• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NO"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG

(Studi Kasus Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Publik

Dosen Pengampu 1. Prof. Dr. Sri Suwitri, M.Si

2. Dr. Kismartini, M.Si

Disusun Oleh:

Desti Relinda Qurniawati 14020116410001 Endah Wahyuningrum 14020116410033

Herta Sitorus 14020116410025

Angkatan : XLV

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...i

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan Analisis...5

BAB II ANALISIS KEBIJAKAN...6

2.1 Kriteria Analisis Kebijakan...7

2.2 Alternatif Kebijakan...9

2.3 Penilaian Kebijakan...12

BAB III REKOMENDASI...14

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan kota yang pesat menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk kota. Salah satu dampak akibat peningkatan laju pertumbuhan dan pendapatan penduduk adalah peningkatan tuntutan penyediaan sarana dan prasarana pelayanan perkotaan. Selain kuantitas, kualitas pelayanan pun dituntut untuk terus ditingkatkan agar senantiasa dapat memenuhi kebutuhan seluruh penduduk perkotaan. Konsekuensi dari peningkatan urbanisasi dan kondisi ekonomi adalah perubahan pola konsumsi masyarakat kota yang dapat dilihat dengan nyata dari komposisi sampah perkotaan. Demikian juga dengan volume sampah yang diproduksi oleh suatu kota akan berbanding lurus dengan perkembangan dan pertambahan jumlah penduduknya.

Sampah merupakan suatu pokok permasalahan yang banyak diperbincangkan oleh masyarakat, seperti yang kita ketahui jumlah sampah di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah Cina yang mencapai 262,9 juta ton. Hal ini di sebabkan karena jumlah populasi penduduk di Indonesia setiap tahunnya bertambah dan kebutuhanpun semakin meningkat yang mengakibatkan populasi sampah berkembang.

Pengertian sampah dalam (UU No. 18 Tahun 2008) adalah sisa kegiatan sehari-hari manuasia dan/atau proses alam yang padat. Dengan berlakunya UU No 18/2008 tentang pengelolaan sampah. Substansi penting dari UU ini adalah semua pemerintah kota/kabupaten harus mengubah sistem pembuangan sampah menjadi sistem pengelolaan sampah. Sampah yang biasanya diangkut dan dibuang ke TPA, saat ini harus ada pengelolaan sampah baik di tingkat hulu maupun hilir.

(4)

melampaui batas administrasi Kota Semarang. Peningkatan jumlah penduduk yang mencapai 1.648.279 jiwa per desember 2016 menurut data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang akan memicu meningkatkannya kegiatan jasa, industri, bisnis dan sebagainya di wilayah Semarang, sehingga akan memicu meningkatnya produksi limbah buangan atau sampah. Sampah merupakan suatu masalah yang sangat serius dalam kota besar khususnya di Kota Semarang.

Produksi sampah warga Kota Semarang bisa mencapai 1.200 ton per hari. Sebanyak 800 ton masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, sedangkan lainnya dikelola swasta. Untuk menampung 800 ton per hari, diperlukan prasarana yang memadai agar sampah tidak tercecer dan tidak teratur. Dijelaskan, dari 800 ton sampah yang masuk di TPA Jatibarang setiap harinya, 200 ton sampah akan diolah kembali untuk dijadikan pupuk kompos. (Dalam Berita Suara Pembaruan)

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang Ulfi Imran Basuki yang kami akses dari berita jateng. Berikut penjelasannya:

“Setiap harinya dari total 1.200 ton sampah yang dihasilkan dari seluruh kota Semarang, 800 tonnya masuk ke TPA Jatibarang, sedangkan sisanya dikelola kelompok swadaya masyarakat, bank-bank sampah. Kemudian, dari 800 ton sampah yang masuk setiap harinya ke TPA Jatibarang, 350 tonnya yang diolah pupuk 200 ton pupuk organik dan energi gas jenis metan. Sampah di TPA Jatibarang ini setiap hari sudah menghasilkan 72 m3 gas metan yang bisa disalurkan ke 100 rumah warga. Setiap satu meter kubik (m3) gas metan setara dengan energi yang dihasilkan 0,48 kilogram gas elpiji.”

(5)

Tabel 1

Volume Sampah Rata-Rata per hari di Kota Semarang Tahun 2015-2016

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa tidak semua sampah di 16 Kecamatan dapat diangkut karena keterbatasan sarana transportasi yang jumlahnya hanya sekitar 100-an unit truk. Dinas kebersihan hanya mampu mengangkut sampah sebesar 64,53 persen atau sekitar 2.700 meter kubik per hari. Artinya, masih ada sekitar 1.500 meter kubik sampah yang menjadi beban lingkungan setiap hari yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan bencana apabila terakumulasi terus-menerus.

(6)

Fakta dilapangan dikabarkan bahwa Tempat pembuangan akhir (TPA) Jati barang belum dikelola dengan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan adanya air lindi akibat penimbunan sampah yang berlebihan dan belum ada penangan lebih lanjut sehingga mencemari air sungai Kreo yang lokasinya tepat di dekat TPA Jatibarang tersebut. Selain itu, terdapat aroma yang sangat tidak sedap mencemari udara di kota Semarang yang disebabkan oleh belum adanya pengelolaan sampah, selokan dan gorong-gorong pada tempat pembuangan akhir Jatibarang.

Selain itu, di Tempat pembuangan akhir (TPA) Jati Barang ditemukan pula sampah medis yang dihasilkan dari limbah rumah sakit dan klinik di Kota Semarang. Sampah medis seharusnya mendapat penanganan khusus dalam pengelolaan limbah rumah sakit karena apabila pembuangan limbah rumah sakit seperti bekas suntik, perban, kapas operasi dan lainnya di buang di TPA Jatibarang maka jelas akan berbahaya pada lingkungan. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran pihak rumah sakit terhadap penerapan AMDAL (analisis dampak lingkungan).

Apabila penimbunan sampah di Tempat pembuangan sampah (TPA) ini terus berlangsung maka diprediksi dua sampai tiga tahun ke depan tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang tersebut tidak akan muat lagi untuk menampung sampah-sampah yang terkumpul dari seluruh kota Semarang. Dengan berdasarkan prediksi tersebut maka perlu menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 di kota Semarang. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan perlunya dilakukan perubahan paradigma tentang pengelolaan sampah yaitu dari paradigma kumpul–angkut– buang berubah menjadi pengolahan yang bertumpu pada pengurangan sampah dan penanganan sampah. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada Tempat Pembuangan Akhir saja sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru. Paradigma yang menganggap bahwa sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk, dan bahan baku industri.

(7)

berpotensi menjadi sampah yang belum dihasilkan. Dilanjutkan ke tahap pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Kegiatan pengurangan sampah bertujuan agar seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat luas; melaksanakan kegiatan pembatasan timbulnya sampah, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali sampah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Reduce, Reuse dan Recycle (3R) melalui upaya-upaya cerdas, efisien dan terprogram. Meskipun demikian, kegiatan 3R ini masih menghadapi kendala utama, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah.

Uraian yang telah dijelaskan di atas merupakan gambaran secara umum permasalahan pengelolaan sampah di Kota Semarang. Dari penjelasan tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Semarang (Studi Kasus pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang).” Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari strategi pengelolaan sampah dan memberikan manfaat bagi seluruh bagian sektor lingkungan di Kota Semarang maupun masyarakat lokal guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka rumusan masalah dari analisis paper ini adalah : 1. Bagaimana cara untuk mengurangi timbunan sampah?

2. Bagaimana menanggulangi agar sampah medis tidak dibuang di TPA Jatibarang?

3. Hal apa yang dilakukan supaya dapat mengurangi dampak air lindi yang mencemari aliran sungai kreo?

1.3 Tujuan Analisis

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari analisis policy paper

ini adalah :

1. Untuk mengetahui cara untuk mengurangi timbunan sampah?

(8)

3. Untuk mengetahui hal apa yang dilakukan supaya dapat mengurangi dampak air lindi yang mencemari aliran sungai kreo?

BAB II

ANALISIS KEBIJAKAN

Menurut William Dunn (2000 : 1) Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan, analisis kebijakan meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan dan program publik. Willian Dunn juga mengemukakan bahwa metodologi analisis kebijkan diambil dari dan memadukan elemen-elemen dari berbagai disiplin : ilmu politik, sosiaologi, psikologi, ekonomi, filsafat. Analisis kebijakan sebagian bersifat deskriptif, diambil dari disiplin-disiplin tradisional yang mencari pengetahuan tentang sebab dan akibat dari kebijakan-kebijakan publik.

Analisis kebijakan publik mempunyai peran yang sangat penting untuk membantu seorang pembuat kebijakan dengan memberikan informasi yang diperoleh melalui penelitian dan analisis, memisahkan dan mengklasifikasikan persoalan, mengungkap ketidakcocokan tujuan dan upayanya, memberi alternatif-alternatif baru dan mengusulkan cara-cara menterjemahkan ide-ide kedalam kebijakan-kebjakan yang mudah diwujudkan dan direalisaikan. Kontribusi utama untuk memberikan masukan-masukan terutama dengan memperhitungkan keutamaan dan kepekaan parameternya.

(9)

Analisis kebijakan bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik. didalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.

2.1 Kriteria Analisis Kebijakan

Suatu kebijakan yang telah dirumuskan, kemudian dapat diimplementasikan memiliki kriteria dalam mengkategorikan apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Diantaranya kebijakan dilaksanakan pemerintah daerah, serta diterima dan diterapkan oleh masyarakat. Selain itu kebijakan itu dilaksanakan sesuai dengan tujuan kebijakan yang diharapkan. Dengan demikian, hal tersebut dapat menjadi indikator keberhasilan kebijakan.

Kemudian kebijakan tentang pengelolaan sampah di Kota Semarang berkaitan dengan banyaknya permasalahan sampah yang muncul. Masalah sampah menjadi masalah yang pelik dalam pengelolaan lingkungan. Pada umumnya sampah di Kota Semarang di kelola oleh pemerintah daerah melalui masing-masing kelurahan. Kemudian sampah-sampah tersebut ditampung ditempat penampungan sementara, sampah-sampah di berbagai tempat penampungan sementara akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA). TPA Kota Semarang yakni TPA Jati Barang yang lokasinya terletak di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, di bagian barat Kota Semarang. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka parameter (kriteria) yang dipilih dengan merujuk pada parameter yang disampaikan oleh Bardach (Patton and Sawicky,1986 dalam Keban, 1995) yang penulis dapat dari Dialogue Jurnal Ilmu Administrasi Dan Kebijakan Publik Analisis Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Simpang Lima Kabupaten Pati oleh Mualim dan Kismartiniyaitu sebagai berikut:

(10)

mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan kata lain, apakah alternatif yang dipilih akan berjalan dalam konteks teknis? Dalam hal ini, seberapa jauh alternatif kebijakan yang diambil dapat mencapai apa yang diinginkan dan apakah alternatif kebijakan yang diambil mampu mengatasi permasalahan yang muncul secara keseluruhan atau hanya sebagian saja.

b. Economic and financial possibility (kemungkinan ekonomi dan finansial) yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur berapa biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kebijakan dan berapa keuntungan yang dihasilkan.

c. Political viability (kehidupan politik) yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur apakah kebijakan akan berhasil dimana terdapat pengaruh dari berbagai kelompok kekuasaan, seperti : pembuat keputusan, legislatif, administrator, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, perkumpulan dan aliansi politik lainnya. Kriteria politik menyangkut lima subkriteria yang perlu dipertimbangkan, yaitu acceptability, appropriateness, responsiveness, legal danequity.

1. Acceptability, menyangkut penentuan apakah suatu alternatif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para klien dan aktor-aktor lainnya dalam masyarakat.

2. Appropriateness, berkenaan dengan apakah suatu alternatif kebijakan tidak merusak atau bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah ada dalam masyarakat.

3. Responsiveness, berkenaan dengan apakah suatu alternatif kebijakan, akan memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada.

4. Legal, artinya apakah suatu alternatif kebijakan tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

(11)

6. Administrative operability (administrasi), yaitu kriteria yang mempertimbangkan :

1. Authority, berkenaan dengan kewenangan mengimplementasi suatu kebijakan. Dengan kata lain, apakah organisasi yang diserahi tugas mengimplementasi kebijakan memiliki otoritas yang jelas untuk melakukan kerja sama dengan unit organisasi yang lain dalam menentukan prioritas.

2. Institutional commitment, menyangkut komitmen dari administrator level atas dan bawah, kantor dan pekerja lapangan. Kriteria ini penting untuk menilai apakah suatu alternatif kebijakan bersifat realistis atau tidak.

3. Capability, berkenaan dengan apakah organisasi yang akan mengimplementasikannya dinilai mampu dalam konteks kemampuan SDM dan dalam konteks finansial.

4. Organizational support, berkaitan dengan tersedia tidaknya dukungan-dukungan peralatan, fasilitas fisik, dan pelayanan-pelayanan lainnya. Apakah dukungandukungan itu dapat tersedia jika dibutuhkan?

Selain 4 kategori diatas, penulis memasukkan parameter kesadaran lingkungan

(ecological awareness) dalam penelitian ini. Ecological awareness ini meliputi pertimbangan terhadap lingkungan hayati dan lingkungan sosial. Sebab permasalahan yang penulis angkat mengenai pengelolaan sampah di Kota Semarang dan masalah yang ditimbulkan dari sampah ini.

2.2 Alternatif Kebijakan

Alternatif kebijakan yang diambil dalam policy paper ini berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas adalah sebagai berikut :

A. Melanjutkan Kebijakan yang Sudah ada

(12)

B. Memodifikasi Kebijakan yang sudah ada

(13)

Berdasarkan alternatif kebijakan diatas maka harus ada prakiraan yang menjadi gambaran dari terlaksananya peraturan tersebut. Prakiraan dari alternatif kebijakan yang telah dibuat signifikan kepada masyarakat. Selain itu diperlukan juga interaksi dengan masyarakat dalam menjalin kerjasama pengelolaan sampah agar dapat terkendali. Alternatif ini dapat dilaksanakan dengan cara membuat lembaga yang berbadan hukum yang bekerjasama dengan pemerintah kota serta dapat menjadi wadah untuk membina, melatih, mendampingi, serta membeli dan memasarkan hasil kegiatan pengelolaan sampah. Tujuannya agar dapat mengurangi sampah di TPS/TPA dan mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat, melalui pemanfaatan sampah dengan program 3R. Contohnya seperti Bank Sampah di Kota Malang.

Opsi B untuk merevisi materi Perda dapat dilakukan sesuai dengan pedoman dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Opsi B ini dilakukan dengan cara menambahkan materi mengenai koordinasi lanjut antar satuan kerja perangkat daerah/SKPD di kota Semarang,.

Opsi C memberikan saran untuk melakukan suatu proses baru dengan lebih sistematis dan empiris. Di dalam proses penyusunan Perda yang baru ini terdapat beberapa hal yang penting untuk dilakukan:

(14)

maupun perlibatan pakar untuk mendapatkan gambaran permasalahan secara nyata dan komprehensif. Definisi permasalahan yang jelas dan spesifik juga sangat penting dalam diskusi dengan masyarakat di tingkat lokal sehingga diperoleh tujuan bersama yang akan menjadi dasar dari penyusunan suatu kebijakan lokal, maupun pemahaman masyarakat dari suatu norma sosial baru.  Mengembangkan analisa hubungan pemangku

kepentingan terkait dengan permasalahan dan solusi. Analisa semacam ini akan membantu menentukan strategi pendekatan yang dipilih dalam proses penyusunan Perda, menentukan pemangku kepentingan yang tepat dan harus terlibat untuk menjamin partisipasi penuh serta termuatnya semua kepentingan terkait permasalahan dan solusi. Analisa ini juga akan menentukan bentuk dan durasi strategi komunikasi yang perlu dibangun sesuai dengan perbedaan/persamaan kepentingan yang ada di antara para pemangku kepentingan.

2.3 Penilaian Kebijakan

Terdapat beberapa penilaian yang bisa diangkat terhadap opsi yang diberikan. Beserta perbandingan yang akan dihadapi dalam penerapan peraturan tersebut. Diantaranya yaitu:

Konsekuensi dari Opsi A adalah:

 Tidak memulai proses kebijakan dari awal sehingga efektif dalam penggunaan waktu.

(15)

 Diperlukan sejumlah biaya tertentu (bisa bersumber dari dana pemerintah daerah maupun dana lembaga pendamping) untuk mengembangkan suatu proses intervensi yang layak dan menjamin bahwa tercipta pemahaman norma sosial yang baru.

Konsekuensi dari Opsi B adalah:

 Permasalahan utama diperbaiki dan mampu mendekati permasalahan nyata yang ingin diatasi, sehingga kebijakan benar-benar berfungsi sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.

 Perlu pelibatan dan komunikasi yang membangun dan intensif dari pengambil keputusan di pemerintahan daerah sehingga Perda secara sistematis mendukung peraturan perundangan yang lebih tinggi dalam mengelola masalah sampah.

 Diperlukan waktu dan biaya, baik untuk proses mencapai kesepakatan terhadap materi baru maupun untuk sosialisasinya serta pelaksanaannya, yang mungkin akan setara dengan proses pembuatan Perda baru.

Pemilihan Opsi C sebagai suatu solusi kebijakan memiliki beberapa konsekuensi sebagai berikut:

 Diperlukan sumberdaya (keahlian, waktu, dana) yang lebih besar dibandingkan Opsi A dan Opsi B.

 Penerapan Opsi C secara konsisten akan menjamin terpenuhinya lima aspek kunci dalam pengelolaan komunitas terhadap sumberdaya alam yaitu keputusan yang partisipatif, monitoring, norma sosial, dan sanksi sosial, serta kontrol terhadap perilaku individu.

(16)
(17)

BAB III

REKOMENDASI

Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan, dan menentukan pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan. (Dunn, 2000 : 27)

Masalah dalam policy paper ini berkenaan dengan masih kurangnya pemahaman masyarakat terkait pengelolaan sampah sebagaimana telah tercantum dalam Perda Nomor 6 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah di Kota Semarang. Hal ini menyebabkan terjadinya penimbunan sampah yang berlebihan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang. Penimbunan sampah ini berdampak pada pencemaran lingkungan di Kota Semarang.

Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih alternatif kebijakan yang akan direkomendasikan dalam rangka melakukan pengelolaan sampah di Kota Semarang. Sebagaimana telah diketahui, bahwa pembuangan sampah di Kota Semarang terpusat pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, yang notabene sekarang sudah kelebihan timbunan sampah, bahkan sampah yang masuk di TPA tidak ada sistem penyortiran sebelumnya, sehingga segala macam jenis sampah masuk di TPA ini yang nantinya akan menimbulkan berbagai dampak, baik dampak pencemaran lingkungan bahkan pencemaran kuman yang cukup tinggi.

(18)

politik, administratif dan lingkungan, untuk mendapatkan alternatif kebijakan yang terbaik.

Melalui alternatif yang telah dihasilkan dari proses analisis kebijakan yang tertuang dalam Perda mengenai pengelolaan sampah di Kota Semarang tersebut, policy paper ini lebih memilih untuk memberikan argumentasi sesuai dengan alternatif pilihan A yaitu: Tidak merubah Perda yang telah ada namun melakukan seperangkat intervensi terpadu untuk memberikan kekuatan non-formal terhadap Perda. Berkaitan dengan Opsi A, memberikan rekomendasi agar pemerintah memfasilitasi masyarakat dengan membuat lembaga yang berbadan hukum yang bekerjasama dengan pemerintah kota serta dapat menjadi wadah untuk membina, melatih, mendampingi, serta membeli dan memasarkan hasil kegiatan pengelolaan sampah. Tujuannya agar dapat mengurangi sampah di TPS/TPA dan mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat, melalui pemanfaatan sampah dengan program 3R (Reduce, Reuse, Recyle). Contohnya seperti Bank Sampah yang telah diterapkan di Kota Malang. Kemudian harus ada petugas yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyortiran sampah yang masuk di TPA Jatibarang, sehingga hal ini akan mengurangi jenis sampah yang tidak seharusnya masuk di TPA.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Refeerensi Buku :

Dunn, Wlliam N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi

Kedua.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Quade, E.S. 1984. Analysis For Public Dicision. New York: The Rand Corpration.

Peraturan Pemerintah :

Perda Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Semarang.

Referensi Internet :

http://dispendukcapil.semarangkota.go.id/statistik/jumlah-penduduk-kota-semarang/2016-12-15 diunduh pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 18.43

WIB.

http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160222182308-277-112685/indonesia-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-ke-dua-dunia/

diunduh pada tanggal 20 Maret 2017 pukul 15.36 WIB.

http://sp.beritasatu.com/home/produksi-sampah-semarang-1200-tonhari/100853

diunduh pada tanggal 22 April 2017 pukul 12.18 WIB.

http://beritajateng.net/edan-sampah-yang-dihasilkan-kota-semarang-capai-1-200-ton-perhari/ diunduh pada tanggal 22 April 2017 pukul 12.35 WIB.

Jurnal :

(20)

Gambar

Tabel 1Volume Sampah Rata-Rata per hari di Kota Semarang

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak manajemen perusahaan yang dapat digunakan sebagai masukan atau dasar untuk meningkatkan kinerja

Jika dilihat dari perolehan IQ akhir untuk siswa kelas eksperimen cukup banyak yang mengalami peningkatan seperti siswa 19 yang awalnya memperoleh IQ sebesar 78 kemudian

Dan pembauran budaya merupakan suatu tradisi dan proses perubahan di berbagai aspek kebudayaan yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan seperti yang telah

Keunikan Farmer Barat yang utama adalah unsur komunikasinya yang dipengaruhi oleh tingkat kohesivitas yang tinggi dalam komunitas ini. Dalam pembagian peran pelaku

Pada pengujian laju korosi dengan metode weight lost test diketahui material stainless steel terlihat mengalami peningkatan sebesar 2,46 % dan laju korosi

Berdasarkan pencitraan dengan mikroskop tegangan 3 Volt dipilih sebagai kondisi mula-mula untuk variasi berikutnya yaitu variasi dengan range tegangan yang lebih kecil

Pada pengujian ini digunakan sepuluh bahan uji air yang diambil secara acak , air tersebut kemudian akan disaring dan dibandingkan lama waktu penyaringan antara

Pada Gambar 15.a merupakan hasil pembangkitan frekuensi 20 MHz, Gambar 15.b memperlihatkan nilai frekuensi yang diukur menggunakan osiloskop diperoleh hasil sebesar 20 MHz