• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sarana dan Prasarana

Dalam dokumen Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1865-1942. (Halaman 31-35)

BAB II KEADAAN PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN SEBELUM

2.2 Sarana dan Prasarana

17

Kadang-kadang suatu lokasi pantai dapat memenuhi keadaan (tempat yang terlindung dari gerakan gelombang laut) dimana kedalaman air pelabuhannya memenuhi persyaratan bagi suatu ukuran kapal tertentu, sehingga hanya dibutuhkan dibangun suatu tambatan guna merapatnya kapal sehingga aktivitas pelabuhan dapat

dilakukan.18

16

Ibid., hlm. 30.

17

Abbas Salim, Manajemen Pelayaran Niaga dan Pelabuhan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1994, hlm. 53.

18

Soedjono Kramadibrata, Perencanaan Pelabuhan, Bandung: Ganeca Exact Bandung, 1985, hlm. 18.

Keterangan ini menunjukkan bahwa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang berada di muara Sungai Asahan dan Sungai Silau merupakan pelabuhan alam yang terbebas dari gelombang air laut. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum penetrasi Kolonial Belanda merupakan pelabuhan alam yang disinggahi perahu-

perahu dari wilayah hinterlandseperti toba, panei dan lainnya. Ketika Pemerintah Inggris menguasai Semenanjung Malaya dan Singapura, barulah wilayah ini melakukan kegiatan ekspor dan impor dari dan ke Tanjung Balai.

2.2.1 Dermaga

Suatu pelabuhan sudah pasti memiliki dermaga untuk bertambatnya kapal atau perahu yang datang atau pergi dari dan ke pelabuhan. Sama halnya dengan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang juga memiliki dermaga mengingat pelabuhan ini sering dikunjungi kapal-kapal maupun perahu-perahu dari daerah di sekitar Asahan. Ini dapat dibuktikan dengan catatan John Anderson yang mengunjungi Sumatera Timur pada tahun 1823.

“The bindahara of batubara was lying in a prow close to where we anchored. I went on board, and he received me with marked attention. He is an old man, with a large diseases nose, and nearly blind. Unlike his nephews and the chiefs at batubara, who are splendidly attired in gold cloths and other neat dresses, he was shabbily habited. He told me he had come to assahan to settle some little differences between the king and the rajah muda. Soon after returning to my boat, the shahbundar of kampong balei, and the brother of the bindahara, came on board and informed me that the rajah of assahan was still up the country in the batta kingdom, engaged in hostilities with some chiefs there, and that the rajah muda and bindahara were up the other river, four or five days’ journey. They

offered me accomodation in a small hovel on shore...”19

“Bendahara dari Batubara berbaring di sebuah kapal dekat dengan kapal kami yang sedang berlabuh. Saya mendatanginya di kapal dan di menerima saya dengan keheranan. Dia seorang laki-laki tua dengan hidung besar yang kelihatannya sakit dan hampir buta. Tidak seperti keponakannya seorang petinggi Batubara yang mengenakan pakaian Terjemahan:

19

yang rapi dengan kain emas, sedangkan ia tampak lusuh. Dia mengatakan kepada saya dia datang ke Asahan untuk menyelesaikan beberapa masalah kecil antara raja dengan raja muda. Setelah kembali ke kapal saya, syahbandar dari Kampung Balei dan bendahara datang ke kapal dan memberitahu saya bahwa Sultan Asahan sedang berada di Kerajaan Batak untuk menyelesaikan pertikaian antar kampung di sana, kemudian raja muda dan bendahara memberitahu jika ingin ke sana harus menyusuri sungai yang memakan waktu 4 sampai 5 hari perjalanan. Mereka menawarkan akomodasi kepada saya di sebuah gubuk kecil di pantai...”

Keterangan di atas menginformasikan bahwa ketika Anderson berlabuh di dermaga Pelabuhan, dia menemui bendahara Batubara yang datang ke Asahan untuk menyelesaikan beberapa masalah kecil antara raja dengan raja muda. Dia juga mempromosikan hasil-hasil perdagangan yang kemudian dapat dibawa ke Penang. Ini menunjukkan bahwa di Pelabuhan Tanjung Balai sudah terdapat dermaga untuk berlabuhnya kapal yang ditumpangi Anderson. Setelah Anderson kembali ke perahunya, syahbandar dari Tanjung Balai beserta bendahara mendatangi Anderson dan memberitahu bahwa Sultan Asahan sedang pergi ke pedalaman Batak untuk mengurusi pemberontakan-pemberontakan kecil yang terjadi di sana, karena perjalanan selanjutnya menghabiskan waktu 4-5 hari, maka syahbandar tersebut menawarkan agar Anderson dan rekan-rekan menginap dahulu di sebuah gubuk kecil. Tawaran tersebut diterima oleh Anderson dan kemudian perahu yang ditumpangi Anderson disandarkan di dermaga.

2.2.2 Kapal dan Perahu

Selain dermaga, sarana dan prasarana penunjang pelabuhan yang tidak kalah pentingnya adalah kapal dan perahu. Kapal dan perahu merupakan moda untuk

menghubungkan antara pelabuhan satu dengan pelabuhan yang lainnya. Selain itu, kapal dan perahu merupakan alat atau moda untuk mengangkut hasil-hasil komoditas yang kemudian diekspor dan impor. Keberadaan kapal dan perahu di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sangat penting karena pelabuhan ini merupakan salah satu penghasil komoditas-komoditas hasil bumi yang sering dikunjungi kapal-kapal atau perahu-perahu dari daerah sekitar Asahan. Hal ini dapat ditunjang dengan catatan Anderson yang mengunjungi Asahan sewaktu lawatannya ke Sumatera Timur pada tahun 1823.

“...but there are still about eighty prahus, of different sizes, belonging to the country, engaged in conveying the produce of the country to the British Settlements, Malacca and the adjoining Malay States. Many prahus from Batubara frequent Assahan, to procure rice and paddy...”20

Sepenggal kalimat di atas menunjukkan bahwa perahu-perahu yang terdapat di sekitar Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sangat banyak. Terdapat juga perahu- perahu yang hilir mudik dari Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dan perahu-perahu yang menuju dan bertambat ke Pelabuhan Tanjung Balai Asahan untuk mengangkut

Terjemahan:

“...tetapi masih terdapat sekitar delapan puluh perahu dari berbagai ukuran, milik Kesultanan Asahan, yang hilir mudik membawa hasil bumi dari Asahan untuk dikirim ke Pemukiman Inggris, Malaka dan daerah- daerah Melayu lainnya yang berdekatan dengan Asahan. Banyak perahu dari Batubara yang datang langsung ke Asahan untuk mengangkut beras dan padi...”

20

John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra, London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 205.

hasil-hasil komoditas dari Asahan. Masih mengenai perahu-perahu yang hilir mudik di sekitar Pelabuhan dalam catatan Anderson dengan judul yang berbeda, yakni:

“ The internal divisions have materially injured the trade of the country. It was formerly a place of extensive commerce. Vessels of all sorts from Java, Celebes, and Acheen, useed to frequent this places; and the annual importation of salt, I am assured, never fall short of 600 coyans. The commerce has very much decreased; but there are still about 80 prows of various sizes belonging to the country, engaged in carrying the valuable produce to Pinang, Malaca, and Singapore; and many prows from

Batubara take in cargoes here.”21

21

Anderson, Mission...., op. cit., hlm. 320.

Terjemahan:

“ Perpecahan di dalam kubu (pemberontakan-pemberontakan) sangat merugikan perdagangan di daerah ini. Dahulu, tempat ini merupakan pusat perdagangan yang sudah maju. Kapal dari segala macam penjuru mengunjungi tempat ini seperti dari Jawa, Sulawesi dan Aceh, biasanya langsung mengunjungi tempat ini; dan setiap tahun mengimpor garam, saya menjamin, jumlahnya tidak pernah di bawah 600 koyan. Perdagangannya semakin menurun, tetapi masih terdapat sekitar delapan puluh perahu berbagai ukuran di negeri ini, yang hilir mudik membawa hasil-hasil bumi negeri ini untuk dibawa ke Penang, Malaka, dan Singapura; dan banyak perahu dari Batubara mengambil kargo disini.”

Hal ini membuktikan bahwa dahulu Pelabuhan Tanjung Balai Asahan banyak disinggahi kapal-kapal dan perahu-perahu dari luar Sumatera seperti Jawa, Aceh, Sulawesi, Penang, Malaka dan Singapura. Walaupun negeri ini dilanda perpecahan dan menurunnya angka perdagangan, tetap terdapat banyak kapal-kapal dan perahu-perahu yang hilir mudik dan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.

Dalam dokumen Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1865-1942. (Halaman 31-35)

Dokumen terkait