STUDI TENTANG KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN
MANGROVE DI DESA BAGAN ASAHAN KECAMATAN
TANJUNG BALAI KABUPATEN ASAHAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
YOGI MARULITUA AMBARITA
NIM. 3113331042
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
vi
ABSTRAK
Yogi Marulitua Ambarita, NIM 3113331042.Studi Tentang Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan. Skripsi. Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2016.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui (1). Untuk mengetahui kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten
Asahan.(2). Untuk mengetahui Faktor – faktor apa yang mengakibatkan kerusakan ekosistem
hutan mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan .
Penelitian ini dilakukan di Desa Bagan Asahan tahun 2015. Populasi dalam penelitian ini ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan Asahan dengan luas 11 Ha dan sampel penelitian ini dilakukan secara purposive random sampling dengan alasan ekosistem hutan mangrove berdasarkan pembagian zonasi menurut vegetasinya, yaitu zonasi avicennia, zonasi bruguiera dan zonasi nypa. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter, observasi dan wawancara . Teknik analisis data yang digunakan adalah tehnik analisis deskriptif kualitatif.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Studi Tentang Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di
Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan”. Adapun
tujuan skripsi ini dibuat adalah sebagai kelengkapan tugas dalam memenuhi salah satu persyaratan gna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Sebagaimana biasa di dalam peneulisan skripsi, penulis banyak mengalami rintangan karena keterbatasan pengetahuan serta literatur yang menunjang topik ini, namun berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
membimbing selama mengikuti studi di Jurusan Pendidikan Geografi.
4. Ibu Dra. Asnidar, M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Geografi
5. Bapak Drs. Muhammad Arif, M.Pd sebagai dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan banyak waktu dan pemikiran dalam menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini
6. Bapak M. Ridha Syafii Damanik, S.Pi, M.Si yang telah meluangkan
waktunya dan pemikiran dalam penyelesaian skripsi ini
7. Bapak Dr. Sugiharto, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yag
telah membimbing selama perkuliahan.
8. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Pendidikan Geografi yang telah
memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis beserta Bapak siagian.
9. Kepala Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai dan staff yang
telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
dukungan sehingga penulis dapat menjalani pendidikan untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan.
11. Buat abang Irvan Fresly Ambarita, dan adik-adik tersayang Tio Bharmas Raja Ambarita dan Sintha Leli wisesha Ambarita yang selalu memberi motivasi dan dukungan.
12. Buat Keluarga Ambarita dan Sinaga. Termakasih atas doa dan dukungannya selama ini.
13. Buat teman-teman seperjuangan A-B Ekstensi yang telah memberi
semangat dan motivasi, buat teman-teman sepermainan(Wahyu,
ferdinan, sahala, syintia, winda, debby, ivah, dan diyah sari anjarika).
14 Terimakasih buat Abangda Andi eko Pratama samosir SP.d, Dianson
Sinaga SP.d, serta Yopi Elieser Sitorus yang telah memberi semangat, motivasi dan membantu dalam pembuatan skripsi.
15. Terimakasih juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penyelesaian skrips ini.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terimakasih pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak khususnya mahasiswa pendidikan geografi, FIS UNIMED.Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pembaca.
Medan, 12 Februari 2016 Penulis
viii
DAFTAR TABEL
No Uraian Hal
1. Kriteria Ekosistem Hutan Mangrove
Dilihat Dari Kerapatan Pohon 23
2. Kriteria ekosistem Hutan Mangrove
Dilihat Dari Tutupan Lahan 24
3. Penggunaan Lahan Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014 40
4. Komposisi Penduduk Menurut Usia
Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014 42
5. Komposisi Menurut Mata Pencaharian
Kepala Rumah Tangga Tahun 2014 43
6. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Terakhir Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014 43
7. Banyaknya Sekolah Negeri dan Swasta
Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014 46
8. Prasarana Transportasi Di Desa Bagan Asahan Tahun 2014... 47
9. Kondisi Kerapatan Ekosistem Hutan Mangrove
Berdasarkan Zonasi Avicennia Tahun 2015... 51
10. Kondisi Kerapatan Ekosistem Hutan Mangrove
Berdasarkan Zonasi Bruguiera Tahun 2015 ... 52
11. Kondisi Kerapatan Ekosistem Hutan Mangrove
Berdasarkan Zonasi Nypa Tahun 2015 ... 53
12. Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove Dilihat Dari Tutupan
Lahan Berdasarkan Zonasi Avicennia Tahun 2015... 54
13. Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove Dilihat Dari Tutupan
Lahan Berdasarkan Zonasi Bruguiera Tahun 2015 ... 55
14. Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove Dilihat Dari Tutupan
ix
DAFTAR GAMBAR
No Uraian Hal
1. Skema kerangka berpikir 33
2. Peta Kecamatan Tanjung Balai 48
3. Peta Desa Bagan Asahan 49 4. Hutan Mangrove Zonasi Avicennia ... 51
5. Hutan Mangrove Zonasi Bruguiera ... 53
6. Hutan Mangrove Zonasi Nypa... 54
7. Hewan Yang Hidup Di Hutan Mangrove ... 57
8. Alih Fungsi Lahan Dari Hutan Mangrove Menjadi Perkebunan Sawit ... 58
9. Alih Fungsi Lahan Dari Hutan Mangrove Menjadi Pabrik Terasi ... 58
x
DAFTAR LAMPIRAN
No Uraian Hal
1. Lembar Observasi 66
2. Lembar Wawancara 67
3. Data Responden Hasil Wawancara... 70
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan
hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove
terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Karena sifat
fisiknya, mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi
dan abrasi laut. Proses dekomposisi bakau atau mangrove yang terjadi mampu
menunjang kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Keunikan lainnya adalah
fungsi serbaguna hutan mangrove sebagai penghasilan masyarakat desa di daerah
pesisir, tempat berkembangnya biota laut tertentu dan flora-fauna pesisir, serta
dapat juga dikembangkan sebagai wahana wisata untuk kepentingan pendidikan
dan observasi/penelitian.
Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem ekologi yang terdiri dari
komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon
mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur (Bengen, 2000).
Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan fisik biotik
maupun abiotik didalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi atau
rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (Tirtakusumah, 1994).
Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas
manusia dalam penyalahgunaan sumberdaya alam di wilayah pantai tidak
2
yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan pertambangan (Permenhut,
2004).
Kualitas lingkungan pesisir saat ini terus mengalami penurunan seiring
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di kawasan pesisir. Kenaikan
jumlah penduduk di kawasan pesisir secara otomatis meningkatkan kebutuhan
terhadap sandang, pangan, papan, air bersih dan energi, hal ini mengakibatkan
eksploitasi terhadap sumber daya pesisir semakin meningkat. Dalam
pengeksploitasiannya masyarakat cenderung mengabaikan aspek-aspek
lingkungan dan bersifat merusak. Salah satu sumber daya pesisir yang saat ini
mulai terancam adalah ekosistem mangrove yang mempunyai fungsi sebagai
penyeimbang kawasan pesisir. Ekosistem mangrove sebagai salah satu ekosistem
penting di kawasan pesisir, saat ini di seluruh dunia terus mengalami tekanan.
Menurut F.A.O (2003) mencatat bahwa luas mangrove dunia pada tahun 1980
mencapai 19,8 juta ha, turun menjadi 16,4 juta ha pada tahun 1990, dan menjadi
14,6 juta ha pada tahun 2000, sedangkan di Indonesia, luas mangrove mencapai
4,25 juta ha pada tahun 1980, turun menjadi 3,53 juta ha pada tahun 1990 dan
tersisa 2,93 juta ha pada tahun 2000.
Hutan mangrove di pesisir pantai timur Sumatera Utara disusun oleh 20
jenis flora mangrove, dengan jenis paling dominan adalah Avicenia marina yang
merupakan jenis pionir. Tumbuhan mangrove yang dijumpai hanya berada pada
tingkat semai dan pancang, sedangkan tingkat pohon tidak dijumpai, sehingga
tergolong hutan mangrove muda (Onrizal, 2010).
Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk
3
sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat
pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang,
dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman
biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman
anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai
sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan
tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).
Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem di daerah pasang surut,
kehadirannya sangat berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain di daerah
tersebut. Terjadinya kerusakan/gangguan pada ekosistem yang satu tentu saja
akan mengganggu ekosistem yang lain. Sebaliknya keberhasilan dalam
pengelolaan (rehabilitasi) hutan mangrove akan memungkinkan peningkatan
penghasilan masyarakat pesisir khususnya para nelayan dan petani tambak karena
kehadiran hutan mangrove ini merupakan salah satu faktor penentu pada
kelimpahan ikan atau berbagai biota laut lainnya (Sudarmadji, 2001). Hutan
mangrove sebagai suatu ekosistem di daerah pasang surut, kehadirannya sangat
berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain di daerah tersebut. Terjadinya
kerusakan/gangguan pada ekosistem yang satu tentu saja akan mengganggu
ekosistem yang lain. Sebaliknya keberhasilan dalam pengelolaan (rehabilitasi)
hutan mangrove akan memungkinkan peningkatan penghasilan masyarakat pesisir
khususnya para nelayan dan petani tambak karena kehadiran hutan mangrove ini
merupakan salah satu faktor penentu pada kelimpahan ikan atau berbagai biota
4
Ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat disebabkan
oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan ekosistem hutan
mangrove disebabkan oleh faktor manusia berupa aktivitas ekonomi penduduk
yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat didalam ekosistem hutan
mangrove tersebut. Aktivitas ekonomi penduduk yang menyebabkan kerusakan
ekosistem hutan mangrove, yaitu pengalih fungsian kawasan ekosistem hutan
mangrove menjadi lahan pertambakan, pertanian, perumahan, permukiman, dan
raklamasi pantai untuk kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, pohon
mangrove dimanfaatkan sebagai bahan bakar (kayu bakar, dan arang), bahan
bangunan (balok perancah, atap rumah, tonggak, dan bahan kapal) dan bahan
baku industri (makanan, minuman, pupuk, obat – obatan dan kertas) (Saenger,
1983).
Luas ekosistem hutan mangrove yang ada di Indonesia sekitar 4.251.011
Ha yang tersebar di beberapa pulau, seperti Sumatera, Jawa dan Bali, Nusa
Tenggara, Kalimantan, Sulauwesi, Maluku, dan Papua/irian yang dimana
persebaran ekosistem hutan mangrove terbesar terdapat di Papua/Irian (± 65%)
dan Sumatera (± 15%) (WCMC “World Conservation Monitoring Centre”, 1992).
Dengan gencarnya pemanfaatan mangrove ini mengakibatkan lebih dari setengah
luas ekosistem hutam mangrove yang ada di Indonesia ternyata dalam kondisi
rusak parah, diantaranya 1,6 juta Ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta Ha di luar
kawasan hutan (Ginting, 2006)
Luas hutan mangrove di pesisir timur Sumatera Utara dari tahun ke tahun
mengalami penurunan. Berdasarkan hasil penelitian Onrizal (2010) dengan
5
berbeda (1977, 1988/1989, 1997 dan 2006) terus menurun. Jika dibandingkan
dengan hutan mangrove tahun 1977, pada tahun 1988/1989, 1997, dan 2006 hutan
mangrove di pesisir timur Sumatera Utara secara berturut-turut terus berkurang,
yaitu sebesar 14,01% (tersisa menjadi 88.931 ha), 48,56% (tersisa menjadi 53.198
ha) dan 59,68% (hanya tersisa 41.700 ha) dari luas awal sebesar 103.415 ha pada
tahun 1977. Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa laju kerusakan
mangrove di pesisir timur Sumatera Utara adalah sebesar 2128,103 ha/tahun.
Pada dasarnya ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove
secara drastis. Ironisnya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti
mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya masih alami maupun
yang telah berubah tutupan lahannya. Umumnya hutan mangrove tidak memiliki
batas-batas yang jelas. Estimasi kehilangan hutan selama tahun 1985 s/d tahun
1997 untuk pulau Sumatera sebesar 3.391.400 ha. Berdasarkan kondisi ekosistem
yang dijumpai tersebut, kawasan mangrove tersebut sudah tidak memungkinkan
lagi bagi vegetasi dan satwa untuk berlindung dan beregenerasi secara alami.
Gambaran kerusakan mangrove juga bisa dilihat dari kemerosotan sumber daya
alam yang signifikan di kawasan hutan mangrove, baik pada ekosistem hutan
pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain. Hal ini berakibat langsung
pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan mangrove
(Purwoko dan Onrizal, 2002).
Interaksi yang tinggi antara masyarakat dengan kawasan hutan biasanya
membawa dampak yang cukup serius terhadap ekosistem kawasan maupun
terhadap fungsi dan keunikannya (Purwoko dan Onrizal, 2002). Dari satu sisi, hal
6
dan kontribusinya terhadap perekonomian rakyat sudah cukup intensif. Namun di
sisi yang lain, dampak degradasi ekosistem mangrovenya terhadap perekonomian
wilayah pesisir secara keseluruhan jauh lebih serius. Padahal kelestarian
ekosistem mangrove mutlak harus tetap dipelihara sebagai satu-satunya cara
untuk mempertahankan peran, fungsi serta keseimbangan ekosistem kehidupan di
sekitar kawasan pesisir..
Secara geografis Kabupaten Asahan berada pada 02° 03’-03°26’ LU dan
99°01’-100°00’ BT dengan ketinggian 0-1.000 m di atas permukaan laut.
Kabupaten Asahan mempunyai luas 462.441 ha yang terdiri dari 20 kecamatan
dan 271 desa/kelurahan. Kawasan hutan di Kabupaten Asahan secara keseluruhan
adalah 146.497,68 ha atau sebesar 31,68%. Menurut Undang - Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Ketentuan - Ketentuan Pokok Kehutanan menyebutkan
bahwa luasan kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas
daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Dari segi
regulasi, luasan hutan ini telah memenuhi batasan minimum luas hutan yang harus
dipertahankan sehingga kawasan hutan tersebut mampu menjamin asas kelestarian
(ekologi, pro-duksi, dan sosial).
Fungsi hutan di Kabupaten Asahan sebagian telah berubah fungsi menjadi
penggunaan lain seperti pemukiman, perkebunan, sawah, tambak, dan tanah
terbuka. Hutan lindung yang mempunyai luas 61.823 Ha telah berubah fungsi
menjadi pemukiman, perkebunan, sawah, tambak, dan tanah terbuka sebanyak
3.247,44 Ha (5,24%). Hutan produksi seluas 34.667,60 Ha juga telah berubah
fungsi menjadi perkebunan dan tanah terbuka sebesar 6.831,07 (19,70%).
7
berubah fungsi menjadi perkebunan dan sawah sebesar 13.516,14 Ha (65,57%).
Sesuai dengan SK. MENHUT No : SK.579/MENHUT-II/2005 , hutan lindung
mempunyai luas 61.823 Ha (16,45%) dan menurut SK. MENHUT No :
SK.579/MENHUT-II/2014 , hutan lindung mempunyai luas 45.149 Ha (12,01%) ,
disini dapat kita liat banyaknya penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove
secara drastis.
Salah satu wilayah Kabupaten Asahan yang mengalami kerusakan
mangrove adalah Kecamatan Tanjung Balai Desa Bagan Asahan. Kerusakan ini
sebagian disebabkan oleh tekanan penduduk dalam memanfaatkan lahan hutan
mangrove untuk usaha pertambakan, persawahan, dan permukiman. Keadaan
semakin parah sejak pengalihan fungsi lahan mangrove menjadi permukiman dan
perubahan kawasan hutan menjadi tidak kawasan hutan yang dilakukan oleh
warga. Kondisi ini merupakan bukti nyata adanya aktivitas pemanfaatan
ekosistem mangrove (usaha pertambakan, persawahan, dan permukiman) secara
berlebihan, tanpa memperhatikan aspek pelestariannya. Kondisi ini menyebabkan
kawasan mangrove menjadi perhatian yang serius.
Penurunan luasan ekosistem mangrove diatas berdampak pada degradasi
atau perubahan kawsan mangrove cukup tinggi, hutan tak mampu lagi melindungi
pantai dari gelombang laut, dan juga tak mampu menahan angin maupun menahan
kecepatan erosi pantai oleh kikisan arus. Selain itu juga mengakibatkan rusaknya
ekosistem biota seperti udang, kepiting, dan ikan yang ada di dalam kawasan
hutan mangrove tersebut.
Menghadapi situasi sulit seperti ini pemerintah daerah Kabupaten Asahan
8
kembali kawasan hutan bekas tebangan maupun lahan – lahan kosong yang
terdapat di dalam kawasan hutan. Reboisasi meliputi kegiatan permudaan pohon,
penanaman jenis pohon di area hutan negara dan area lainnya sesuai rencana tata
guna lahan yang diperuntukkan sebagai hutan. Dengan demikian, membangun
hutan baru pada area bekas tebang habis, bekas tebang pilih, atau pada lahan
kosong lain yang terdapat didalam kawasan hutan termasuk reboisasi.
Kurangnya pemahaman akan pentingnya hutan mangrove telah memicu
pengalihan fungsi hutan mangrove menjadi lahan pertambakan, permukiman, dan
juga perkebunan, sebagaimana yang terjadi di Desa Bagan Asahan. Bila keadaan
ini terus berlangsung di khawatirkan akan berdampak terhadap kerusakan
ekosistem hutan mangrove. Terkait dengan permasalahan diatas, maka perlu
dilakukannya penelitian tentang pengaruh pemanfaatan vegetasi mangrove
terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan
Tanjung Balai Kabupaten Asahan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Kualitas lingkungan pesisir yang terus mengalami penurunan seiring
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di kawasan pesisir.
2. Terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara drastis
9
3. Kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat eksploitasi masyarakat
yang cenderung mengabaikan aspek-aspek lingkungan dan bersifat
merusak.
4. Upaya pelestarian Pemerintah daerah dan warga setempat akibat
aktivitas pemanfaatan vegetasi mangrove oleh penduduk sehingga
mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dalam penelitian ini
dibatasi pada kerusakan ekosistem hutan mangrove, dan Faktor – faktor apa
yang mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan
Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dalam penelitian ini yang
menjadi perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan
Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan?
2. Faktor – faktor apa yang mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan
mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten
10
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan
Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.
2. Untuk mengetahui Faktor – faktor apa yang mengakibatkan kerusakan
ekosistem hutan mangrove di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung
Balai Kabupaten Asahan .
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Sebagai bahan masukan bagi perencanaan pengembangan wilayah pesisir
yang berbasis pengelolaan sumber daya alam yang lestari.
2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi penduduk yang berdomisili
di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.
3. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam menulis karya ilmiah
berbentuk skripsi.
4. Sebagai bahan pembanding bagi penulis lain untuk meneliti masalah
62
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang ada di Desa Bagan Asahan
Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan dilihat kerapatan dan tutupan
pada setiap zona yaitu : (1) kerapatan dan tutupan lahan ekosistem hutan
mangrove zonasi avicennia rata-rata berjumlah 966(48,38%) pohon/ha yang
termasuk kedalam kondisi rusak,(2) kerapatan dan tutupan lahan ekosistem
hutan mangrove zonasi bruguiera rata-rata berjumlah 933(46,65%) pohon/ha
yang termasuk kedalam kondisi rusak, (3) kerapatan dan tutupan lahan
ekosistem hutan mangrove zonasi nypa rata-rata berjumlah 1533(76,65%)
pohon/ha termsuk kedalam kondisi baik.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem hutan mangrove di
Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan, yaitu : (1)
faktor alam adalah akibat abrasi yang diawali oleh rusaknya tegakan hutan
mangrove akibat konversi dan penebangan dalam skala yang besar, arus laut,
dan pasang surut, (2) faktor manusia adalah pengalih fungsian lahan hutan
mangrove menjadi pabrik terasi, pengambilan atau penebangan liar (illegal
logging) dan mengubah menjadi lahan pertanian.
B. Saran
Dari kesimpulan tersebut, ada beberapa saran penulis sebagai bahan
63
1. Dengan kondisi hutan mangrove yang baik di Desa Bagan Asahan, maka
masyarakat sekitar harus menjaga dan melestarikannya ekosistem hutan
mangrove agar kedepannya bisa dimanfaatkan oleh anak cucu di masa yang
akan datang. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlulah kiranya seluruh pihak,
baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat seacara bahu-membahu
memberikan sumbangsih sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk
melestarikan ekosistem hutan mangrove tersebut dan kehidupan masyarakat
sekitar.
2. Kerusakan hutan mangrove dapat dicegah dengan perbaikan taraf hidup
penduduk pesisir pantai, peningkatan pengetahuan dan penyadaran
mansyarakat, penegakan hukum, rehabilitasi mangrove dan penanaman
mangrove, dan mengurangi pembuangan limbah ke pesisir dan dengan
bantuan bantuan dari pemerintah baik dana, bibit, dan fasilitas lainnya maka
kelompok tani mangrove dapat lebih maksimal dalam melestarikan ekosistem
64
DAFTAR PUSTAKA
Fadhlan, M. 2011. Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.
Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNIMED.
Ghufran, Muhammad, 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi, dan
Pengelolaan. Jakarta : PT. Rineka cipta
http://liacaem64.blogspot.com/2012/12/penanganan-pencemaran-hutan-bakau-di.html ( diakses 18 Maret 2015 Pukul 21.36 WIB).
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1013-1592723076-3_bagian%20isi_tesis_moh.%20subhan.pdf (Analisis Tingkat Kerusakan
dan Strategi Pengelolaan ..) ( diakses 18 Maret 2015 Pukul 21.48 WIB).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1026/hutan-Onrizal.pdf;jsessionid=3728D6F4BD6FE35C4FD8AAE81EEF876C?sequ ence=1 (Evaluasi Kerusakan Kawasan Mangrove Dan Alternatif Rehabilitasinya Di Jawa Barat Dan Banten) ( diakses 18 Maret 2015 Pukul
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-19115-Tables.pdf ( diakses 23
Maret 2015 Pukul 20. 50 WIB).
Irwanmay. 2004. Analisis Dampak Pengalihan Lahan Konservasi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Pertambakan Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Nelayan di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNIMED.
Kustanti, Asihing, 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor : Penerbit IPB Press.
Lestari, Sartika. 2012. Pemanfaatan Hutan Mangrove di Kelurahan Beras Basah Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat. Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNIMED.
Saila, Melisa. 2012. Rehabilitasi Mangrove Pada Hutan di Pantai di Desa Kuala
Besar Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Skripsi. Medan :
65
Sulastri, 2005. Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Hutan Mangrove Di
Desa Lubuk Kasih Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat. Skripsi.
Medan : Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNIMED.
Suwandhi, Ichsan dan Cecep Heryadi,2007. Hutan Bakau Manfaat Bagi Lingkungan dan Kehidupan Manusia. Bandung : PT. Ikrar Mandiri Abadi.
Veronika, 2012. Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Mangrove Di Desa Tanjung
Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Medan