• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA BAGAN ASAHAN KECAMATAN TANJUNG BALAI KABUPATEN ASAHAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI TENTANG KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA BAGAN ASAHAN KECAMATAN TANJUNG BALAI KABUPATEN ASAHAN."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN

MANGROVE DI DESA BAGAN ASAHAN KECAMATAN

TANJUNG BALAI KABUPATEN ASAHAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

YOGI MARULITUA AMBARITA

NIM. 3113331042

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)

vi

ABSTRAK

Yogi Marulitua Ambarita, NIM 3113331042.Studi Tentang Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan. Skripsi. Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2016.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui (1). Untuk mengetahui kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten

Asahan.(2). Untuk mengetahui Faktor – faktor apa yang mengakibatkan kerusakan ekosistem

hutan mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan .

Penelitian ini dilakukan di Desa Bagan Asahan tahun 2015. Populasi dalam penelitian ini ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan Asahan dengan luas 11 Ha dan sampel penelitian ini dilakukan secara purposive random sampling dengan alasan ekosistem hutan mangrove berdasarkan pembagian zonasi menurut vegetasinya, yaitu zonasi avicennia, zonasi bruguiera dan zonasi nypa. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter, observasi dan wawancara . Teknik analisis data yang digunakan adalah tehnik analisis deskriptif kualitatif.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Studi Tentang Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di

Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan”. Adapun

tujuan skripsi ini dibuat adalah sebagai kelengkapan tugas dalam memenuhi salah satu persyaratan gna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Sebagaimana biasa di dalam peneulisan skripsi, penulis banyak mengalami rintangan karena keterbatasan pengetahuan serta literatur yang menunjang topik ini, namun berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

membimbing selama mengikuti studi di Jurusan Pendidikan Geografi.

4. Ibu Dra. Asnidar, M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Geografi

5. Bapak Drs. Muhammad Arif, M.Pd sebagai dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan banyak waktu dan pemikiran dalam menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini

6. Bapak M. Ridha Syafii Damanik, S.Pi, M.Si yang telah meluangkan

waktunya dan pemikiran dalam penyelesaian skripsi ini

7. Bapak Dr. Sugiharto, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yag

telah membimbing selama perkuliahan.

8. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Pendidikan Geografi yang telah

memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis beserta Bapak siagian.

9. Kepala Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai dan staff yang

telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

(6)

dukungan sehingga penulis dapat menjalani pendidikan untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan.

11. Buat abang Irvan Fresly Ambarita, dan adik-adik tersayang Tio Bharmas Raja Ambarita dan Sintha Leli wisesha Ambarita yang selalu memberi motivasi dan dukungan.

12. Buat Keluarga Ambarita dan Sinaga. Termakasih atas doa dan dukungannya selama ini.

13. Buat teman-teman seperjuangan A-B Ekstensi yang telah memberi

semangat dan motivasi, buat teman-teman sepermainan(Wahyu,

ferdinan, sahala, syintia, winda, debby, ivah, dan diyah sari anjarika).

14 Terimakasih buat Abangda Andi eko Pratama samosir SP.d, Dianson

Sinaga SP.d, serta Yopi Elieser Sitorus yang telah memberi semangat, motivasi dan membantu dalam pembuatan skripsi.

15. Terimakasih juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penyelesaian skrips ini.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terimakasih pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak khususnya mahasiswa pendidikan geografi, FIS UNIMED.Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pembaca.

Medan, 12 Februari 2016 Penulis

(7)

viii

DAFTAR TABEL

No Uraian Hal

1. Kriteria Ekosistem Hutan Mangrove

Dilihat Dari Kerapatan Pohon 23

2. Kriteria ekosistem Hutan Mangrove

Dilihat Dari Tutupan Lahan 24

3. Penggunaan Lahan Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014 40

4. Komposisi Penduduk Menurut Usia

Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014 42

5. Komposisi Menurut Mata Pencaharian

Kepala Rumah Tangga Tahun 2014 43

6. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Terakhir Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014 43

7. Banyaknya Sekolah Negeri dan Swasta

Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014 46

8. Prasarana Transportasi Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014... 47

9. Kondisi Kerapatan Ekosistem Hutan Mangrove

Berdasarkan Zonasi Avicennia Tahun 2015... 51

10. Kondisi Kerapatan Ekosistem Hutan Mangrove

Berdasarkan Zonasi Bruguiera Tahun 2015 ... 52

11. Kondisi Kerapatan Ekosistem Hutan Mangrove

Berdasarkan Zonasi Nypa Tahun 2015 ... 53

12. Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove Dilihat Dari Tutupan

Lahan Berdasarkan Zonasi Avicennia Tahun 2015... 54

13. Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove Dilihat Dari Tutupan

Lahan Berdasarkan Zonasi Bruguiera Tahun 2015 ... 55

14. Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove Dilihat Dari Tutupan

(8)

ix

DAFTAR GAMBAR

No Uraian Hal

1. Skema kerangka berpikir 33

2. Peta Kecamatan Tanjung Balai 48

3. Peta Desa Bagan Asahan 49 4. Hutan Mangrove Zonasi Avicennia ... 51

5. Hutan Mangrove Zonasi Bruguiera ... 53

6. Hutan Mangrove Zonasi Nypa... 54

7. Hewan Yang Hidup Di Hutan Mangrove ... 57

8. Alih Fungsi Lahan Dari Hutan Mangrove Menjadi Perkebunan Sawit ... 58

9. Alih Fungsi Lahan Dari Hutan Mangrove Menjadi Pabrik Terasi ... 58

(9)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Uraian Hal

1. Lembar Observasi 66

2. Lembar Wawancara 67

3. Data Responden Hasil Wawancara... 70

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove

terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Karena sifat

fisiknya, mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi

dan abrasi laut. Proses dekomposisi bakau atau mangrove yang terjadi mampu

menunjang kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Keunikan lainnya adalah

fungsi serbaguna hutan mangrove sebagai penghasilan masyarakat desa di daerah

pesisir, tempat berkembangnya biota laut tertentu dan flora-fauna pesisir, serta

dapat juga dikembangkan sebagai wahana wisata untuk kepentingan pendidikan

dan observasi/penelitian.

Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem ekologi yang terdiri dari

komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon

mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai

berlumpur (Bengen, 2000).

Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan fisik biotik

maupun abiotik didalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi atau

rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (Tirtakusumah, 1994).

Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas

manusia dalam penyalahgunaan sumberdaya alam di wilayah pantai tidak

(11)

2

yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan pertambangan (Permenhut,

2004).

Kualitas lingkungan pesisir saat ini terus mengalami penurunan seiring

dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di kawasan pesisir. Kenaikan

jumlah penduduk di kawasan pesisir secara otomatis meningkatkan kebutuhan

terhadap sandang, pangan, papan, air bersih dan energi, hal ini mengakibatkan

eksploitasi terhadap sumber daya pesisir semakin meningkat. Dalam

pengeksploitasiannya masyarakat cenderung mengabaikan aspek-aspek

lingkungan dan bersifat merusak. Salah satu sumber daya pesisir yang saat ini

mulai terancam adalah ekosistem mangrove yang mempunyai fungsi sebagai

penyeimbang kawasan pesisir. Ekosistem mangrove sebagai salah satu ekosistem

penting di kawasan pesisir, saat ini di seluruh dunia terus mengalami tekanan.

Menurut F.A.O (2003) mencatat bahwa luas mangrove dunia pada tahun 1980

mencapai 19,8 juta ha, turun menjadi 16,4 juta ha pada tahun 1990, dan menjadi

14,6 juta ha pada tahun 2000, sedangkan di Indonesia, luas mangrove mencapai

4,25 juta ha pada tahun 1980, turun menjadi 3,53 juta ha pada tahun 1990 dan

tersisa 2,93 juta ha pada tahun 2000.

Hutan mangrove di pesisir pantai timur Sumatera Utara disusun oleh 20

jenis flora mangrove, dengan jenis paling dominan adalah Avicenia marina yang

merupakan jenis pionir. Tumbuhan mangrove yang dijumpai hanya berada pada

tingkat semai dan pancang, sedangkan tingkat pohon tidak dijumpai, sehingga

tergolong hutan mangrove muda (Onrizal, 2010).

Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk

(12)

3

sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat

pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang,

dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman

biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman

anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai

sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan

tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).

Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem di daerah pasang surut,

kehadirannya sangat berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain di daerah

tersebut. Terjadinya kerusakan/gangguan pada ekosistem yang satu tentu saja

akan mengganggu ekosistem yang lain. Sebaliknya keberhasilan dalam

pengelolaan (rehabilitasi) hutan mangrove akan memungkinkan peningkatan

penghasilan masyarakat pesisir khususnya para nelayan dan petani tambak karena

kehadiran hutan mangrove ini merupakan salah satu faktor penentu pada

kelimpahan ikan atau berbagai biota laut lainnya (Sudarmadji, 2001). Hutan

mangrove sebagai suatu ekosistem di daerah pasang surut, kehadirannya sangat

berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain di daerah tersebut. Terjadinya

kerusakan/gangguan pada ekosistem yang satu tentu saja akan mengganggu

ekosistem yang lain. Sebaliknya keberhasilan dalam pengelolaan (rehabilitasi)

hutan mangrove akan memungkinkan peningkatan penghasilan masyarakat pesisir

khususnya para nelayan dan petani tambak karena kehadiran hutan mangrove ini

merupakan salah satu faktor penentu pada kelimpahan ikan atau berbagai biota

(13)

4

Ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat disebabkan

oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan ekosistem hutan

mangrove disebabkan oleh faktor manusia berupa aktivitas ekonomi penduduk

yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat didalam ekosistem hutan

mangrove tersebut. Aktivitas ekonomi penduduk yang menyebabkan kerusakan

ekosistem hutan mangrove, yaitu pengalih fungsian kawasan ekosistem hutan

mangrove menjadi lahan pertambakan, pertanian, perumahan, permukiman, dan

raklamasi pantai untuk kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, pohon

mangrove dimanfaatkan sebagai bahan bakar (kayu bakar, dan arang), bahan

bangunan (balok perancah, atap rumah, tonggak, dan bahan kapal) dan bahan

baku industri (makanan, minuman, pupuk, obat – obatan dan kertas) (Saenger,

1983).

Luas ekosistem hutan mangrove yang ada di Indonesia sekitar 4.251.011

Ha yang tersebar di beberapa pulau, seperti Sumatera, Jawa dan Bali, Nusa

Tenggara, Kalimantan, Sulauwesi, Maluku, dan Papua/irian yang dimana

persebaran ekosistem hutan mangrove terbesar terdapat di Papua/Irian (± 65%)

dan Sumatera (± 15%) (WCMC “World Conservation Monitoring Centre”, 1992).

Dengan gencarnya pemanfaatan mangrove ini mengakibatkan lebih dari setengah

luas ekosistem hutam mangrove yang ada di Indonesia ternyata dalam kondisi

rusak parah, diantaranya 1,6 juta Ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta Ha di luar

kawasan hutan (Ginting, 2006)

Luas hutan mangrove di pesisir timur Sumatera Utara dari tahun ke tahun

mengalami penurunan. Berdasarkan hasil penelitian Onrizal (2010) dengan

(14)

5

berbeda (1977, 1988/1989, 1997 dan 2006) terus menurun. Jika dibandingkan

dengan hutan mangrove tahun 1977, pada tahun 1988/1989, 1997, dan 2006 hutan

mangrove di pesisir timur Sumatera Utara secara berturut-turut terus berkurang,

yaitu sebesar 14,01% (tersisa menjadi 88.931 ha), 48,56% (tersisa menjadi 53.198

ha) dan 59,68% (hanya tersisa 41.700 ha) dari luas awal sebesar 103.415 ha pada

tahun 1977. Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa laju kerusakan

mangrove di pesisir timur Sumatera Utara adalah sebesar 2128,103 ha/tahun.

Pada dasarnya ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove

secara drastis. Ironisnya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti

mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya masih alami maupun

yang telah berubah tutupan lahannya. Umumnya hutan mangrove tidak memiliki

batas-batas yang jelas. Estimasi kehilangan hutan selama tahun 1985 s/d tahun

1997 untuk pulau Sumatera sebesar 3.391.400 ha. Berdasarkan kondisi ekosistem

yang dijumpai tersebut, kawasan mangrove tersebut sudah tidak memungkinkan

lagi bagi vegetasi dan satwa untuk berlindung dan beregenerasi secara alami.

Gambaran kerusakan mangrove juga bisa dilihat dari kemerosotan sumber daya

alam yang signifikan di kawasan hutan mangrove, baik pada ekosistem hutan

pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain. Hal ini berakibat langsung

pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan mangrove

(Purwoko dan Onrizal, 2002).

Interaksi yang tinggi antara masyarakat dengan kawasan hutan biasanya

membawa dampak yang cukup serius terhadap ekosistem kawasan maupun

terhadap fungsi dan keunikannya (Purwoko dan Onrizal, 2002). Dari satu sisi, hal

(15)

6

dan kontribusinya terhadap perekonomian rakyat sudah cukup intensif. Namun di

sisi yang lain, dampak degradasi ekosistem mangrovenya terhadap perekonomian

wilayah pesisir secara keseluruhan jauh lebih serius. Padahal kelestarian

ekosistem mangrove mutlak harus tetap dipelihara sebagai satu-satunya cara

untuk mempertahankan peran, fungsi serta keseimbangan ekosistem kehidupan di

sekitar kawasan pesisir..

Secara geografis Kabupaten Asahan berada pada 02° 03’-03°26’ LU dan

99°01’-100°00’ BT dengan ketinggian 0-1.000 m di atas permukaan laut.

Kabupaten Asahan mempunyai luas 462.441 ha yang terdiri dari 20 kecamatan

dan 271 desa/kelurahan. Kawasan hutan di Kabupaten Asahan secara keseluruhan

adalah 146.497,68 ha atau sebesar 31,68%. Menurut Undang - Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Ketentuan - Ketentuan Pokok Kehutanan menyebutkan

bahwa luasan kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas

daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Dari segi

regulasi, luasan hutan ini telah memenuhi batasan minimum luas hutan yang harus

dipertahankan sehingga kawasan hutan tersebut mampu menjamin asas kelestarian

(ekologi, pro-duksi, dan sosial).

Fungsi hutan di Kabupaten Asahan sebagian telah berubah fungsi menjadi

penggunaan lain seperti pemukiman, perkebunan, sawah, tambak, dan tanah

terbuka. Hutan lindung yang mempunyai luas 61.823 Ha telah berubah fungsi

menjadi pemukiman, perkebunan, sawah, tambak, dan tanah terbuka sebanyak

3.247,44 Ha (5,24%). Hutan produksi seluas 34.667,60 Ha juga telah berubah

fungsi menjadi perkebunan dan tanah terbuka sebesar 6.831,07 (19,70%).

(16)

7

berubah fungsi menjadi perkebunan dan sawah sebesar 13.516,14 Ha (65,57%).

Sesuai dengan SK. MENHUT No : SK.579/MENHUT-II/2005 , hutan lindung

mempunyai luas 61.823 Ha (16,45%) dan menurut SK. MENHUT No :

SK.579/MENHUT-II/2014 , hutan lindung mempunyai luas 45.149 Ha (12,01%) ,

disini dapat kita liat banyaknya penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove

secara drastis.

Salah satu wilayah Kabupaten Asahan yang mengalami kerusakan

mangrove adalah Kecamatan Tanjung Balai Desa Bagan Asahan. Kerusakan ini

sebagian disebabkan oleh tekanan penduduk dalam memanfaatkan lahan hutan

mangrove untuk usaha pertambakan, persawahan, dan permukiman. Keadaan

semakin parah sejak pengalihan fungsi lahan mangrove menjadi permukiman dan

perubahan kawasan hutan menjadi tidak kawasan hutan yang dilakukan oleh

warga. Kondisi ini merupakan bukti nyata adanya aktivitas pemanfaatan

ekosistem mangrove (usaha pertambakan, persawahan, dan permukiman) secara

berlebihan, tanpa memperhatikan aspek pelestariannya. Kondisi ini menyebabkan

kawasan mangrove menjadi perhatian yang serius.

Penurunan luasan ekosistem mangrove diatas berdampak pada degradasi

atau perubahan kawsan mangrove cukup tinggi, hutan tak mampu lagi melindungi

pantai dari gelombang laut, dan juga tak mampu menahan angin maupun menahan

kecepatan erosi pantai oleh kikisan arus. Selain itu juga mengakibatkan rusaknya

ekosistem biota seperti udang, kepiting, dan ikan yang ada di dalam kawasan

hutan mangrove tersebut.

Menghadapi situasi sulit seperti ini pemerintah daerah Kabupaten Asahan

(17)

8

kembali kawasan hutan bekas tebangan maupun lahan – lahan kosong yang

terdapat di dalam kawasan hutan. Reboisasi meliputi kegiatan permudaan pohon,

penanaman jenis pohon di area hutan negara dan area lainnya sesuai rencana tata

guna lahan yang diperuntukkan sebagai hutan. Dengan demikian, membangun

hutan baru pada area bekas tebang habis, bekas tebang pilih, atau pada lahan

kosong lain yang terdapat didalam kawasan hutan termasuk reboisasi.

Kurangnya pemahaman akan pentingnya hutan mangrove telah memicu

pengalihan fungsi hutan mangrove menjadi lahan pertambakan, permukiman, dan

juga perkebunan, sebagaimana yang terjadi di Desa Bagan Asahan. Bila keadaan

ini terus berlangsung di khawatirkan akan berdampak terhadap kerusakan

ekosistem hutan mangrove. Terkait dengan permasalahan diatas, maka perlu

dilakukannya penelitian tentang pengaruh pemanfaatan vegetasi mangrove

terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan

Tanjung Balai Kabupaten Asahan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah

sebagai berikut :

1. Kualitas lingkungan pesisir yang terus mengalami penurunan seiring

dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di kawasan pesisir.

2. Terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara drastis

(18)

9

3. Kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat eksploitasi masyarakat

yang cenderung mengabaikan aspek-aspek lingkungan dan bersifat

merusak.

4. Upaya pelestarian Pemerintah daerah dan warga setempat akibat

aktivitas pemanfaatan vegetasi mangrove oleh penduduk sehingga

mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dalam penelitian ini

dibatasi pada kerusakan ekosistem hutan mangrove, dan Faktor – faktor apa

yang mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan

Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dalam penelitian ini yang

menjadi perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan

Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan?

2. Faktor – faktor apa yang mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan

mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten

(19)

10

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan

Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.

2. Untuk mengetahui Faktor – faktor apa yang mengakibatkan kerusakan

ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung

Balai Kabupaten Asahan .

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi perencanaan pengembangan wilayah pesisir

yang berbasis pengelolaan sumber daya alam yang lestari.

2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi penduduk yang berdomisili

di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.

3. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam menulis karya ilmiah

berbentuk skripsi.

4. Sebagai bahan pembanding bagi penulis lain untuk meneliti masalah

(20)

62

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang ada di Desa Bagan Asahan

Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan dilihat kerapatan dan tutupan

pada setiap zona yaitu : (1) kerapatan dan tutupan lahan ekosistem hutan

mangrove zonasi avicennia rata-rata berjumlah 966(48,38%) pohon/ha yang

termasuk kedalam kondisi rusak,(2) kerapatan dan tutupan lahan ekosistem

hutan mangrove zonasi bruguiera rata-rata berjumlah 933(46,65%) pohon/ha

yang termasuk kedalam kondisi rusak, (3) kerapatan dan tutupan lahan

ekosistem hutan mangrove zonasi nypa rata-rata berjumlah 1533(76,65%)

pohon/ha termsuk kedalam kondisi baik.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem hutan mangrove di

Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan, yaitu : (1)

faktor alam adalah akibat abrasi yang diawali oleh rusaknya tegakan hutan

mangrove akibat konversi dan penebangan dalam skala yang besar, arus laut,

dan pasang surut, (2) faktor manusia adalah pengalih fungsian lahan hutan

mangrove menjadi pabrik terasi, pengambilan atau penebangan liar (illegal

logging) dan mengubah menjadi lahan pertanian.

B. Saran

Dari kesimpulan tersebut, ada beberapa saran penulis sebagai bahan

(21)

63

1. Dengan kondisi hutan mangrove yang baik di Desa Bagan Asahan, maka

masyarakat sekitar harus menjaga dan melestarikannya ekosistem hutan

mangrove agar kedepannya bisa dimanfaatkan oleh anak cucu di masa yang

akan datang. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlulah kiranya seluruh pihak,

baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat seacara bahu-membahu

memberikan sumbangsih sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk

melestarikan ekosistem hutan mangrove tersebut dan kehidupan masyarakat

sekitar.

2. Kerusakan hutan mangrove dapat dicegah dengan perbaikan taraf hidup

penduduk pesisir pantai, peningkatan pengetahuan dan penyadaran

mansyarakat, penegakan hukum, rehabilitasi mangrove dan penanaman

mangrove, dan mengurangi pembuangan limbah ke pesisir dan dengan

bantuan bantuan dari pemerintah baik dana, bibit, dan fasilitas lainnya maka

kelompok tani mangrove dapat lebih maksimal dalam melestarikan ekosistem

(22)

64

DAFTAR PUSTAKA

Fadhlan, M. 2011. Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNIMED.

Ghufran, Muhammad, 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi, dan

Pengelolaan. Jakarta : PT. Rineka cipta

http://liacaem64.blogspot.com/2012/12/penanganan-pencemaran-hutan-bakau-di.html ( diakses 18 Maret 2015 Pukul 21.36 WIB).

http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1013-1592723076-3_bagian%20isi_tesis_moh.%20subhan.pdf (Analisis Tingkat Kerusakan

dan Strategi Pengelolaan ..) ( diakses 18 Maret 2015 Pukul 21.48 WIB).

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1026/hutan-Onrizal.pdf;jsessionid=3728D6F4BD6FE35C4FD8AAE81EEF876C?sequ ence=1 (Evaluasi Kerusakan Kawasan Mangrove Dan Alternatif Rehabilitasinya Di Jawa Barat Dan Banten) ( diakses 18 Maret 2015 Pukul

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-19115-Tables.pdf ( diakses 23

Maret 2015 Pukul 20. 50 WIB).

Irwanmay. 2004. Analisis Dampak Pengalihan Lahan Konservasi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Pertambakan Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Nelayan di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNIMED.

Kustanti, Asihing, 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor : Penerbit IPB Press.

Lestari, Sartika. 2012. Pemanfaatan Hutan Mangrove di Kelurahan Beras Basah Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat. Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNIMED.

Saila, Melisa. 2012. Rehabilitasi Mangrove Pada Hutan di Pantai di Desa Kuala

Besar Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Skripsi. Medan :

(23)

65

Sulastri, 2005. Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Hutan Mangrove Di

Desa Lubuk Kasih Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat. Skripsi.

Medan : Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNIMED.

Suwandhi, Ichsan dan Cecep Heryadi,2007. Hutan Bakau Manfaat Bagi Lingkungan dan Kehidupan Manusia. Bandung : PT. Ikrar Mandiri Abadi.

Veronika, 2012. Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Mangrove Di Desa Tanjung

Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Medan

Referensi

Dokumen terkait

Agus Purwoko : Dampak Kerusakan Ekosistem Hutan Bakau (Mangrove) Terhadap Pendapatan Masyarakat…, 2005 USU Repository © 2008... Agus Purwoko : Dampak Kerusakan Ekosistem Hutan

membantu penulis dalam penelitian.. Kajian Ekosistem Mangrove Di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu

Sehingga para nelayan Desa Bagan Asahan banyak mengelola hasil perikanan di Selat Malaka dengan alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Bagan Asahan

Perubahan Garis Pantai dan Dampaknya terhadap Suksesi dan Kerentanan Mangrove di Kawasan Ekosistem Esensial Hutan Mangrove Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten

Sehingga para nelayan Desa Bagan Asahan banyak mengelola hasil perikanan di Selat Malaka dengan alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Bagan Asahan

Sehingga para nelayan Desa Bagan Asahan banyak mengelola hasil perikanan di Selat Malaka dengan alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Bagan Asahan

muara sungai Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten. Asahan Provinsi

Status Kerusakan Ekosistem hutan Mangrove di Kecamatan Concong tergolong kriteria baik dengan tingkat kerapatan yang sangat padat sebesar 1566-2155 Pohon/ha dan