• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAYI BARU LAHIR di rs dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAYI BARU LAHIR di rs dan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Dasar Bayi Baru Lahir

1. Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram (Kristiyanasari, 2009).

Bayi baru lahir merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011).

Kesimpulannya adalah bayi baru lahir merupakan bayi lahir yang dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin.

2. Asuhan Segera Bayi Baru Lahir

Bidan harus mengetahui kebutuhan transisional bayi dalam beradaptasi dengan kehidupan diluar uteri sehingga ia dapat membuat persiapan yang tepat untuk kedatangan bayi baru lahir. Adapun asuhannya sebagai berikut (Fraser Diane, 2011):

a. Pencegahan kehilangan panas seperti mengeringkan bayi baru lahir, melepaskan handuk yang basah, mendorong kontak kulit dari ibu ke bayi, membedong bayi dengan handuk yang kering.

(2)

b. Membersihkan jalan nafas. c. Memotong tali pusat.

d. Identifikasi dengan cara bayi diberikan identitas baik berupa gelang nama maupun kartu identitas.

e. Pengkajian kondisi bayi seperti pada menit pertama dan kelima setelah lahir, pengkajian tentang kondisi umum bayi dilakukan dengan menggunakan nilai Apgar.

3. Asuhan Bayi Baru Lahir

Menurut Saifuddin (2002) Asuhan bayi baru lahir adalah sebagai berikut:

a. Pertahankan suhu tubuh bayi 36,5 C. b. Pemeriksaaan fisik bayi.

c. Pemberian vitamin K pada bayi baru lahir dengan dosis 0,5 – 1 mg I.M.

d. Mengidentifikasi bayi dengan alat pengenal seperti gelang. e. Lakukan perawatan tali pusat.

f. Dalam waktu 24 jam sebelum ibu dan bayi dipulangkan kerumah diberikan imunisasi.

g. mengajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada ibu seperti pernafasan bayi tidak teratur, bayi berwarna kuning, bayi berwarna pucat, suhu meningkat, dll.

(3)

4. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam asuhan pada bayi baru lahir menurut APN (2008):

a. Persiapan kebutuhan resusitasi untuk setiap bayi dan siapkan rencana untuk meminta bantuan, khususnya bila ibu tersebut memiliki riwayat eklamsia, perdarahan, persalinan lama atau macet, persalinan dini atau infeksi.

b. Jangan mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tali pusat. Hindari pembungkusan tali pusat. tali pusat yang tidak tertutup akan mengering dan puput lebih cepat dengan komplikasi yang lebih sedikit.

c. Bila memungkinkan jangan pisahkan ibu dengan bayi dan biarkan bayi bersama ibunya paling sedikit 1 jam setelah persalinan.

d. Jangan tinggalkan ibu dan bayi seorang diri dan kapanpun. 5. Prinsip asuhan bayi baru lahir normal (Hidayat, 2010):

a. Cegah kehilangan panas berlebihan. b. Bebaskan jalan nafas.

c. Rangsangan taktil.

d. Laktasi (dimulai dalam waktu 30 menit pertama). 6. Cara kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir

(4)

a. Evaporasi yaitu proses kehilangan panas melalui cara penguapan oleh karena temperatur lingkungan lebih rendah dari pada temperatur tubuh (bayi dalam keadaan basah).

b. Konduksi yaitu proses kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung dengan benda yang mempunyai suhu lebih rendah.

c. Konveksi yaitu proses penyesuaian suhu tubuh melalui sirkulasi udara terhadap lingkungan.

d. Radiasi yaitu proses hilangnya panas tubuh bayi bila diletakan dekat dengan benda yang lebih rendah suhunya dari tubuh.

7. Cara mencegah terjadinya kehilangan panas

Menurut APN (2008) untuk mencegah terjadinya kehilangan panas pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut:

a. Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks. b. Letakkan bayi agar terjadi kotak kulit ibu ke kulit bayi. c. Selimuti ibu dan bayi dan pakaikan topi di kepala bayi. d. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir. 8. Penanganan Bayi Baru Lahir

Menurut Prawirohardjo (2009) menyebutkan bahwa penanganan bayi baru lahir seperti dibawah ini:

(5)

b. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak kulit ibu-bayi lakukan penyuntikan oksitosin.

c. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3cm dari pusat bayi dan memasang klem kedua 2cm dari klem pertama.

d. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat diantara klem.

e. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala. f. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk

(6)

Manajemen Bayi Baru Lahir

Bagan 2.1Manajemen Bayi Baru Lahirmenurut APN (2008) Persiapan

Penilaian:

1. Apakah bayi cukup bulan?

2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium? 3. Apakah bayi menangis atau bernafas?

4. Apakah tonus otot bayi baik?

Bayi cukup bulan, ketuban jernih, menangis atau bernafas, tonus otot baik

Bayi tidak cukup bulan, dan atau tidak menangis atau tidak bernafas atau megap-megap dan

atau tonus otot tidak baik

Air ketuban bercampur mekonium

A

Manajemen bayi baru lahir normal

B

Manajemen Asfiksia bayi baru lahir

C

(7)

B.Asfiksia

1. Pengertian Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi setelah lahir tidak bernafas secara spontan dan teratur (Asri Dwi, 2010).

Asfiksia adalah suatu keadaan bayi barulahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2011).

Kesimpulan dari pengertian diatas asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan setelah lahir.

2. Etiologi Asfiksia Bayi Baru Lahir

Secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. kegagalan pernafasan pada bayi bisa disebabkan karena terjadi hipoksia, solusio plasenta, prematur, tali pusat menumbung, partus lama, dll (Kristiasari, 2009).

Menurut Asri Dwi (2010) faktor penyebab asfiksia ada tiga antara lain sebagai berikut:

a. Ibu: preeklamsi, eklamsi, perdarahan antenatal, partus lama, partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat, serotinus, dll.

(8)

c. Keadaan bayi: prematur, persalinan sulit, gemelli, kelainan konginental, air ketuban bercampur mekonium, dll.

3. Patofisiologi

Bayi baru lahir mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukan perubahan sebagai berikut, alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorbsi oleh jaringan paru.

Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan meningkatkan aliran darah setelah lahir.

(9)

Pernafasan spontan pada bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan dan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Asfiksia akan dimulai dengan suatu periode apnu (primari apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode apnu kedua. Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.

(10)

termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat dan menyebabkan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi kematian (Maryunani, 2009).

4. Klasifikasi Klinis

Menurut Kristiyanasari (2009) Asfiksia dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi di bawah ini :

a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0 – 3).

Tidak ada Dibawah 100 Diatas 100

Upaya respirasi Tidak ada Lambat, tidak teratur

Baik, menangis kuat

Tonus otot lumpuh Fleksi ekstremitas Gerak aktif Reflek terhadap

menyeringai Batuk atau bersin

Warna Biru-putih Badan merah

muda: ektremitas biru

(11)

5. Manifestasi Klinik

Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini (Maryunani, 2009):

a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur. b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.

c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain.

d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.

e. Brakikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak.

f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah, kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan.

g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak teratur atau megap-megap.

h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen dalam darah. i. Pucat.

6. Penegakan Diagnosis Asfiksia a. Anamnesis

Dalam wawancara dengan penderita (ibu), bidan menanyakan atau mengkaji (Maryunani, 2009):

(12)

3). Adanya riwayat lahir tidak bernafas atau menangis

4). Adanya riwayat gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekstrasi vakum, ekstrasi forsep, dll).

b. Pemeriksaan fisik

Pada saat pemeriksaan fisik bayi ditemukan (DINKES RI, 2007): 1). Bayi tidak bernafas atau megap – megap

2). Denyut jantung kurang dari 100 x/menit 3). Kulit sianosis, pucat

4). Tonus otot menurun 7. Penatalaksanaan Asfiksia

Penatalaksanaan asfiksia neonatorum adalah resusitasi neonatus atau bayi. Semua bayi dengan depresi pernafasan harus mendapat resusitasi yang adekuat. Bila bayi kemudian terdiagnosa sebagai asfiksia neonatorum, maka tindakan medis kelanjutan yang komprehensif. Tindakan resusitasi neonatorum akan dipastikan sendiri kemudian, namun pada intinya penatalaksanaan terhadap asfiksia neonatorum (Maryunani, 2009):

a. Asfiksia berat

(13)

b. Asfiksia sedang atau ringan

Pasang relkik pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30 – 60 detik. Bila gagal, lakukan pernafasan kodok (frog breating) 1 – 2 menit yaitu: kepala bayi ekstensi maksimal beri O2 1 – 2 liter permenit melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakan dagu keatas bawah secara teratur 20 kali permenit.

c. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi (naiknya makanan dari kerongkongan / lambung tanpa disertai rasa mual ataupun kontraksi otot perut yang sangat kuat).

8. Penanganan Asfiksia pada BBL (Resusitasi)

Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2010), Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi:

A: Memastikan saluran nafas terbuka

a. Meletakan kepala dalam posisi defleksi : bahu diganjal. b. Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.

c. Bila perlu masukan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran nafas terbuka.

B: Memulai pernafasan

a. Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan. b. Memakai VTP, bila perlu seperti:

(14)

2) Pipa ET dan balon.

3) Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi). C: Mempertahankan sirkulasi darah

1) Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada dan pengobatan.

Persiapan yang harus dilakukan pada saat resusitasi yaitu Persiapan keluarga, Persiapan tempat resusitasi, Persiapan alat resusitasi, Persiapan diri (Hidayat, 2010).

Menilai bayi yang perlu diresusitasi dengan cara Bila bayi belum lahir air ketuban bercampur mekonium, Setelah bayi lahir, nilai 3 tanda utama yaitu pernafasan, frekuensi jantung, dan warna kulit (Hidayat, 2010).

Tindakan resusitasi menurut Hidayat (2010), Penilaian awal dari lahirnya bayi kemudian bayi bersih dari mekonium, bayi bernafas atau menagis, tonus otot baik, warna kulit kemerahan, cukup bulan. Langkah awal yang harus dilakukan yaitu hangatkan bayi, atur posisi, isap lendir, keringkan dan rangsang taktil, atur kembali posisi, lakukan penilaian. Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukan jumlah volume udara kedalam paru dengan tekanan positif untul membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.

Langkah-langkah: a. Pasang sungkup.

(15)

c. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.

d. Setiap 30 detk ventilasi, lakukan penilaian.

e. Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas normal setelah 2 menit. f. Ventilasi dihentikan setelah 20 menit (bila tidak berhasil).

Resusitasi berhasil lakukan asuhan paska resusitasi selama 2 jam a. Letakan bayi di dada ibu, selimuti keduannya.

b. Susui bayi sambil dibelai.

c. Lakukan asuhan neonatal normal dengan cara beri vitamin K1 mg/hari selama 3 hari (1 tab 5 mg), beri salep / tetes mata.

Tanda-tanda kesulitan bernafas pada bayi:

a. Tarikan dinding dada dalam, nafas megapp-megap frekuensi < 30 kali / > 60 kali/menit.

b. Pantau bayi berwarna pucat, biru, lemas. c. Jaga bayi tetap hangat dan kering.

d. Tunda memandikan sampai dengan 6 – 24 jam. e. Kondisi memburuk rujuk.

Rujuk bayi bila ada tanda (setelah resusitasi): a. Frekuensi nafas < 30 kali / > 60 kali / menit. b. Ada tarikan dinding dada.

c. Merintih, nafas megap-megap, nafas bunyi saat ekspirasi dan inspirasi.

(16)

Jika rujuk catat:

a. Nama ibu, alamat, tanggal dan waktu bayi baru lahir.

b. Kondisi bayi seperti gawat janin sebelumnya, air ketuban mekonium, tangisan bayi, waktu memulai resusitasi, langkah resusitasi yang dilakukan, hasil resusitasi.

9. Terapi Medikamentosa

Menurut DINKES RI (2007) terapi yang dilakukan pada bayi yang mengalami asfiksia sebagai berikut:

a. Epinefrin Indikasi:

1). Denyut jantung bayi < 60 kali/metit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respon. 2). Asistolik.

Dosis: 0,1 – 0,3 ml/kg dalam larutan 1:10.000.

Cara: IV atau Endotrakeal. Dapat diulang setiap 3 – 5 menit bila perlu. b. Cairan pengganti volume darah

Indikasi:

1). BBL yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.

(17)

Jenis cairan:

1). Larutan kristaloid yang isotonis (NACl 0,9%, Ringer Laktat) 2). Tranfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah

banyak dan bila fasilitas tersedia.

Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5 – 10 menit. Dapat diulang sampai menunjukan repon klinis.

c. Natrium bikarbonat Indikasi:

Asidosis metabolik secara klinis (nafas cepat dan dalam, sianosis) Prasyarat: bayi dapat dilakukan ventilasi dengan efektif

Dosis: 1 – 2 mEq/kg BB atau 2 – 4 ml/kg BB (4,2%) atau 1 – 2 ml/kg BB (7,4%)

Cara: diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

(18)

Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir

Bagan 2.2Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir menurut APN (2008)

Bayi Lahir Asuhan Bayi

Normal

Langkah Awal:

1. Jaga bayi tetap hangat 2. Atur posisi bayi 3. Isap lendir

4. Keringkan dan rangsang taktil 5. Reposisi 3. Inisiasi menyusu dini 4. Pemberian vitamin K 5. Pencegahan infeksi 6. Pemeriksaan fisik 7. Pencatatan & pelaporan

Bayi tidak bernafas / bernafas megap-megap:

Ventilasi

1. Pasang sungkup

2. Ventilasi 2X dengan tekanan 30 cm air 3. Bila dada mengembang lakukan ventilasi

20X dengan tekanan 20 cm air selama 30 detik

Bayi mulai bernafas

Nilai nafas

Bayi tidak bernafas / bernafas megap-megap:

1. Ulangi ventilasi sebanyak 20X selama 30 detik 2. Hentikan ventilasi &nilai kembali nafas tiap 30 detik 3. Bila bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit

resusitasi, siapkan rujukan 7. Pencatatan & pelaporan

Bila rujuk

Bila tidak mau dirujuk & tidak berhasil:

1. Sesudah 10 menit pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi 2. Konseling

(19)

C.

Pathways asfiksia pada bayi baru lahir

.

Bagan 2.3 Pathway menurut (Maryunani, 2009), (Alimul, 2008), (Wiknjosastro, 1999) Gangguan pertukaran gas atau

pengangkutan oksigen dalam darah

Nilai apgar skor Hipoksia

Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa

Frekuensi jantung > 100 x/menit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada

Frekuensi jantung < 100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan pucat, reflek iritabilitas tidak ada

(20)

D. Tinjauan teori manajemen kebidanan

1. Teori manajemen kebidanan menurut Hellen Varney

Menurut Mufdlilah (2012), Manajemen kebidanan dan prosesnya perlu dijelaskan untuk memberikan kesamaan pandangan. Varney mengatakan seorang bidan dalam menerapkan manajemen perlu lebih kritis dalam melakukan analisis untuk mengantisipasi diagnosa dan masalah potensial. Kadang kala bidan juga harus segera bertindak untuk menyelesaikan masalah tertentu dan mungkin juga melakukan kalaborasi, konsultasi bahkan segera merujuk klien.

Menurut Estiwidani (2008), Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan – penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus kepada klien. selanjutnya langkah – langkah proses manajemen kebidanan akan di jabarkan sebagai berikut :

a. Langkah I (pertama): Pengumpulan data dasar

(21)

adalah sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer. Sumber data sekunder adalah data yang sudah ada,pratikan kesehatan lain, anggota keluarga. Teknik pengumpulan data ada tiga yaitu observasi, wawancara, pemeriksaan (Mufdlilah, 2012).

Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya, meninjau data laboraturium dan membandingkan dengan hasil studi (Asrinah, 2010).

b. Langkah II (kedua): Interpretasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik (Mufdlilah, 2012).

Langkah awal dari perumusan masalah atau diagnosa kebidanan adalah pengolahan data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta (Hidayat Asri, 2008).

(22)

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa / masalah potensial ini benar – benar terjadi (Mufdlilah, 2012).

d. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakansegera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menetukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan (Mufdlilah, 2012).

Pada penjelasan diatas bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang dihadapi klien. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diangnosa atau masalah pada step sebelumnya bidan juga harus merumuskan tindakan segera yang harus dirumuskan utuk menyelamatkan ibu dan bayi (Estiwidani, 2008). e. Langkah V (kelima): Merencanakan asuhan yang komprehensif /

(23)

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasikan atau antisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi (Hidayat Asri, 2008).

Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu asuhan yang komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar, berlandaskan pengetahuan, teori yang berkaitan dan up to date serta divadidasikan dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan wanita / pasien tersebut dan apa yang dia tidak inginkan (Mufdlilah, 2012). f. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (Mufdlilah, 2012).

(24)

g. Langkah VII (ketujuh): Evaluasi

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam maslah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif (Mufdlilah, 2012).

Merupkan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien (Wildan, 2008).

2. Pendokementasian manajemen kebidanan dengan metode SOAP

Menurut Mufdlilah (2012), Model dokumentasi yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah dalam benruk catatan perkembangan, karena bentuk asuhan yang diberikan berkesinambungan dan menggunakan proses yang terus menerus (progess notes).

1) S : Subyektif

(25)

ungkapan langsung seperti menangis atau informasi dari ibu (Wildan, 2008).

2) O : Obyektif

Data informasi obyektif (hasil pemeriksaan, observasi), data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir (Wildan, 2008).

2) A : Assessment

Mencatat hasil analisa (diagnosa dan masalah kebidanan), berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya tindakan segera (Wildan, 2008).

4) P : Planning

Menurut Mufdlilah (2012), Mencatat seluruh penatalaksanaan (tindakan antisipasi, tindakan segera, tindakan rutin, penyuluhan, sopport, kalaborasi, rujukan dan evaluasi / follow up).

E. Teori hukum kewenangan bidan

Dalam menjalankan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia, bidan mempunyai landasan hukum dan kewenangan dalam memberikan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia meliputi (Yanti, 2010):

(26)

bidan dengan rahmat Tuhan YME Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Pudiastuti, 2011):

Pasal 11 b, yang berbunyi:

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:

a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vitamin K1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 – 28 hari) dan perawatan tali pusat.

b. Penanganan pada bayi baru lahir dan segera merujuk.

c. Penanganan dengan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan. d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.

e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah. f. Pemberian konseling dan penyuluhan.

g. Pemberian surat keterangan kelahiran. h. Pemberian surat keterangan kematian. 2. Ruang lingkup pelayanan kebidanan

Standar penanganan kegawatan obstetri dan neonatal: Standar 24: Penanganan asfiksia neonatorum.

Pernyataan standar:

(27)

Prasyarat:

a. Bidan sudah dilatih dengan tepat untuk mendampingi persalinan dan memberikan perawatan bayi baru lahir dengan segera.

b. Ibu, suami dan keluarganya mencari pelayanan kebidanan untuk kelahiran bayi mereka.

c. Bidan terlatih dan terampil untuk:

1) Memulai pernafasan pada bayi baru lahir.

2) Menilai pernafasan yang cukup pada BBL dan mengidentifikasi BBL yang memerlukan resusitasi.

3) Menggunakan skor APGAR.

4) Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.

d. Tersedia ruang hangat, bersih, dan bebas asap utuk persalinan.

e. Adanya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan aman bagi BBL, seperti air bersih, sabun dan handuk bersih, dua handuk/ kain hangat yang bersih (satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi), sarung tangan bersih dan DTT, termometer bersih atau DTT.

f. Tersedia alat resusitasi dalam keadaan baik termasuk ambubag bersih dalam keadaan berfungsi baik, masker DTT, penghisap DeLee steril/DTT.

g. Kartu ibu, kartu bayi dan partograf.

Gambar

Tabel 2.1 Scoring APGAR bayi baru lahir menurut Oxorn (2010) sebagai

Referensi

Dokumen terkait

Segenap Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama kuliah.i. Kedua orang tua,

Tertulis pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 mengenai Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial, mendefiniskan

Dalam pengambilan dan pemanfaatan air tanah selain untuk target pendapatan daerah juga untuk pengendaliannya dengan memperhatikan kondisi air tanah dalam rangka

Setelah input data akan melalui proses teks pre-processing , dan pembobotan dengan metode tf-idf; proses klasifikasi dengan algoritma Rocchio pada tahap ini dilakukan

Komersialisasi hasil kegiatan penelitian (penggandaan buku hasil penelitian yang dijuaf kepada umum) harus seizin instansi yang berwenang dan wajib menyetor hasil

Saat ini gangguan haid merupakan keluhan tersering bagi wanita yang datang ke poliklinik ginekologis dan menoragia merupakan salah satu diantaranya yang

Transmisi data paralel adalah transmisi sejumlah n bit data yang dapat dikirimkan dan diterima dalam waktu yang bersamaan dengan menggunakan n saluran. Jadi

Sebagian besar perhitungan Capital Budgeting tersebut menunjukkan bahwa investasi asset tetap menguntungkan untuk dilakukan, sehingga keputusan perusahaan melakukan