• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Lingkungan Studi Kasus Identif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Lingkungan Studi Kasus Identif"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI POTENSI SUMBERDAYA ALAM

BERBASIS EKOREGION

Studi Kasus: Potensi Sumberdaya Air

Final Assignment of Environmental Management

Graduate School of Environment Science Magister Program of Environmental Management

Oleh:

SYAMPADZI NURROH NIM: 13/354980/PMU/7908

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si

GRADUATE OF SCHOOL

GADJAH MADA UNIVERSITY

Y O G Y A K A R T A

(2)

P a g e 2 | 29 2.1. Konsep Pengelolaan Lingkungan hidup ... 6

2.2. Konsep Ekoregion ... 7

2.3. Potensi Sumberdaya air ... 8

2.3.1. Daya hantar ... 8

2.3.2. Total Dissolved Solids ... 9

2.4. Kajian lingkungan Hidup Strategis ... 10

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Dataran Fluvial ... 13

3.1.1. Profil Ekoregion Dataran Fluvial ... 13

3.1.2. Potensi dan permasalahannya ... 14

3.2. Dataran Aluvial Rawa ... 18

3.1.1. Profil Ekoregion Dataran Aluvial Rawa ... 18

3.1.2. Potensi dan permasalahannya ... 19

3.2. Vulkanik – Tekuk Lereng Gunung Merapi ... 23

3.1.1. Profil Ekoregion Vulkanik – Tekuk Lereng ... 23

3.1.2. Potensi dan permasalahannya ... 24

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ... 28

4.2. Saran ... 28

(3)

P a g e 3 | 29

Tabel 3.3. Bentuk Bentanglahan fluvial dalam konsep Ekoregion ... 18

Tabel 3.4. Data pengukuran kualitas air di dataran aluvial rawa ... 20

Tabel 3.5. Data hasil penelitian airtanah payau ... 21

Tabel 3.6. Bentuk Bentanglahan volkanik dalam konsep Ekoregion ... 24

Tabel 3.7. Rekapitulasi distribusi debit mataair Umbul Ingas ... 26

Tabel 3.8. Data pengukuran kualitas air di ekoregion Vulkanik-tekuk lereng ... 26

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Lokasi Survei sumberdaya alam berbasis Ekoregion ... 11

Gambar 3.2. Peta lokasi survei sumberdaya alam berbasis Ekoregion ... 12

Gambar 3.3. Peta lokasi survei dataran fluvial ... 13

Gambar 3.4. Potensi sumberdaya alam ekoregion dataran fluvial ... 14

Gambar 3.5. Mata pencaharian utama bercocok tanam. ... 15

Gambar 3.6. Budidaya tembakau sebagai alternatif pada musim kering ... 15

Gambar 3.7. Pengukuran kualitas airtanah di lokasi survei... 15

Gambar 3.8. Kondisi eksisting di lokasi survei dan observasi ekoregion dataran fluvial .... 18

Gambar 3.9. Peta lokasi Survei dataran aluvial rawa ... 19

Gambar 3.10. Warung terapung sebagai wisata kuliner ... 20

Gambar 3.11. Budidaya perikanan air tawar (keramba) di Rowo Jombor ... 20

Gambar 3.12. Pengukuran kualitas airtanah di lokasi survei... 21

Gambar 3.13. Kondisi eksisting di ekoregion dataran aluvial rawa ... 22

Gambar 3.14. Lokasi Mataair (tekuk lereng) ... 23

Gambar 3.15. Peta Lokasi Survei Ekoregion Vulkanik-tekuk lereng ... 23

Gambar 3.16. PDAM Solo sebagai pengelola mataair Umbul Ingas ... 24

Gambar 3.17. Pipa air untuk mendistribusikan air ke Solo ... 25

Gambar 3.18. Mataair Umbul Ingas di tekuk lereng Gunung Merapi ... 25

Gambar 3.19. Pengukuran kualitas air di mataair Umbul Ingas ... 25

(4)

P a g e 4 | 29

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Program Magister Pengelolaan Lingkungan sebagai minat dalam sekolah

pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu perguruan tinggi sederajat S-2 yang bertujuan menciptakan sumberdaya manusia

yang profesional dalam pengelolaan lingkungan (environmental management). Perkuliahan Manajemen Lingkungan (Environtmental Management) sebagai mata kuliah yang diibutuhkan untuk mahasiswa dalam memberikan gambaran umum mengenai aspek-aspek yang akan dikaji dalam pengelolaan lingkungan. Dalam hal ini mahasiswa diberikan pengetahuan konsep-konsep dasar yang perlu dipahami dalam pengelolaan sumberdaya alam berbasis ekoregion.

Dalam rangka memahami konsep-konsep dasar diperlukan pengamatan secara langsung dilapangan berupa observasi sumberdaya alam berbasis ekoregion (bentanglahan). Secara alami kondisi ekoregion pada suatu daerah atau wilayah akan berpegaruh terhadap potensi-potensi sumberdaya alam, sumberdaya hayati, dan sumberdaya manusia yang saling berhubungan sesuai konsep pengelolaan lingkungan. Hal ini menggambarkan kondisi ekoregion akan berpengaruh terhadap karakteristik lingkungan hidup secara umum, dan perilaku manusia dalam mengelolanya.

Permasalahan akan muncul jika kurangnya informasi dan pengetahuan dalam berperilaku terhadap sumberdaya (Ajzen 1991). Perlakuan manusia

terhadap lingkungan, maka akan menyebabkan munculnya berbagai permasalahan lingkungan, yang dapat dikategorikan sebagai kerawanan lingkungan, seperti :

banjir, pencemaran air dan udara, kekritisan air, kerusakan pesisir dan hutan mangrove, konflik sosial, serta berbagai permasalahan lingkungan lainnya. Aktifitas manusia yang tidak arif tersebut maka dapat melampaui batas toleransi karakteristik dan kemampuan lingkungan untuk mendukungnya, yang menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu (Santosa 2013).

(5)

ekosistem-P a g e 5 | 29 ekosistem yang membentuknya. Oleh karena itu, mempelajari ekosistem tersebut secara langsung dilapangan sangat diperlukan. Sehingga ouput dalam pengelolaan lingkungan secara menyeluruh, terintegrasi, berwawasan lingkungan, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kearifan budaya lokal untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta berciri khas pada prinsip dasar keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan fungsi ekologi (economic and ecologic balance) dengan tetap menjunjung penegakan hukum lingkungan sesuai yang diamanatkan dalam UUPPLH N0. 32 tahun 2009

1.2. Tujuan

Praktek Lapang dalam mata Kuliah Manajemen Lingkungan ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran umum aspek-aspek (sumberdaya alam) dalam pengelolaan lingkungan berbasis ekoregion.

2. Membuat titik pengamatan dan observasi di lapangan berdasarkan karakteristik bentanglahan, ekonomi, dan sosial-budaya.

(6)

P a g e 6 | 29

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sebagai hukum tertinggi di negara ini yang berupa Undang-Undang maka pengertian lingkungan hidup berdasarkan UULH Nomor 32 tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Dalam pengertian tersebut tesirat bahwa sebuah kesatuan yang dapat diinterpretasikan pada Gambar 2.1. dibawah ini.

Gambar 2.1. Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sumber: Santosa 2010

(7)

P a g e 7 | 29

2.2. Konsep Ekoregion

Berdasarkan UULH Nomor 32 tahun 2009 mengenai pengelolaan lingkungan berbasis ekoregion. Bentang lahan adalah bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan (interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air, batuan, tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia yang tinggal di dalamnya (Verstappen 1983). Dalam asal mula proses pembentukan bentanglahan yang dikenal dengan morfogenetik yang dapat diklasifikasikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1. Bentuk Bentanglahan dalam konsep Ekoregion

Bentuk Asal Keterangan

Denudasional (D) Perbukitan terkikis, pegunungan terkikis, bukit sisa, buit terisolasi, dataran nyaris, dataran nyaris terangkat, lereng kaki,pedimen,piedmont, gawir, kipas rombakan lereng, daerah dengan gerak masa kiat, lahan rusak Struktural (S) Blok sesar, gawir sesar, garis-garis sesar, pegunungan antiklinal,

perbukitan, antiklinal, pegunungan sinklinal, perbukitan sinklinal, pegunungan monoklinal, perbukitan monoklinal, pegunungan dome, perbukitan dome, datran tinggi (plateau), cuesta, hogback, falr iron, lembah antiklinal, lembah sinklinal, lembah subsekuen, horst, graben perbukitan lipatan, kompleks

Volkanik (V) Kepundan, kerucut gunungapi, lereng gunungapi atas, lereng gunung api tengah, lereng gunungapi bawah, kaki gunungapi, dataran kaki gunung api, dataran fluvial gunung api, lava plateau, planezes, padang abu, tuff atau lapili, solfatar, fumarol, bukit gunungapi, terdenudasi, leher gunung api, sumbat gunung api, kerucut parasiter, boka, dike baranko.

Fluvial (F) Dataran aluvial, dasar sungai, rawa, belakang, saluran/sungai mati, dataran banjir, tanggul alam, ledok flluvial, bekas dasar danau, creavasse splyas, godong lengkung dalam, gosong sungai, teras fluvial, kipas aluvial aktif, kipas aluvial tidak aktif, delta igir delta, ledok delta, pantai delta, rataan delta

Marin (M) Pelataran pengikidan gelombang, tebing terja, gisik, beting gisik, tombolo, depresi antar beting gisik, gumuk pantai aktif, gumuk pantai tidak aktif, rataan pasang surut bervegatasi, rataan pasang surut tidak bervegetasi, dataran aluvila, pantai (payau), datran aluvial pantai (tawar) dataran aluvial pantai tergenang, teras [antao, arol, terumbu koral, rataan terumbu, tudung terumbu, perisai dan akumulasi koral, lagin gosong laut

Solusional (K) Dataran tinggi karst, lereng dan perbukitan karstik terkikis, kubah karst bukit sisa batu gamping terisolasi, dataran aluvial karst, uvala, dolin, polje, lembah kering, ngarai karst

Eolin (A) Gumuk pasir memanjang longitudinal, gumuk pasir barkan, gumuk pasir parabola

Glasial (G) Cirque, lembah bergantung glasial, pegunungan tertutup salju, gletser, es abadi, padang erdangkal, dataran endapan matarial glasial

(8)

P a g e 8 | 29

2.3. Potensi Sumberdaya Air

Air tanah dan mata air merupakan penyuplai utama keperluan air domestik sebesar 90 persen. Sistem aliran air tanah pada akuifer batuan dasar bervariasi, umumnya melalui ruang antar butir, ruang antar butir dan rekahan, dan sistem aliran melalui celahan/saluran. Daerah dengan kandungan sumber air tanah paling produktif adalah daerah antara kaki Gunung, daerah ini merupakan wilayah lepasan (discharge area) dengan akifer utama (Sutikno 1982 dalam lily 2003).

Sifat-sifat air tanah akan tergantung kepada kuantitas dari presipitasi air hujan yang menyerap masuk kedalam tanah dan proses geokimia yang berlangsung dibawah permukaan. Selain itu, faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi kualitas air tanah, zat padat terlarut (total dissolved solid/TDS), daya hantar listrik (DHL), dan seluruh reaksi kimia di dalam akifer. Perubahan dari kualitas air tanah juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimiawi batuan, salinitas, temperature, dan tentunya aktivitas manusia.

2.3.1 Konsep Daya hantar listrik

Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk menghantarkan arus listrik (disebut juga konduktivitas). DHL pada air merupakan ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut

yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL bergantung kepada kandungan ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun relatifnya (Effendi 2003)

Konduktivitas dinyatakan dengan satuan p mhos/cm atau p Siemens/cm. Dalam analis air, satuan yang biasa digunakan adalah µmhos/cm. Air suling (aquades) memiliki nilai DHL sekitar 1 µmhos/cm, sedangkan perairan alami sekitar 20 – 1500 µmhos/cm (Effendi 2003). Pengukuran DHL dilakukan menggunakan konduktivitimeter dengan satuan µmhos/cm.

(9)

P a g e 9 | 29 dimana semakin besar nilai daya hantar listrik akan menunjukan semakin besar kemampuan kation dan anion yang terdapat dalam air sehingga dapat diindikasikan semakin banyak mineral yang terkandung dalam air tersebut. Berikut ini disajikan pada Tabel 2.2. mengenai kategori sebaran nilai DHL

Tabel 2.2. Kategori sebaran nilai DHL

Kategori Menurut Davis dan De Wies

Jenis DHL (µmhos/cm) Jenis DHL (µmhos/cm)

Tawar <1500 Air murni ≤ 0,055

Agak Payau > 1500 - ≤ 5000 Air suling 0,5-5,0 Payau > 5000 - ≤ 15000 Air hujan 5-30 Asin >15000 - ≤ 50000 Air tanah 30-2000

Sangat Asin >50000 Air laut 35.000-45.000

Sumber: (Effendi 2003)

2.3.2 Konsep Total Disolved Solids

Besarnya daya hantar listrik bergantung pada kandungan ion anorganik (TDS) yang disebut juga materi tersuspensi. Hubungan antara TDS dan DHL Nilai TDS biasanya lebih kecil daripada nilai DHL. Pada penentuan nilai TDS, bahan-bahan yang mudah menguap (volatile) tidak terukur karena melibatkan proses pemanasan.

Tabel 2.3. Klasifiksi padatan yang terlarut

Klasifikasi Padatan Ukuran diameter (µm) Ukuran diameter (µmm)

Padatan terlarut < 10-3 < 10-6

Koloid 10-3 – 1 10-6- 10-3

Padatan Tersuspensi >1 >10-3

Sumber: (Effendi 2003)

Parameter yang menentukan kualitas air dalam standar kualitas air meliputi syarat kimia, fisika, dan biologi. Dalam praktek ini kualitas air berdasarkan syarat TDS sebagai bentuk hasil analisis kualitas air, penentuan TDS merupakan indikasi untuk mengetahui secara umum unsur-unsur yang cukup ion mineral yang terlarut.

(10)

P a g e 10 | 29 2.4. Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Dalam komponen lingkungan hidup (biotik, abiotik dan sosial) saling ketergantungan dan terjadi suatu hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk lain dengan faktor-faktor alam. Hubungan timbal-balik antara komponen penyusun lingkungan tersebut berjalan dalam berbagai proses ekologi dan merupakan satu kesatuan sistem, yang disebut dengan ekosistem. Jadi ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup (UUPPLH Nomor 32 tahun 2009).

Untuk mengelola ekosistem secara lebih baik, maka ditetapkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), sebagai amanah utama bagi seluruh lapisan masyarakat bangsa ini dalam kaitannya dengan berbagai rencana yang dirumuskan dan tindakan yang dilaksanakan dalam setiap gerak laju pembangunan pada masa-masa yang akan datang (Santosa 2013).

Santosa (2013) menyatakan bahwa Kebijakan ini dirumuskan mengingat

bahwa selama ini negara kita selalu dihadapkan pada masalah dampak pembangunan, yaitu semakin langkanya sumberdaya alam tertentu, menurunnya kualitas lingkungan hidup sebagai akibat eksploitasi sumberdaya yang tak terkendali, pertumbuhan industri dan praktek bisnis yang tidak berwawasan lingkungan, yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan fisik, seperti : tanah, air, dan udara. Kerusakan lingkungan hidup tentu akan berpengaruh terhadap kemerosotan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia yang menjadi sasaran utama pembangunan nasional. Dengan demikian sumberdaya manusia profesional merupakan kunci utama dalam keberhasilan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan.

(11)

P a g e 11 | 29

BAB III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil survei dan observasi sumberdaya alam berbasisi ekoregion di lapangan yang telah teridentifikasi sebanyak 3 bentuk bentanglahan yang terdiri dari dataran fluvial, dataran aluvial rawa, dan vulkanik-tekuk lereng Gunung Merapi. Titik koordinat observasi diperoleh dari GPS-Google Commander Software. Berikut ini disajikan pada Gambar 3.1. mengenai lokasi survei dan observasi ekoregion di lokasi kajian.

Gambar 3.1. Lokasi Survei sumberdaya alam berbasis Ekoregion. Sumber: Google.Commander Software

(12)

P a g e 12 | 29 Berikut ini disajikan pada Tabel 3.1. mengenai titik koordinat lokasi survei dan observasi di daerah kajian dan Tabel 3.2. mengenai pengukuran kualitas air di lokasi survei serta pada Gambar 3.2. mengenai peta lokasi observasi menggunakan software ArcGis 10.2.

Tabel 3.1. Titik koordinat lokasi survei di daerah kajian.

Plot Komponen

Lintang Selatan Bujur Timur Bentanglahan 1 70 45’ 46’’ 1100 32’ 38’’ Daratan Fluvial 2 70 45’ 43’’ 1100 37’31’’ Daratan Aluvial Rawa 3 70 36’ 11’’ 1100 38’ 42’’ Vulkanik-Tekuk Lereng Sumber: Data Primer

Tabel 3.2. Data pengukuran kualitas air di lokasi survei.

Plot

Nilai DHL

(µmhos/cm)

TDS (µm) Suhu (oC)

Fluvial-Daratan Fluvial 198 0,245 26.4

Vulkanik-TekukLereng 155 0,120 23,1

Fluvial-Daratan Aluvial Rawa

1 323 0,87 26

2 326 1,20 25.2

3 298 1,19 26,3

Sumber: Data Primer

(13)

P a g e 13 | 29

3.1.

Dataran Fluvial

Berdasarkan hasil survei dan observasi yang diperoleh di lapangan pada plot pertama adalah ekoregion dataran fluvial, lokasi terletak di koordinat garis lintang 7o 45’46’’ dan bujur timur 110o32’38’’. Secara wilayah administrasi lokasi ini berada di Desa Madurejo Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa tengah

3.1.1 Profil Ekoregion: Dataran Fluvial

Proses Geomorfologi Dataran fluvial. Mengenai bentuk asal proses pembentukan dataran fluvial. Berikut ini disajikan pada Gambar 3.1. mengenai potensi daratan fluvial yang memiliki tanah yang subur.

Tabel 3.1. Bentuk Bentanglahan dalam konsep Ekoregion Bentuk Asal Keterangan

Fluvial (F) Dataran aluvial, dasar sungai, rawa, belakang, saluran/sungai mati, dataran banjir, tanggul alam, ledok flluvial, bekas dasar danau,

creavasse splyas, godong lengkung dalam, gosong sungai, teras fluvial, kipas aluvial aktif, kipas aluvial tidak aktif, delta igir delta, ledok delta, pantai delta, rataan delta

Sumber : (Effendi 2003)

Pada titik observasi ini bila ditinjau dari segi pembentukan bentanglahan, hidrologi, sosial dan budaya. karakteristik bentanglahan dataran fluvial (fluvio vulcanic plain) memiliki tanah yang subur, hasil pengendapan material yang dibawa oleh aktivitas sungai, karakteristik hidrologi kawasan ini memiliki potensi sumber daya air yang tinggi karena berada di sistem akuifer merapi sebagai cekungan hidrologi.

(14)

P a g e 14 | 29

Gambar 3.3. Peta lokasi survei dataran fluvial. Sumber: Syampadzi

3.1.2. Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Alam Ekoregion: Dataran fluvial Berdasarkan hasil observasi disajikan Pada Gambar 3.4. ekoregion dataran fluvial merupakan kawasan budidaya pertanian seperti sawah dan sayuran.

Saluran irigasi yang nampak menujukan sumber daya air sangat melimpah untuk menjalankan roda perekonomian dalam budidaya pertanian. Berikut ini Gambar 3.4. mengenai potensi sumberdaya alam ekoregion dataran fluvial dengan hamparan sawah dan pertanian.

Gambar 3.4. Potensi sumberdaya alam ekoregion dataran fluvial. Sumber: Syampadzi

(15)

P a g e 15 | 29 Gambar 3.5. Mata pencaharian utama bercocok tanam. sumber: Syampadzi

Gambar 3.6. Budidaya tembakau sebagai alternatif pada musim kering. Sumber: Theresa

(16)

P a g e 16 | 29 Berdasarkan hasil observasi yang disajikan pada Gambar 3.5. bahwa mata pencaharian utama di ekoregion dataran fluvial adalah bercocok tanam, masyarakat mengolah lahan didukung dengan melimpahnya sumberdaya air. Sedangkan Gambar 3.6. menjelaskan bahwa kondisi iklim berupa curah hujan mempengaruhi budidaya pertanian, hal ini berkaitan dengan musim hujan dan musim kemarau. Budidaya tembakau merupakan salah satu alternatif masyarakat untuk bercocok tanam pada musim kering. Hal ini membuktikan bahwa sepanjang tahun ekoregion dataran aluvial terus bisa beraktivitas menjalankan roda perekonomian setempat.

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas airtanah disajikan pada Gambar 3.7. diperoleh bahwa kualitas airtanah disekitar lokasi survei sangat baik, hal ini dilihat dari 3 parameter DHL (daya hantar listrik), TDS (total dissolved solids) dan suhu air. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.2. mengenai data pengukuran langsung di lapangan.

Tabel 3.2. Data pengukuran kualitas air di lokasi survei.

Plot menunjukan bahwa jenis air tawar (<1500) dan jenis air tanah (30-200); TDS sebesar 0,120 (µm) menunjukan padatan terlarut (<0.45 µm)

Sumber: Data Primer

Hasil yang diperoleh dari pengukuran kualitas air dengan menggunakan

AC meter seperti ditujukan pada Gambar 3.7. diperoleh nilai DHL sebesar 242 (µmhos/cm) nilai ini menunjukan bahwa jenis air tawar (<1500) dan jenis air tanah

(30-200), TDS sebesar 0.35 (µm) menunjukan padatan terlarut karena dibawah 0.45

(17)

P a g e 17 | 29 Gambar 3.8. Kondisi eksisting di lokasi survei dan observasi ekoregion dataran fluvial.

sumber: Google comannder software

Pengelolaan potensi sumberdaya alam di dataran fluvial berbasis ekoregion menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan sehingga bisa menjadi masukan terhadap kajian-kajian lingkungan hidup strategis.

(18)

P a g e 18 | 29

3.2.

Dataran Aluvial Rawa

Berdasarkan hasil survei dan observasi yang diperoleh di lapangan pada plot pertama adalah ekoregion dataran fluvial, lokasi terletak di koordinat garis, lokasi terletak di koordinat garis lintang 7o 50’11’’ dan bujur timur 110o31’42’’. Secara wilayah administrasi lokasi ini berada di Desa Jombor, Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah.

3.2.1. Profil Ekoregion: Dataran Aluvial Rawa

Proses geomorfologi dataran aluvial Rawa berupa lembah yang dipengaruhi oleh aktivitas sungai dan proses sedimentasi di perbukitan sekitarnya. Berikut ini disajikan Tabel 3.3. mengenai bentuk asal pembentukan bentanglahan dan Gambar 3.9. mengenai peta lokasi survei dataran aluvial rawa.

Tabel 3.3. Bentuk Bentanglahan fluvial dalam konsep Ekoregion Bentuk Asal Keterangan

Fluvial (F) Dataran aluvial, dasar sungai, rawa, belakang, saluran/sungai mati, dataran banjir, tanggul alam, ledok flluvial, bekas dasar danau, creavasse splyas, godong lengkung dalam, gosong sungai, teras fluvial, kipas aluvial aktif, kipas aluvial tidak aktif, delta igir delta, ledok delta, pantai delta, rataan delta

Sumber : (Effendi 2003)

Gambar 3.9. Peta lokasi Survei dataran aluvial rawa. Sumber: Syampadzi

Lembah

(19)

P a g e 19 | 29 Berdasarkan pengamatan pada lokasi ini ditinjau dari aspek hidrologi, batuan, dan tanah dan sosial. Dataran aluvial rawa merupakan dataran yang berbentuk cekung sehingga dapat menampung air karena posisi lebih rendah dari perbukitan disekitarnya. Sehingga proses sedimentasi langsung menuju lembah dari perbukitan. Fenomena tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk membuat tanggul untuk mempertahankan fungsi cembung Rowo Jombor.

Pembuatan tanggul tersebut berfungsi sebagai pencegahan pendangkalan rowo jombor dari pengendapan proses sedimentasi yang membawa material, sebagai catchment area yaitu tangkapan air hujan serta sebagai water storage pada saat musim kemarau untuk irigasi lahan pertanian disekitar cembung Rowo Jombor.

3.2.2. Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Alam Ekoregion: Aluvial Rawa Potensi sumberdaya alam ekoregion dataran aluvial rawa adalah budidaya perikanan dan budidaya pertanian. Aspek hidrologi menjadi pendukung utama untuk melakukan budidaya perikanan air tawar di Rowo jombor.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, disajikan pada Gambar 3.10. mengenai potensi pengembangan objek wisata warung terapung. Objek wisata berupa wisata kuliner ikan air tawar hasil budidaya perikanan di Rowo Jombor, hal ini terkait meningkat nilai ekonomi barang. Sedangkan pada Gambar 3.11. budidaya perikanan air tawar menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat selain budidaya pertanian. Masyarakat membuat keramba dalam rangka perbesaran ikan air tawar. Berdasarkan hasil observasi pembuatan keramba merupakan hak setiap warga masyarakat untuk berusaha, sehingga pemerintah setempat memfasilitasi proses perizinan untuk melakukan usaha budidaya ikan air tawar di Rowo Jombor.

(20)

P a g e 20 | 29 Gambar 3.10. Warung terapung sebagai wisata kuliner. Sumber: Bukhari

Gambar 3.11. Budidaya perikanan air tawar (keramba) di Rowo Jombor. Sumber: Syampadzi

(21)

P a g e 21 | 29 Berdasarkan hasil pengukuran kualitas airtanah disajikan pada Gambar 3.12. diperoleh bahwa kualitas airtanah disekitar lokasi survei sangat baik, hal ini dilihat dari 3 parameter DHL (daya hantar listrik), TDS (total dissolved solids) dan suhu air. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.4. mengenai data pengukuran langsung di lapangan.

Tabel 3.4. Data pengukuran kualitas air di dataran aluvial rawa.

Plot

Keterangan: DHL dengan rata-rata sebesar 315,7 µmhos/cm nilai ini menunjukan bahwa jenis air tawar (<1500); TDS sebesar 1,087 µm menunjukan padatan tersuspensi (> 0,45 µm)

Sumber: Data Primer

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rata-rata DHL dengan kondisi (<1500 µmhos/cm) termasuk jenis air tawar, akan tetapi kandungan TDS sebesar sebesar 1,087 µm (jenis air tanah (30-200 µm), sehingga kurang baik untuk dikonsumsi. Hal ini menujukan bahwa masyarakat menggunakan jasa lingkungan berupa penggunaan air PDAM. Dalam penelitian Santosa (2010) menyatakan ada wilayah (dataran fluviomarin) yang memiliki airtanah payau akibat jebakan air laut di masa lampau. Berikut ini pada Tabel 3.5. mengenai hasil penelitian dan Gambar 3.13. mengenai kondisi eksisting lokasi dataran aluvial rawa.

Tabel 3.5. Data hasil penelitian airtanah payau.

(22)

P a g e 22 | 29 Gambar 3.13. Kondisi eksisting di lokasi survei dan observasi ekoregion dataran aluvial rawa.

Sumber: Google comannder software

(23)

P a g e 23 | 29

3.3.

Vulkanik-Tekuk Lereng Gunung Merapi

Berdasarkan hasil survei dan observasi yang diperoleh di lapangan pada plot pertama adalah ekoregion vulkanik-tekuk lereng gunung merapi, lokasi terletak di koordinat garis lintang 7o 50’11’’ dan bujur timur 110o31’42’’ disajikan pada Gambar 3.14. Secara wilayah administrasi lokasi berada di Desa Cokro Tulung, Kecamatan Karang Anom, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.

3.3.1. Profil Ekoregion: Vulkanik-Tekuk Lereng Gunung Merapi

Aspek geomorfologi vulkanik berada di tekuk lereng merupakan karakteristik terjadinya pemunculan mataair. Mengenai bentuk asal proses pembentukan dataran fluvial. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.6. mengenai bentuk asal dalam bentuklahan vulkanik dalam konsep ekoregion.

Tabel 3.6. Bentuk Bentanglahan volkanik dalam konsep Ekoregion Bentuk Asal Keterangan

Volkanik (V) Kepundan, kerucut gunungapi, lereng gunungapi atas, lereng gunung api tengah, lereng gunungapi bawah, kaki gunungapi, dataran kaki gunung api, dataran fluvial gunung api, lava plateau, planezes, padang abu, tuff atau lapili, solfatar, fumarol, bukit gunungapi, terdenudasi, leher gunung api, sumbat gunung api, kerucut parasiter, boka, dike baranko.

Sumber : (Effendi 2003)

(24)

P a g e 24 | 29 Gambar 3.15. Peta Lokasi Survei Ekoregion Vulkanik-tekuk lereng. Sumber: Syampadzi

3.3.2. Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Alam Ekoregion: Vuklanik-Tekuk Lereng Gunung Merapi

Potensi ekoregion vulkanik-tekuk lereng Gunung Merapi dalam aspek hidrologi adalah mataair. Sumber air yang berasal dari input air tanah efluein (air tanah yang keluar) dengan debit aliran yang stabil. Berikut ini Gambar 3.15. Perusahaan Daerah (PDAM Solo) salah satu pengelolaan mataair Umbul Ingas.

Gambar 3.16. PDAM Solo sebagai pengelola mataair Umbul Ingas. Sumber: Faisal

Spring Belt

(25)

P a g e 25 | 29 Gambar 3.17. Pipa air untuk mendistribusikan air ke Solo. Sumber: Syampadzi

Gambar 3.18. Mataair Umbul Ingas di tekuk lereng Gunung Merapi. Sumber: Syampadzi

(26)

P a g e 26 | 29 Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapangan disajikan pada Gambar 3.17, debit mataair Umbul Ingas sebesar 1500 liter/detik. dimana 387 liter/detik didistribusikan ke Kota Solo dan masyarakat sekitar Kelurahan Cokro sebesar 3 liter/detik. Berikut ini Tabel 3.7. mengenai rekapitulasi distribusi debit air dari mataair Umbul Ingas.

Tabel 3.7. Rekapitulasi distribusi debit mataair Umbul Ingas. No Wilayah Distribusi Keterangan

1 Kelurahan Cokro 3 liter/detik Kebutuhan air sehari-hari masyarakat Kelurahan Cokro (Diamater Pipa 150 cm) 2 Kota Solo 387 liter/detik Kebutuhan air sehari-hari masyarakat Kota Solo

(Diameter pipa 400 cm)

3 Daerah Aliran Sungai 1110 liter/detik Kebutuhan air untuk budidaya pertanian, perikanan, wisata air, kehutanan, dan kolam pemandian.

Total 1500 liter/detik Sumber: Data Primer-Interview

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas airtanah disajikan pada Gambar 3.12. diperoleh bahwa kualitas airtanah disekitar lokasi survei sangat baik, hal ini dilihat dari 3 parameter DHL (daya hantar listrik), TDS (total dissolved solids) dan suhu air. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.8. mengenai data pengukuran langsung di lapangan.

Tabel 3.8. Data pengukuran kualitas air di ekoregion Vulkanik-tekuk lereng mataair Umbul Ingas, Kelurahan Cokro, Kabupaten Klaten.

Plot menunjukan bahwa jenis air tawar (<1500) dan jenis air tanah (30-200); TDS sebesar 0.237 (µm) menunjukan padatan terlarut (<0.45 µm) Sumber: Data Primer

(27)

P a g e 27 | 29 Gambar 3.20. Kondisi eksisting di lokasi survei dan observasi ekoregion vulkanik-tekuk lereng.

Sumber: Google comannder software

(28)

P a g e 28 | 29

BAB IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari observasi dan survei Praktek Kuliah Lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Praktek Kuliah Lapang memberikan gambaran umum di lapangan mengenai aspek-aspek dalam pengelolaan lingkungan terhadap sumberdaya alam dalam berbasis ekoregion khususnya aspek bentanglahan, sumberdaya air, serta sosial dan budaya masyarakat setemapat

2. Praktek Kuliah Lapang dengan membuat 3 titik lokasi pengamatan dapat memahami secara langsung dan gambaran umum mengenai kondisi lingkungan sebagai aspek kajian yang akan dikelola dalam satuan pengelolaan lingkungan.

4.2. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari observasi dan survei Praktek Kuliah Lapangan, maka penulis dapat menyampaikan bahwa:

1. Praktek ini memberikan gambaran umum di lapangan sehingga perlu dilakukan setiap akhir per materi kuliah yang disampaikan di kelas. 2. Praktek ini memberikan wawasan secara signifikan antara materi dan

(29)

P a g e 29 | 29

DAFTAR PUSTAKA

[Undang-Undang Republik Indonesia]. 2012. UUPPLH Nomor 32 Tahun 2012. Indonesia: Republik Indonesia. http://academiaedu.com/syampadzinurroh. Effendi, E. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumbersaaya dan

lingkungan perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Lily, M. 2003. Evaluasi Pemanfaatan Mata Air Untuk Keperluan Domestik Di Kecamatan Tabanan Kabupaten Tababanan Provinsi Bali. Thesis: Yogyakarta, Program Studi Geografi, Pascasarjana, UGM

Verstappen, CF. 1937. Outline Of The Geomorphlogy of Indonesia a Case Study on Tropical Geomorphology of a Tectogene Region. Netherlands: ITC Santosa, LW. 2010. Pengaruh Genensis Bentuklahan Terhadap Hidrostratigrafi

Akuifer Dan Hidrogeokimia Dalam Evolusi Airtanah Bebas. Kasus: bentanglahan kepesisiran Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi: Program Pascasarjana Fakultas Geografi UGM Santosa, LW. 2013. Panduan Kuliah Kerja Lapang. Yogyakarta: Program

Gambar

Gambar 2.1. Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sumber: Santosa 2010
Tabel 2.1. Bentuk Bentanglahan dalam konsep Ekoregion
Tabel 2.2. Kategori sebaran nilai DHL
Gambar 3.1. Lokasi Survei sumberdaya alam berbasis Ekoregion.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Contoh Keluhan : Sering Flu, Batuk yang terus menerus, Sesak Nafas/Asma, Nyeri Dada, Sakit Tenggorokan, Benjolan di pangkal leher, Sembab muka dan leher. Setelah beberapa

1) Superfisial : merupakan jenis luka stadium I, dimana jenis luka superfisial atau non-blanching erithema adalah luka yang terjadi pada lapisan epidermis.. kulit dengan warna

Vatandaşlar, kanunda gösterilen şartlara uygun olarak, seçme, seçilme ve bağımsız olarak veya bir siyasî parti içinde siyasî faaliyette bulunma ve halkoy-

dalam bidang kesehatan jiwa dan kesehatan umum. Pelaksanaan pelayanan pendidikan di bidang kesehatan jiwa dan kesehatan umum. Penyediaan fasilitas pengembangan ilmu pengetahuan

Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, data hambatan utama yang didapat dengan analisa hambatan Software dengan metode Van Oortmeersen, akan digunakan sebgai

permukiman. b) Pusat ini ditandai dengan adanya pampatan agung/persimpangan jalan (catus patha) sebagai simbol kultural secara spasial. c) Pola ruang desa adat yang berorientasi

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh fortifikasi tepung mocaf dengan tepung cangkang telur terhadap kadar kalsium, densitas dan panjang tulang tikus

Manifestasi klinik  umumnya sudah terjadi beberapa bulan pasien mengalami hipertiroidisme, dan gejala klinik muncul umumnya sudah terjadi beberapa bulan pasien