun 1865 secara
resmi Kesultanan Asahan tunduk di bawah kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda
yang diawali dengan Netscher meminta kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda di
Batavia melakukan ekspedisi. Usulan ini kemudian diterima dan disetujui dengan
Besluit Gubernur Jenderal No. 1 tanggal 25-8-1865 dinamai dengan: “Expeditie
Tegen Serdang en Asahan” ekspedisi ini dipimpin oleh Kapten van Ress dan Majoor
van Heemskerck dengan didampingi Netscher. Ekspedisi ini kemudian berhasil
menguasai Asahan seutuhnya sehingga setiap urusan politik, ekonomi, perdagangan
Asahan hanya boleh mengurusi masalah adat saja, maka secara otomatis kendali
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dipegang oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Kemudian tahun 1942 merupkan tahun dimana alih kekuasaan dari
Pemerintahan Kolonial Belanda ke Pemerintahan Militer Jepang. Dimana dapat
diketahui bahwa setiap sektor perkebunan tidak lagi menjadi perhatian Jepang karena
yang menjadi perhatian Jepang adalah mencari dukungan untuk melawan sekutu pada
Perang Asia Pasifik. Maka secara otomatis kegiatan ekspor dan impor di Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan berhenti. Permasalahan-permasalahan di atas kemudian akan
di jabarkan dalam poin-poin pertanyaan di rumusan masalah.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam melakukan suatu penelitian maka yang menjadi landasan dari
penelitian itu sendiri adalah apa yang menjadi akar permasalahannya. Permasalahan
pokok yang dibahas dalam penelitian ini, ialah peranan Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan dalam kegiatan ekspor dan impor mulai dari tahun 1865-1942. Penjabaran
permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini akan dipandu melalui
pertanyaan-pertanyaan utama sebagai berikut :
1. Bagaimana Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum tahun 1865?
2. Bagaimana perkembangan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1865-1942?
3. Bagaimana peran Pelabuhan Tanjung Balai Asahan terhadap Afdeling
4. Mengapa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dapat bertahan meskipun
Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan Pelabuhan Belawan Sebagai
Pelabuhan utama ekspor dan impor di Sumatera Timur?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan
hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan tentang :
1. Keadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum tahun 1865.
2. Perkembangan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tahun 1865-1942.
3. Peran Pelabuhan Tanjung Balai Asahan terhadap Afdeling Asahan,
Sumatera Timur, onderneming dan pertanian rakyat.
4. Bertahannya Pelabuhan Tanjung Balai Asahan hingga saat ini,
meskipun Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan Pelabuhan
Belawan Sebagai Pelabuhan utama ekspor dan impor di Sumatera
Timur.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menambah referensi dan khasanah penelitian tentang sejarah
pelabuhan (sejarah maritim) di sumatera utara yang dapat digolongkan
kedalam penulisan sejarah lokal.
2. Untuk masyarakat umum, penelitian dapat memberikan penjelasan
3. Aspek praktis yang mungkin dapat diharapkan dari hasil penelitian ini
adalah akan dijadikannya bahan acuan bagi pemerintah daerah
maupun provinsi untuk mengambil keputusan maupun
kebijakan-kebijakan untuk mengembangkan sektor maritim dalam kasus ini
adalah potensi pelabuhan untuk dapat dikembangkan lagi.
1.4 Tinjauan Pustaka
Kajian tentang peranan pelabuhan di Sumatera Timur untuk mengekspor
hasil-hasil perkebunan belum ada diteliti. Terdapat sedikit beberapa kajian yang
menyangkut tentang peranan pelabuhan sebagai pengekspor hasil-hasil perkebunan,
salah satunya adalah dalam bentuk tesis. Tesis tersebut ditulis oleh Edi Sumarno yang
berjudul “Pertanian Karet Rakyat Sumatera Timur 1863-1942”3
Selain dalam bentuk tesis, untuk mendapatkan informasi mengenai peranan
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebagai pelabuhan ekspor dan impor adalah dalam
bentuk laporan yang sudah dicetak. Laporan tersebut ditulis oleh Anderson yang . Dalam tesis ini
disinggung tentang peranan pelabuhan-pelabuhan di Sumatera Timur untuk
mengekspor hasil-hasil perkebunan, termasuk peranan Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan. Disamping menggambarkan bagaimana peranan pelabuhan-pelabuhan dalam
melakukan aktivitas ekspor karet rakyat, tesis ini juga menyinggung bagaimana
pelabuhan-pelabuhan di Sumatera Timur mengekspor karet yang dilakukan oleh
pihak onderneming.
3
berjudul “Mission to the East Coast of Sumatra in 1823” dan “Acheen and the Port
on the North and East Coast Sumatra” yang menceritakan bagaimana kegiatan
ekspor dan impor barang-barang komoditas yang dipasarkan di Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan. Aktivitas pelayaran dan perdagang di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
menurut laopran ini sudah mengalami kemajuan dengan banyaknya kapal yang hilir
mudik dan bertambat di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan, tentu saja banyaknya kapal
yang datang dan mengangkut komoditas-komoditas ekspor maupun impor
membuktikan bahwa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sudah mengalami kemajuan.
Selain itu laporan ini juga menceritakan bagaimana Kesultanan Asahan mengelola
pelabuhan dengan memberikan keamanan bagi pedagang-pedagang yang ingin
melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.
Untuk mendukung penelitian ini, perlu dilakukan langkah-langkah teoritis
yang salah satunya adalah menggunakan kajian diluar disiplin ilmu sejarah. Untuk
itu, perlu kiranya mengacu pada karya Abbas Salim dalam bukunya “Manajemen
Pelayaran Niaga dan Pelabuhan”.4
Abbas juga menjelaskan bahwa pelabuhan berfungsi sebagai pintu masuk
atau keluar barang dari dalam maupun luar daerah. Ditinjau dari fungsinya,
pelabuhan dapat dibedakan menjadi beberapa kriteria salah satunya adalah menurut
Indische Scheepyaartswet (staatblad 1936), menetapkan bahwa pelabuhan di Dalam buku ini dijelaskan bahwa Pelabuhan
adalah tempat (daerah perairan dan daratan) kapal berlabuh dengan aman dan dapat
melakukan bongkar muat barang serta turun naik penumpang.
4
Indonesia terdiri dari pelabuhan laut dan pelabuhan pantai. Pelabuhan laut adalah
pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri, yang dapat masuk kapal-kapal
dari negara-negara lain, sedangkan pelabuhan pantai adalah pelabuhan yang tidak
terbuka bagi perdagangan luar negeri dan hanya dapat dimasuki oleh kapal-kapal
yang berbendera Indonesia.
Karya Sutejo K. Widodo yang berjudul “Ikan Layang Terbang Menjulang”5
Sementara itu, Naf’an Ratomi dalam skripsinya yang berjudul “Pelabuhan
Labuhan Bilik pada masa Kolonial 1914-1939” membahas peranan Pelabuhan
Labuhan Bilik yang mengekspor karet rakyat terbesar di Sumatera Timur pada tahun
1920-1934. Dalam skripsi ini juga dijelaskan bahwa pada awal-awal tahun 1930-an
Pelabuhan Labuhan Bilik mengalami penurunan. Tetapi Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan tetap bertahan karena perkembangan Tanjung Balai yang menjadi sebuah
gemeente serta adanya pembangunan fasilitas-fasilitas transfortasi seperti jalan raya menceritakan bagaimana pemerintah kolonial pada tahun 1924 membagi dua jenis
pelabuhan yakni pelabuhan besar dan kecil yang dikelola oleh pemerintah serta yang
tidak dikelola pemerintah. Dalam buku ini juga Sutejo menjelaskan bahwa
kedudukan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan merupakan pelabuhan kecil yang
dikelola oleh pemerintah. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan merupakan pelabuhan
binaan dari Pelabuhan Belawan, maka secara kedudukan bahwa pada masa
pemerintah kolonial Pelabuhan Tanjung Balai Asahan menjadi pelabuhan terbesar
kedua setelah Pelabuhan Belawan.
5
dan rel kereta api. Selain itu skripsi ini menjadi bahan acuan dan perbandingan dalam
menulis dan meneliti Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.
Panangian Panggabean, “ Lahirnya Kota Medan Sebagai Pelabuhan Ekspor
Hasil-hasil Perkebunan 1863-1940” menceritakan bagaimana peran Pelabuhan
Belawan mengekspor hasil-hasil perkebunan yang ada di Afdeling Deli en Serdang
yang sebagian besar wilayahnya meliputi Medan dan Deli Serdang sekarang dengan
bantuan transportasi kereta api (DSM). Tesis ini menjadi acuan peneliti untuk
menggambarkan peran Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dalam melakukan ekspor
hasil-hasil perkebunan yang terdapat di Sumatera Timur bagian selatan yakni daerah
Afdeling Asahan.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode, yakni metode penelitian. Metode
penelitian adalah suatu cara atau aturan yang sistematis yang digunakan sebagai
proses untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip untuk mencari kebenaran
dari sebuah permasalahan. Metode penelitian yang saya pakai dalam penelitian
mengacu pada proses penelitian sejarah yang lebih dikenal dengan metode sejarah.
Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman
dan jejak-jejak peninggalan sejarah.6
6
Louis Gottschalk,Mengerti Sejarah, terj. dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985, hlm. 39.
Dalam penerapannya, metode sejarah
menggunakan empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan
Tahap pertama adalah heuristik yakni mengumpulkan sumber-sumber yang
berkaitan dengan permasalahan yang kita teliti. Metode yang dilakukan dalam
heuristik adalah studi arsip, studi pustaka dan studi lapangan. Studi arsip dilakukan
dengan mengumpulkan sejumlah data-data primer berupa arsip mupun laporan,
laporan berupa laporan perjalanan, penelitian dan laporan instansi Pemerintah
Kolonial Belanda. Peneliti telah mengumpulkan arsip-arsip tentang Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan yang didapat dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI),
Arsip Daerah Sumatera Utara maupun Arsip Pemerintah Kota Tanjung Balai. Dari
studi arsip ini, penulis berhasil mengumpulkan arsip-arsip yang berkaitan dengan
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan berupa laporan serah terima jabatan atau Memorie
van Overgave (MvO) Asisten Residen Afdeling Asahan yang tersimpan dalam bentuk
mikrofilm dengan nomor koleksi Indeks Folio MvO 1e reel 19, 20 dan 21, Algemeene
Secretarie, arsip laporan Departement der Marine, dan dokumen leksikografi seperti
Staatsblad van Nederlandsch-Indie, Aardrijkskundig en Statitisch Woordenboek
Nederlandsch-Indie, Beknopte Encyclopedie van Nederlandsch-Indie, dan
Encyclopaedie van nederlandsch-indie.
Selain studi arsip, dalam heuristik, metode yang paling sering digunakan
adalah studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan sumber-sumber
yang berhubungan dengan penelitian ini baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis,
disertasi, jurnal dan lainnya. Untuk mengumpulkan sumber pustaka penulis juga
mencari ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Sumatera Utara dan Perpustakaan Kota
buku-buku maupun jurnal-jurnal serta laporan berkala yang berkaitan dengan penelitian.
Jurnal-jurnal tersebut didapat dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yakni
Verslag van de Kleine Haven in Nederlandsch-Indie over het jaar 1923, 1924, dan
1925, selain itu dapat juga Verslag van de Handelsvereeniging te Medan, Tijdschrijf
voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootschap, Koloniaal
Verslag dan Koloniale Studient, serta yang paling penting adalah Departement der
Burgerlijke Openbare Werken Mededeling en Rapporten: Nederlandsch-Indisch
Haven.
Sumber lain adalah berupa buku, skripsi, tesis dan laporan-laporan, salah
satunya adalah laporan John Anderson yang sudah dipublikasikan yang berjudul
Mission to the East Coast of Sumatra in 1823” dan “Acheen and the Port on the
North and East Coast Sumatra”. Sementara itu, studi lapangan dilakukan dengan
merekam kegiatan aktivitas pelabuhan dan fasilitas-fasilitas pendukung ekspor dan
impor di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan seperti kompleks pergudangan,
perkantoran dan lainnya.
Setelah terkumpul sumber-sumber yang berhubungan dengan penelitian ini,
maka tahapan selanjutnya adalah kritik sumber, baik kritik intern maupun ekstern.
Kritik ekstern dilakukan untuk memilah apakah dokumen itu diperlukan atau tidak
serta menganalisis apakah dukumen yang telah dikumpulkan asli atau tidak dengan
mengamati tulisan, ejaan, jenis kertas serta apakah dokumen tersebut isinya masih
sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
kredibilitas sumber atau kebenaran isi dari sumber tersebut.7
Tahapan selanjutnya adalah Interpretasi yaitu memuat analisis dan sintesis
terhadap data yang telah dikritik atau diverifikasi. Tahapan ini dilakukan dengan cara
menafsirkan fakta, membandingkannya untuk diceritakan kembali dalam bentuk
tulisan. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subyektifitas.8
Tahapan terakhir dari metode ini adalah historiografi atau penulisan. Tahapan
penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang telah ditafsirkan baik secara tematis
maupun kronologis dapat dituliskan. Historiografi merupakan proses mensintesakan
fakta suatu proses menceritakan rangkaian fakta dalam suatu bentuk tulisan yang
kritis analitis dan bersifat ilmiah sehingga tahap akhir dalam penulisan ini dapat
dituangkan dalam bentuk tulisan atau skripsi.
7
Kuntowijoyo,Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm. 99-100.
8
BAB II
KEADAAN PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN
SEBELUM TAHUN 1865
Bab ini menceritakan keadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum
masuknya kekuasaan Kolonial Belanda serta geografisnya. Dalam bab ini juga
dibahas mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan sebelum dikembangkan sebagai pelabuhan yang modern. Selain itu, bab ini
membahas bagaimana Kesultanan Asahan mengelola Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan sebagai pendapatan kesultanan yang dikelola dengan mengutip cukai setiap
kapal atau sampan yang melintasi pelabuhan baik kapal yang keluar ataupun kapal
yang masuk.
Pengelolaan pelabuhan juga meliputi keamanan, terutama mengamankan
adanya bahaya perompakan dan bajak laut baik di sungai maupun di laut yang selama
ini membahayakan dan merugikan perdagangan dari dan ke Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan. Dalam pengelolaan ini, Kesultanan Asahan menjalin kerjasama dengan
Pemerintah Kolonial Inggris dan kesultanan-kesultanan lainnya yang berdekatan
dengan Kesultanan Asahan. Selain pengelolaan, Kesultanan Asahan juga
meningkatkan perdagangan dengan Inggris dan beberapa wilayah lainnya. Informasi
awal mengenai aktivitas pelabuhan di Tanjung Balai berawal dari hubungan dagang
2.1 Geografis
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan terletak di Pantai Timur Sumatera yang
menjorok ke Selat Malaka dan berada di bawah pengawasan dan kendali Kesultanan
Asahan. Letaknya berada di antara muara Sungai Asahan dan Sungai Silau yang
berhulu di Danau Toba dan bermuara di Selat Malaka. Letak pelabuhan yang berada
ditepi sungai berkaitan erat dengan rutetransportasi yang digunakan, yakni
sungai,sebagai sarana transportasi utama danmudah.9Jarak dari muara ke Selat
Malaka kurang lebih berjarak 8,5 mil.10
Batas-batas Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yakni di sebelah timur
berbatasan dengan Sungai Asahan, sebelah selatan berbatasan dengan garis tanda
pembatas (tapal batas) 1 dan 2 sebelah kiri Sungai Asahan, sebelah barat berbatasan
dengan garis tanda pembatas 2 dan 3, dan sebelah utara berbatasan dengan garis tanda
pembatas sebelah kiri Sungai Asahan.11 Secara astronomis, letak Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan terletak pada titik koordinat 970 27' 30' Bujur Timur dan 30 10' .Lintang
Utara.12
Berdasarkan letak astronomisnya, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang
terletak di wilayah Asahan, sebagian besar keadaan atau kontur tanahnya sangat
9
Edi Sumarno, “Mundurnya Kota Pelabuhan Tradisional di Sumatera Timur pada Periode Kolonial” dalam Historisme Edisi NO.22/Tahun XI/Agustus 2006, hlm. 2.
10
Anonim, “Aanvullingsnota van Toelichting Betreffende het Landschap Asahan” dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootschap, Jilid LIII, Batavia: Albrecht&co dan Deen Haag: Martinus Nijhoff, 1911, hlm. 391.
11
Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1920 No. 221. Lihat juga Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 23 Maart 1920 No. 86.
12
datar. Tanahnya rendah dan berawa-rawa, pada saat pasang tiba dataran rendahnya
selalu tergenang air.13 Keadaan alam sekitar Tanjung Balai pada dasarnya merupakan
daerah pantai berada di wilayah utara yang lebarnya 20-25 km, dan meluas ke selatan
yang memiliki luas 100 km. Keadaan ini ditambah dengan banyaknya sungai dan
beting pada saat surut. Hal ini disebabkan karena pada umumnya sungai-sungai yang
berada di Sumatera Timur sangat cepat bersedimentasi, sehingga tanah di sekitar
Tanjung Balai merupakan tanah aluvial muda.14
Letak geografis Pulau Sumatera yang berada di titik koordinat antara 50
Lintang Utara dan 50 Lintang Selatan sangat menentukan keadaan iklim Sumatera
yang cenderung panas dan silih bergantinya musin antara musin panas dan
penghujan. Setiap tahun suhu rata-rata di daerah pantai adalah antara 26,60 sampai
27,30. Suhu rata-rata Sumatera dianggap kurang
½
0lebih tinggi dari pada Jawa. Hal
ini dikarenakan Sumatera berada di kedua sisi katulistiwa. (lihat Lampiran I).
15
Arah angin yang bertiup di Pulau Sumatera ditentukan oleh angin musim
(muson) dan angin perdagangan yang memiliki hubungan satu sama lainnya. Di
wilayah pantai, terjadi tiupan angin antara angin darat dan angin laut, angin laut Keterangan ini
menunjukkan bahwa keadaan cuaca di Tanjung Balai tidak jauh berbeda karena
Tanjung Balai terletak di Pulau Sumatera.
13
John Anderson, Mission to East Coast of Sumatera in 1823, Kuala Lumpur/Singapore/New York/London: Oxford University Press,1971, hlm. 123-124.
14
Anonim, “Aanvullingsnota...”, op. cit, hlm. 394. Lihat juga T. J. Bezemer, Beknopte Encyclopedie van Nederlandsch-Indie, Leiden : Martinus Nijhoff, 1921, hlm. 18.
15
terjadi pada siang hari dari laut ke darat, sedangkan angin darat terjadi pada malam
hari dari darat ke laut. Pada Pantai Timur Sumatera dan Aceh, angin darat dan laut
sangat berkembang dengan baik, tetapi terkadang terjadi badai dengan disertai hujan
yang lebat.16
Pelabuhan adalah lingkungan kerja yang terdiri dari area daratan dan
perairan yang dilengkapi dengan fasilitas tempat berlabuh dan bertambatnya kapal
atau perahu untuk terselenggaranya bongkar muat barang dan turun naiknya
penumpang.
Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa, Tanjung Balai yang
terletak di Pantai Timur Sumatera berkembang angin musim (muson) dengan baik.
Sehingga sistem pelayaran dan perdagangan berkembang dengan pesat. (Lihat
Lampiran II).
2.2 Sarana dan Prasarana
17
Kadang-kadang suatu lokasi pantai dapat memenuhi keadaan (tempat
yang terlindung dari gerakan gelombang laut) dimana kedalaman air pelabuhannya
memenuhi persyaratan bagi suatu ukuran kapal tertentu, sehingga hanya dibutuhkan
dibangun suatu tambatan guna merapatnya kapal sehingga aktivitas pelabuhan dapat
dilakukan.18
16
Ibid., hlm. 30.
17
Abbas Salim, Manajemen Pelayaran Niaga dan Pelabuhan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1994, hlm. 53.
18
Soedjono Kramadibrata, Perencanaan Pelabuhan, Bandung: Ganeca Exact Bandung, 1985, hlm. 18.
Keterangan ini menunjukkan bahwa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
yang berada di muara Sungai Asahan dan Sungai Silau merupakan pelabuhan alam
yang terbebas dari gelombang air laut. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum
perahu-perahu dari wilayah hinterlandseperti toba, panei dan lainnya. Ketika Pemerintah
Inggris menguasai Semenanjung Malaya dan Singapura, barulah wilayah ini
melakukan kegiatan ekspor dan impor dari dan ke Tanjung Balai.
2.2.1 Dermaga
Suatu pelabuhan sudah pasti memiliki dermaga untuk bertambatnya kapal
atau perahu yang datang atau pergi dari dan ke pelabuhan. Sama halnya dengan
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang juga memiliki dermaga mengingat pelabuhan
ini sering dikunjungi kapal-kapal maupun perahu-perahu dari daerah di sekitar
Asahan. Ini dapat dibuktikan dengan catatan John Anderson yang mengunjungi
Sumatera Timur pada tahun 1823.
“The bindahara of batubara was lying in a prow close to where we anchored. I went on board, and he received me with marked attention. He is an old man, with a large diseases nose, and nearly blind. Unlike his nephews and the chiefs at batubara, who are splendidly attired in gold cloths and other neat dresses, he was shabbily habited. He told me he had come to assahan to settle some little differences between the king and the rajah muda. Soon after returning to my boat, the shahbundar of kampong balei, and the brother of the bindahara, came on board and informed me that the rajah of assahan was still up the country in the batta kingdom, engaged in hostilities with some chiefs there, and that the rajah muda and bindahara were up the other river, four or five days’ journey. They
offered me accomodation in a small hovel on shore...”19
“Bendahara dari Batubara berbaring di sebuah kapal dekat dengan kapal kami yang sedang berlabuh. Saya mendatanginya di kapal dan di menerima saya dengan keheranan. Dia seorang laki-laki tua dengan hidung besar yang kelihatannya sakit dan hampir buta. Tidak seperti keponakannya seorang petinggi Batubara yang mengenakan pakaian Terjemahan:
19
yang rapi dengan kain emas, sedangkan ia tampak lusuh. Dia mengatakan kepada saya dia datang ke Asahan untuk menyelesaikan beberapa masalah kecil antara raja dengan raja muda. Setelah kembali ke kapal saya, syahbandar dari Kampung Balei dan bendahara datang ke kapal dan memberitahu saya bahwa Sultan Asahan sedang berada di Kerajaan Batak untuk menyelesaikan pertikaian antar kampung di sana, kemudian raja muda dan bendahara memberitahu jika ingin ke sana harus menyusuri sungai yang memakan waktu 4 sampai 5 hari perjalanan. Mereka menawarkan akomodasi kepada saya di sebuah gubuk kecil di pantai...”
Keterangan di atas menginformasikan bahwa ketika Anderson berlabuh di
dermaga Pelabuhan, dia menemui bendahara Batubara yang datang ke Asahan untuk
menyelesaikan beberapa masalah kecil antara raja dengan raja muda. Dia juga
mempromosikan hasil-hasil perdagangan yang kemudian dapat dibawa ke Penang. Ini
menunjukkan bahwa di Pelabuhan Tanjung Balai sudah terdapat dermaga untuk
berlabuhnya kapal yang ditumpangi Anderson. Setelah Anderson kembali ke
perahunya, syahbandar dari Tanjung Balai beserta bendahara mendatangi Anderson
dan memberitahu bahwa Sultan Asahan sedang pergi ke pedalaman Batak untuk
mengurusi pemberontakan-pemberontakan kecil yang terjadi di sana, karena
perjalanan selanjutnya menghabiskan waktu 4-5 hari, maka syahbandar tersebut
menawarkan agar Anderson dan rekan-rekan menginap dahulu di sebuah gubuk kecil.
Tawaran tersebut diterima oleh Anderson dan kemudian perahu yang ditumpangi
Anderson disandarkan di dermaga.
2.2.2 Kapal dan Perahu
Selain dermaga, sarana dan prasarana penunjang pelabuhan yang tidak kalah
menghubungkan antara pelabuhan satu dengan pelabuhan yang lainnya. Selain itu,
kapal dan perahu merupakan alat atau moda untuk mengangkut hasil-hasil komoditas
yang kemudian diekspor dan impor. Keberadaan kapal dan perahu di Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan sangat penting karena pelabuhan ini merupakan salah satu
penghasil komoditas-komoditas hasil bumi yang sering dikunjungi kapal-kapal atau
perahu-perahu dari daerah sekitar Asahan. Hal ini dapat ditunjang dengan catatan
Anderson yang mengunjungi Asahan sewaktu lawatannya ke Sumatera Timur pada
tahun 1823.
“...but there are still about eighty prahus, of different sizes, belonging to the country, engaged in conveying the produce of the country to the British Settlements, Malacca and the adjoining Malay States. Many prahus from Batubara frequent Assahan, to procure rice and paddy...”20
Sepenggal kalimat di atas menunjukkan bahwa perahu-perahu yang terdapat
di sekitar Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sangat banyak. Terdapat juga
perahu-perahu yang hilir mudik dari Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dan perahu-perahu-perahu-perahu
yang menuju dan bertambat ke Pelabuhan Tanjung Balai Asahan untuk mengangkut Terjemahan:
“...tetapi masih terdapat sekitar delapan puluh perahu dari berbagai ukuran, milik Kesultanan Asahan, yang hilir mudik membawa hasil bumi dari Asahan untuk dikirim ke Pemukiman Inggris, Malaka dan daerah-daerah Melayu lainnya yang berdekatan dengan Asahan. Banyak perahu dari Batubara yang datang langsung ke Asahan untuk mengangkut beras dan padi...”
20
hasil-hasil komoditas dari Asahan. Masih mengenai perahu-perahu yang hilir mudik
di sekitar Pelabuhan dalam catatan Anderson dengan judul yang berbeda, yakni:
“ The internal divisions have materially injured the trade of the country. It was formerly a place of extensive commerce. Vessels of all sorts from Java, Celebes, and Acheen, useed to frequent this places; and the annual importation of salt, I am assured, never fall short of 600 coyans. The commerce has very much decreased; but there are still about 80 prows of various sizes belonging to the country, engaged in carrying the valuable produce to Pinang, Malaca, and Singapore; and many prows from
Batubara take in cargoes here.”21
21
Anderson, Mission...., op. cit., hlm. 320.
Terjemahan:
“ Perpecahan di dalam kubu (pemberontakan-pemberontakan) sangat merugikan perdagangan di daerah ini. Dahulu, tempat ini merupakan pusat perdagangan yang sudah maju. Kapal dari segala macam penjuru mengunjungi tempat ini seperti dari Jawa, Sulawesi dan Aceh, biasanya langsung mengunjungi tempat ini; dan setiap tahun mengimpor garam, saya menjamin, jumlahnya tidak pernah di bawah 600 koyan. Perdagangannya semakin menurun, tetapi masih terdapat sekitar delapan puluh perahu berbagai ukuran di negeri ini, yang hilir mudik membawa hasil-hasil bumi negeri ini untuk dibawa ke Penang, Malaka, dan Singapura; dan banyak perahu dari Batubara mengambil kargo disini.”
Hal ini membuktikan bahwa dahulu Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
banyak disinggahi kapal-kapal dan perahu-perahu dari luar Sumatera seperti Jawa,
Aceh, Sulawesi, Penang, Malaka dan Singapura. Walaupun negeri ini dilanda
perpecahan dan menurunnya angka perdagangan, tetap terdapat banyak kapal-kapal
dan perahu-perahu yang hilir mudik dan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan.
Kekuasaan hegemoni Melayu di Asahan terbentuk dari adanya aktivitas lalu
lintas perdagangan yang diangkut dari hulu ke hilir. Aktivitas ini menimbulkan
konsep kekuasaan atas suatu wilayah yang dikuasainya. Kesultanan Asahan sebagai
penguasa berhak atas cukai perdagangan yang lambat laun tempat bertemunya antara
pedagang dan pengutipan cukai tersebut menjadi pelabuhan tradisional.22
Setiap barang dagangan yang masuk dan keluar dari Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan wajib dikenakan cukai. Kegiatan ini untuk menambah kas
pemerintahan Kesultanan Asahan yang sebagian besar pendapatannya diterima dari
cukai barang-barang atau komoditi yang masuk dan keluar dari Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan. Tetapi pada tahun 1823, kekuasaan-kekuasaan yang berada di garis
Pantai Timur Sumatera membebaskan cukai atau pajak barang yang datang dari
pemukiman Inggris karena untuk mencari simpati demi menjalin kerjasama dengan Kesultanan
Asahan sebagai penguasa atas Pelabuhan Tanjung Balai Asahan bertanggung jawab
mengelola dan menjaga keamanan pelabuhan dari kerusuhan atau kejahatan yang
merugikan pedagang yang kemudian berdampak pada kemunduran lalu lintas
perdagangan karena pedagang merasa bahwa tempat ini tidak aman. Pengelolaan
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan meliputi cukai, keamanan dan kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan oleh penguasa kesultanan.
2.3.1 Cukai
22
Gubernur Inggris di Penang dan Malaka. Informasi ini dijelaskan dalam catatan
Anderson:
“ These chiefs also tendered engagements that they would not permit any European nation to settle in any part of Asahan and Batubara, or its dependencies of Bedagai, Pagurawan, Sipare-pare or Tanjung, and they expressed their intention of encouraging the resort to Pinang of their trading prahus from Delli and other places. They gave the agent also an assurance (under their hands and seals) of their protection and assistance to any vessels that might be in distress on their coasts, and of affording every facility to enable them to return to their own ports. They also promised a free admission of any merchandise into their country by merchants or traders from to the British settlements, free of all duties or exactions whatever, their aim being to encourage traders to frequent their country...”23
Kutipan di atas menjelaskan bahwa para pembesar di Asahan dan sekitarnya
menjanjikan barang-barang yang datang dari pemerintahan Inggris di Penang maupun
Semenanjung Malaya dibebaskan bea masuk atau pajak. Kebijakan ini dijalankan
oleh pemerintahan Kesultanan Asahan karena ingin menarik simpati Pemerintahan Terjemahan:
“Para pembesar selalu menawarkan perjanjian tetapi mereka tidak mengizinkan untuk negara-negara Eropa lainnya di bagian Asahan dan Batubara, atau daerah jajahan seperti Bedagai, Pagurawan, Sipare-pare atau Tanjung, dan mereka menyatakan niat untuk membuka jalan ke Pinang untuk perahu-perahu perdagangan dari Deli dan daerah lainnya. Mereka memberi agen sebagai jaminan (di bawah tangan dan stempel mereka) perlindungan dan bantuan bagi setiap kapal yang mungkin mengalami kerusakan, dan memberikan fasilitas-fasilitas hingga kapal-kapal tersebut kembali ke pelabuhannya masing-masing. Mereka juga menjanjikan cukai gratis bagi setiap perdagangan ke wilayah mereka oleh saudagar dan pedagang dari Pemerintah Kolonial Inggris, bebas dari semua pajak dan pemungutan apapun, tujuan ini untuk mendorong pedagang berdagang secara langsung ke wilayah mereka....”
23
Inggris untuk menjalin kerjasama dalam bidang perdagangan maupun pemerintahan.
Selain itu, Pemerintah Inggris juga memberikan fasilitas-fasilitas dan menjajikan
meningkatkan hubungan perdagangan dengan negeri-negeri di Pantai Timur
Sumatera termasuk Asahan.
Usaha-usaha ini dilakukan oleh Pemerintahan Inggris karena untuk
mencegah negeri-negeri yang berada di Pantai Timur Sumatera berhubungan dengan
Belanda baik itu hubungan dagang, kontrak politik dan lainnya. Inggris selalu
memberikan perlindungan, dorongan dan fasilitas, serta meningkatkan industri dan
pertanian masyarakat yang berukim di Pantai Timur Sumatera termasuk Asahan.
Usaha yang dilakukan Pemerintahan Inggris di Pantai Timur Sumatera adalah
semata-mata hanya untuk memonopoli perdagangan komoditas-komoditas
perdagangan yang terdapat di Pantai Timur Sumatera termasuk komoditas primadona
yakni lada.24
No
Selain barang-barang yang datang dari Pemerintah Inggris di Penang,
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan juga melakukan kegiatan ekspor dan impor dari
daerah lain, sehingga penerimaan cukai di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tetap
ada. Berikut adalah daftar-daftar cukai baik impor maupun ekspor.
Tabel. 1.
Daftar Cukai Impor di Pelabuhan Tanjung Balai 1823
Produk Cukai
Dollar Per
24
1 Garam 2 Koyan
2 Opium/Candu
Tidak ada cukai, pembelian dimonopoli
oleh Sultan
3 Timah
4 Bubuk Musiu
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra,
London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 206
Tabel di atas menunjukkan bahwa penerimaan cukai Kesultanan Asahan
untuk impor garam adalah sebesar 2 dolar per koyan, sedangkan untuk candu, timah,
dan bubuk musiu tidak dikenakan cukai karena pembelian barang-barang komoditi ini
dimonopoli oleh sultan, artinya setiap barang-barang yang dimonopoli oleh raja
hanya boleh diimpor oleh raja yang kemudian dijual kepada rakyat atau masyarakat
umum namun sebagian dari beberapa barang komoditi tersebut dikonsumsi oleh
keluarga kesultanan maupun para pembesar-pembesar Kesultanan Asahan yang
membantu dalam tugas-tugas pemerintahan di Kesultanan Asahan. Pendapatan cukai
ekspor dari Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yakni:
Tabel 2.
Daftar Cukai Ekspor di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1823
9 Rotan Semambur 10 1,000
10 Rotan Kecil 10 1,000
11 Rotan (cambuk/cemeti) 10 1,000
12 Jaring Ikan ½ Gulung
13 Kayu Celup ½ Pikul
14 Getah Merah ½ Pikul
15 Kuda 2 Ekor
16 Trowsers 2½ Sent. ad valorem
17 Tembakau Batak 8 Pikul
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra,
London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 206
Daftar cukai ekspor Pelabuhan Tanjung Balai Asahan di atas menunjukkan
bahwa banyaknya barang-barang komoditas yang diperjual-belikan melalui
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Jumlah penerimaan cukai yang didapat oleh
Kesultanan Asahan menurut daftar tabel di atas yakni sebesar ± 88 dollar.
2.3.2 Keamanan
Keamanan bagi pedagang-pedagang yang ingin melakukan kegiatan bongkar
muat maupun kegiatan penunjang lainnya di pelabuhan sangat penting, baik itu di
darat maupun di perairan (laut dan sungai). Pelabuhan yang aman akan banyak
dikunjungi para pedagang dari daerah lain karena terjamin barang-barang yang ingin
dipasarkan sehingga dapat menguntungkan kedua pihak. Tanjung Balai sebagai
pelabuhan wajib memberikan perlindungan dan keamanan bagi pedagang-pedagang
yang ingin mengunjungi Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Masalah keamanan,
Kesultanan Asahan sudah melakukan beberapa tindakan atau kebijakan yang
“ Several suggestions were made by the chiefs of Asahan for the improvement of the commerce between these states and the British Settlements, and for the purpose of checking that extensive system piracy which prevails at present. There are annually fleets of pirate prahus, which come up from Rhio and Lingin, and lie in wait for the defenceless prahus, plundering them of all they possess, and murdering or carrying away as slaves all on board. The principal object, so much desired by them, is the establishment of a small force at the Island of Pankour, near the Dindings, the favourite resort of pirates in these straits. The chiefs of Asahan as well as all the Rajah’s along the coast, particularly requested the agent to solicit the protection of the Pinang Government to their prahus in that quarter. Immense numbers of human lives are annually sacrificed, and valuable property is lost, by the attack of these merciless marauders, who lie in wait in the creeks and rivers, and issue out when they observe a favourable opportunity for attack. During the prevalence of the strong north-west wind, in October and November, the prahus from Delli, Langkat, and other ports to the northward, are generally driven down to the Sambilang Islands, and are obliged to coast along Perak Shore to this places. A small military post, therefore, would afford protection to their trading prahus, whish are frequently in want of repairs and water, and dare not venture near these islands, unless compelled by stress of weather; and it would give great encouragement and stimulus to other.”25
“Beberapa tawaran yang dibuat oleh para pembesar di Asahan adalah untuk peningkatan perdagangan antara Asahan dengan Pemerintahan Inggris, dan tujuan yang lainnya adalah untuk mengontrol sistem bajak laut yang berlaku saat ini. Setiap tahunnya ada perahu bajak laut, yang datang dari Rhio dan Lingin, dan menunggu setiap perahu yang lewat, menjarah semua yang mereka miliki, dan membunuh dan membawa orang yang terdapat di kapal untuk dijadikan budak. Objek utama, begitu banyak diinginkan oleh mereka, adalah pembentukan kekuatan kecil di Pulau Pankour, dekat Dindings, resor favorit bajak laut di selat tersebut. Para pembesar Asahan serta semua raja di Pantai Timur Sumatera meminta agen untuk meminta perlindungan bagi perahu-perahu perdagangan kepada Pemerintah Inggris di Penang. Setiap tahunnya banyak korban jiwa melayang, dan kehilangan harta benda oleh serangan perompakan tersebut tanpa ampun yang selalu menunggu di anak sungai dan sungai, dan mengamati untuk kesempatan menyerang. Lazimnya, ketika kekuatan angin utara-barat, pada Oktober dan November, perahu-perahu dari Deli, Langkat, dan pelabuhan-pelabuhan lainnya yang Terjemahan:
25
terletak di bagian utara, umumnya wajib berteduh ke Pulau Sambilang jika bertujuan ke Pantai Perak. Sebuah pos militer kecil, oleh karena itu, akan memberi perlindungan untuk prahus perdagangan mereka, yang mana untuk melakukan perbaikan dan mencari air, dan tidak berani mendekati pulau ini jika tidak karena terpaksa akibat gangguan cuaca, dan itu akan memberikan dorongan besar dan stimulus untuk lainnya.”
Kutipan di atas menceritakan bahwa, beberapa tawaran telah diberikan oleh
para pembesar Asahan untuk melakukan perbaikan di sektor perdagangan antara
Asahan dengan Pemerintah Inggris di Penang, yang salah satu isinya adalah
melakukan patroli di Selat Malaka terhadap pembajak-pembajak laut yang selama ini
meresahkan para pedagang yang datang dari Penang, Semenanjung Malaya maupun
Singapura begitupun sebaliknya. Perahu-perahu yang ditumpangi para pembajak laut
tersebut datang dari Riau dan Lingin (Semenanjung Malaya) dan mereka selalu
menunggu di perahu untuk membajak perahu-perahu yang lewat untuk mengambil
harta benda dan muatan yang mereka bawa serta membunuh dan membawa
budak-budak yang ada di atas kapal.
Tempat yang dijadikan markas oleh para pembajak tersebut adalah Pulau
Pankour dekat Dindings, merupakan tempat favorit para pembajak. Para pembesar
Asahan dan raja-raja yang berada di Pantai Timur Sumatera meminta bantuan
Pemerintah Inggris untuk menjalin kerjasama mengamankan perahu-perahu yang
datang dari Pantai Timur Sumatera tujuan ke Penang dari ancaman para pembajak
laut. Hal ini dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa serta perampasan
harta benda lagi olah pembajak laut yang menunggu di sungai dan anak sungai.
November. Masa ini merupakan ramai-ramainya perahu dari Deli dan tempat-tampat
lain di utara Pantai Timur Sumatera.
Atas terjalinnya kerjasama antara para pembesar di Pantai Timur Sumatera
dengan Pemerintah Inggris yang ada di Penang maka, dibangunlah pos militer kecil
yang dapat mengontrol para pembajak laut yang selama ini mengancam nyawa dan
kehilangan harta benda para pedagang yang lalu lalang di daerah ini. Para pedagang
dengan adanya kebijakan ini maka dengan merasa aman mereka dapat singgah di
pulau-pulau kecil di kawasan Selat Malaka yang selama ini ditempati oleh para
pembajak, dengan aman para pedagang dapat beristirahat, melakukan perbaikan
perahu serta mencari air bersih untuk melepaskan dahaga para pedagang, yang
sebelumnya mereka tidak berani untuk mendekati pulau-pulau tersebut karena bahaya
yang mengancam terkecuali mereka terpaksa berteduh di pulau-pulau tersebut karena
keadaan cuaca yang tidak menentu dan arah angin yang mengharuskan perahu
mereka berlabuh di pulau-pulau ini.26
Keterangan di atas merupakan usaha Kesultanan Asahan serta
pembesar-pembesar lainnya yang ada di Sumatera Timur untuk memberikan keamanan bagi
pedagang-pedagang maupun perahu-perahu yang hilir mudik di kawasan Selat
Malaka. Khususnya, Kesultanan Asahan yang menangani secara langsung Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan di bawah pimpinan Syahbandar wajib memberikan keamanan
untuk para pedagang yang berkunjung ke Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Dengan
26
demikian para pedagang tidak perlu khawatir lagi karena sudah ada pos pengamanan
yang dapat menyelamatkan nyawa mereka dan juga menyelamatkan harta-benda yang
mereka bawa untuk diperdagangkan.
2.4 Aktivitas
Informasi awal mengenai perdagangan di Asahan dapat diketahui melalui
Dagregister VOC di Malaka, pada tanggal 15 Juni 1641 yang isinya sebuah galyun
(galyung)27 dari Jepara membawa muatan garam meminta surat pas kepada VOC di
Malaka untuk pergi ke Asahan yang saat itu dipimpin oleh Sultan Raja Mohamad
Rumsyah (Marhom Sei Banitan/Marhom Gagap) sebagai Sultan Asahan yang
kedua.28
Sultan ini menetap di Sei Banitan yang kemudian menikah dengan Puteri
Bendahara (Encik Samidah), dari hasil pernikahannya ini kemudian mereka
dikarunuiai tiga orang anak Abdul Jalil Syah, Raja Paduka dan Raja Kecil Besar.
Selama pemerintahan Raja Rumsyah, Kesultanan Asahan menjalin hubungan baik
dengan VOC. Setelah mangkatnya Raja Rumsyah, maka tahta kesultanan diberikan
kepada Abdul Jalil Syah. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Syah, Yamtuan
Riau, Raja Haji, kawin dengan puteri Asahan dan sebagai mas kawinnya dihadiahkan
27
Galyun atau galyung adalah kapal perang VOC yang biasanya juga digunakan sebagai kapal dagang dengan memuat hasil-hasil komoditas yang diperdagangkan oleh VOC. Lihat C.R. Boxer, Jan Kompeni: Dalam Perang dan Damai 1602-1799 Sebuah Sejarah Singkat Tentang Persekutuan Dagang Hindia Belanda, terj. Bakri Siregar, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1983, hlm. 31.
28
kapal penjajap “Bulang Linggi” yang kemudian menjadi kapal komando untuk
menyerang VOC di Malaka, kemudian pada tahun 1763 Kesultanan Asahan
membantu Siak untuk menyerang VOC.29 Penduduk Batubara turut dalam pasukan
Raja Haji menyerang VOC di Malaka dan pada tanggal 4 Februari 1857 membakar
pinggiran benteng VOC di Malaka.30
Sebelum adanya konflik antara kekuasaan Melayu di Siak dan Semenanjung
Malaya dengan VOC, perdagangan VOC di Malaka selalu menjalin hubungan dagang
dengan baik kepada daerah-daerah ataupun kerajaan yang ada di Sumatera Bagian
Utara. Wilayah-wilayah yang menjalin hubungan dengan VOC adalah Aceh, Asahan,
Batu Bara, Rokan, Deli, Ujung Salang dan lainnya. Namun, setelah adanya konflik,
kapal-kapal yang berlayar ke Malaka untuk melakukan dagang dengan VOC di
berhentikan secara paksa oleh pembesar-pembesar kerajaan dari Selangor. Ini
membuktikan bahwa para pembesar tersebut sangat anti terhadap VOC, jika
kapal-kapal yang diberhentikan melawan maka muatan yang diangkut dikapal-kapal tersebut akan
dirampas dan dibunuh awak kapalnya. Biasanya kapal-kapal yang datang dari utara
Pulau Sumatera termasuk Asahan selalu membawa beras, lada dan lainnya untuk
diperdagangkan ke VOC di Malaka.31
29
Kathirittamby-Wells, J, ‘Strangers’ and ‘Stranger-Kings’: The Sayyid in Eighteenth-Century Maritime Southeast Asia”, dalam Journal of Southeast Asian Studies, 40(3), pp 567–591 October 2009, hlm. 577.
30
Op. cit., hlm. 120.
31
Informasi berikutnya mengenai aktivitas perdagangan di Asahan adalah
laporan perjalanan John Anderson sebagai utusan Pemerintahan Inggris di Penang
pada tahun 1823. Pada saat itu Asahan beserta negeri-negeri yang ada di Pantai Timur
Sumatera telah mengekspor lada dengan jumlah yang besar yakni 17.000 sampai
18.000 pikul, lada didapatkan dari pedalamam Batak dan sebagian para pembudidaya
Melayu di sepanjang Pantai Timur Sumatera.32
Sebelumnya pada tahun 1819, para pemimpinDeli, Serdang,
danAsahanmembukakorespondensi denganPemerintahan Inggris di Penang,
yangmenunjukkan keinginanuntuk meningkatkanhubungandengan Pemerintahan
Inggris di Penang, dan ketika itu PemerintahBelandatelahmenaklukkan Riau, Malaka,
danPadang, danPemerintah Belanda berusahamungkin untukmerebut
kekuasaanpelabuhanyang terdapat di Sumatera untuk meningkatkan perdagangan, itu
dianggap dapat mengancam kedudukan penguasapribumi.Penguasa pribumi seperti
Deli, Serdang dan Asahan menganggap lebih menguntungkan menjalin hubungan
dengan Pemerintah Inggris di Penang jika dibandingkan dengan Pemerintah
Belanda.33
Jumlahladayang diekspor dariPantai TimurSumatrakePenang, Malakadan
Singapura, selama tahun1824, berjumlah 60.000pikul, jumlah ini belum banyak
mengalami perubahan. Lada di Pantai Sumatera Timur didapatkan dari pelabuhan
32
Anderson, Acheen..., op. cit., hlm. 173-174.
33
yang ada di Langkat, Bulucina, Deli, danSerdang; tetapidalam jumlah kecillada juga
telahdieksporakhir-akhir inidariPercut, Padang, Tanjung, Silau, danAsahan.34
Perdagangan di Asahan telah menurun jika dibandingkan dari tahun-tahun
sebelumnya, tetapi di Asahan masih terdapat sekitar 80 perahu berbagai ukuran milik
Kesultanan Asahan, yang hilir mudik membawa hasil bumi dari Asahan untuk
dikirim ke Pemukiman Inggris, Malaka dan daerah-daerah Melayu lainnya yang
berdekatan dengan Asahan. Banyak perahu dari Batubara yang datang langsung ke
Asahan untuk mengangkut beras dan padi.35
34
Ibid., hlm. 199-200.
35
Ibid., hlm. 205.
Asahan selalu menimpor garam, candu dan kain sutera berwarna biru dan
putih yang kemudian diperdagangkan di pedalaman Batak serta beberapa bubuk
musiu untuk keperluan Kesultanan Asahan. Namun, masih banyak lagi barang-barang
komoditas yang diimpor di Asahan seagaimana yang diimpor di Deli dan
tempat-tempat lainnya.
Daftar Barang-barang yang di Impor Melalui Pelabuhan Tanjung Balai Asahan pada Tahun 1823
No Produk
Harga per Satuan Harga (dollar) Satuan
1 Kain Sutera berwarna Biru dan
Putih 2 Corge
2 Kain Cita 2 Corge
3 Karpet 2 Corge
4 Candu 1 Bal
5 Garam 4 Koyan
6 Bubuk Mesiu 2 Koyan
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra,
London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 206
Daftar barang-barang yang diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan sebagian besar dikonsumsi atau dipesan secara khusus untuk keperluan
Kesultanan Asahan seperti Bubuk mesiu untuk persenjataan, karpet untuk hiasan
istana, dan kain sutera atau kain cita yang dipesan untuk keperluan pakaian keluarga
Kesultanan Asahan. Selain dikonsumsi oleh istana, kain sutera juga di perjual belikan
untuk masyarakat pedalaman batak begitu juga dengan garam.
Selain mengimpor, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan juga melakukan
aktivitas ekspor, hasil-hasil ekspor dari Kesultanan Asahan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.
No Produk
Harga per Satuan
Harga (dollar) Satuan
1 Kayu laka atau Kayu
Celup 1½ Pikul
2 Rotan 10 Laksa
3 Kacang-kacangan 10 100 gantang
4 Padi 1 25 sampai 30 gantang
5 Beras 1 12 sampai 15 gantang
6 Lilin 32 Pikul
7 Tikar 12 Corge
8 Kuda 10 sampai 20 Ekor
9 Budak (Perempuan) 40 Orang
10 Budak (Anak-Anak) 20 Orang
11 Budak (Laki-Laki Tua) 12 sampai 15 Orang
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra,
London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 206.
Daftar tabel ekspor di atas menunjukkan bahwa banyaknya
komoditas-komoditas yang dihasilkan di Kesultanan Asahan yang kemudian diekspor melalui
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan seperti kayu celup atau kayu laka yang merupakan
komoditas yang banyak dijumpai tidak hanya di Asahan tetapi di tempat lainnya.
Rotan, padi dan beras yang merupakan komoditas terbesar jika dibandingkan dengan
tempat-tempat lainnya di Pantai Sumatera Timur, begitu juga halnya dengan budak
namun sejakpenghapusan perbudakandiPenangdanMalaka perdagangan budak dari